ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

i

ANALISIS KETAHANAN PANGAN

RUMAH TANGGA MISKIN PADA DAERAH RAWAN BANJIR

DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Oleh:

RENY OKTARIKA ERMAWATI

H 0307022

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan, rahmat, karunia, dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin Pada Daerah Rawan Banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta” dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bantuan dari semua pihak, baik instansi maupun perorangan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS., selaku Dekan Fakultas Pertanian Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Ir. Agustono, MSi., selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 3. Ibu Sugiharti Mulya Handayani, MP., selaku Ketua Komisi Sarjana

Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis.

4. Ibu Wiwit Rahayu, SP. MP., selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing Utama, terima kasih atas semua waktu yang telah diberikan, nasehat, arahan, saran, dan bimbingannya.

5. Ibu Umi Barokah, SP. MP., selaku Pembimbing Pendamping, terima kasih atas nasehat, saran, dan bimbingannya.

6. Bapak Dr. Ir. Mohd. Harisudin, MSi., selaku Dosen Penguji, terima kasih atas saran, nasehat, dan arahannya.

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan penulis di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Surakarta, Kepala Kantor Kecamatan Jebres,

Kepala Kantor Kelurahan Jagalan dan Pucangsawit beserta staf, terima kasih atas kerjasamanya dalam menyediakan data-data pendukung dalam skripsi ini.

9. Bapak, Ibu, Adek, dan keluarga besar Hadisiswoyo. Terima kasih atas segala kasih sayang, perhatian, nasehat, semangat, dan doa yang tiada pernah putus yang telah diberikan selama ini.

10.Teman diskusiku yang baru dipertemukan oleh Allah di semester lima, “Beny Hari Nurcahyo”. Terima kasih atas semangat dan inspirasinya. Segalanya menjadi lebih berarti, sesuatu yang berat terasa lebih ringan, sesuatu yang tampak tidak indah menjadi lebih indah.

11.Si pinky “Vario AD 6600 LZ”, yang selalu menemani perjalananku selama ini. 12.Sahabat-sahabatku tercinta, Dina, Dino, Dephi, Yusrina. Terima kasih atas

persahabatan yang indah selama ini, canda tawa dan kebersamaan kita akan selalu ku rindukan.

13.Sahabat kecilku, Owin dan Nining yang selalu menemani dan memberikanku semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

14.Teman-teman “HIBITU” seperjuangan, terima kasih atas persahabatan dan kebersamaan yang indah dari awal kuliah sampai saat ini.

15.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat dijadikan sebagai acuan dan tambahan referensi dalam penulisan skripsi di masa yang akan datang. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

v

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

RINGKASAN ... xi

SUMMARY ... xii

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 6

II. LANDASAN TEORI... 7

A. Penelitian Terdahulu ... 7

B. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Pangan ... 9

2. Pengeluaran Untuk Konsumsi ... 9

3. Kemiskinan ... 11

4. Ketahanan Pangan ... 12

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ... 13

D. Asumsi ... 15

E. Pembatasan Masalah ... 15

F. Hipotesis... 15

G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 15

III.METODOLOGI PENELITIAN ... 17

A. Metode Dasar Penelitian ... 17

B. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 17

C. Metode Pengambilan Sampel... 19


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Jenis Data……….. ... 22

2. Teknik Pengumpulan Data ... 22

E. Metode Analisis Data ... 23

1. Analisis Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan terhadap Total Pengeluaran Rumah Tangga ... 23

2. Analisis Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga ... 23

3. Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan dari Total Pengeluaran dengan Konsumsi Energi dan Protein ... 26

4. Analisis Ketahanan Pangan ... 26

IV.KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 28

A. Keadaan Geografi ... 28

B. Keadaan Penduduk ... 29

1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk ... 29

2. Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ... 30

3. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 32

4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 33

C. Keadaan Perekonomian ... 34

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Karakteristik Rumah Tangga Responden ... 36

B. Pendapatan Rumah Tangga Responden ... 38

C. Pengeluaran Rumah Tangga Responden ... 39

D. Selisih Pendapatan dengan Pengeluaran Rumah Tangga ... 51

E. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan Terhadap Total Pengeluaran Rumah Tangga ... 52

F. Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga ... 53

G. Hubungan Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan dengan Konsumsi Energi dan Protein ... 55

H. Ketahanan Pangan Rumah Tangga ... 56

VI.KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA


(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Data Rumah Tangga Miskin Kota Surakarta Tahun 2009... 2 2. Data Daerah Rawan Banjir Kota Surakarta... 3 3. Data Kelurahan Rawan Banjir dan Jumlah Kerusakan

Akibat Banjir Kecamatan Jebres Tahun 2008... 18 4. Data Rumah Tangga Miskin pada Tiap-Tiap Kelurahan di

Kecamatan Jebres Tahun 2009... 18 5. Data Rumah Tangga Miskin di Daerah Rawan Banjir

Kelurahan Jagalan dan Pucangsawit Tahun 2009... 20 6. Jumlah Responden Kelurahan Jagalan dan Pucangsawit... 21 7. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka

Kecukupan Protein (AKP) Berdasar Umur dan Jenis

Kelamin………... 25

8. Kategori Rumah Tangga Berdasarkan Indikator Ketahanan

Pangan... 27 9. Luas Lahan Menurut Penggunaan di Kecamatan Jebres

Tahun 2009... 29 10. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Jebres Tahun

2007-2009... 30 11. Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di

Kecamatan Jebres Tahun 2009... 31 12. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di

Kecamatan Jebres Tahun 2009... 32 13. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di

Kecamatan Jebres Tahun 2009... 33 14. Sarana Perekonomian di Kecamatan Jebres Tahun 2009... 34 15. Sarana Perhubungan di Kecamatan Jebres Tahun 2009... 35 16. Karakteristik Rumah Tangga Miskin pada Daerah Rawan

Banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta... 36 17. Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga Miskin pada Daerah

Rawan Banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta... 37 18. Jumlah Anggota Rumah Tangga Miskin pada Daerah

Rawan Banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta... 38 19. Rata-Rata Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Miskin pada

Daerah Rawan Banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta

Bulan Juli 2010... 40 20. Rata-Rata Pengeluaran Non Pangan Rumah Tangga Miskin 47


(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pada Daerah Rawan Banjir di Kecamatan Jebres Kota

Surakarta Bulan Juli 2010...

21. Rata-rata Pendapatan, Pengeluaran, serta Selisih Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Miskin pada Daerah Rawan Banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta Bulan

Juli 2010... 51 22. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Miskin pada Daerah

Rawan Banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta Bulan

Juli 2010... 52 23. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein, AKG yang

dianjurkan, dan Tingkat Kecukupan Gizi Rumah Tangga Miskin pada Daerah Rawan Banjir di Kecamatan Jebres

Kota Surakarta... 53 24. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein

Rumah Tangga Miskin pada Daerah Rawan Banjir di

Kecamatan Jebres Kota Surakarta... 54 25. Hasil Analisis Korelasi Proporsi Pengeluaran Konsumsi

Pangan dengan Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Miskin pada Daerah Rawan Banjir di Kecamatan

Jebres Kota Surakarta... 55 26. Jumlah Rumah Tangga Miskin pada Daerah Rawan Banjir

di Kecamatan Jebres Kota Surakarta Menurut Kategori


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

1. Nama Responden, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Jumlah Anggota Rumah Tangga, dan Pendapatan Rumah Tangga

2. Pengeluaran Pangan Rumah Tangga 3. Pengeluaran Non Pangan Rumah Tangga

4. Selisih Antara Pendapatan dengan Total Pengeluaran Rumah Tangga 5. AKG, Konsumsi Gizi Rumah Tangga, dan TKG Rumah Tangga

6. AKG, Konsumsi Gizi Rumah Tangga, dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga

7. Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga Rentan Pangan, Kurang Pangan, dan Rawan Pangan

8. Analisis Korelasi Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Energi dan Protein

9. Informasi pada saat Terjadi Banjir dan Tidak Banjir 10. Kuesioner

11. Data 14 Kriteria Rumah Tangga Miskin 12. Peta Kota Surakarta


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

xi RINGKASAN

Reny Oktarika Ermawati, 2011. “Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin pada Daerah Rawan Banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta”. Di bawah bimbingan Wiwit Rahayu, SP.,MP. dan Umi Barokah, SP., MP. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga, besarnya tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga, hubungan antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dari total pengeluaran dengan konsumsi energi dan protein rumah tangga, dan kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta dilihat dari indikator proporsi pengeluaran konsumsi pangan dan tingkat konsumsi energi.

Metode dasar penelitian ini adalah deskriptif analitis dan pelaksanaannya menggunakan teknik survei. Penelitian dilakukan di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Penentuan sampel kelurahan dilakukan dengan sengaja (purposive

sampling) dengan pertimbangan kelurahan yang rawan banjir dan jumlah rumah

tangga miskinnya tergolong tinggi. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data yang digunakan yaitu analisis proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga, tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga, hubungan proporsi pengeluaran konsumsi pangan dari total pengeluaran dengan konsumsi energi dan protein, dan ketahanan pangan rumah tangga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya rata-rata proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total pengeluaran adalah 64,96%, artinya pengeluaran konsumsi pangan masih mengambil bagian terbesar dari total pengeluaran rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) rumah tangga yaitu 70,57% dan termasuk kategori kurang. Rata-rata Tingkat Konsumsi Protein (TKP) rumah tangga yaitu 89,11% dan termasuk kategori sedang. Proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi dan protein mempunyai hubungan yang signifikan. Nilai koefisien korelasi bernilai negatif yaitu –0,453 untuk energi dan –0,399 untuk protein menunjukkan bahwa hubungan antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi dan protein adalah berlawanan, artinya proporsi pengeluaran konsumsi pangan tinggi, maka konsumsi energi dan proteinnya rendah, begitu pula sebaliknya. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta yaitu kategori rawan pangan sebesar 60%, kurang pangan 26,67%, dan rentan pangan 13,33%.


