dalam demonstrasi. Orator juga yang berfungsi mengendalikan emosi massa aksi dan emosi publik yang menyaksikan aksi melalui
kata-kata yang dikobarkan dan digaungkannya. Selain ketiga bentuk aksi demonstrasi diatas, terdapat satu
lagi bentuk aksi demonstrasi menolak kenaikan harga BBM di Kota Medan, yaitu : Aksi Vandalisme. Aksi ini merupakan tindakan
perusakan atau penghancuran terhadap sesuatu seperti misalnya perusakan pos polisi dengan bom molotov, grafiti sindiran di
dinding gedung bahkan perusakan restoran cepat saji produk kapitalis. SWP menjelaskan bahwa sebenarnya aksi vandal yang
identik dengan adanya kekerasan ini adalah bentuk perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang tidak mengacuhkan
kepentingan rakyat. “Kami sadar apabila dilihat dari perspektif umum, jelas ini
salah. Namun ini sebenarnya merupakan bentuk perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan
kebutuhan rakyat. Kalau sudah begini, untuk apa ada pemerintah?”
Bermula dari aksi Vandalisme, pada bahasan selanjutnya dijelaskan mengenai tindak dan latar belakang terjadinya kekerasan
dalam demonstrasi.
4.3.3 Bentuk Tindak Kekerasan yang Terjadi Saat Demonstrasi
Demonstrasi menolak kenaikan harga BBM di Kota Medan tahun 2012-2013, mengalami perjalanan panjang dengan berbagai
bentuk tindak kekerasan. Baik dari pendemo ataupun aparat, baik
Universitas Sumatera Utara
yang sengaja ataupun keterpaksaan. Beberapa bentuk konkrit tindak kekerasan yang terjadi saat demonstrasi antara lain seperti :
Perusakan lampu lalu lintas
Pembakaran pos-pos polisi
Penjarahan dan perusakan restoran cepat saji
Baku hantam antara aparat dan massa aksi
Perusakan bahu trotoar dan pot bunga jalanan untuk
senjata lempar
Tulisan atau coretan dengan bentuk grafiti atau mural di dinding jalanan berupa kritik terhadap pemerintah, lebih
ekstrem adalah makian terhadap aparat dan pemerintah.
Pengusiran paksa massa aksi oleh aparat dengan water canon
SWP mengungkapan bahwa memang terjadi beberapa tindak kekerasan dalam demonstrasi menolak kenaikan harga BBM di
tahun 2012-2013 yang lalu : “Pada saat itu lumayan banyak lah memang tindak
perusakan yang terjadi. Mulai dari pecahnya lampu merah, trotoar itu dipukul-pukul biar jadi pecahan batu, gitu juga
dengan pot bunga kota, pos polisi dibakar, dinding-dinding kosong dicoret pake pilox dengan pesan-pesan. Tapi itu
semua pasti punya tujuan.”
Dari bentuk-bentuk konkrit tindak kekerasan yang terjadi pada saat demonstrasi, dapat dibagi klasifikasi dari tindakan
tersebut dengan jenis kekerasan yang dibedakan menjadi empat oleh Thomas Santoso 2002 yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. kekerasan terbuka, kekerasan yang dapat dilihat.
2. kekerasan tertutup, kekerasan yang tidak dilakukan secara
langsung atau tersembunyi. 3.
kekerasan agresif, kekerasan yang dilakukan tidak untuk perlindungan tapi untuk mendapatkan sesuatu.
4. Kekerasan defensif, kekerasan yang dilakukan untuk
melindungi diri. Klasifikasi tindak kekerasan yang dilakukan saat demonstrasi
menolak kenaikan harga BBM sesuai jenis kekerasannya dapat dijelaskan dalam tabel berikut :
Tindak Kekerasan Jenis Kekerasan K
K. Terbuka
K. Tertutup
K. Agresif
K. Defensif
Perusakan lampu lalu lintas √
√
Pembakaran pos-pos polisi √
√
Penjarahan dan perusakan restoran cepat saji
√ √
Baku hantam antara aparat dan massa aksi
√ √
√
Perusakan bahu trotoar dan pot bunga jalanan untuk senjata lempar
√ √
Tulisan atau coretan dengan bentuk grafiti atau mural di dinding jalanan berupa kritik
terhadap pemerintah, lebih ekstrem adalah makian terhadap aparat dan pemerintah.
√ √
Pengusiran paksa massa aksi oleh aparat dengan water canon
√ √
Tabel 4.5. Klasifikasi Tindak Kekeraan berdasarkan Jenis
Berdasarkan tabel diatas, dari semua tindak kekerasan yang terjadi pada demonsrasi kenaikan BBM, semua bisa dikategorikan
sebagai kekerasan terbuka, kecuali perusakan pos polisi dan membuat grafiti sindiran atau mural dikatakan sebagai kekerasan
tertutup karena pelaku melakukakannya dengan sembunyi-
Universitas Sumatera Utara
sembunyi. Kekerasan agresif dan defensif bisa juga merupakan kekerasan terbuka dan tertutup.
Kekerasan yang dilakukan mahasiswa seperti perusakan lampu merah, penjarahan restoran, pembakaran pos polisi, coretan
sarkasme dalam grafiti, itu adalah contoh bentuk kekerasan agresif. Sedangkan penghancuran trotoar dan pot bunga dikatakan sebagai
kekerasan defensif, karena batu hasil pecahan trotoar dan pot tersebut digunakan untuk melempari aparat yang bertindak repreif.
Dalam demonstrasi mahasiswa, keempat jenis kekerasan tersebut dapat ditemukan, walau tidak selalu sekaligus keempatnya
ditemukan. Hal ini dikarenakan tergantung siapa aktor yang memulai terlebih dahulu melakukan kekerasan.
Pada demonsrasi di Bandara Polonia, memang terjadi bentrokan atau chaos antara massa aksi dan aparat kepolisian.
Kekerasan yang dilakukan massa aksi mahasiswa, buruh, petani, nelayan melempari aparat merupakan kekerasan defensif terhadap
kekerasan yang didahului oleh aparat kepolisian. Puluhan demonstran mengalami luka-luka dalam aksi ini.
Kekerasan terbuka dan kekerasan agresif terjadi pada demonstrasi yang berlangsung di Simpang Nommensen dan
Simpang USU. Kekerasan terbuka dan agresif pada saat itu berupa penjarahan barang-barang di restoran cepat saji KFC Perintis
Kemerdekaan dan perusakan sejumlah sarana di restoran tersebut sehingga terjadi bentrok antara massa aksi dan aparat. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
demonstrasi di Simpang USU, kekerasan berupa perusakan fasilitas umum seperti pecahnya lampu lalu lintas. Swalayan mini yang
buka 24 jam juga dipaksa menjadi ‘donatur’ logistik bagi yang terlibat dalam bentrok demonstrasi tersebut.
Pada rentang-rentang senggang demonstrasi, kekerasan juga dilakukan secara tertutup tanpa diketahui secara pasti
pelakunya. Beberapa pos polisi di Medan dibakar dan dilempari dengan bom molotov pada malam hari. Banyak asumsi mengenai
siapa pelakunya. Sebagai pelaku aksi, SWP pun tidak bisa tau pasti tentang siapa
pelaku pembakaran pos polisi : “Bisa jadi ada oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan
kondisi ini untuk mengkambing-hitamkan demonstran mahasiswa sebagai pelaku. Bisa jadi juga, memang ada
kelompok Anarko-Sindikalis yang melakukannya untuk memberi peringatan kepada aparat dan pemerintahan.
Namun yang jelas, dengan adanya bentrok antara masyarakat, mahasiswa terhadap kepolisian, banyak pihak
yang berkepentingan mengambil keuntungan dari kondisi Kota Medan yang rusuh.”
4.3.4. Latar Belakang Tindak Kekerasan Dalam Demonstrasi