Analisis Wacana Teun A Van Dijk Dalam Pemberitaan Laporan Utama Majalah Gatra Tentang Seruan Boikot Israel Dari New York

(1)

PEMBERITAAN LAPORAN UTAMA MAJALAH

GATRA TENTANG SERUAN BOIKOT ISRAEL DARI

NEW YORK

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I)

Oleh

Fauziah Mursid

NIM: 109051100055

KONSENTRASI JURNALISTIK

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H./ 2013 M.


(2)

(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 7 Mei 2013


(5)

i

Fauziah Mursid

Analisis Wacana Teun A Van Dijk dalam Pemberitaan Laporan Utama Majalah Gatra tentang Seruan Boikot Israel dari New York

Israel dan Palestina adalah dua negeri yang tidak terlepas dari pembicaraan publik. Masalah wilayah yang terjadi antara Israel dan Palestina sejak tahun 1947 terus berkembang hingga saat ini. Terakhir pemberitaan mengenai masalah ini adalah upaya yang dilakukan negara-negara dunia untuk menekan Israel yakni melakukan gerakan pemboikotan terhadap produk Israel yang dihasilkan di wilayah kependudukan. Selanjutnya pernyataan ini berkembang menjadi pemberitaan yang hangat di berbagai negara, salah satunya Indonesia. Berbagai media massa di Indonesia mengangkat berita seputar boikot ini. Salah satunya adalah Majalah Gatra yang mengangkat tema ini sebagai laporan utama. Namun, disadari atau tidak, media massa saat ini merupakan arena konstruksi dan produksi makna sebuah realitas.

Untuk mengetahui produksi berita dalam Majalah Gatra, maka timbul beberapa pertanyaan, yaitu: Bagaimana deskripsi teks yang dibangun majalah Gatra pada Pemberitaan Seruan Boikot Israel dari New York? Bagaimana model kognisi sosial Majalah Gatra pada Pemberitaan Seruan Boikot Israel dari New York? Bagaimana konteks sosial Majalah Gatra pada Pemberitaan Seruan Boikot Israel dari New York?

Dalam menjawab rumusan masalah ini, teori yang penulis gunakan adalah teori analisis wacana Teun A van Dijk yang lebih mendekatkan pada segi kognisi sosial, melihat bagaimana kognisi yang dibangun dalam hal ini adalah penulis majalah Gatra. Selain itu, kognisi juga bukan tercipta dengan sendirinya tetapi merupakan produk konstruksi dari lingkungan kognisi itu lahir, yakni konteks sosial. Konteks sosial juga berperan dalam penentuan kognisi sosial seseorang.

Melalui wawancara dan analisis dokumentasi yang peneliti lakukan, bahwa pemberitaan Israel dan Palestina selama ini berkembang menjadi isu sentimen agama mengingat kultur di Indonesia yang mayoritas Islam termasuk pada pemberitaan boikot produk Israel ini. Pada pemberitaan boikot produk Israel tersebut, bukan hanya memberitakan mengenai pernyataan Marty atas boikot produk saja. Tetapi juga lebih banyak penambahan makna yang mendukung atas pemboikotan tersebut. Pemilihan kata dalam teks serta skema komposisi berita yang menjadi alasan bentuk ketimpangan tersebut. Penulis melihat berita tersebut bukan hadir dengan sendirinya melainkan merupakan hasil dari kognisi penulis berita disertai konteks sosial yang melatarbelakanginya.


(6)

ii

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT dzat Yang Maha Besar yang senantiasa memberikan limpahan Rahmat dan Kasih-Nya kepada hamba-hambanya. Puji serta sykur Penulis panjatkan dengan petunjuk serta Ridho-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Wacana Teun A van Dijk dalam Pemberitaan Laporan Utama Majalah Gatra Seruan Boikot Israel dari New York sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Seperti diketahui bahwa penyusunan skripsi ini merupakan tugas akhir penulis sebagai persyaratan dalam menyelesaikan program studi Strata Satu (S1) di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari benar bahwa begitu banyak dukungan dan perhatian yang penulis dapatkan dari berbagai pihak sehingga segala kesulitan dan hambatan dalam menyusun skipsi ini akhirnya dapat dilalui. Namun tentunya, ucapan terima kasih saja belum dirasakan cukup untuk membalas dukungan-dukungan tersebut. Namun bagaimana pun, penulis menghaturkan terima kasih sedalam-dalamnya atas dukungannya baik moril maupun materil selama proses menyeselesaikan studi kepada:

1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Drs. Mahmud Jalal M.A., Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Bapak Wahidin Saputra, MA., Wakil Dekan Bidang Akademik, dan Bapak Drs. Study Rizal, LK. MA., Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Ibu Rubiyanah, M.A. selaku Ketua Konsentrasi Jurnalistik dan Ibu Ade Rina Farida, M.Si. selaku Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik yang selalu


(7)

iii

penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Tantan Hermansah M.Si.,dosen pembimbing penulis yang telah begitu banyak memberikan arahan, bimbingan, nasehat dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Study Rizal, LK. M.A selaku ketua penguji sidang yang merangkap juga sebagai dosen penguji satu dan Bapak Drs. M. Hudri M.Ag selaku dosen penguji dua yang telah memberikan saran dan masukan dalam skripsi ini.