(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SUMMARY

Reny Oktarika Ermawati, 2011. “Analyze of Poor Household Food Security in The Area With Flood Disturbances, Jebres Subdistrict, Surakarta”. Under guidance by Wiwit Rahayu, SP.,MP. and Umi Barokah, SP., MP. Agriculture Faculty, 11th March University, Surakarta.

This research aimed to know how big the food expenditure proportion compared with whole household expenditure, energy and protein consumption level, corelation between food expenditure proportion from whole household expenditure with energy and protein consumption, and also food security level, especially for poor household in the area with flood disturbances in Jebres subdistrict, Surakarta viewed base on food expenditure proportion and energy consumption level.

Basic method used in this research was analytical descriptive and survey method for field implementation. This research was taken in Jebres subdistrict, Surakarta. Village sample was determined by purposive sampling with judgement that village with flood disturbances and high number of poor household. This research used primary and secondary data. The result was analyzed by food expenditure proportion compared with whole household expenditure, energy and protein consumption level, corelation between food expenditure proportion from whole household expenditure with energy and protein consumption, and also food security level.

The result revealed that subjection mean between food expenditure proportion compared with whole household expenditure is 64,96 %, that means food expenditure still have a large proportion according whole poor household expenditure in the area with flood disturbances, in Jebres subdistrict, Surakarta. Amount of household energy consumption (TKE) is 70,57 %, that categorized in straitened. Amount of household protein consumption (TKP) is 89,11%, that categorized in medium. Food expenditure proportion have a significant corelation between energy and protein consumption. The coefficient show negative value, for both energy and protein consumption, by -0,453 and -0,399. This value indicate adversative result between food expenditure proportion with both energy and protein consumption. High level of food expenditure proportion indicate low level of energy and protein consumption, conversely. Household food security levels in the area with flood disturbances, in Jebres subdistrict, Surakarta categorized by food insecurity, less security, and disturbed security by 60%, 26,67%, and 13,33%.


(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan pokok dan komoditi strategis dalam kehidupan manusia untuk menjaga kelangsungan hidupnya secara sehat dan produktif. Namun, dalam kenyataannya tidak semua orang dapat terpenuhi kebutuhan pangannya karena beberapa alasan sehingga mengalami kelaparan dan menghadapi kondisi rawan pangan. Masalah kekurangan konsumsi pangan dan kondisi rawan pangan yang meluas di masyarakat suatu negara menjadi semakin penting untuk dicari penyelesaiannya, sehingga peranan pangan menjadi sangat penting dalam proses kehidupan dan pembangunan bangsa (Marwanti, 2000).

Upaya memenuhi kebutuhan pangan melibatkan banyak pelaku yaitu pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Keterlibatan masyarakat dan swasta sebagai mitra pemerintah mencerminkan adanya proses pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan merupakan proses proaktif yang memungkinkan pemerintah dan mitranya untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada berupa sumberdaya ekonomi, fisik, maupun sosial dalam mewujudkan pembangunan nasional yaitu ketahanan pangan sampai tingkat rumah tangga (Baliwati, dkk. 2004).

Ketahanan pangan menurut UU No.7 tahun 1996 didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa ketahanan pangan mempersyaratkan terpenuhinya dua sisi secara simultan, yaitu ketersediaan dan konsumsi. Menurut Nainggolan (2005), sisi ketersediaan adalah tersedianya pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dalam jumlah, mutu, keamanan, dan keterjangkauan. Dari sisi konsumsi yaitu adanya kemampuan setiap rumah tangga untuk mengakses pangan yang cukup bagi masing-masing anggotanya untuk tumbuh, sehat, dan produktif dari waktu ke waktu. Kedua sisi tersebut


(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2

memerlukan distribusi yang efisien yang dapat menjangkau keseluruh wilayah dan seluruh golongan masyarakat.

Istilah rawan pangan merupakan kondisi kebalikan dari ketahanan pangan. Kerawanan pangan terjadi manakala rumah tangga mengalami ketidakcukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan para individu anggotanya. Ada tiga hal penting yang mempengaruhi tingkat rawan pangan, yaitu kemampuan penyediaan pangan kepada individu, kemampuan individu atau rumah tangga untuk mendapatkan pangan, dan proses distribusi dan pertukaran pangan yang tersedia dengan sumber daya yang dimiliki oleh individu atau rumah tangga (Sumarmi, 2010).

Salah satu golongan masyarakat yang rawan pangan adalah rumah tangga miskin. Kemiskinan akan sangat berpengaruh pada ketahanan pangan karena rumah tangga miskin tidak mampu menyediakan pangan dalam jumlah yang cukup, aman dan bergizi baik dengan memproduksi sendiri maupun membeli. Kota Surakarta merupakan daerah non produksi atau wilayah bukan pertanian, sehingga rumah tangga miskin di Kota Surakarta dalam memenuhi kebutuhan pangannya berasal dari pembelian. Berikut ini merupakan data rumah tangga miskin Kota Surakarta tahun 2009.

Tabel 1. Data Rumah Tangga Miskin Kota Surakarta Tahun 2009

No. Kecamatan Jumlah KK Jumlah Rumah Tangga Miskin (KK) Proporsi (%)

1. Laweyan 25.899 2.915 11,26

2. Serengan 14.033 2.099 14,96

3. Pasar Kliwon 22.035 4.649 21,10

4. Jebres 37.605 5.360 14,25

5. Banjarsari 45.965 6.931 15,08

Jumlah 145.537 21.954 76,64

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 2009

Berdasakan Tabel 1, dapat diketahui jumlah kepala keluarga di Kecamatan Jebres sebanyak 37.605 KK. Jumlah rumah tangga miskinnya adalah 5.360 KK yang merupakan terbesar kedua setelah Kecamatan Banjarsari. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui proporsi rumah tangga miskin di Kecamatan Jebres sebesar 14,25%. Proporsi rumah tangga miskin di Kecamatan Jebres menduduki urutan keempat setelah Kecamatan Pasar Kliwon, Banjarsari, dan Serengan.


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3

Selain karena faktor ekonomi, kerawanan pangan dapat terjadi karena adanya bencana alam misalnya banjir. Kota Surakarta merupakan daerah yang setiap tahunnya selalu dilanda banjir. Banjir yang terjadi di Kota Surakarta selain menyebabkan banyak jiwa yang mengungsi juga menyebabkan banyak kerugian. Banyak rumah dan fasilitas-fasilitas umum pemerintah yang rusak berat maupun ringan seperti kantor pemerintahan, pasar, fasilitas kesehatan dan sekolah. Berikut merupakan data daerah rawan banjir di Kota Surakarta :

Tabel 2. Data Daerah Rawan Banjir Kota Surakarta

Kecamatan Kelurahan

Jebres Sewu, Jebres, Jagalan, Pucangsawit, Gandekan, Sudiroprajan Pasar Kliwon Sangkrah, Semanggi, Kedunglumbu, Joyosuran, Pasarkliwon

Serengan Joyotakan, Tipes, Serengan

Laweyan Pajang, Laweyan, Bumi, Sondakan, Panularan

Banjarsari Nusukan, Kadipiro, Gilingan, Sumber, Banyuanyar

Sumber : Satkorlak Kota Surakarta, 2008

Berdasarkan Tabel 2, daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres meliputi enam kelurahan yaitu Kelurahan Sewu, Jebres, Jagalan, Pucangsawit, Gandekan, dan Sudiroprajan. Kelurahan Jagalan dan Pucangsawit adalah dua kelurahan yang termasuk daerah paling rawan terhadap banjir. Hal ini dikarenakan Kelurahan Pucangsawit terletak di bantaran sungai Bengawan Solo dan Kelurahan Jagalan yang letaknya di dekat Kali Boro.

Daerah di Surakarta yang tergenang banjir tahun 2009 meliputi daerah di sekitar hilir Kali Wingko (Joyotakan), Kali Pepe Hilir (Sewu), Kali Boro (Jagalan), dan Bantaran Bengawan Solo (Semanggi, Sangkrah, Sewu, dan Pucangsawit). Banjir disebabkan oleh luapan sungai Bengawan Solo karena adanya air kiriman dari daerah Klaten dan Wonogiri yang diikuti penutupan pintu air di Demangan, Plalan, dan Putat untuk menghindari aliran balik (back water) Bengawan Solo menuju kota. Penutupan pintu air menghambat laju air dari dalam kota menuju Bengawan Solo, sehingga terjadi penumpukan air di dekat pintu air sementara laju pemompaan air belum cukup mengimbangi debit air yang masuk, sehingga terjadilah genangan banjir di hilir anak Bengawan Solo (Yusuf, 2009).


