aksi tersebut tanpa penolakanhambatan. Namun jika masyarakat pihak berwajib atau masyarakat luas telah menganggap aksi simbolik sebagai
susutau yang mengancam sehingga harus dihentikan atau dikendalikan, maka aksi kelas pertama ini naik kelas menjadi intervensi.
Kontrol sosial atau pengendalian sosial menurut Robert Z. Lawang, adalah semua cara yang dipergunakan suatu masyarakat untuk
mengembalikan si penyimpang pada garis yang normal atau yang sebenarnya. Sedangkan menurut Paul B. Horton dan Charles L. Hunt,
pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh oleh sekelompok orang atau masyarakat sehingga para anggotanya dapat
bertindak sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat itu sendiri Aksi demonstrasi menolak kebijakan kenaikan harga BBM yang
terjadi di Kota Medan, sepanjang perjalanannya tidak pernah serta-merta langsung terjadi chaos, bentrok atau bahkan blokade terhadap sarana-
sarana. Blokade Bandara Polonia oleh pengunjuk rasa pada tanggal 26 Maret 2012 bisa dikatakan sebagai puncaknya aksi menolak kenaikan
harga BBM di Kota Medan. Pada hari-hari sebelumnya, demonstrasi mahasiswa terjadi di beberapa lokasi namun demonstrasi hanya berbentuk
orasi, teatrikal, march, dan berbagai bentuk lainnya yang tidak berpotensi pada tindak kekerasan dan cenderung tidak diperhatikan. Dengan kata lain,
aksi demonstrasi harus melalui proses dan tahapan kelas agar tepat sasaran
2.4. Kontrol Sosial
22
22
Nana Supriatna, dkk. 2006. Ilmu Pengetahuan Sosial Sosiologi. Grafindo hal 280
.
Universitas Sumatera Utara
Demonstrasi mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah merupakan bentuk kontrol sosial mahasiswa terhadap kinerja pemerintah. Artinya
apabila pemerintah menetapkan kebijakan yang menyimpang dari kepentingan rakyat, maka mahasiswa akan melakukan kontrol sosial
terhada pemerintah melalui demonstrasi. Soerjono Soekanto mengatakan terdapat beberapa teknik yang
digunakan dalam pengendalian sosial
23
1. Persuasif
, yaitu :
Merupakan cara pengendalian sosial tanpa menggunakan kekerasan. Biasanya digunakan dalam masyarakat yang relatif
tentram dan cenderung tidak berubah. 2.
Koersif Merupakan pengendalian sosial yang sudah menggunakan paksaan
dan biasanya dilakukan pada masyarakat yang sedang berubah. Dalam keadaan seperti ini, pngendalian sosial juga berfungsi untuk
mengganti kaidah-kaidah lama yang telah goyah dengan kaidah baru.
3. Compulsion
Dalam compulsion, biasanya diciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga suatu pihak terpaksa taat atau mengubah sikapnya dan
menghasilkan kepatuhan secara tidak langsung. 4.
Pervassion
23
Ibid hal 282
Universitas Sumatera Utara
Nilai atau norma diulang-ulang penyampaiannnya, sehingga pihak yang menjadi target pengendalian sosial akan mengubah sikapnya
sesuai yang selalu digaungkan. Mahasiswa kerap dikatakan sebagai sosial of control-nya pemerintah.
Ketika pemerintah menetapkan kebijakan-kebijakan yang cenderung menyimpang dari kepentingan rakyat, maka mahasiswa dapat melakukan
tindakan pengendalian melalui demonstrasi.
2.5. Kekerasan dan Perilaku Kolektif
Disadur dari tulisan Makarim Mufti 2012 seorang penggiat anti kekerasan di KontraS, kekerasan violence secara etimologi berasal dari
kata Vi Bahasa Latin yang berati kekuasaanberkuasa. Violence dimaknai sebagai ekspresi fisik maupun verbal yang mencerminkan tindakan agresi
dan penyerangan terhadap kebebasan atau martabat seseorang, oleh perorangan atau kelompok, yang didasarkan pada ‘kewenangan’. Artinya,
violence kekerasan adalah penggunaan kewenangan tanpa keabsahan atau tindakan sewenang-wenang Makarim Mufti juga mengatakan bahwa
kekerasan adalah
setiap tindakankebijakan disertai penggunaan
kekuasaankekuatan dengan tujuan buruk yang eksplisit maupun implisit danatau menentang nilai tertentu yang sahdisepakatilogis
24
.
24
Dalam tulisannya, Makarim Mufti juga mengutip rumusan WHO yang dideklarasikan pada tahun 1996 oleh Dewan Kesehatan Dunia
World Health Assembly mengenai resolusi WHA 4925 yang menyatakan
http:makaarim.wordpress.com20120718memaknai-kekerasan diakses pada 14 Oktober 2014, 23 : 34 WIB
Universitas Sumatera Utara
kekerasan sebagai masalah kesehatan publik yang utama dan meminta WHO merumuskan tipologi kekerasan yang menjelaskan beragam tipe
kekerasan
25
. Rumusan WHO membagi kekerasan dalam tiga kategori besar berdasarkan karakteristik pelaku kekerasan, yaitu: 1. Kekerasan
terhadap diri sendiri self-directed violence; 2. Kekerasan antar- perseorangan interpersonal violence; dan 3. Kekerasan kolektif
collective violence Kekerasan kolektif dilakukan oleh segerombolan orang mob dan
kumpulan banyak orang crowd. Kekerasan dapat digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik yang terbuka overt atau tertutup covert,
dan baik yang bersifat menyerang offensive atau bertahan deffensive. Jack Douglas dan France Waksler dalam Thomas Santoso membagi empat
jenis kekerasan yang dapat diidentifikasi
.
