27
2.2. Keadaan Penduduk
Penduduk merupakan potensi untuk melaksanakan pembangunan dan kemajuan suatu daerah, dapat dikatakan sebagai sekelompok orang yang menempati
wilayah tertentu secara langsung maupun tidak langsung dan menjalin interaksi satu sama lain dalam usaha pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Sebelum pembangunan PT.
Riau Andalan Pulp and Paper RAPP jumlah penduduk pada tahun 1975 berkisar 5 KK-10 KK berasal dari penduduk tempatan
18
yang didominasi oleh etnis melayu
19
atau suku asli wilayah Pangkalan Kerinci bahkan seluruh Provinsi Riau. Pada masa itu kehidupan Penduduknya berpindah-pindah nomaden, latar belakang kehidupan
nomaden awalnya dari sistem mata pencahariannya yaitu berladang berpindah- pindah, dengan tersedianya lahan kosong dapat digunakan untuk membuka lahan baru
untuk bertani dan berladang. Penduduk Pangkalan Kerinci dikelompokkan menjadi dua etnis melayu berdasarkan adat pebatinan
20
yakni : Petalangan dan Melayu Pesisir,
18
Penduduk tempatan Local Comunitymerupakan suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat sosial. Asumsi Penduduk tempatan adalah adanya tempatlokal dan
perasaan masyarakat setempat, mereka memiliki perasaan yang sama dan saling membutuhkan di antara angota-angotanya. Lihat H. Sujianto, Pengembangan Modal Sosial Untuk Daerah Tertinggal
Studi Kajian Di Kabupaten Pelalawan, Pekanbaru: Alaf Riau, Graha UNRI Press, 2008, hal. 21-22.
19
Etnis diartikan sebagai langkah mengidentifikasikan diri menjadi bagian sebuah kelompok yang lebih luas daripada kelompok kekeluargaan atau jaringan orang yang saling mengenal. Etnis
terbentuk menurut hubungan salingketergantungan yang berlangsung disepanjang jaringan yang menghubungkan dua atau beberapa kelompok masyarakat. Masuknya Etnis Melayu berakar disuatu
kelompok masyarakat dari berbagai asal, yang terbuka dari segala bentuk budaya dan berhasil mengumpulkan sebahagian orang setempat di sekeliling mereka, ciri-ciri dari etnis Melayu yaitu :
beragama islam, berbahasa melayu, dan mengikuti adat melayu “Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabbulah”. Lihat Daniel Perret, Kolonialisme Dan Etnisistas Batak dan Melayu di
Sumatera Timur Laut, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia KPG, 2010, hal. 169-170.
20
Cornelis Van Vollenhoven mengatakan Adat adatrecht atau hukum adat, segala hukum yang berasal dari kebiasaan asli lokal native costumary law dan hukum islam. Istlah Pebatinan yaitu
adanya beberapa Batin yang masing-masing batin memimpin kelompok orang. Jadi maksud Adat Pebatinan yaitu hukum, aturan, atau norma yang mengatur kehidupan kelompok masyarakat yang
Universitas Sumatera Utara
28
disisi lain pengelompokan ini menyebabkan mereka hidup dan berkembang dalam wilayah hutan tanahnya masing-masing, sehingga terjadilah perkampungan-
perkampungan baru yang dibuat oleh setiap pesukuan. Penduduk Petalangan merupakan mereka yang berada di daerah daratan yang
mempunyai Hutan Tanah Wilayat Pebatinan
21
, terdiri dari pesukuan-pesukuan yang bergabung dalam “Pebatinanbatin Kurang Oso Tigapuluh”
22
dan mempunyai adat perkawinan sendiri. Sedangkan Penduduk Melayu Pesisir yaitu mereka yang
bermukim di daerah pinggiran sungai atau sepanjang pesisir sungai Kampar ke Kualo, Pulau Penyalai, dan Serapung, mempunyai adat perkawinan yang khusus dan
tidak mempunyai batin
23
. Kehidupan penduduk Petalangan ditandai dari berbagai macam suku : Bintan, Lubuk, Monti Gole, Melayu, Peliang, Pelabi, Pematan, Singeri,
Singo Bono, Penyabungan, ± ada 17 Suku Petalangan. Penduduk Petalangan termasuk juga suku bangsa Proto Melayu Melayu Tua yang menjadi penduduk awal
di Pangkalan Kerinci, disebut “Orang Asli”. Tempat bermukim Orang Petalangan
dipimpin oleh seorang batin. Istilah batin sebagai pemimpin komunitas terdapat dalam beberapa wilayah, seperti dalam budaya masyarakat Sakai, Akit, Talang Mamak di Riau, dan dalam masyarakat
Suku Anak Dalam di Jambi. Lihat H. M Harris, dkk., Langgam Dengan Adatnya, Riau: Gurindam Press, 2011, hal. 19.