(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4

Kemiskinan dan bencana banjir yang melanda Kecamatan Jebres akan menyebabkan rumah tangga miskin yang tinggal di sekitar daerah rawan banjir semakin menderita. Salah satu masalah yang dapat terjadi akibat bencana banjir adalah terjadinya rawan pangan pada rumah tangga miskin. Hal ini dikarenakan terbatasnya akses terhadap pangan, sehingga akan berpengaruh pada ketahanan pangan rumah tangga miskin yang tinggal di daerah rawan banjir. Data ketahanan pangan tingkat rumah tangga di Kota Surakarta belum tersedia, sehingga untuk pengambilan kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan pemantapan ketahanan pangan diperlukan adanya penelitian mengenai ketahanan pangan rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

B. Rumusan Masalah

Ketahanan pangan terbagi menjadi empat tingkatan yaitu ketahanan pangan nasional, ketahahan pangan regional atau lokal, ketahanan pangan rumah tangga atau keluarga, dan ketahanan pangan individu. Tercapainya ketahanan pangan nasional, tidak berarti tiada masalah dalam ketahanan pangan rumah tangga. Hal ini terjadi karena rumah tangga memiliki ketersediaan dan akses pangan yang berbeda-beda.

Ketahanan pangan rumah tangga berhubungan dengan kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan secara cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggotanya dan untuk mempertahankan kehidupan yang aktif dan sehat. Upaya dalam mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga bukan merupakan persoalan yang sederhana. Distribusi pangan yang tidak merata dan kemiskinan menjadi kendala untuk mewujudkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Kemiskinan menjadikan rumah tangga di Kecamatan Jebres tidak mampu menyediakan pangan dalam jumlah yang cukup, aman, dan bergizi, sehingga ketahanan pangannya lemah.

Kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin akan semakin lemah apabila rumah tangga miskin tersebut bertempat tinggal di daerah rawan bencana misalnya bencana banjir. Kecamatan Jebres merupakan kecamatan yang termasuk daerah rawan banjir dengan kerusakan yang ditimbulkan akibat banjir yang tergolong parah. Kerusakan fisik dan hilangnya sumber pendapatan akibat


(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5

banjir yang melanda Kecamatan Jebres Kota Surakarta dapat menyebabkan akses pangan terbatas. Hal inilah yang dapat mengakibatkan terjadinya kerawanan pangan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Berapa besarnya proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta?

2. Berapa besarnya tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta?

3. Bagaimana hubungan antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dari total pengeluaran dengan konsumsi energi dan protein rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta?

4. Bagaimana kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta dilihat dari indikator proporsi pengeluaran konsumsi pangan dan tingkat konsumsi energi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui besarnya proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

2. Mengetahui besarnya tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

3. Mengetahui hubungan antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dari total pengeluaran dengan konsumsi energi dan protein rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

4. Mengetahui kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta dilihat dari indikator proporsi pengeluaran konsumsi pangan dan tingkat konsumsi energi.


(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan terutama yang berkaitan dengan topik penelitian dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bagi Pemerintah Kota Surakarta, penelitian ini berguna sebagai sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan pemantapan ketahanan pangan pada daerah rawan banjir di Kota Surakarta.

3. Bagi pembaca, penelitian ini berguna sebagai wacana dalam menambah pengetahuan mengenai ketahanan pangan rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir.


(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

7

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Marwanti (2002) dalam penelitiannya yang berjudul Pola Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan Gizi Penduduk Indonesia (Analisis Data Susenas 1999) menyatakan bahwa pengeluaran untuk kelompok makanan masih lebih besar daripada pengeluaran untuk kelompok bukan makanan. Proporsi pengeluaran untuk kelompok makanan terhadap pengeluaran total pada tahun 1993 sebesar 56,86% dan pada tahun 1996 menurun menjadi 55,27%. Hasil ini menunjukkan adanya perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang akan berimplikasi pada perbaikan konsumsi gizi. Rata-rata konsumsi kalori pada tahun 1993 sebesar 1.879 kal/kapita/hari dan pada tahun 1996 meningkat menjadi 2.020 kal/kapita/hari. Dengan angka kecukupan konsumsi energi yang direkomendasikan oleh WHO sebesar 2.100 kal/kapita/hari, maka konsumsi kalori penduduk Indonesia belum memenuhi angka kecukupan.

Penelitian Rachman, dkk (2003) yang berjudul Distribusi Provinsi di Indonesia Menurut Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga menyatakan bahwa secara nasional pada tahun 1999 lebih dari 30% rumah tangga di Indonesia tergolong rawan pangan, di daerah kota sekitar 27% dan di pedesaan sekitar 33%. Dari 26 provinsi di Indonesia 5 provinsi yang memiliki proporsi rumah tangga rawan pangan tertinggi adalah Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari sisi ekonomi rumah tangga rawan pangan diindikasikan oleh pangsa pengeluaran pangan yang tinggi dan dari tingkat konsumsi energinya kurang. Hal ini membuktikan bahwa aspek pendapatan untuk meningkatkan akses terhadap pangan merupakan faktor penting dalam peningkatan ketahanan pangan rumah tangga.

Penelitian Hasan dan Saputra (2005) yang berjudul Ketahanan Pangan dan Kemiskinan : Implementasi dan Kebijakan Penyesuaian menunjukkan bahwa (1) masih lemahnya sistem ketahanan pangan pada masyarakat miskin di Sumatra Barat, (2) lemahnya sistem ini memberikan dampak yang besar terhadap kondisi


(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8 `

gizi masyarakat, (3) muncul fenomena bahwa kemiskinan cenderung berimplikasi terhadap kerawanan pangan, (4) evaluasi terhadap program raskin menunjukkan bahwa program ini sering tidak tepat sasaran, (5) kelompok yang paling rentan terhadap kebutuhan pangan terutama beras muncul pada komunitas miskin perkotaan dan miskin nelayan. Diperlukan sebuah kebijakan penyesuaian terhadap sistem ketahanan pangan masyarakat miskin terutama pada aspek konsumsi.

Nuryani (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Sukoharjo, menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran untuk pangan rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo lebih besar dibanding bukan pangan yaitu sebesar 42,87% konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo mempunyai tingkat kecukupan gizi sebesar 137,95% untuk energi dan 182,71% untuk protein. Semakin rendah proporsi pengeluaran konsumsi pangan, maka akan semakin tinggi kecukupan konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo. Ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo sebagian besar termasuk tahan pangan.

Keempat penelitian diatas digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian ini dengan alasan bahwa penelitian tersebut memiliki kesamaan dalam metode analisisnya yaitu menganalisis besarnya proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total pengeluaran dan besarnya tingkat konsumsi energi yang merupakan indikator ketahanan pangan rumah tangga. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pengeluaran konsumsi pangan masih mengambil bagian terbesar dari total pengeluaran rumah tangga. Tingginya proporsi pengeluaran konsumsi pangan dapat menjadi indikator menurunnya kesejahteraan rumah tangga dan meluasnya kemiskinan yang akan berdampak pada ketahanan pangan rumah tangga.


(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 `

B. Tinjauan Pustaka

1. Pangan

Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia. Pengertian pangan menurut Undang-Undang No.7 Tahun 1996 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman (BPOM RI, 1996).

Permasalahan yang dihadapi dalam mengkonsumsi pangan dan penganekaragaman pangan adalah: (a) banyaknya jumlah penduduk miskin dan pengangguran dengan akses yang rendah terhadap pangan (b) kurangnya pengetahuan dan kesadaran penduduk terhadap nutrisi (c) masih dominannya konsumsi beras sebagai sumber energi utama (d) kurangnya kesadaran sistem sanitasi dan kebersihan rumah tangga (e) kurangnya kesadaran masyarakat tentang ketahanan pangan. Akses rumah tangga untuk mendapat pangan dipengaruhi oleh kemampuan membeli (diukur dari tingkat pendapatan rumah tangga dan harga komoditas pangan) dan institusi sosial yang terlibat dalam pendistribusian pangan (Thompson, et al., 2008).

Hafsah dalam Widowati dan Damardjati (2001) menyatakan bahwa pangan perlu beragam, karena beberapa alasan, yaitu : (1) Mengkonsumsi pangan yang beragam adalah alternatif terbaik untuk pengembangan sumberdaya manusia berkualitas, (2) Meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pertanian dan kehutanan, (3) Memproduksi pangan yang beragam mengurangi ketergantungan impor pangan, dan (4) Akan mewujudkan ketahanan pangan, yang merupakan kewajiban bersama pemerintah dan masyarakat.

2. Pengeluaran Untuk Konsumsi

Perbedaan tingkat pendapatan menimbulkan perbedaan-perbedaan pola distribusi pendapatan, termasuk pola konsumsi rumah tangga dan penguasaan modal bukan tanah. Sebagai contoh, rumah tangga petani kecil


(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 `

atau buruh tani, karena pendapatannya relatif kecil untuk konsumsi rumah tangga hanya mampu membeli kebutuhan pokok saja, misalnya beras dan lauk-pauk sekedarnya. Sedangkan petani bertanah luas, karena pendapatannya besar disamping mampu membeli barang-barang konsumsi pokok rumah tangga, juga mampu membeli kebutuhan barang-barang kebutuhan sekunder, seperti barang perlengkapan rumah tangga, alat transportasi, alat-alat hiburan dan masih mempunyai sisa untuk ditabung atau diinvestasikan dalam barang-barang modal. Barang-barang modal tersebut dapat berupa tanah, traktor atau modal untuk usaha di luar usaha sektor pertanian (Djiwandi, 2002).

Menurut Hukum Engel, pada saat terjadinya peningkatan pendapatan konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan proporsi yang semakin mengecil. Sebaliknya apabila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan semakin meningkat. Terkait dengan Hukum Engel, M.K. Bennet menemukan bahwa peningkatan pendapatan akan mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi pangannya dengan harga yang lebih mahal per unit zat gizinya. Pada tingkat pendapatan per kapita yang lebih rendah, permintaan terhadap pangan diutamakan pada pangan yang padat energi yang berasal dari hidrat arang, terutama padi-padian. Apabila pendapatan meningkat, pola konsumsi pangan akan lebih beragam, serta umumnya akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi. Peningkatan pendapatan akan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan dan peningkatan konsumsi pangan yang lebih mahal (Soekirman, 2000).

Pengeluaran untuk konsumsi makanan bagi penduduk Indonesia masih mengambil bagian terbesar dari seluruh pengeluaran rumah tangga. Hukum Engel menyatakan bahwa proporsi dari pengeluaran total yang disediakan untuk makanan menurun jika pendapatan meningkat. Dengan kata lain makanan merupakan suatu kebutuhan pokok dalam arti bahwa konsumsinya naik lebih lambat dari pada kenaikan pendapatan. Hukum Engel merupakan suatu penemuan empiris yang konsisten sehingga beberapa ahli


(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 `

ekonomi telah menyatakan proporsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan sebagai suatu indikator kemiskinan (Nicholson, 2002).

Secara garis besar alokasi pengeluaran konsumsi digolongkan ke dalam dua kelompok penggunaan yaitu konsumsi untuk makanan dan konsumsi untuk bukan makanan. Orang desa dan orang kota berbeda dalam hal besarnya pengeluaran. Pengeluaran rata-rata orang kota hampir selalu dua kali lipat pengeluaran orang desa. Alokasi pengeluaran untuk makanan di

kalangan orang desa lebih besar dibandingkan di kalangan orang kota (Dumairy, 1997).

Peningkatan proporsi pengeluaran untuk kelompok makanan dapat menjadi indikator menurunnya kesejahteraan penduduk dan meluasnya kemiskinan karena dalam kondisi pendapatan yang terbatas, seseorang akan mendahulukan pemenuhan kebutuhan makanan sehingga pendapatan yang terbatas sebagian besar dibelanjakan untuk konsumsi makanan (Marwanti, 2002).

3. Kemiskinan

Hasan dan Saputra (2005) menyatakan bahwa secara tidak langsung kemiskinan menjadi indikasi akan lemahnya tahap penggunaan pangan akibat dampak tidak meratanya distribusi pendapatan dan seterusnya menjadikan mereka sebagai komunitas yang rawan pangan. Hal ini diperburuk dengan krisis ekonomi sejak 1997 dan kenaikan harga minyak serta lonjakan harga pangan internasional menambah jumlah angka kemiskinan karena kondisi tersebut telah memicu meningkatnya harga pangan di pasaran dalam negeri. Kondisi ini diperkuat oleh data Susenas 2002, dimana 80% dari total pengeluaran rumah tangga miskin digunakan untuk membeli bahan makanan dan 60% diantaranya untuk membeli beras.

Salah satu penyebab utama lemahnya ketahanan pangan keluarga adalah kemiskinan. Menurut Sumarwan dan Sukandar (1998) kemiskinan sangat terkait dengan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, yaitu pangan. Mereka yang dikategorikan miskin adalah keluarga yang rawan pangan atau tidak tahan pangan karena tidak mengkonsumsi


(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 `

pangan yang cukup. Selain karena daya beli yang rendah, pengetahuan tentang gizi rumah tangga miskin rendah, sehingga dalam mengkonsumsi makanan mereka kurang mempertimbangkan kandungan gizi pada makanan.

4. Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan menurut Undang-Undang No.7 Tahun 1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan rumah tangga dicerminkan oleh beberapa indikator, antara lain : (1) tingkat kerusakan tanaman, ternak, dan perikanan, (2) penurunan produksi pangan, (3) tingkat ketersediaan pangan di rumah tangga, (4) proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total, (5) fluktuasi harga pangan utama yang umum dikonsumsi rumah tangga, (6) perubahan kehidupan sosial seperti migrasi, menjual/menggadaikan asset, (7) keadaan konsumsi pangan seperti kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas pangan, dan (8) keadaan gizi masyarakat (Suhardjo dalam Rachman dan Ariani, 2002).

Kerawanan pangan tidak dilihat lagi secara sederhana sebagai kegagalan dari pertanian untuk menghasilkan pangan yang cukup pada tingkat nasional, tetapi juga sebagai kegagalan dari mata pencaharian untuk menjamin akses pangan yang cukup pada level rumah tangga. Pada tahun 1996 di Roma dalam Deklarasi Ketahanan Pangan Dunia, ketahanan pangan didefinisikan sebagai : Pangan yang tersedia di setiap waktu, dimana semua orang mempunyai akses yang sama, yang secara nutrisi mencukupi dalam kuantitas, kualitas dan keragaman, serta dapat diterima di semua kalangan masyarakat (Clover, 2003).

Ketahanan pangan pada tingkat Nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak, aman, yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya lokal. Ketahanan pangan disamping sebagai prasyarat untuk memenuhi hak azasi pangan masyarakat, juga merupakan pilar bagi eksistensi dan kedaulatan


(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 `

suatu bangsa. Oleh sebab itu, seluruh komponen bangsa yaitu pemerintah dan masyarakat sepakat untuk bersama-sama membangun ketahanan pangan Nasional (Nainggolan, 2008).

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Pangan merupakan komoditas yang penting dan strategis, karena merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial yang setiap saat harus dapat dipenuhi bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kerhidupan. Kebutuhan pangan perlu diupayakan ketersediaanya dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman dikonsumsi, dan mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau karena pangan merupakan komponen dasar yang utama untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Pendapatan merupakan faktor utama yang menentukan konsumsi suatu rumah tangga. Pendapatan digunakan untuk membayar semua pengeluaran rumah tangga dan jika ada sisa pendapatan tersebut akan ditabung. Pada tingkat pendapatan yang rendah, konsumsi akan melebihi pendapatan dan konsumsi yang melebihi pendapatan ini akan dibiayai oleh tabungannya pada masa lalu. Pada tingkat pendapatan yang tinggi, tidak semua pendapatan yang diterima digunakan untuk konsumsi, melainkan sebagian pendapatan tersebut akan masuk ke tabungan.

Pengeluaran rumah tangga dibedakan menjadi dua yaitu pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan. Pengeluaran non pangan terdiri dari pengeluaran untuk perumahan, aneka barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, pakaian, pajak dan asuransi, serta keperluan sosial. Sedangkan pengeluaran pangan yaitu biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai jenis kebutuhan berupa makanan dan minuman.

Jumlah dan komposisi gizi seseorang dapat dihitung dari jumlah pangan yang dikonsumsinya dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Tercukupinya kebutuhan pangan dapat terlihat dari terpenuhinya


(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 `

kebutuhan energi dan protein sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.1593/Menkes/SK/IX/2005 yaitu berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat tergantung dari cukup tidaknya pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga untuk mencapai gizi baik dan hidup sehat. Untuk mengukur derajat ketahanan pangan tingkat rumah tangga, digunakan dua indikator ketahanan pangan, yaitu proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi (Jonsson dan Toole dalam Rachman dan Ariani, 2002).

Berdasarkan teori di atas, maka dapat digambarkan kerangka berpikir pendekatan masalah sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Pengeluaran

Pangan Total

Pengeluaran Rumah Tangga

Pengeluaran Non pangan

Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Total Pengeluaran

Konsumsi Energi

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Tabungan

Pendapatan Rumah Tangga

Konsumsi Protein

Konsumsi Pangan


(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 `

D. Asumsi

Pemenuhan energi dari beragam pangan akan menyebabkan terpenuhinya zat gizi yang lain.

E. Pembatasan Masalah

1. Harga barang baik pangan maupun non pangan dihitung berdasarkan harga yang berlaku pada Bulan Juli 2010.

2. Rumah tangga miskin pada penelitian ini adalah Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima raskin yang bertempat tinggal pada daerah rawan banjir.

F. Hipotesis

Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi dan protein.

G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Pendapatan rumah tangga merupakan sejumlah uang yang diperoleh dari penjumlahan pendapatan masing-masing anggota rumah tangga dari pekerjaan yang dilakukan dalam satu bulan.

2. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman (Undang-Undang No.7 Tahun 1996).

3. Konsumsi pangan adalah sejumlah makanan dan minuman yang dimakan atau diminum seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan fisiknya. Konsumsi pangan dinilai dari konsumsi energi dan protein.

4. Konsumsi energi adalah sejumlah energi pangan yang dinyatakan dalam kilokalori (kkal) yang dikonsumsi per orang per hari.

5. Konsumsi protein adalah sejumlah protein pangan yang dinyatakan dalam gram yang dikonsumsi per orang per hari.

6. Tingkat Konsumsi Energi (TKE) adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi per orang per hari dengan Angka Kecukupan Energi (AKE)


(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 `

yang dianjurkan (berdasarkan umur dan jenis kelamin) yang dinyatakan dalam persen.

7. Tingkat Konsumsi Protein (TKP) adalah perbandingan antara jumlah konsumsi protein per orang per hari dengan Angka Kecukupan Protein (AKP) yang dianjurkan (berdasarkan umur dan jenis kelamin) yang dinyatakan dalam persen.

8. Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh seseorang atau rata-rata kelompok orang untuk memenuhi kebutuhan. Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.1593/Menkes/SK/IX/2005 yaitu berdasarkan umur dan jenis kelamin.

9. Pengeluaran pangan terdiri dari padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, minuman, bumbu-bumbuan, makanan dan minuman jadi, tembakau dan sirih yang dinyatakan dalam rupiah.