26
1. kekerasan terbuka, kekerasan yang dapat dilihat.
:
2. kekerasan tertutup, kekerasan yang tidak dilakukan secara
langsung atau tersembunyi. 3.
kekerasan agresif, kekerasan yang dilakukan tidak untuk perlindungan tapi untuk mendapatkan sesuatu.
4. Kekerasan defensif, kekerasan yang dilakukan untuk melindungi
diri. Sejarawan Inggris, Norman Gash, menuliskan tentang Perang
Napoleon : “kerusuhan dan kekacuan merupakan reaksi orang kebanyakan yang sudah lama ada terhadap kesukaran dan keluhan.
25
Ibid
26
Thomas Santoso. 2002. Teori-Teori Kekerasan. Surabaya : Ghalia Indonesia hal 11
Universitas Sumatera Utara
Pecahnya Ludisme yang sangat terlokalisir disebabkan oleh ciri-ciri masyarakat Inggris yang lebih permanen dan lebih luas : kurang
memadainya bantuan disaat menganggur, hubungan industri yang kurang baik, kurangnya metode negosiasi upah yang diterima semua pihak,
rentannya majikan terhadap aksi kekerasan, tidak adanya polisi yang efektif, dan kelemahan umum kekuatan hukum dan ketertiban. Kekerasan
terjadi dimana-mana sebab kekerasan adalah jawaban naluriah dan karena tidak ada yang dapat digunakan untuk menghentikannya pada
tahap-tahap awalnya.”dituliskan Charles Tilly
27
Berpulang dari perilaku kolektif yang dilakukan mahasiswa sebagai pelaku gerakan sosial, kekerasan kolektif seperti yang dikatakan
oleh Gash merupakan kekerasan yang timbul akibat kesamaan latar belakang dan masalah. Douglas dan Waksler menyebutkan : “pada
umumnya kekerasan kolektif muncul dari situasi konkrit yang sebelumnya .
Yang dikatakan oleh Gash diatas walaupun menggambarkan tentang kondisi Britania pasca Perang Napoleon, lebih kurang juga
mendeskripsikan kondisi Indonesia. Hanya saja, aksi kolektif yang berujung pada kekerasan di Indonesia pada beberapa momentum banyak
digawangi oleh pelajar dan mahasiswa. Fungsi pelajar dan mahasiswa sebagai agent of change dan penyalur aspirasi rakyat terhadap pemerintah
menyebabkan mahasiswa berinisiatif membentuk gerakan sosial secara kolektif, walaupun kekerasan tidak selalu dijadikan strategi gerakan untuk
menciptakan perubahan sosial.
27
Ibid hal 89
Universitas Sumatera Utara
didahului oleh sharing gagasan, nilai, tujuan dan masalaha bersama dalam periode waktu yang lebih lama. Masalah bersama adalah faktor
paling penting dan bisa melibatkan peraaan akan bahaya, dendam atau marah. Suatu masalah bisa langsung memicu suatu pemberontakan, assa
tapi harus ada sejarah bersama yang bisa menentukan langkah bersama. Pemberontakan massa bisa menjadi pemicu yang mendorong terjadinya
kekerasan, tetapi harus ada semacam semangat kultural bersama agar pemberontakan massa tersebut bisa menjadi pemicu yang efektif bagi
terjadinya kekerasan.”
28
Selain itu, kekerasan yang terjadi saat demonstrasi juga diakibatkan oleh represifitas aparat. Seperti yang didefenisikan Johan Galtung bahwa
kekerasan adalah sebagai segala sesuatu yang menyebabkan orang Kekerasan kolektif muncul dari sekumpulan crowd yang
memiliki permasalahan atau semua jenis tingkat budaya dan organisasi yang sama. Mulanya karena masih bersifat kerumunan, crowd relatif tidak
terorganisasi. Namun akibat kesamaan masalah dalam periode waktu yang lama, sehingga anggota kumpulan crowd mencoba untuk mempererat
ikatan mereka dengan pengorganisasian perkumpulan. Pada akhirnya crowd yang sudah teroganisir lebih baik sehingga memiliki mobilisasi
politik yang tinggi, menimbulkan kekerasan kolektif sebagai respon yang masuk akal karena didasari oleh masalah bersama untuk menciptakan
revolusi.
28
Ibid hal 15
Universitas Sumatera Utara
terhalang untuk mengaktualisasikan potensi diri secara wajar
29
29
Ibid hal 2
. Kekerasan struktural yang dikemukakan Galtung menunjukkan bentu kekerasan tidak
langsung, tidak tampak, statis serta memperlihatkan stabilitas tertentu. Dengan demikian, kekerasan tidak hanya dilakukan oleh aktor kelompok
akor semata, tetapi juga oleh struktur seperti aparatur negara.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN