“Rusuh memang waktu Juni 2013 itu. Nggak cuma di Nomensen, di Simpang USU pun
maen juga. Belum lagi aksi bakar pos polisi yang nggak tau kita siapa yang buat. Banyak
lah. Tapi memang rusuh demonstasi waktu itu sah kali tidak mendapat respon dari
pemerintah. Harga BBM tetap naik, sama sekali tidak ada pertimbangan membatalkan
lagi.” SWP, 24
“Itu kan sudah puncak-puncaknya keputusan pemerintah menaikkan harga BBM. Yah
demonstran yah marah, jadi yah makanya dimana-mana perusakan terjadi sebagai
bentuk kekecewaan kita” AA, 22
4.3.2 Bentuk Demonstrasi sebagai Protes Mahasiswa Kota Medan
Bentuk-bentuk penyampaian pendapat di muka umum dibolehkan negara sesuai UU nomor 9 Tahun 1998, pasal 9 adalah
unjuk rasa, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas. Sedangkan apabila mengutip dari John Lofland 2003, bentuk-bentuk
penyampaian pendapat di muka umum yang diperbolehkan oleh
UU adalah hanya bentuk-bentuk dari protes simbolik
46
Mahasiswa Kota Medan dalam melakukan demonstrasi dengan isu menolak kenaikan harga BBM pada tahun 2012-2013
dengan
tiga bentuk utama meliputi prosesi contoh : marchjalan kaki, parade, pertemuanassembly contoh : rapat umum, mimbar
bebas, dan beragam aksi publik termasuk pagar betispicketing.
Protes simbolik menurut John Lofland merupakan aksi protes dengan keseriusan yang paling rendah tingkat tantangannya.
46
Op. Cit hal 18
Universitas Sumatera Utara
menggunakan bentuk-bentuk metode dan strategi demonstrasi yang bermacam-macam. Hal ini disampaikan oleh SWP 24, aktivis
mahasiswa : “Kalau aksi BBM itu karena dia cukup intens dan kontiniu,
jadi metode aksinya pun macam-macam. Dan itu ditentukan oleh pelaku aksi pada saat mereka melakukan manejemen
aksi. Dalam manajemen aksi lah kita mengetahui prediksi jumlah massa aksi sehingga dicarilah strategi aksi yang
dapat memfasilitasi dan mengakomodir seluruh massa aksi.”
Namun apabila disesuaikan dengan yang dikatakan John Lofland 2003 sebelumnya mengenai bentuk-bentuk aksi protes,
maka bentuk-bentuk aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa sebagai bentuk protes adalah protes simbolik yang berupa prosesi
march, parade, pertemuan mimbar bebas, dan aksi publik termasuk pagar betis. Tetapi terdapat beberapa bentuk aksi
demonstrasi yang paling sering dilakukan mahasiswa sebagai protes adalah protes simbolik berupa : 1 March dan Long March,
2 Aksi teatrikal, 3 Aksi refleksi. Seperti yang dikatakan AA 22 mengenai bentuk aksi BBM di Medan :
“Selama aksi BBM di Medan ini, biasanya yang sering dilakukan aksi dalam bentuk long march, teatrikal, dan
refleksi. Long march memang dilakukan kalau massa aksinya banyak. Kalau sedikit biasanya dibikin aksi yang
sederhana, simpel, tapi menonjol seperti aksi teatrikal dan aksi refleksi. Yang terpenting dalam aksi adalah bagaimana
isu yang diwacanakan sampai ke publik.”
Pertama, gerak jalan berombongan March. Gerakan ini diikuti oleh cukup banyak massa aksi yang berjalan menuju lokasi
Universitas Sumatera Utara
utama menyampaikan aspirasinya. Sepanjang jalan massa aksi biasanya menyanyikan sorak-sorai atau lagu-lagu yang bertajuk
anti penindasan, sindiran terhadap borjuasi atau pemerintah, ataupun syair-syair yang sesuai dengan isu demonstrasi.
Sepanjang demonstrasi, penolakan kebijakan harga BBM di Medan, aksi long march yang paling fenomenal adalah aksi dengan
tujuan ke Bandara Polonia. Diikuti oleh ribuan massa aksi yang terdiri dari mahasiswa, buruh, petani, dan nelayan. Long march
dimulai dari dua titik kumpul berangkat untuk menuju Bandara Polonia. Sebagian massa aksi berkumpul di Bundaran SIB,
sebagian lagi berkumpul di Lapangan Merdeka. Keduanya lalu bertemu di Jalan Imam Bonjol, depan Kantor DPRD Sumatera
Utara. Berhenti sejenak, berorasi, lalu keduanya berjalan kembali lurus menuju Bandara Polonia. Sepanjang long march, yel-yel
sindiran terhadap pemerintah, juga nyanyi-nyanyian perjuangan dikumandangkan. Tak henti pula orasi-orasi dari perwakilan massa
aksi. Kedua, adalah aksi teatrikal. Dalam aksi ini, massa aksi
melakukan semacam drama yang menggambarkan kondisi yang melatarbelakangi dilakukannya aksi. Dengan drama yang interaktif
namun menyentuh nurani, diharapkan metode aksi ini mendapat perhatian publik sehingga isu yang diangkat pun tersampaikan pada
sasaran.
Universitas Sumatera Utara
Ketiga, aksi refleksi. Sama sekali tidak ada potensi chaos dalam aksi ini karena yang dilakukan dalam aksi refleksi adalah
bersifat seperti renungan untuk memahami mengapa bisa terjadi suatu situasi dan kondisi yang melatarbelakangi aksi tersebut
sehingga mendapat solusi atau pencerahan untuk terus melakukan pergerakan. Berkumpul menyalakan lilin bersama dalam gelap,
tabur bunga, merupakan contoh simbolis aksi refleksi yang umum. AA Assyifa mengatakan bahwa ketiga bentuk aksi diatas
bisa saja dilakukan sekaligus. Ia mencontohkan, demonstrasi yang dilakukan di simpang empat antara Jalan Sisingamaraja, Jalan
Juanda dan Jalan Halat. “Tikum red : titik kumpul aksi itu di UISU Sisingamaraja,
kita mulai long march-nya. Setelah itu kita jalan lewat bundaran Taman Teladan menuju Jalan Gedung Arca,
sweeping ajak mahasiswa UMSU dan ITM lalu berbelok ke Jalan HM.Joni berhenti lagi menjeput mahasiswa STTH
lalu berbelok lagi ke Jalan Sisingamaraja menuju simpangnya. Di simpang kita buat lingkaran besar, di
tengah-tengah lingkaran beberapa demonstran melakukan teatrikal. Di tengah-tengah itu juga ban-ban dibakar sebagai
simbol perlawanan. Yang tidak ikut berdrama, sambil menonton, menghayati dalam hati dan pikiran tujuan kita
turun ke jalan.”
Ketiga bentuk aksi diatas bisa dilakukan sekaligus dalam demonstrasi, namun bisa juga dilakukan dalam satu bentuk saja
tergantung kebutuhan dan wacana aksi. Pemegang kunci aksi itu yakni seorang orator dan isi orasi dari pelaku aksi tersebut, yang
disebut dengan orator. Orator berfungsi sebagai komunikator terhadap publik mengenai isu dan tuntutan apa yang diangkat
Universitas Sumatera Utara
dalam demonstrasi. Orator juga yang berfungsi mengendalikan emosi massa aksi dan emosi publik yang menyaksikan aksi melalui
kata-kata yang dikobarkan dan digaungkannya. Selain ketiga bentuk aksi demonstrasi diatas, terdapat satu
lagi bentuk aksi demonstrasi menolak kenaikan harga BBM di Kota Medan, yaitu : Aksi Vandalisme. Aksi ini merupakan tindakan
perusakan atau penghancuran terhadap sesuatu seperti misalnya perusakan pos polisi dengan bom molotov, grafiti sindiran di
dinding gedung bahkan perusakan restoran cepat saji produk kapitalis. SWP menjelaskan bahwa sebenarnya aksi vandal yang
identik dengan adanya kekerasan ini adalah bentuk perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang tidak mengacuhkan
kepentingan rakyat. “Kami sadar apabila dilihat dari perspektif umum, jelas ini
salah. Namun ini sebenarnya merupakan bentuk perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan
kebutuhan rakyat. Kalau sudah begini, untuk apa ada pemerintah?”
Bermula dari aksi Vandalisme, pada bahasan selanjutnya dijelaskan mengenai tindak dan latar belakang terjadinya kekerasan
dalam demonstrasi.
4.3.3 Bentuk Tindak Kekerasan yang Terjadi Saat Demonstrasi