21
Bagi orang Petalangan, Hutan Tanah bukan hanya sekedar tempat hidup dan mencari nafkah, tetapi menjadi salah satu sumber penting, menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup dan
kehidupan mereka, yang serat dengan simbol-simbol budaya. Hutan Tanah Wilayat, merupakan tanah milik keseluruhan anak kemenakan dalam tiap Pebatinan-Kepenghuluan. Lihat H. Tenas Effendy,
dkk., op.cit, hal. 115-116.
22
Secara keseluruhan pebatinan-kepenghuluan dikenal dengan nama Pebatinanbatin kuang oso tigo pulou pebatinanbatin kurang esa tiga puluh jadi ada 29 wilayah dengan pemerintahan adat
yang otonom diakui keberadaannya di bawah Kerajaan Pekantua-Pelalawan. Lihat H.M Harris, dkk., log.cit, hal. 11.
23
Wawancara, M Wali Nasir, Mantan Kepala Desa Kuala Terusan Tahun 1985, Terusan Baru JL. Cempaka Kelurahan Kerinci Barat, Pangkalan Kerinci pada 25 Agustus 2015.
Universitas Sumatera Utara
29
dapat dijumpai pada daerah : Sekijang, Delik, Kerumutan, Sorek, Pangkalan Kuras, Bunut, dan Kabupaten Pelalawan. Bedanya dengan penduduk Melayu Pesisir hanya
terdiri satu suku yakni Melayu, tempat bermukim mereka di wilayah pesisir Kecamatan Langgam dan Kuala Kampar, untuk penggunaan Bahasa Orang Melayu
Pesisir, intonasi nada yang lembut, lebih mudah dimengerti, dan dialeknya mempunyai perbedaan sendiri dengan menggunakan akhiran “ee”, akhiran kata
“oo”
24
dan tidak jauh berbeda dengan Bahasa Petalangan, misalnya : Tikar
= Lapiek Melayu Pesisir Apa
= Ape Melayu Pesisir Tidak Ada
= Tak ade Melayu Pesisir Mau Kemana
= Nak kemano Melayu Pesisir Ke pasar
= Ke paso Melayu Pesisir Lapar
= Lapo Melayu Pesisir Tikar
=Tike, Tiko Bahasa Petalangan Mau Kemana
= Mingkak Kemano, Engkau Kemano Bahasa Petalangan
MamakIbu = Bhoman Bahasa Petalangan
Abang = Udo Bahasa Petalangan
Paman = Moman Bahasa Petalangan
Adiknya Abang = Iung Bahasa Petalangan
24
Wawancara, H. Tengku Nahar SP, Ketua Umum Lembaga Adat Melayu Pesisir, JL. Sakura Kelurahan Pangkalan Kerinci Timur, Pangkalan Kerinci pada 31 Agustus 2015.
Universitas Sumatera Utara
30
Menurut Sistem kekerabatan
25
penduduk Melayu Pesisir biasanya keturunan sebelah ayah
“Patrineal” sedangkan penduduk Petalangan termasuk dalam keturunan ibu
“Matrineal”. Walaupun muncul perbedaan kelompok Etnis Melayu Pesisir maupun Petalangan, kedua etnis ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain dalam istilah
bahasa adatnya “Satu mata hitam satu mata putih” artinya saling bergantungan, saling membutuhkan, saling menguatkan, tidak boleh merasa menang, tidak boleh
saling berusuhan, dan marasa satu kesatuan yang utuh.
26
Mengenai luas daerah dan jumlah penduduk di Kampar Hilir wilayah ini dibagi atas empat kecamatan, hasil registrasi penduduk mulai tahun 1947,1974, dan
1977,
27
untuk rinciannya dapat dilihat pada tabel 3 :
Tabel 2 Jumlah Registrasi Penduduk Kabupaten Kampar
Tahun 1947-1977 No.
Kecamatan Luas Wilayah
Km
2
Jumlah Penduduk Tahun
1947 Tahun
1974 Tahun
1977 1.
Pangkalan Kuras 1.724,75 Km
2
5.494 9.036
9.114 2.
Langgam 3.069,17 Km
2
4.453 6.815
7.825 3.
Bunut 3.486,21 Km
2
7.362 9.262
9.236 4.
Kuala Kampar 3.707,77 Km
2
4.784 18.029
19.305
Jumlah 11.987,90 Km
2
22.093 43.142
45.850
25
Sistem kekerabatan adalah serangkaian aturan-aturan yang mengatur penggolongan orang- orang sekerabat, yang membedakannya dengan orang-orang yang tidak mempunyai hubungan sebagai
kerabat, ketentuan mengenai siapa yang tergolong sebagai kerabat disebut ego atau seseorang yang dianggap sebagai kerabat oleh orang lain karena dianggap masih keturunan atau mempunyai hubungan
darah. Lihat H. Sujianto, op.cit, hal. 33.
26
Wawancara, Mukhtarius M.pd, Ketua Umum Lembaga Adat Petalangan, Akademi Komunitas Negeri Pelalawan AKNP JL. Maharaja Indra, Pangkalan Kerinci pada 05 September
2015.
27
Tengkoe Nazir, Sari Sejarah Kampar, Pekantua, Dan Pelalawan, Riau: Pangkalan Kerinci, Pemerintah Kabupaten Pelalawan, 1985, hal. 147.
Universitas Sumatera Utara
31
Tabel diatas menjelaskan data penduduk tahun 1947-1977 adalah sekitar 111.085 orang. Secara keseluruhan peningkatan jumlah penduduk terjadi tahun 1977 di
kecamatan Kuala Kampar, tercatat 19.035 orang. Begitupula dengan Kecamatan Bunut dan Pangkalan Kuras, di tahun yang sama dapat dilihat jumlahnya tidak jauh
berbeda hanya selisih 2. Apabila dibandingkan dengan Kecamatan Langgam sangat jauh bedanya dari 3 kecamatan diatas, hanya tercatat 7.825 orang dengan luas
wilayah 3.069,17 Km
2
hal ini terjadi karena perkembangan pembangunan wilayah di Kecamatan Langgam sangat lambat juga keadaan alam tidak mendukung serta
sumber kehidupan masih sulit didapat. Sesudah masa ladang berpindah-pindah tahun 1985 Pemerintah Kabupaten Kampar membentuk sebuah perkampungan dengan
mengadakan 155 rumah sosial untuk ± 600 penduduk, diberikan kepada masing- masing Kepala Keluarga KK, satu kepling rumah dengan luas 40×60 dan 1 ha untuk
lahan kebun. Penempatan rumah sosial hanya terdiri dari penduduk tempatan wilayah pesisir maupun wilayah daratan seperti : Pulau muda, Terusan, Pelalawan, Rantau
Baru dan wilayah perairan lainnya, selain tersedianya rumah sosial pemerintah juga membantu memenuhi kebutuhan pangan penduduk selama tiga tahun.
28
Setelah tiga tahun berlalu menjadi kawasan Desa Sosial tahun 1988 berdiri perusahaan Perkebunan Indo Sawit di Pangkalan Kerinci, mulai aktif menjalankan
usahanya ± 4 tahun, keberadaan Perkebunan Indo Sawit mampu mendorong banyak warga pendatang awal tahun 1989 khususnya dari daerah Pulau Jawa untuk mencari
28
Wawancara, H. M Yunus, Kepala Desa Sering Kabupaten Pelalawan 2004-2010 dan 2013-2019, JL.Jambu Kelurahan Kerinci Kota, Pangkalan Kerinci pada 07 Oktober 2015.
Universitas Sumatera Utara
32
pekerjaan atau sumber kehidupan yang baru. Selain bekerja di perusahaan Perkebunan Indo Sawit disamping itu mereka juga diberi kebun oleh pihak
perusahaan dengan cara PIRTRANS Perusahaan Inti Rakyat Transmigrasi yang dikelola orang Trans, oleh karena itu wilayah orang Trans disebut juga daerah Satuan
Pemilik SP sampai sekarang di Pangkalan Kerinci sebutan daerah SP. I sampai SP. XII tetap ada dan rata-rata penduduknya memiliki banyak lahan untuk perkebunan
sawit.
29
Dengan demikian, pengembangan Perkebunan Indo Sawit melalui pola PIR Perusahaan Inti Rakyat dengan pendekatan sistem agribisnis telah mampu
memberikan pengaruh positif terhadap ekonomi di bidang pertanian, adapun dampak positif dari Perkebunan Indosawit mampu menyediakan lapangan kerja bagi
penduduk dari luar daerah juga penduduk tempatan sekitar Pangkalan Kerinci, baik sebagai pekerja pabrik, transportasi, pemeliharaan maupun pemanenan kelapa sawit
serta kegiatan penyediaan jasa ekonomi lainnya. Dibawah ini dapat dilihat jumlah warga Trans semenjak tahun 1988-1991 tercatat sebanyak 50.960 jiwa
30
yang sebagian besar berada di Kecamatan Pangkalan Kuras, untuk rinciannya dapat dilihat
pada tabel 4 :
29
Wawancara, Ekmaizal, Mantan Pegawai Di Kantor Pembantu Bupati Wilayah II Kampar 1988,Kawasan Perkantoran Dinas Tenaga Kerja, Pangkalan Keirinci pada 24 Agustus 2015.
30
Pelalawan Dalam Angka Tahun 2000, Kerjasama Bappeda Dengan BPS Kabupaten Kampar, hal. 52.
Universitas Sumatera Utara
33
Tabel 3 Penempatan Transmigrasi Di Kabupaten Pelalawan Dari Prapelita
Sampai Dengan Tahun 2000 Tahun
Penempatan Unit Pemukiman
Transmigrasi UPT
Realisasi Penempatan
Jiwa
1983-1984 Langgam
400 1.600
1987-1988 Ukui SLS I
503 2.012
Ukui SLS II 370
1.480 Ukui SLS III
426 1.704
Ukui SLS IV 517
2.068 Ukui SLS V
579 2.316
Ukui SLS VI 500
2.000 Ukui SLS VII
400 1.600
1988-1989 Ukui IIS I
532 2.128
Ukui IIS II 431
1.724 Ukui IIS III
454 1.816
Ukui IIS III 618
2.472 Ukui IIS IV
603 2.412
Ukui IIS V 782
3.128 1988-1989
Sei Buatan I 350
1.400 1989-1990
Sei Buatan V 510
2.040 Sei Buatan VI
410 1.640
1989-1990 Sorek SBP I
750 3.000
1990 Ukui IIS VII
782 3.128
1990-1991 Ukui SLS VIII
325 1.300
Ukui SLS IX 380
1.520 1990-1991
Sorek SBP II 500
2.000 Sorek SBP III
500 2.000
Sorek SBP IV 400
1.600 Sorek SBP V
500 2.000
1990-1991 Sei Buatan VII
1.000 4.000
1996-1997 Sorek SBP V
500 2.000
Jumlah 12.740
50.960
Universitas Sumatera Utara
34
Berdasarkan tabel diatas secara keseluruhan jumlah warga Transmigrasi tahun 1988-1997 sebanyak 50.960 jiwa, akan tetapi jika dilihat dari realisasi penempatan
tahun 1990-1991 wilayah Ukui SLS VIII dengan jumlah 1300 jiwa untuk penempatannya 325, bisa dikatakan pemukiman transmigrasi ke wilayah ini sangat
rendah apabila dibandingkan dengan wilayah pemukiman Transmigrasi lainnya justru jumlahnya semakin meningkat setiap tahun salah satunya di pemukiman Trans Sei
Buatan VII tahun 1990-1991 dengan jumlah 4.000 jiwa. Awal berdirinya Perkebunan Indo Sawit merupakan awal masuknya warga pendatang untuk mencari kehidupan
baru, membentuk suatu perkampungan baru, dan meningkatkan potensi Sumber Daya Manusia walaupun sarana pebangunan infrastruktur belum begitu memadai. Sesudah
itu tahun 1992-1994 didirikanlah perusahaan PT. Riau Andalan Pulp and Paper RAPP, beberapa perkebunan HTI Hutan Tanaman Industri dan PT. Indo Sawit
yang membawa suatu perubahan pada pertumbuhan perkembangan penduduk yang cukup tinggi baik dari kelahiran maupun migrasi perpindahan penduduk. Selesai
pembangunan mulai tahun 1995 dimana perusahaan PT. RAPP mulai bergerak mengoperasikan produksi pertamanya yaitu Pulp bubur kertas, awal-awal
dibukanya perusahaan banyak merekrut tenaga kerja yang berasal dari daerah tempatan maupun luar daerah sehingga jumlah pertumbuhan penduduk meningkat
lebih cepat, terlaksananya program pembangunan jalan Lintas Timur Sumatera, meningkatkan fasilitas-fasilitas pembangunan dan mobilisasi penduduk dari berbagai
ragam etnis, antara lain : Melayu, Minang, Batak, Aceh, Jawa, Bugis, Nias, Cina, dan India.
Universitas Sumatera Utara
35
Berdasarkan data tahun 1997 mayoritas penduduk di Kabupaten Pelalawan beragama Islam sebanyak 133.982 jiwa atau 98,48 persen, sebagian penduduk
Kabupaten Pelalawan beragama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, dan Budha. Kepadatan rata-rata penduduk di Kabupaten Pelalawan adalah 17 jiwa perKm
2
atau 0,16 jiwa perhektare, kepadatan penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Ukui,
yaitu 39 jiwa perKm
2
, sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Teluk Meranti, sebesar 3 jiwa perKm
2
. Sampai tahun 1999 jumlah rumah tangga di Kabupaten Pelalawan sebanyak 31.783 KK, dengan rata-rata setiap satu KK
sebanyak 4 jiwa, jumlah rumah tangga terbesar terdapat di Kecamatan Pangkalan Kuras, yaitu 4.865 KK dan terkecil di Kecamatan Teluk Meranti sebanyak 1.580
KK.
31
Dari hasil sensus penduduk tahun 2000 berdasarkan Badan Pusat Statistik BPS Provinsi Riau, tercatat jumlah penduduk Kabupaten Pelalawan mencapai
291.308 jiwa.
32
Kepadatan penduduk Daerah Kabupaten Pelalawan pada tahun 2000 rata-rata 44 jiwa per-Km
2
, sedangkan Kecamatan terpadat adalah Kecamatan Langgam dengan 14 Jiwa per-Km
2
disusul Kecamatan Bunut dan Kecamatan Pangkalan Kuras dengan 12 Jiwa per-Km
2
sedangkan Kecamtan yang kurang padat penduduknya adalah Kecamtan Kuala Kampar dengan rata-rata 6 Jiwa per-Km
2
, untuk rinciannya telah dimuat pada tabel 5 :
31
T. Azmun Jaafar, Strategi Pemberdayaan Dan Pembangunan Di Kabupaten Pelalawan, Riau: Pemerintah Kabupaten Pelalawan, 2001, hal. 12-14.
32
Pelalawan Dalam Angka 2001, Kerjasama Bappeda Dengan BPS Kabupaten Pelalawan, hal. 50.
Universitas Sumatera Utara
36
Tabel 4 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Penduduk Per-Km
2
Menurut Kecamatan Di Kabupaten Pelalawan Tahun 2000
Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Penduduk Tahun 2000 No.
Kecamatan Luas Wilayah
Km2 Jumlah
Penduduk Kepadatan
Penduduk
1. Langgam
1.533,01 Km2 12.978 Jiwa
14 2.
Bunut 2.270,59 Km2
16.284 Jiwa 12
3. Kuala Kampar
5.647,66 Km2 23.383 Jiwa
6 4.
Pangkalan Kuras
3.039,16 Km2 25.180 Jiwa
12 Jumlah
12.490,42 Km2 291.308 Jiwa
44
2.3. Mata Pencaharian