Demonstrasi sebagai Protes LANDASAN TEORI

5. Mobilisasi perilaku oleh pemimpin untuk bertindak. Perilaku kolektif akan terwujud apabila khalayak ramai dikomandodimobilisasikan oleh pimpinannya. 6. Berlangsungnya suatu pengendalian sosial kontrol sosial Merupakan hal penentu yang dapat menghambat, menunda bahkan mencegah ke 5 faktor diatas, misalnya : pengendalian polisi dan aparat penegak hukum lainnya. Dari keenam faktor penentu tersebut merupakan suatu rangkaian yang dapat menyebabkan terjadinya suatu perilaku kolektif dengan berbagai macam bidang. Menurut John Lofland ada empat bidang-bidang perilaku kolektif antara lain : kerumunan crowd, masa mass, publik public, dan gerakan sosial social movement 20 . Gerakan sosial dianggap memiliki keistimewaan dibanding perilaku kolektif yang lain, utamanya tentang pengorganisasian kelompok yang tidak kelihatan pada jenis perilaku kolektif yang lain.

2.3. Demonstrasi sebagai Protes

20 John Lofland. 2003. PROTES. Yogyakarta : InsisT Press. hal 43 John Lofland dalam bukunya yang berjudul Protes 2003 berpendapat demonstrasi merupakan bentuk perjuangan lewat protes yang dalam pelaksanaannya selalu dihadapkan pada pilihan antara pejuangan santun dan perjuangan dengan kekerasan karena di satu sisi protes berusaha menghindari kerusakan fisik yang berlebihan apabila Universitas Sumatera Utara menggunakan perjuangan dengan kekerasan 21 . Namun di sisi lain juga tidak bisa menerima perjuangan santun seperti lobbying, negosiasi melalui representatif kelompok yang berkepentingan yang terkadang malah terjebak dalam praktik-praktik ilegal seperti penyuapan. Sehingga protes merupakan bentuk perjuangan yang posisinya di tengah middle force antara sopan dan tidak sopan. 1. John Lofland 2003, mengajukan empat kelas aksi protes yang sistem tantangan dan keseriusan defenisi sosialnya dapat diurut mulai dari terendah sampai ke yang tertinggi, yaitu : 2. Protes Simbolik, yaitu cara-cara teratur, tidak merusak dan kurang begitu atraktif yang dilakukan secara kolektif untuk mengemukakan keluhan. Ada tiga bentuk utama protes simbolik meliputi prosesi contoh : jalan kakimarch, parade, pertemuanassembly contoh : rapat umum, mimbar bebas, dan beragam aksi publik termasuk pagar betispicketing. Anti kerja sama, atau non-coperation adalah penolakan untuk meneruskan tatanan sosial yang ada. Ini merupakan bentuk protes yang sepenuhnya tanpa kekerasan. Yang paling umum adalah seperti aksi mogok, boikot, pemnggembosan, dan sebagainya. 21 Ibid hal 287 Universitas Sumatera Utara 3. • Intervensi. Dibedakan menjadi empat pola, yaitu : • Harrasment pelecehan, dilakukan melalui kegiatan- kegiatan menentang orang yang dimaksud dengan cara-cara yang tidak lazim. • System Overloading, karena terlalu banyaknya proses- proses yang diintervensi. • Blockade, pemrotes secara temporer menghambat gerakan orang atau properti dari pihak yang ditentang. 4. Occupation, atau pendudukan yang dilakukan dengan memasuki atau menolak meninggalkan tempat-tempat yang tidak diinginkan atau dari tempat yang dilarang. Lembaga Alternatif. Jika aksi protes lembaga alternatif menggantikan loyalitas masyarakat, maka aksi telah mencapai jenis protes yang paling serius dan paling penting. Aksi ini mampu memicu perubahan yang sangat besar, bahkan revolusi, yang tidak mungkin dipicu oleh ketiga jenis kelas protes lainnya. Dilihat dari tahap-tahapan atau tingkat aksi protes di atas, dalam setiap aksi demonstrasi sangat dihindari terjadinya tindakan kekerasan. Namun dalam situasi tertentu, demonstrasi bisa berubah tingkatan kelas protesnya. Tergantung sejauh mana tanggapan publik yang bersangkutan terhadap isu yang diangkat. Seperti pada tahap protes simbolik, dikatakan demikian karena pihak berwajib atau masyarakat luas sudah siap dengan berlangsungnya Universitas Sumatera Utara aksi tersebut tanpa penolakanhambatan. Namun jika masyarakat pihak berwajib atau masyarakat luas telah menganggap aksi simbolik sebagai susutau yang mengancam sehingga harus dihentikan atau dikendalikan, maka aksi kelas pertama ini naik kelas menjadi intervensi. Kontrol sosial atau pengendalian sosial menurut Robert Z. Lawang, adalah semua cara yang dipergunakan suatu masyarakat untuk mengembalikan si penyimpang pada garis yang normal atau yang sebenarnya. Sedangkan menurut Paul B. Horton dan Charles L. Hunt, pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh oleh sekelompok orang atau masyarakat sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat itu sendiri Aksi demonstrasi menolak kebijakan kenaikan harga BBM yang terjadi di Kota Medan, sepanjang perjalanannya tidak pernah serta-merta langsung terjadi chaos, bentrok atau bahkan blokade terhadap sarana- sarana. Blokade Bandara Polonia oleh pengunjuk rasa pada tanggal 26 Maret 2012 bisa dikatakan sebagai puncaknya aksi menolak kenaikan harga BBM di Kota Medan. Pada hari-hari sebelumnya, demonstrasi mahasiswa terjadi di beberapa lokasi namun demonstrasi hanya berbentuk orasi, teatrikal, march, dan berbagai bentuk lainnya yang tidak berpotensi pada tindak kekerasan dan cenderung tidak diperhatikan. Dengan kata lain, aksi demonstrasi harus melalui proses dan tahapan kelas agar tepat sasaran

2.4. Kontrol Sosial