10.Pengeluaran non pangan terdiri dari perumahan, aneka barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, sandang, barang tahan lama, pajak dan asuransi, serta keperluan sosial yang dinyatakan dalam rupiah.

11.Proporsi pengeluaran pangan adalah perbandingan antara pengeluaran konsumsi pangan dengan total pengeluaran yang dinyatakan dalam persen. 12.Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) adalah daftar yang memuat

susunan kandungan zat-zat gizi berbagai jenis bahan makanan atau makanan. Zat gizi tersebut meliputi energi, protein, lemak, karbohidrat, beberapa mineral penting (kalsium, besi) dan vitamin (vitamin A, vitamin B, niasin dan vitamin C) (Supariasa, 2002).

13.Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No. 7 Tahun 1996). Dalam penelitian ini, ketahanan pangan tingkat rumah tangga dilihat dari proporsi pengeluaran konsumsi pangan dan tingkat konsumsi energi.


(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Menurut Surakhmad (1994), metode deskriptif analitis adalah suatu metode yang memusatkan perhatian pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang. Penelitian deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau sekelompok orang tertentu, atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih.

Metode deskriptif menurut Surakhmad (1994) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Memusatkan pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual.

b. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa (karena itu metode ini sering disebut metode analitik).

Adapun teknik pelaksanaan penelitian yang digunakan adalah dengan cara survei, yaitu pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dari suatu populasi dalam jangka waktu yang bersamaan dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data (Singarimbun dan Effendi, 1995).

B. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Jebres. Kemudian dari kecamatan dipilih kelurahan secara purposive sampling, yaitu dengan mempertimbangkan alasan yang diketahui berdasarkan tujuan penelitian (Singarimbun dan Efendi, 1995). Kelurahan yang dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa kelurahan tersebut rawan terhadap banjir dan jumlah rumah tangga miskinnya tergolong tinggi. Data kelurahan rawan banjir dan jumlah kerusakan bangunan akibat banjir di Kecamatan Jebres dapat dilihat pada Tabel 3.


(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18

Tabel 3. Data Kelurahan Rawan Banjir dan Jumlah Kerusakan Bangunan Akibat Banjir Kecamatan Jebres Tahun 2008

No. Kelurahan Rawan Banjir Jumlah Kerusakan Bangunan Akibat Banjir

1. Sewu 585

2. Jebres 475

3. Jagalan 991

4. Pucangsawit 924

5. Gandekan 20

6. Sudiroprajan 75

Total 3.070

Sumber : Satkorlak Kota Surakarta, 2008

Berdasarkan Tabel 3, terdapat enam kelurahan di Kecamatan Jebres yang merupakan daerah rawan banjir, yaitu Kelurahan Sewu, Jebres, Jagalan, Pucangsawit, Gandekan, dan Sudiroprajan. Data tersebut menunjukkan bahwa Kelurahan Jagalan dan Pucangsawit adalah dua kelurahan dengan jumlah kerusakan bangunan akibat banjir tergolong besar daripada kelurahan yang lain. Banjir yang melanda Kelurahan Jagalan menyebabkan kerusakan sebanyak 991 bangunan, sedangkan di Kelurahan Pucangsawit banjir menyebabkan kerusakan sebanyak 924 bangunan. Besarnya tingkat kerusakan bangunan di kedua kelurahan tersebut menunjukkan bahwa Kelurahan Jagalan dan Pucangsawit adalah kelurahan yang rawan terhadap banjir.

Kelurahan Jagalan dan Pucangsawit juga merupakan dua kelurahan yang jumlah rumah tangga miskinnya tergolong tinggi. Berikut ini merupakan data rumah tangga miskin pada tiap-tiap kelurahan di Kecamatan Jebres.

Tabel 4. Data Rumah Tangga Miskin pada Tiap-tiap Kelurahan di Kecamatan Jebres Tahun 2009

No. Kelurahan Jumlah Rumah Tangga Miskin (KK)

1. Kepatihan Kulon 99

2. Kepatihan Wetan 154

3. Sudiroprajan 304

4. Gandekan 551

5. Sewu 421

6. Jagalan 605

7. Pucangsawit 788

8. Purwodiningratan 223

9. Tegalharjo 182

10. Jebres 1056

11. Mojosongo 977

Total 5360


(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui jumlah rumah tangga miskin pada beberapa kelurahan di Kecamatan Jebres. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga miskin di Kelurahan Jagalan sebanyak 605 KK dan Pucangsawit sebanyak 788 KK. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka dipilih Kelurahan Jagalan dan Pucangsawit sebagai daerah penelitian.

C. Metode Pengambilan Sampel

Singarimbun dan Efendi (1995), data yang dianalisis harus menggunakan jumlah sampel yang cukup besar sehingga dapat mengikuti distribusi normal. Sampel yang jumlahnya besar yang distribusinya normal adalah sampel yang jumlahnya ≥ 30. Berdasarkan pertimbangan tersebut, jumlah sampel pada penelitian ini adalah 30 responden. Populasi dalam penelitian ini adalah Rumah Tangga Sasaran (RTS) Kelurahan Jagalan dan Pucangsawit yang bertempat tinggal pada daerah yang rawan banjir. RTS merupakan rumah tangga miskin yang memperoleh bantuan dari pemerintah berupa raskin.


(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20

Tabel 5. Data Rumah Tangga Miskin di Daerah Rawan Banjir Kelurahan Jagalan dan Pucangsawit Tahun 2009

Kelurahan Daerah Rawan Banjir Jumlah Rumah Tangga

Miskin (KK)

RW RT

Jagalan III 01 8

02 12

03 18

04 5

05 13

V 01 18

02 17

03 14

04 36

05 16

06 22

XIV 01 22

02 17

03 35

Jumlah 253

Pucangsawit VI 01 13

02 36

03 40

VIII 01 7

02 16

03 18

04 9

05 32

IX 01 9

02 11

03 5

Jumlah 196

Total 449

Sumber : Kelurahan Jagalan dan Pucangsawit, 2009

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui jumlah populasi dari Kelurahan Jagalan dan Pucangsawit yaitu rumah tangga yang terdaftar dalam Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang bertempat tinggal pada daerah rawan banjir. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak kelurahan, terdapat tiga RW di Kelurahan Jagalan yang merupakan daerah rawan banjir yaitu RW III, V, dan XIV, sehingga jumlah populasi untuk kelurahan Jagalan adalah 253 KK. Begitu pula dengan Kelurahan Pucangsawit, terdapat tiga RW yang merupakan daerah rawan banjir yaitu RW VI, VIII, dan IX, sehingga diperoleh jumlah populasinya sebanyak 196 KK.


(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21

Penentuan jumlah sampel rumah tangga miskin di daerah yang rawan terhadap banjir dari masing-masing kelurahan dilakukan secara proporsional, yaitu penentuan jumlah sampel berdasarkan jumlah populasinya dengan menggunakan rumus :

Ni = N Nk

x 30

Dimana :

Ni : Jumlah rumah tangga miskin sampel di daerah rawan banjir

Nk : Jumlah rumah tangga miskin di daerah rawan banjir di setiap kelurahan N : Jumlah rumah tangga miskin di daerah rawan banjir di seluruh kelurahan 30 : Jumlah seluruh rumah tangga sampel yang dikehendaki

Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel dari setiap kelurahan adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Jumlah Responden Kelurahan Jagalan dan Pucangsawit

Kelurahan Jumlah KK Jumlah Sampel (KK)

Jagalan 253 17

Pucangsawit 196 13

Jumlah 449 30

Berdasarkan hasil perhitungan, maka jumlah sampel dari Kelurahan Jagalan sebanyak 17 KK dan Pucangsawit sebanyak 13 KK. Jumlah seluruh rumah tangga miskin yang bertempat tinggal di daerah yang rawan terhadap banjir yang dijadikan sampel adalah 30 KK.

Pengambilan rumah tangga sampel dari kelurahan terpilih dilakukan dengan metode Simple Random Sampling yang merupakan cara pemilihan sampel dimana anggota dari populasi dipilih satu persatu secara acak, sehingga semua anggota populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk dipilih. Pemilihan rumah tangga sampel ditentukan dengan undian, yaitu dengan cara menuliskan nama masing-masing kepala keluarga yang ada di setiap kelurahan terpilih pada secarik kertas kemudian menggulungnya dan memasukkannya ke dalam sebuah kotak. Kotak tersebut kemudian dikocok dan diambil satu gulungan kertas. Nama kepala keluarga yang terambil menjadi responden yang akan diteliti, kemudian gulungan tersebut dikembalikan lagi sehingga semua


(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22

anggota populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk dipilih. Demikian seterusnya hingga terpenuhi jumlah sampel yang dikehendaki.

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data penelitian yang berasal dari sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data dan dilakukan dengan teknik survei yang menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.

Data sekunder merupakan data yang telah tersedia dalam berbagai bentuk, biasanya sumber data ini lebih banyak sebagai data statistik atau data yang telah diolah sedemikian rupa sehingga siap digunakan. Data dalam bentuk statistik biasanya tersedia pada kantor-kantor pemerintahan, biro jasa data, perusahaan swasta atau badan lain yang berhubungan dengan penggunaan data. (Daniel, 2002). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surakarta meliputi Data Rumah Tangga Miskin Kota Surakarta Tahun 2009 dan Surakarta Dalam Angka 2009, Satkorlak Kota Surakarta meliputi Data Daerah Rawan Banjir Kota Surakarta Tahun 2008 dan Data Kerusakan Bangunan Akibat Banjir Tahun 2008, Kecamatan Jebres yaitu Kecamatan Jebres Dalam Angka 2009, Kelurahan Pucangsawit dan Jagalan yaitu Data Rumah Tangga Sasaran Tahun 2009.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data primer melalui tanya jawab langsung kepada responden dengan bantuan daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya, sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai objek yang akan diteliti.


(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23

b. Observasi

Teknik ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung objek penelitian yang berupa kondisi wilayah dan responden.

c. Pencatatan

Teknik pengumpulan data dengan melakukan pencatatan langsung mengenai data-data, baik data dari responden maupun data yang ada pada instansi terkait yang ada hubungannya dengan penelitian.

d. Recall

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data konsumsi pangan tingkat individu atau perorangan. Prinsip dari metode

recall adalah mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi

pada periode 24 jam yang lalu (Supariasa, 2002).

E. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Analisis Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan terhadap Total Pengeluaran Rumah Tangga

Proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga menggunakan rumus :

å

=

p Kp

Qp x 100 %

Keterangan :

Qp : Proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga (%)

Kp : Pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga (Rupiah/Bulan)

∑p : Total pengeluaran rumah tangga (Rupiah/Bulan) 2. Analisis Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga

Konsumsi energi dan protein rumah tangga dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

KGij x

Bdd x BPj

Gij j

100 100


(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24

Keterangan :

Gij : Jumlah energi atau protein yang dikonsumsi dari pangan j (energi dalam satuan kilokalori dan protein dalam satuan gram)

BPj : Berat pangan j yang dikonsumsi (gram)

Bddj : Bagian yang dapat dimakan dari 100 gram pangan j (%)

KGij : Kandungan energi atau protein per 100 gram pangan j yang dikonsumsi (energi dalam satuan kilokalori dan protein dalam satuan gram)

Untuk mengukur kecukupan konsumsi energi dan protein secara kuantitatif digunakan Parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP), yang dihitung dengan rumus :

TKE= x 100%

dianjurkan yang

AKE

Energi Konsumsi

å

TKP= x 100%

dianjurkan yang

AKP

Protein Konsumsi

å

Keterangan :

TKE : Tingkat Konsumsi Energi (%) TKP : Tingkat Konsumsi Protein (%)

∑ konsumsi energi : Jumlah Konsumsi Energi (kkal/orang/hari)

∑ konsumsi protein : Jumlah Konsumsi Protein (gram/orang/hari)

Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.1593/Menkes/SK/IX/2005 yaitu


(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25

Tabel 7. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP) Berdasar Umur dan Jenis Kelamin

No. Kelompok Umur Energi (kkal) Protein (gram)

1. Anak

0 - 6 bulan 550 10

7 - 11 bulan 650 16

1 - 3 tahun 1.000 25

4 - 6 tahun 1.550 39

7 - 9 tahun 1.800 45

2. Laki-Laki

10 - 12 tahun 2.050 50

13 - 15 tahun 2.400 60

16 - 18 tahun 2.600 65

19 - 29 tahun 2.550 60

30 - 49 tahun 2.350 60

50 - 64 tahun 2.250 60

65+ tahun 2.050 60

3. Wanita

10 - 12 tahun 2.050 50

13 - 15 tahun 2.350 57

16 - 18 tahun 2.200 55

19 - 29 tahun 1.900 50

30 - 49 tahun 1.800 50

50 - 64 tahun 1.750 50

65+ tahun 1.600 45

4. Hamil (+an)

Trisemester 1 +180 +17

Trisemester 2 +300 +17

Trisemester 3 +300 +17

5. Menyusui (+an)

6 bulan pertama +500 +17

6 bulan kedua +550 +17

Sumber : Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.1593 Tahun 2005

Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) diklasifikasikan berdasarkan pada nilai ragam kecukupan gizi yang dievaluasi secara bertingkat berdasarkan acuan Departemen Kesehatan RI Tahun 1990, yaitu :

a. Baik : TKG ≥ 100 % AKG b. Sedang : TKG 80 – 99 % AKG c. Kurang : TKG 70 – 80 % AKG d. Defisit : TKG < 70% AKG


(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26

3. Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan dari Total Pengeluaran dengan Konsumsi Energi dan Protein

Proporsi pengeluaran konsumsi pangan mempunyai hubungan terhadap konsumsi energi dan protein rumah tangga. Konsumsi energi dan protein akan berbeda pada proporsi pengeluaran yang berbeda. Hal ini dapat diketahui dengan analisis korelasi menggunakan program SPSS.

Nilai koefisien korelasi (r) yang diketahui dengan program SPSS memiliki nilai 1 hingga -1. Tanda positif (+) dan negatif (-) menunjukkan arah hubungan, dimana tanda (+) menunjukkan hubungan yang searah

(positive correlation) yaitu jika satu variabel naik maka variabel lain juga

naik, sedangkan tanda (-) menunjukkan hubungan yang berlawanan (negative

correlation) yaitu jika satu variabel naik maka diikuti penurunan variabel

yang lain. Besarnya nilai koefisien korelasi (r) menurut Trihendradi (2009) dikategorikan sebagai berikut :

a. 0,7 – 1,0 baik positif maupun negatif, menunjukkan derajat hubungan yang tinggi

b. 0,4 – 0,7 baik positif maupun negatif, menunjukkan derajat hubungan yang sedang

c. 0,2 – 0,4 baik positif maupun negatif, menunjukkan derajat hubungan yang rendah

d. < 0,2 baik positif maupun negatif, hubungan dapat diabaikan

Untuk menguji probabilitas (tingkat signifikansi) dari hasil r, menggunakan kriteria sebagai berikut :

a. Jika probabilitas r > α, berarti Ho diterima (tidak terdapat hubungan) b. Jika probabilitas r < α, berarti Ho ditolak (terdapat hubungan yang

signifikan)

4. Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Indikator yang digunakan untuk mengukur derajat ketahanan pangan rumah tangga adalah proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi. Kategori rumah tangga berdasarkan indikator ketahanan pangan dapat dilihat pada Tabel 8 :


(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27

Tabel 8. Kategori Rumah Tangga Berdasarkan Indikator Ketahanan Pangan

Konsumsi Energi

Proporsi Pengeluaran Pangan Rendah

(< 60% pengeluaran total)

Tinggi (≥ 60% pengeluaran total)

Cukup

(> 80% kecukupan energi)

1. Tahan Pangan 2. Rentan Pangan

Kurang

(≤ 80% kecukupan energi)


(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Geografi

Kecamatan Jebres merupakan salah satu kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kota Surakarta yang terletak diantara 1100 – 1110 Bujur Timur dan 7,60 – 80 Lintang Selatan, dengan ketinggian 80 – 130 mdpl. Kecamatan Jebres mempunyai iklim tropis dengan suhu udara maksimum adalah 28,60C dan suhu minimumnya sebesar 24,90C dengan kelembaban udara 75%.

Batas-batas wilayah Kecamatan Jebres adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : Kabupaten Karanganyar

Sebelah Selatan : Kecamatan Pasar Kliwon dan Kabupaten Sukoharjo Sebelah Barat : Kecamatan Banjarsari

Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar

Luas wilayah Kecamatan Jebres adalah 1.258,18 Ha yang terbagi dalam 11 kelurahan yaitu Kelurahan Kepatihan Kulon, Kepatihan Wetan, Sudiroprajan, Gandekan, Sewu, Pucangsawit, Jagalan, Purwodiningratan, Tegalharjo, Jebres, dan Mojosongo. Kelurahan Mojosongo merupakan kelurahan yang terluas yaitu dengan luas wilayah 532,88 Ha atau 42,35% dari luas wilayah Kecamatan Jebres dan kelurahan yang memiliki luas terkecil adalah Kelurahan Kepatihan Kulon yaitu dengan luas wilayah 17,5 Ha atau 1,39% dari luas wilayah Kecamatan Jebres.

Penggunaan lahan di Kecamatan Jebres sebagian besar digunakan untuk pemukiman yaitu sebesar 53,55%. Adapun penggunaan lahan di Kecamatan Jebres pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 9 :


(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29

Tabel 9. Luas Lahan Menurut Penggunaan di Kecamatan Jebres Tahun 2009

No. Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)

1. Pemukiman 659,09 53,55

2. Jasa 176,61 14,35

3. Perusahaan 83,56 6,79

4. Industri 24,95 2,03

5. Kosong 24,53 1,99

6. Tegalan 91,32 7,42

7. Sawah 21,32 1,73

8. Kuburan 11,70 0,95

9. Lapangan OR 10,51 0,85

10. Taman Kota 22,60 1,84

11. Lain-lain 104,61 8,50

Jumlah 1.230,80 100,00

Sumber : Kecamatan Jebres Dalam Angka Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa sebagian besar lahan di Kecamatan Jebres digunakan untuk pemukiman yaitu seluas 659,09 Ha. Penggunaan lahan terbesar kedua adalah untuk jasa yaitu seluas 176,61 Ha. Lahan untuk pertanian berupa tegalan dan sawah masing-masing seluas 91,32 Ha dan 21,32 Ha. Jika dibandingkan dengan lahan untuk pemukiman dan jasa, lahan untuk pertanian tergolong sempit. Sempitnya lahan pertanian dikarenakan Kecamatan Jebres bukan merupakan daerah pertanian. Penggunaan luas lahan untuk keperluan lain-lain sebesar 104,61 Ha seperti untuk fasilitas umum yaitu jalan raya, tempat ibadah, tempat pembuangan sampah, dan kamar mandi umum.

B. Keadaan Penduduk

Penduduk merupakan sekelompok manusia yang menempati suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Keadaan penduduk Kecamatan Jebres meliputi jumlah dan kepadatan penduduk, penduduk menurut umur dan jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian adalah sebagai berikut :

1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Pertambahan dan penurunan jumlah penduduk di suatu daerah dipengaruhi oleh beberapa hal seperti migrasi, natalitas (kelahiran) dan mortalitas (kematian). Berikut ini adalah tabel mengenai jumlah dan kepadatan penduduk di Kecamatan Jebres Tahun 2007-2009.


(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30

Tabel 10. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Jebres Tahun 2007-2009

Tahun Luas Wilayah

(km2)

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2)

2007 12,58 143.289 11.390

2008 12,58 142.292 11.311

2009 12,58 143.319 11.393

Sumber : Kecamatan Jebres Dalam Angka Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kecamatan Jebres mengalami peningkatan dari tahun 2007-2009. Peningkatan jumlah penduduk ini disebabkan karena jumlah penduduk yang lahir atau masuk dan menetap lebih besar dari pada jumlah penduduk yang mati atau keluar dari Kecamatan Jebres. Berdasarkan data Kecamatan Jebres Dalam Angka Tahun 2009, jumlah penduduk Kecamatan Jebres pada tahun 2009 adalah 143.319 jiwa yang terdiri dari 71.001 penduduk laki-laki dan 72.318 penduduk perempuan. Dengan luas wilayah 12,58 km2, maka kepadatan penduduk geografis Kecamatan Jebres sebesar 11.393 jiwa per km2, yang berarti bahwa setiap 1 km2 luas wilayah ditempati oleh 11.393 jiwa.

2. Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Komposisi penduduk menurut umur digunakan untuk mengetahui jumlah penduduk yang produktif dan yang non produktif. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surakarta kelompok umur non produktif adalah kelompok umur antara 0 – 14 tahun dan ≥ 65 tahun, sedangkan kelompok umur produktif adalah kelompok umur 15 – 64 tahun. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin digunakan untuk mengetahui angka ratio jenis kelamin

(Sex Ratio). Keadaan penduduk menurut umur dan jenis kelamin di


(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31

Tabel 11. Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Jebres Tahun 2009

No. Kelompok Umur Jenis Kelamin Jumlah Penduduk

(Tahun) Laki-Laki Perempuan (Jiwa)

1. 0 - 14 26.620 26.903 53.523

2. 15 - 64 40.529 41.951 82.480

3. ≥ 65 3.852 3.464 7.316

Total 71.001 72.318 143.319

Sumber : Kecamatan Jebres Dalam Angka Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk umur produktif sebesar 82.480 jiwa, sedangkan jumlah penduduk umur non produktif sebesar 60.839 jiwa. Jumlah penduduk umur produktif di Kecamatan Jebres lebih tinggi daripada penduduk umur non produktif. Berdasarkan komposisi penduduk menurut umur dapat diketahui Angka Beban Tanggungan (ABT), yaitu suatu bilangan yang menunjukkan perbandingan antara jumlah penduduk umur non produktif dengan jumlah penduduk umur produktif yang dinyatakan dalam persen. Adapun Angka Beban Tanggungan (ABT) di Kecamatan Jebres dapat diketahui dengan rumus :

ABT = x 100%

produktif umur

Penduduk

produktif non

umur Penduduk

ABT = x 100% 82.480

839 . 60

ABT = 73,76% » 74%

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa Angka Beban Tanggungan (ABT) di Kecamatan Jebres sebesar 74% yang berarti setiap 100 orang penduduk umur produktif di Kecamatan Jebres harus menanggung 74 orang penduduk umur non produktif di wilayah tersebut.

Sedangkan untuk mengetahui besarnya Sex Ratio atau perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan digunakan rumus sebagai berikut :


(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32

Sex Ratio = x 100%

Perempuan Penduduk

Jumlah

Laki -Laki Penduduk Jumlah

Sex Ratio = 100

72.318 71.001

x

Sex Ratio = 98,18 » 98%

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa besarnya

Sex Ratio di Kecamatan Jebres adalah 98%. Artinya dalam 100 orang

penduduk perempuan terdapat 98 penduduk laki-laki, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk perempuan di Kecamatan Jebres lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki.

3. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat digunakan untuk mengetahui kualitas sumber daya manusia dan kemampuan penduduk untuk menyerap teknologi baru di daerah tersebut. Tingginya tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi pengetahuan gizi seseorang, sehingga akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan konsumsi pangan dan gizi keluarga. Keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan di Kecamatan Jebres dapat diketahui pada Tabel 12 :

Tabel 12. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Jebres Tahun 2009

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk Persentase (%)

1. Tamat Akademi/PT 6.107 5,20

2. Tamat SLTA 18.690 15,91

3. Tamat SLTP 23.176 19,72

4. Tamat SD 22.685 19,31

5. Tidak Tamat SD 17.005 14,47

6. Belum Tamat SD 16.297 13,87

7. Tidak Sekolah 13.547 11,53

Total 117.507 100,00

Sumber : Kecamatan Jebres Dalam Angka Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat pendidikan di Kecamatan Jebres adalah tamat SLTP yaitu sebesar 23.176 jiwa atau sebesar 19,72% dari total penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Kecamatan Jebres memiliki pendidikan dasar yang cukup


(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33

dan memahami akan pentingnya pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi juga pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang terhadap arti pentingnya mengkonsumsi makanan bergizi yang berguna bagi kesehatannya. Seseorang dengan tingkat pengetahuan gizi yang tinggi akan lebih memperhatikan konsumsi makanannya, baik dalam hal penganekaragaman menu yang disajikan maupun kualitas gizi yang terdapat dalam makanan tersebut.

4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Keadaan mata pencaharian penduduk suatu wilayah dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi seperti ketrampilan yang dimiliki, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan, dan modal yang ada. Berdasarkan keadaan penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat jenis aktivitas ekonomi penduduk dan jumlah penduduk yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Aktivitas ini dilakukan penduduk dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk memperoleh taraf hidup yang lebih baik. Berikut ini adalah tabel keadaan penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Jebres tahun 2009 :

Tabel 13. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Jebres Tahun 2009

No. Mata Pencaharian Jumlah Penduduk Persentase (%)

1. Petani Sendiri 84 0,08

2. Pemilik Usaha 1.721 1,67

3. Buruh Industri 16.519 16,05

4. Buruh Bangunan 16.012 15,56

5. Pedagang 5.047 4,90

6. Sopir 2.748 2,67

7. PNS/TNI/POLRI 8.025 7,80

8. Pensiunan 3.680 3,58

9. Lain-lain 49.061 47,68

Total 102.897 100,00

Sumber : Kecamatan Jebres Dalam Angka Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 13, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang bermata pencaharian paling kecil adalah sebagai petani yaitu sebesar 84 jiwa atau sebesar 0,08% dari total penduduk. Kecamatan Jebres bukan merupakan daerah pertanian, sehingga jumlah penduduk yang bermata pencaharian


(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34

sebagai petani juga sedikit. Jenis pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi tingkat pendapatan yang diterima oleh seseorang dan tingkat pendapatan yang diterima dapat mempengaruhi pola konsumsi seseorang dalam mengkonsumsi kebutuhan pangannya.

C. Keadaan Perekonomian

Keadaan perekonomian di Kecamatan Jebres dapat dilihat dari ketersediaan sarana perekonomian untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, dimana untuk menyalurkan kebutuhan pangan dari produsen ke konsumen memerlukan sarana yang memadai. Berikut ini adalah tabel sarana perekonomian di Kecamatan Jebres tahun 2009 :

Tabel 14. Sarana Perekonomian di Kecamatan Jebres Tahun 2009

No. Sarana Perekonomian Jumlah

1. Pasar Tradisional 8

2. Supermarket/Swalayan 2

3. Toko/Kios/Warung 3.062

Total 3.072

Sumber : Kecamatan Jebres Dalam Angka Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 14, dapat diketahui bahwa di Kecamatan Jebres tersedia pasar tradisional, supermarket/swalayan, dan toko/kios/warung. Toko/kios/warung di Kecamatan Jebres jumlahnya paling banyak yaitu 3.072 buah. Tersedianya sarana perekonomian yang memadai di Kecamatan Jebres, maka akses suatu rumah tangga terhadap pangan akan semakin baik dan memudahkan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Sarana perekonomian yang baik harus didukung dengan adanya kegiatan distribusi yang baik pula. Oleh karena itu diperlukan sarana perhubungan yang memadai. Sarana perhubungan di Kecamatan Jebres dapat diketahui pada Tabel 15 :


(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35

Tabel 15. Sarana Perhubungan di Kecamatan Jebres Tahun 2009

No. Sarana Perhubungan Jumlah

1. Mobil 13.540

2. Sepeda Motor 11.343

3. Taksi 150

4. Angkot 164

5. Bus 44

6. Truk 43

7. Sepeda 12.531

8. Becak 1.806

9. Gerobak Dorong 424

Total 40.045

Sumber : Kecamatan Jebres Dalam Angka Tahun 2009

Berdasarkan Tabel 15, dapat diketahui bahwa jenis sarana perhubungan yang terbanyak di Kecamatan Jebres adalah mobil pribadi yaitu sebanyak 13.540 buah. Kegiatan transportasi tidak hanya dilakukan dengan mobil pribadi, melainkan dengan sepeda, sepeda motor, dan kendaraan umum seperti taksi, angkot, bus, dan becak. Banyaknya sarana perhubungan di Kecamatan Jebres, akan mempermudah transportasi penduduk dalam melakukan kegiatan perekonomian.

Keadaan sarana perekonomian yang memadai akan berpengaruh terhadap lancarnya distribusi dan ketersediaan pangan. Apabila pangan dapat terdistribusi dengan baik, maka rumah tangga sebagai konsumen akan mampu mengakses pangan dengan mudah, sehingga ketersediaan pangan rumah tangga akan terjamin dan terciptalah ketahanan pangan.


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 56

proporsi pengeluaran konsumsi pangan tinggi maka konsumsi energi dan proteinnya rendah, begitu pula sebaliknya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa proporsi pengeluaran konsumsi pangan dari total pengeluaran rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres adalah tinggi yaitu sebesar 64,96%. Tingginya proporsi pengeluaran pangan mengindikasikan bahwa pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga rendah. Hal ini sesuai dengan Hukum Engel yang menyatakan bahwa pada saat pendapatan menurun, proporsi yang dibelanjakan untuk pangan semakin meningkat (Nicholson, 2002). Kesejahteraan sangat berpengaruh terhadap akses ekonomi rumah tangga terhadap pangan. Rendahnya kesejahteraan rumah tangga responden, berdampak pada konsumsi energi dan protein rumah tangga responden masih kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan.

H.Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Proporsi pengeluaran konsumsi pangan dan tingkat konsumsi energi merupakan indikator untuk menentukan ketahanan pangan rumah tangga. Berikut ini merupakan tabel jumlah rumah tangga responden menurut kategori ketahanan pangan di Kecamatan Jebres Kota Surakarta.


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 57

Tabel 26. Jumlah Rumah Tangga Miskin pada Daerah Rawan Banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta Menurut Kategori Ketahanan Pangan

No Kategori

Ketahanan Pangan

Jumlah

RT (%) Solusi

1. Tahan Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi cukup (>80% kecukupan energi)

0 0,00 -

2. Rentan Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan ≥60%, konsumsi energi cukup (>80% kecukupan energi)

4 13,33 Rata-rata pendapatan perkapita yaitu Rp 366.666,67, sehingga diperlukan peningkatan pendapatan

3. Kurang Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi kurang (≤80% kecukupan energi)

8 26,67 a. Rata-rata pendapatan perkapita yaitu Rp 412.500,00, sehingga diperlukan peningkatan pendapatan

b. Peningkatan pengetahuan tentang pangan dan gizi 4. Rawan Pangan, jika proporsi

pengeluaran pangan ≥60%, konsumsi energi kurang (≤80% kecukupan energi)

18 60,00 a. Rata-rata pendapatan perkapita yaitu Rp 366.666,67, sehingga diperlukan peningkatan pendapatan

b. Peningkatan pengetahuan pangan dan gizi

Jumlah 30 100,00

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 6)

Konsumsi merupakan salah satu aspek ketahanan pangan, yang berarti adanya kemampuan setiap rumah tangga untuk mengakses pangan yang cukup bagi masing-masing anggotanya sehingga dapat hidup sehat. Pada penelitian ini, ketahanan pangan dilihat dari sisi konsumsi dan hubungannya terhadap proporsi pengeluaran pangan rumah tangga.

Kemiskinan terkait dengan kemampuan suatu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Pada umumnya, rumah tangga yang dikategorikan miskin adalah rumah tangga yang rawan pangan atau tidak tahan pangan karena tidak mengkonsumsi pangan yang cukup atau sesuai anjuran. Pada penelitian ini, sebanyak 60% rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres termasuk dalam kategori rawan pangan, yaitu memiliki proporsi pengeluaran pangan ≥60% dari total pengeluaran rumah tangga dan konsumsi energinya kurang (≤80% kecukupan energi). Tingginya proporsi pengeluaran pangan mengindikasikan bahwa rumah tangga responden dari sisi


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 58

ekonomi kurang baik. Rata-rata pendapatan per kapita pada rumah tangga rawan pangan adalah Rp 366.666.67. Rendahnya rata-rata pendapatan per kapita berdampak pada rendahnya tingkat kesejahteraan rumah tangga responden. Hal ini terlihat bahwa dalam memenuhi kebutuhannya, responden masih mengeluarkan bagian yang lebih besar untuk konsumsi pangan. Rumah tangga responden belum memprioritaskan terpenuhinya kecukupan gizi anggota rumah tangganya, sehingga konsumsi energinya masih belum terpenuhi. Bagi responden yang tepenting adalah bagaimana perut bisa kenyang tanpa memperhatikan pemenuhan kebutuhan gizi.

Kerawanan pangan dapat berakibat langsung pada rendahnya status gizi dan akan berdampak buruk bagi kesehatan anggota rumah tangga responden. Dampak lebih lanjut pada anak-anak balita dan anak usia sekolah dapat mengakibatkan penurunan daya ingat. Oleh karena itu, untuk rumah tangga dengan kategori rawan pangan yang secara ekonomi kurang memiliki kemampuan, maka lebih diarahkan kepada peningkatan pendapatan sebagai usaha meningkatkan kesejahteraan rumah tangga agar dapat mengkonsumsi pangan baik sumber karbohidrat, lemak, protein, vitamin maupun mineral. Peningkatan pengetahuan tentang pangan dan gizi juga diperlukan agar responden lebih menganekaragamkan jenis dan meningkatkan mutu pangan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

Rumah tangga kurang pangan memiliki proporsi pengeluaran pangan <60% dari total pengeluaran rumah tangga dan konsumsi energinya kurang (≤80% kecukupan energi), artinya dengan proporsi pengeluaran pangan yang tidak terlalu tinggi yang berarti pendapatannya cukup, rumah tangga belum bisa mencukupi konsumsi energinya. Rumah tangga dengan kategori kurang pangan sebanyak 26,67% dari seluruh responden. Pada penelitian ini, rumah tangga kurang pangan memiliki rata-rata pendapatan per kapita yaitu Rp 412.500,00. Rata-rata pendapatan per kapita rumah tangga kurang pangan masih rendah, sehingga konsumsi energinya belum terpenuhi sesuai dengan yang dianjurkan. Responden juga kurang memperhatikan dalam pemilihan jenis dan jumlah pangan sesuai dengan norma gizi, yaitu secara garis besar konsumsi pangan seharusnya


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 59

mengandung energi, protein, lemak, vitamin, mineral dalam jumlah yang cukup dan seimbang, sehingga kebutuhan energi rumah tangga dapat tercukupi. Oleh karena itu, bagi rumah tangga dengan kategori kurang pangan perlu adanya upaya untuk meningkatkan pendapatan dan pengetahuan tentang pangan dan gizi.

Pada penelitian ini, sebanyak 13,33% rumah tangga responden termasuk kategori rentan pangan. Rumah tangga rentan pangan memiliki proporsi pengeluaran pangan ≥60% dari total pengeluaran rumah tangga dan konsumsi energinya cukup (>80% kecukupan energi). Rumah tangga yang rentan pangan dari sisi ekonomi kurang baik yang diindikasikan oleh proporsi pengeluaran pangannya yang tinggi. Rata-rata pendapatan per kapita rumah tangga rentan pangan adalah Rp 366.666,67. Secara aspek gizi konsumsi energi rumah tangga rentan pangan sudah cukup. Jenis pangan yang dikonsumsi rumah tangga rentan pangan sebagian besar berasal dari jenis pangan sumber energi, sehingga kebutuhan energi rumah tangga responden sudah tercukupi. Dalam perkembangan lebih lanjut, diperlukan adanya peningkatan pendapatan agar dapat meningkatkan status rumah tangganya dari kategori rentan pangan ke tahan pangan.


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin pada Daerah Rawan Banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Besarnya rata-rata proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total pengeluaran adalah 64,96%, artinya pengeluaran konsumsi pangan masih mengambil bagian terbesar dari total pengeluaran rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

2. Rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta adalah 1.448,37 kkal/orang/hari dan 48,10 gram/orang/hari yang masih kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) sebesar 70,57% dan termasuk kategori kurang, sedangkan Tingkat Konsumsi Protein (TKP) sebesar 89,11% dan termasuk kategori sedang. 3. Proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi dan protein

mempunyai hubungan yang signifikan. Nilai koefisien korelasi untuk proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi adalah –0,453 dan untuk protein adalah –0,399. Nilai koefisen korelasi bernilai negatif menunjukkan bahwa hubungan antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi dan protein adalah berlawanan, artinya proporsi pengeluaran konsumsi pangan tinggi, maka konsumsi energi dan proteinnya rendah.

4. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di

Kecamatan Jebres Kota Surakarta adalah rumah tangga kategori rawan pangan sebesar 60%, kurang pangan 26,67%, dan rentan pangan sebesar 13,33%.


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 61

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin pada Daerah Rawan Banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta, maka saran yang dapat peneliti sampaikan adalah :

Rumah tangga miskin pada daerah rawan banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta memiliki kondisi ketahanan pangan yang lemah, sehingga diperlukan dukungan dari pemerintah dan masyarakat Kota Surakarta dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga dan pengetahuan tentang pangan dan gizi. Misalnya peningkatan pendapatan dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan keterampilan dan bantuan modal kepada rumah tangga miskin di Kecamatan Jebres Kota Surakarta, sedangkan peningkatan pengetahuan pangan dan gizi dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan tentang Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang terdiri dari 13 pesan dasar gizi seimbang, agar rumah tangga miskin di daerah rawan banjir memiliki gizi yang baik.