5. Seluruh Dosen, serta para staf-staf tata usaha Fakultas ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada Dosen Jurnalistik sekaligus pemimpin redaksi Berita UIN ketika penuulis tergabung di dalamnya, Bapak Nanang Saikhu yang banyak mengajari penulis, dunia tulis menulis.

6. Kepada pihak Majalah Gatra yang turut berperan dalam selesainya penelitian penulis, khususnya kepada Sekretaris Redaksi Gatra Mas Sapto, Bapak Asrori Karni dan Bapak Erwin Y Salim. Terimakasih telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk penulis wawancarai. 7. Secara khusus dan paling utama adalah yang penulis banggakan, kedua

orang tua, H. Mursidun dan Sri Pindani yang telah banyak memberikan doa, dukungan dan pengorbanan yang tak terkira selama penulis hidup hingga saat ini.


(8)

iv

juga tak kalah pentingnya atas terselesaikannya skripsi ini.

9. Nurul Rizki Salam, seseorang yang hingga skripsi ini tersusun menjadi seseorang yang berarti serta tak henti-hentinya memberi semangat dan dukungannya kepada Penulis, terimakasih semangat dan dukungannya ya. Terus berjuang ya bersama-sama!

10.Teman-teman seperjuangan Jurnalistik B angkatan 2009, yang telah menjadi bagian hidup penulis selama mengenyam pendidikan di UIN Jakarta diantaranya, Imas Damayanti, Arintika Asharrani, Adjri Septiani, Marisha Arianti Agustin, Samsul, Andin, Putri Nurazizah, Turi, Dewi Rifqina, Dewi Febriyanti, Ima, Devi, Pipite, Linda, Phebe, Anis, Puti, Ucup, Sigit, Ali, Jejep, Ilham Aldiansyah, Bobby, Jauhari, Omen, Nunu, Bima, Dul, Azis, Mekar, Devit.

11.Sahabat-sahabat penulis yang selalu ada di saat suka maupun duka. Tia, Tuffah, dan Nevy yang tak pernah lelah untuk menyemangati penulis. Dan untuk Hilda Savitri, seorang yang selama tiga tahun lebih berjuang bersama penulis, yang paling memahami penulis dan mengajarkan penulis banyak hal.

12.Teman-teman anggota KKN PENA dan segenap warga Gunung Seureuh, terima kasih atas kebersamaannya dan pengalamannya sebulan disana.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat menerima kritik dan saran sehingga dapat menjadi acuan pembelajaran penulis. Akhirnya, penulis berharap agar skripsi ini dapat


(9)

v

dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, 14 Mei 2013


(10)

vi

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat penelitian ... 5

E. Metodologi Penelitian ... 6

1. Pendekatan Penelitian ... 6

2. Objek Penelitian ... 6

3. Teknik Pengumpulan Data ... 6

4. Teknik Analisis Data ... 8

F. Tinjauan Pustaka ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI A.Analisis Wacana ... 12

1. Definisi Analisis Wacana ... 12

2. Konsep Utama Analisis Wacana kritis ... 16

3. Analisis Wacana Teun A van Dijk ... 19

B. Berita dan Media Massa dalam Paradigma Kritis ... 29

BAB III GAMBARAN UMUM MAJALAH GATRA A. Sejarah Majalah GATRA ... 34

B. Visi dan Misi Majalah GATRA ... 36

C. Perkembangan Majalah GATRA ... 39

D. Struktur Organisasi ... 40

E. Segmentasi Pemasaran ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Analisis Struktur Teks Laporan Utama Majalah GATRA “Seruan Boikot Israel dari New York ... 45

B. Analisis Kognisi Sosial Laporan Utama Majalah GATRA “Seruan Boikot Israel dari New York ... 62

C. Analisis Konteks sosial Laporan Utama Majalah GATRA “Seruan Boikot Israel dari New York ………... ... 69 BAB V PENUTUP


(11)

vii

B. Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA ... ix LAMPIRAN ... xi


(12)

viii

Tabel 1.1 Struktur Elemen Analisis Wacana ... 9 Tabel 2.1 Struktur Analisis van Dijk ... 22 Tabel 2.2 Elemen Analisis Wacana van Dijk ... 23 Tabel 4.1 Kerangka Analisis Data Laporan Utama 1 “Seruan Boikot

Israel dari New York” ... 58 Tabel 4.2 Kerangka Analisis Data Laporan Utama 2 “Tidak Beli Demi

Palestina” ... 63 Tabel. 4.3 Skema Kognisi Sosial Majalah GATRA ... 70


(13)

ix

Gambar 1 Model Analisis Wacana van Dijk ... 9

Gambar 2 Model Analisis Wacana van Dijk ... 21

Gambar 3 Pembaca berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

Gambar 4 pembaca berdasarkan Usia ... 45

Gambar 5 Pembaca berdasarkan pendidikan ... 45

Gambar 6 Pembaca berdasarkan pekerjaan ... 46

Gambar 7 pembaca berdasarkan kesetiaan pembaca ... 46


(14)

1 A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi saat ini membuat masyarakat menjadi tergantung dengan media komunikasi. Saat ini manusia tidak pernah lepas dari media komunikasi. Dalam sebuah riset diperoleh informasi bahwa maju tidaknya suatu negara ditandai dengan penggunaan media komunikasi di negara tersebut. Media komunikasi yang dimaksud dalam hal ini yaitu media massa.

Komunikasi massa merupakan disiplin ilmu yang umurnya lebih muda dibandingkan dengandisiplin ilmu lainnya. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Media massa yang termasuk dalam komunikasi massa ini dihasilkan oleh teknologi canggih.Media massa yang dimaksud menunjuk pada hasil produksi teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa.1

Media massa sesuai perannya berfungsi sebagai pemberi informasi, pemberi identitas pribadi, sarana integrasi dan interaksi sosial, serta sebagai sarana hiburan. Seiring dengan perkembangannya, media massa, salah satu contohnya media cetak kini telah menjelma menjadi alat propaganda paling efektif. Melalui berita yang dikemasnya, media cetak berperan dalam mengubah pola pikir masyarakat. Masyarakat dengan mudah dipengaruhi oleh arah opini yang telah digiring media cetak untuk menjalin relasi antara wacana dan kekuasaan.


(15)

Pada dasarnya kehadiran media massa seharusnya sebagai sarana penyampai informasi yang tepat dan faktual kepada masyarakat. Oleh karena itu, media massa dituntut untuk memberikan informasi yang netral dan berimbang kepada khalayaknya. Namun disadari atau tidak, media massa saat ini merupakan produk informasi buatan dari ideologi tertentu. Bagaimana hegemoni (idelogis) dapat menebarkan sayapnya, Stuart Hall berpendapat, media massa merupakan sarana paling penting dari kapitalisme abad ke-20 untuk memelihara hegemoni ideologis. Melalui mekanisme kerja tertentu, segala bentuk ekspresi dan cara penerapannya dalam rangka memengaruhi alam pikiran media, serta kemampuan media untuk membentuk agenda setting masyarakat dalam menentukan pilihan-pilihan kultural.1

Analisis wacana kritis diartikan bahwa tidak ada media massa yang sepenuhnya netral. Media bukanlah sekadar saluran yang bebas, ia juga subyek yang mengkontruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya.2 Media dimiliki oleh kelompok tertentu dan digunakan untuk mendominasi kelompok yang tidak dominan. Hal tersebut di atas dapat dipahami karena di setiap proses produksi, distribusi, dan konsumsi informasi terdapat kepentingan lain yang harus dipenuhi oleh media massa. Alasan tersebut yang membuat pembuatnya menjadi tidak benar-benar netral atau objektif. Dengan kata lain, media massa sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks serta beragam.

Sama seperti halnya media massa pada umumnya, Majalah Gatra merupakan salah satu media cetak yang telah melahirkan berbagai wacana di

1Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, (Jakarta: Kencana, 2008). h. 29. 2 Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001)


(16)

Indonesia. Kehadiran majalah Gatra padatahun 1994 memberikan warna dalam pemberitaan di era Orde Baru saat itu. Pembredelan majalah Tempo oleh pemerintah saat itu berperan penting dalam berdirinya majalah ini. Seiring perkembangannya, saat ini Majalah Gatra menjadi salah satu media yang turut diperhitungkan dalam pemberitaan berita nasional. Dalam pemberitaannya selama ini, majalah Gatraberusaha mengedepankan fakta daripada isu semata.

Pemberitaan mengenai serangan Israel ke Palestina selalu menjadi topik yang hangat untuk dibicarakan. Kekejaman Israel terhadap Palestina telah berlangsung sejak lama. Israel selalu melanggar perjanjian dengan terus berusaha memperluas wilayahnya dengan membuat pemukiman-pemukiman yahudi di wilayah Palestina.

Semua pihak di dunia menentangapa yang telah dilakukan Israel tersebut. Negara-negara lain menuntut hak kemanusiaan rakyat Palestina untuk diperjuangkan. Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) sebagai organisasi dunia menjadi pihak yang diharapkan dalam penyelesaian kasus ini. Namun pada kenyataannya PBB dianggap tidak mampu mencegah serangan Israel ke Palestina. Israel justru mendapat dukungan penuh dari Anggota Hak Veto PBB yakni Amerika Serikat.

Namun hal tersebut tidak membuat masyarakat dunia berhenti memperjuangkan hak rakyat Palestina untuk menjadi rakyat yang merdeka. Saat ini Palestina telah diakui di PBB sebagai negara anggota pengamat PBB yang tetap, naik dari sebelumnya yang hanya sebagai organisasi saja. Dukungan ini dilakukan sebagai upaya untuk mengakui keberadaan negara Palestina. Selain itu upaya lain yang gencar dilakukan negara di dunia adalah dengan memboikot


(17)

produk buatan Israel. Pemboikotan tersebut dianggap mampu menekan perekonomian Israel.

Ide boikot produk Israel ini dilontarkan pertama kali oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa, di sela-sela sidang PBB di New York. Ide boikot ini diserukan Marty untuk produk yang dihasilkan di wilayah pendudukan Israel atas Palestina. Usai pernyataan Marty inilah kemudian muncul pemberitaan di berbagai media massa Indonesia terkait pernyataan Marty tersebut.

Pemberitaan mengenai aksi boikot terhadap Israel tersebut juga diangkat majalah Gatra sebagai laporan utama pada edisi bulan Oktober 2012. Topik ini merupakan topik yang sensitif yang terkadang meluas pada sentimen agama. Jika dalam pemberitaannya suatu media dipengaruhi ideologi media tersebut ataupun kognisi pewarta itu sendiri, maka akan terjadi pemberitaan yang tidak berimbang condong kepada salah satu pihak.

Dari latarbelakang permasalahan yang dipaparkan diatas, maka peneliti tertarik meniliti dengan judul “Analisis Wacana Teun A Van Dijk dalam PemberitaanLaporan Utama Majalah GatratentangSeruan Boikot Israel Dari New York”dengan alasan untuk mengetahui wacana apa yang ada dibalik pemberitaan tersebut.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Pembahasan pemberitaan mengenai boikot Israel dan Palestina di majalah Gatra Edisi mingguan 10 Oktober 2012 ada tiga judul yakni “Seruan Boikot Israel dari New York, Tidak Beli Demi Palestina, dan Marty Natalegawa: KTT Non-Blok Sepakat Boikot Israel. Namun karena penulis ingin melihat konteks wacana pemberitaan dalam majalah Gatra dan merujuk pada latar belakang yang


(18)

dipaparkan di atas maka penulis membatasi penelitian ini pada dua pemberitaan saja yakni Seruan Boikot Israel dari New York dan Tidak Beli demi Palestina.

Sedangkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana deskripsi teks yang dibangun Majalah Gatra pada pemberitaan Seruan Boikot Israel dari New York?

2. Bagaimana model kognisi sosial Majalah Gatra pada pemberitaan Seruan Boikot Israel dari New York?

3. Bagaimana konteks sosial Majalah Gatra pada pemberitaan Seruan Boikot Israel dari New York?

B.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah pertanyaan penelitian di atas, secara khusus penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui Bagaimana deskripsi teks yang dibangun Majalah Gatra pada pemberitaan Seruan Boikot Israel dari New York.

2. Untuk mengetahui bagaimana model kognisi sosial Majalah Gatra pada pemberitaan Seruan Boikot Israel dari New York.

3. Untuk mengetahui bagaimana konteks sosial Majalah Gatra pada pemberitaan Seruan Boikot Israel dari New York.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Akademisi

Melalui hasil dari penelitian ini diharapkan sebagai pemberi wawasan di bidang akademis mengenai gambaran metode analisis wacana dalam kajian media massa khususnya media cetak. Sehingga dapat membantu mahasiswa dalam


(19)

melakukan penelitian media massa, melalui analisis wacana. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan informasi untuk penelitian sejenis di masa mendatang.

2. Manfaat Praktisi

Kajian tentang analisis wacana media massa ini diharapkan memberikan kontribusi positif dalam penelitian selanjutnya untuk dijadikan bahan rujukan atau referensi penelitian yang sejenis.

E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatankualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).3 Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti merupakan suatu nilai di balik data yang tampak.4

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah teks pemberitaan Majalah Gatra mengenai Seruan Boikot Israel dari New York yang diangkat sebagai Laporan Utama majalah Gatra Edisi Oktober 2012.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan teknik atau cara-cara yang digunakan periset untuk mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data

3Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2000) h. 4.


(20)

dibedakan menjadi dua, yakni riset kualitatif dan kuantitatif. Pada riset kualitatif yang penulis pakai pada riset ini adalah observasi, wawancara, dan juga dokumentasi. Ide penelitian kualitatif adalah dengan sengaja memilih informan (atau dokumen atau bahan-bahan visual lain) yang dapat memberikan jawaban terbaik pertanyaan penelitian.5

1. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sering digunakan untuk penelitian kualitatif.6Observasi merupakan metode pertama yang digunakan dalam penelitian dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistemastis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.7

Pada metode observasi, periset biasanya menggunakan instrumen observasi. Instrumen observasi tersebut antara lain: sistem kategori, sistem skala, sistem tanda, diary keeping, analisis dokumen, lembar pengamatan, dan panduan pengamatan. Pada riset ini peneliti hanya menggunakan analisis dokumen sebagai instrumen observasi. Peneliti mengamati beberapa dokumen sebagai sumber informasi dan menginterpretasikannya ke dalam hasil penelitian. Dokumen yang digunakan bisa berupa dokumen publik atau dokumentasi privat sertasumber yang berkaitan dengan wacana dan objek penelitian.8

2. Wawancara

Wawancara adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara

5 John W. Creswell,

Desain penelitian: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif,(Jakarta: KIK Press, 2003) h. 143.

6M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi : Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta:

Gitanyali, 2004), h. 186.

7

Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 21.

8 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana 2007) Cet-2,


(21)

Konteks

dengan informan terkait.9Wawancara dilakukan sebagai metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari narasumbernya.10Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah semi terstruktur. Dalam hal ini mula-mula interviewer menanyakan serentetan pertanyaan yang terstruktur, kemudian satu persatu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih jauh.

4. Teknis Analisis Data

Bagian selanjutnya setelah pengumpulan data – data adalah menyusun data – data tersebut secara sistematis. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis wacana Teun Van Djik. Wacana oleh Van Dijk digambarkan mempunyai dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis Van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah.

Gambar 1. Model Analisis Wacana van Dijk

9M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia,2003) h. 193.

10Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru, Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya, (Bandung: Rosdakarya, 2006) h. 35.

Kognisi sosial


(22)

Struktur/elemen wacana yang dikemukakan Van Dijk dapat digambarkan sebagai berikut.11

Tabel. 1.1 Struktur Elemen Analisis Wacana

Struktur Wacana

Hal yang Diamati Elemen Struktur Makro Tematik (apa yang

dikatakan)

Topik Superstruktur Skematik (bagaimana

pendapat disusun dan dirangkai)

Skema

Struktur Mikro Semantik (makna yang ingin ditekankan dalam teks berita)

Latar, detail, maksud, praanggapan,

nominalisasi Struktur Mikro Sintaksis (bagaimana

pendapat disampaikan)

Bentuk kalimat, koherensi, kata ganti Struktur Mikro Stilistik (pilihan kata apa

yang dipakai)

Leksikon Struktur Mikro Retoris (bagaimana dan

dengan cara apa penekanan dilakukan)

Grafis, Metafora Ekspresi

F. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis terlebih dahulu membaca dan menelaah skripsi – skripsi di perpustakaan yang terdapat di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ternyata penulis belum menemukan skripsi mahasiswa yang meneliti tentang judul yang sama persis. Hanya saja pada skripsi sebelumnya mempunyai jenis metode yang sama dengan metode yang akan penulis teliti sekarang ini terutama skripsi yang mempunyai pembahasan mengenai media cetak.

11 Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosda Karya , cet. Keempat April 2006) h. 74.


(23)

Selama tinjauan tersebut penulis menemukan beberapa judul skripsi yang berkaitan dengan skripsi yang penulis teliti dan penulis jadikan bahan acuan sebagai pembanding, yaitu :

1. Analisis Wacana Penulisan Feature di Media Indonesia Edisi 25-26 Oktober 2011 yang ditulis oleh Apristia Krisna Dewi mahasiswa Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi angkatan 2008. Pada skripsi ini terdapat kesamaan yaitu menggunakan metode analisis teks yang sama yaitu analisis wacana dengan model Analisis Wacana Teun A. van Djik. Dan perbedaannya adalah skripsi ini lebih menganalisis wacana pada penulisan feature dan media yang menjadi objek penelitiannya adalah Media Indonesia.

2. Analisis Wacana Van Djik Terhadap Berita “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft” di Majalah Pantau yang ditulis oleh Tia Agnes Astuti mahasiswa Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2006. Persamaan dengan skripsi ini adalah menggunakan metode analisis teks dengan pisau analisis van Dijk.. Dari beberapa skripsi tersebut maka penulis mengambil kesimpulan bahwa belum ada mahasiswa yang meneliti dengan judul skripsi Analisis Wacana Teun A van Dijk dalam Pemberitaan Laporan Utama Majalah GATRA tentang ‘Seruan Boikot Israel dari New York’.

Sedangkan untuk teknis penulisan hasil penelitian ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk. yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and


(24)

Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, tahun 2007.

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN : Dalam bab ini penulis akan memaparkan mengenai latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metodologi penelitian, , dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS : Pada bab ini penulis akan menguraikan konsep analisis wacana secara etimologis dan terminologis. Kemudian akan dibahas mengenai analisis wacana model Teun A. van Dijk.

BAB III GAMBARAN UMUM : Dalam bab ini penulis akan memaparkan mengenai sejarah dan perkembangan Majalah GATRA, visi dan misi, serta struktur redaksi dari Majalah GATRA.

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA : Dalam bab ini, penulis membahas tentang temuan dan analisis wacana Majalah GATRA mengenai pemberitaan Seruan Boikot Israel dari New York

BAB V PENUTUP : Bab terakhir ini, penulis memberikan kesimpulan dan saran terhadap apa yang telah diangkat dan diteliti oleh penulis dan juga beberapa lampiran yang didapat oleh penulis.


(25)

12

TINJAUAN TEORITIS A.Analisis Wacana

1. Definisi Analisis Wacana

Kata wacana merupakan kata yang biasa didengar dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan kata wacana sering dipakai oleh berbagai disiplin ilmu mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya. Dan setiap disiplin ilmu tersebut, memiliki makna dan batasan tersendiri tentang pengertian istilah wacana.

Istilah wacana dalam Kamus Besar Indonesia Kontemporer terdapat tiga hal. Pertama, percakapan, ucapan, dan tutur. Kedua, keseluruhan tutur atau cakapan yang merupakan suatu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terbesar, terlengkap yang realisasinya pada bentuk karangan yang utuh, seperti novel, buku, dan artikel.1

Ismail Marahimin mengartikan wacana sebagai “kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut urut-urutan yang teratur dan semestinya”, dan “komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan yang resmi dan teratur”.2

Menurut Riyono Pratikto, proses berpikir seseorang sangat erat kaitannya dengan ada tidaknya kesatuan dan koherensi dalam tulisan yang disajikannya. Makin baik cara atau pola berpikir seseorang, pada umumnya makin terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi itu.3

1

Peter Y Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2002), h. 1709.

2

Ismail Muhaimin, Menulis Secara Populer, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1994), h. 26.

3

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosda Karya , cet. Keempat April 2006),


(26)

Sedangkan dalam lapangan sosiologi, wacana menunjuk terutama pada hubungan antara konteks sosial dari pemakaian bahasa. Dalam pengertian linguistik, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Analisis wacana dalam studi linguistik ini merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal yang lebih memperhatikan pada unit kata, frase, atau, kalimat semata tanpa melihat keterkaitan di antara unsur tersebut. Analisis wacana, kebalikan dari linguistik formal, justru memusatkan perhatian pada level di atas kalimat seperti hubungan gramatikal yang terbentuk pada level yang lebih besar dari kalimat.4 Dari semua keseluruhan disiplin ilmu yang disebutkan di atas, analisis wacana selalu berhubungan dengan studi pemakaian bahasa.

Ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana. Pandangan pertama diwakili oleh kaum positivme-empiris. Oleh penganut aliran ini memisahkan antara pemikiran dan realitas. Orang tidak perlu mengetahui makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya. Analisis wacana disini dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Jadi, wacana lantas diukur dengan pertimbangan kebenaran/ketidakbenaran (menurut sintaksis dan semantik).

Pandangan kedua, yakni kaum konstrukstivisme. Aliran ini menolak pandangan kaum empirisme/ positivisme yang memisahkan subjek dan objek bahasa. Dalam pandangan kaum ini, bahasa diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri dari sang pembicara.

4

Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001) h. 3.


(27)

Pandangan dari kaum kritis sebagai sebagai kelompok ketiga ingin mengoreksi pandangan kaum konstrukstivisme. Analisis wacana dalam paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat.5

Menurut Eriyanto, dalam khasanah studi analisis tekstual, analisis wacana masuk dalam paradigma penelitian kritis, suatu paradigma berpikir yang melihat pesan sebagai pertarungan kekuasaan, sehingga teks berita dipandang sebagai bentuk dominasi dan hegemoni satu kelompok kepada kelompok lain. Wacana dengan demikian adalah suatu alat representasi di mana satu kelompok yang dominan memarjinalkan posisi kelompok yang tidak dominan.6

Melalui pemahaman paradigma kritis ini tentunya teori yang digunakan tentu saja bukan diambil dari lingkungan linguistik, tetapi pengertian wacana yang diperkenalkan oleh Michael Foucault dan Althusser. Sumbangan terbesar Foucault terutama adalah mengenalkan wacana sebagi praktik sosial. Wacana berperan dalam mengontrol, menormalkan, dan mendisiplinkan individu. Sementara dalam konsepsi Althusser, wacana berperan dalam mendefinisikan individu dan memposisikan seseorang dalam posisi tertentu.7

Analisis Wacana Kritis (AWK) dalam penelitian teks media memerhatikan beberapa aspek. AWK memandang fakta merupakan hasil proses pertarungan

5

Ibid, h. 6.

6

Ibid, h. 18.

7


(28)

antara kekuatan ekonomi, politik, dan sosial yang ada dalam masyarakat. Dan menganggap berita sebagai cerminan dari kepentingan kekuatan dominan. Jika dilihat dari segi posisi media, AWK memandang media sebagai yang dikuasai oleh kelompok dominan dan menjadi sarana untuk memojokkan kelompok lain sehingga media hanya dimanfaatkan dan menjadi alat kelompok dominan tersebut.

Sementara itu, wartawan sebagai seseorang yang terjun langsung meliput dan menulis berita dianggap oleh AWK memiliki beberapa pengaruh dalam membuat wacana. Nilai dan ideologi wartawan dalam AWK tidak dapat dipisahkan dari proses peliputan dan pelaporan peristiwa. Wartawan juga dianggap sebagai partisipan dari kelompok yang ada dalam masyarakat yang memiliki profesi atau pekerjaan yang memosisikannya pada kelas sosial yang berbeda. Sehingga AWK melihat tujuan peliputan dan penulisan sebagai pemihakkan kelompoknya sendiri dan atau pihak lain.

Dalam analisis wacana ini terdapat beberapa pendekatan atau model analisis, yakni Roger Fowler dkk, Theo van Leeuwen, Sara Mills, Teun A van Dijk, dan Norman Fairclough.

Dari model-model yang disebutkan diatas, terdapat persamaan dan perbedaannya. Secara singkat, persamaan dari masing-masing model adalah pada ideologi yang menjadi bagian penting dari analisis semua model. Kekuasaan (power) juga menjadi bagian sentral. Namun, yang harus diperhatikan pada analisis semua model adalah berpandangan bahwa wacana dapat dimanipulasi oleh kelompok dominan atau kelas yang berkuasa dalam masyarakat untuk memperbesar kekuasaannya. Selain persamaan tersebut, unit


(29)

bahasa digunakan sebagai alat penelitian untuk mendeteksi ideologi dalam teks.

2. Konsep Utama Analisis Wacana Kritis

Menurut Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis melihat wacana-pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan – sebagai bentuk dari praktik sosial.Praktik sosial dalam wacana bisa jadi menampilkan efek ideologi. Ia dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelompok mayoritas dan minoritas melalui mana perbedaan itu direpresentasikan dalam posisi sosial yang ditampilkan. Menurut Eriyanto mengutip pernyataan Teun A Van Dijk, Fairclough, dan Wodak, berikut ini karakteristik penting dalam analisis wacana kritis.

1. Tindakan

Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai tindakan (action). Pemahaman semacam ini mengasosiasikan wacana sebagai bentuk interaksi. Wacana bukan ditempatkan seperti dalam ruang tertutup dan internal. Orang berbicara atau menulis bukan ditafsirkan sebagai ia menulis atau berbicara untuk dirinya sendiri. Seseorang berbicara, menulis, dan menggunakan bahasa untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Dengan pemahaman seperti ini ada beberapa konsekuensi bagaimana wacana harus dipandang. Pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, bereaksi, dan sebagainya. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali, atau diekspresikan di luar kesadaran.


(30)

2. Konteks

Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana seperti latar, situasi, peristiswa, dan kondisi. Wacana di sini dipandang diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Bahasa di sini dipahami dalam konteks secara keseluruhan. Guy Cook menyebut ada tiga hal yang sentral dalam pengertian wacana: teks, konteks, dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Wacana disini, kemudian dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama.

Namun, tidak semua konteks dimasukkan dalam analisis, hanya yang relevan dan dalam banyak hal berpengaruh atas produksi dan penafsiran teks yang dimasukkan dalam analisis. Ada beberapa konteks yang penting karena berpengaruh terhadap produksi wacana. Pertama, partisipan wacana, latar siapa yang memproduksi wacana,. Kedua, setting sosial tertentu, seperti tempat, waktu, posisi pembicara, dan pendengar atau lingkungan fisik adalah konteks yang berguna untuk mengerti suatu wacana.

3. Historis

Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting untuk


(31)

bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu.

4. Kekuasaan

Analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen kekuasaan (power) dalam analisisnya. Wacana di sini tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat.

Kekuasaan itu dalam hubungannya dengan wacana, penting untuk melihat apa yang disebut sebagai kontrol. Satu orang atau kelompok mengontrol orang atau kelompok lain lewat wacana. Kontrol disini tidaklah harus selalu dalam bentuk fisik dan langsung tetapi juga kontrol secara mental atau psikis. Kelompok yang dominan mungkin membuat kelompok lain bertindak seperti yang diinginkan olehnya, berbicara, dan bertindak sesuai yang diinginkan.

5. Ideologi

Ideologi juga konsep yang sentral dalam analisis wacana yang bersifat kritis. Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Peranan wacana dalam kerangka ideologi, seperti yang dikatakan oleh Teun A van Dijk, ideologi terutama dimaksudkan untuk mengatur masalah tindakan dan praktik individu atau anggota suatu kelompok. Ideologi mempunyai beberapa implikasi penting. Pertama, ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak personal, atau individual; ia membutuhkan share diantara anggota


(32)

kelompok, organisasi atau kolektivitas dengan orang lainnya. Hal yang di-sharekan tersebut bagi anggota kelompok digunakan untuk membentuk solidaritas dan kesatuan langkah dalam bertindak dan bersikap.

Kedua, ideologi meskipun bersifat sosial, ia digunakan secara internal di antara anggota kelompok atau komunitas. Oleh karena itu, ideologi tidak hanya menyediakan fungsi koordinatif dan kohesi tetapi juga membentuk identitas diri kelompok, membedakan dengan kelompok lain.8

3. Analisis Wacana Teun A van Dijk

Analisis wacana van Dijk melihat penelitian analisis wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi. Disini perlu dilihat pula bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga dapat diketahui bagaimana teks bisa seperti itu. Model analisis wacana van Dijk ini adalah model yang sering dipakai dalam penelitian karena model van Dijk bisa dikatakan yang paling lengkap karena mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga dapat digunakan secara praktis. Model van Dijk ini sering disebut sebagai kognisi sosial.9

Dalam buku Aims of Critical Discourse Analysis, Van Dijk memberi pengertian mengenai analisis wacana yakni;

Critical Discourse analysis has become the general label for a study of text and talk,emerging from critical lingustics, critical semiotics, and in general from socio-politically conscious and oppositional way of investigating language, discourse, and communication. As in the case many fields, approaches, and subdisciplines in language and discourse studies, however, it is not easy precisely delimit the special principles, practices,aims, theories or methods of CDA.10

8

Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 7-14.

9

Ibid, h. 221.

10

Teun Van Dijk, Aims of Critical Discourse Analysis, (Japan Discourse, 1995) Vol. 1, h. 17.


(33)

Konteks Sosial

Analisis model van Dijk melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu. Wacana oleh van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi/ bangunan: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti dari model ini adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis.

Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah.

Model dari analisis Van Dijk ini dapat digambarkan sebagai berikut:11 Gambar 2. Model Analisis Wacana van Dijk

A. Teks

Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/ tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya ke dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro. Ini merupakan makna global/umum dari

11

Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 225.

Kognisi sosial


(34)

suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur. Ini merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun kedalam berita secara utuh. Ketiga, struktur mikro. Adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, paraphrase, dan gambar.

Tabel. 2.1 Struktur Analisis van Dijk Struktur Makro

Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/ tema yang diangkat oleh suatu teks.

Superstruktur

Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan.

Struktur Mikro

Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat, dan gaya yang dipakai oleh suatu teks.

Struktur/elemen wacana yang dikemukakan Van Dijk dapat digambarkan sebagai berikut.12

Tabel. 2.2 Elemen Analisis Wacana van Dijk Struktur

Wacana

Hal yang Diamati Elemen Struktur Makro Tematik (apa yang

dikatakan)

Topik Superstruktur Skematik (bagaimana

pendapat disusun dan dirangkai)

Skema

Struktur Mikro Semantik (makna yang ingin ditekankan dalam teks berita)

Latar, detail, maksud, praanggapan, nominalisasi Struktur Mikro Sintaksis (bagaimana Bentuk

12


(35)

pendapat disampaikan) kalimat, koherensi, kata ganti

Struktur Mikro Stilistik (pilihan kata apa yang dipakai)

Leksikon Struktur Mikro Retoris (bagaimana dan

dengan cara apa penekanan dilakukan)

Grafis, Metafora Ekspresi

1. Tematik

Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Sering disebut juga sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Dalam bukunya van dijk menyebut topik sebagai properti dari arti atau isi teks. Topik sangat penting dalam pemahaman keseluruhan teks, misalnya dalam pembentukan koherensi global, dan mereka bertindak sebagai semantik, kontrol top-down pada pemahaman lokal di tingkat mikro. Topik dalam teks memang memainkan peran sentral. Tanpa mereka tidak mungkin untuk memahami apa teks tentang global, kita hanya akan dapat memahami fragmen lokal teks, tanpa pemahaman tentang hubungan mereka secara keseluruhan, hierarki, dan organisasi.13

Topik ini akan didukung oleh subtopik satu dan subtopik lain yang saling mendukung terbentuknya topik umum. Subtopik ini juga didukung oleh serangkaian fakta yang ditampilkan yang menunjuk dan menggambarkan subtopik, sehingga dengan subbagian yang saling mendukung antara satu

13

Teun A Van Dijk, News as Discourse, (Amsterdam: University of Amsterdam, 1988), h. 31.


(36)

bagian dengan bagian yang lain, teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh.14

2. Skematik

Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Berita menurut van dijk mempunyai dua kategori skema besar. Pertama, summary yang umumnya ditandai dengan dua elemen yakni headline dan lead.15

Kedua, story yakni isi berita secara keseluruhan. Isi berita ini juga mempunyai dua subkategori. Yang pertama berupa situasi yakni proses atau jalannya peristiwa, sedang yang kedua komentar yang ditampilkan dalam teks. Subkategori situasi yang menggambarkan kisah suatu peristiwa umumnya terdiri atas dua bagian. Yang pertama mengenai episode atau kisah utama dari peristiwa tersebut, dan yang kedua latar untuk mendukung episode yang disajikan kepada khalayak. Sedangkan subkategori komentar yang menggambarkan bagaimana pihak-pihak yang terlibat memberikan komentar atas suatu peristiwa terdiri atas dua bagian. Pertama, reaksi atau komentar verbal dari tokoh yang dikutip wartawan. Kedua, kesimpulan yang diambil oleh wartawan dari komentar beberapa tokoh.16

3. Semantik (Latar, Detil, Maksud, Pra Anggapan)

Semantik dalam skema van Dijk dikagorikan sebagai makna lokal (local meaning), yakni makna yang muncul dari hubungan antarkalimat, hubungan

14

Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 230.

15

Teun A Van Dijk, News as Discourse, h. 53.

16


(37)

antarproposisi, yang membangun makna tertentu dari suatu teks. Analisis wacana memusatkan perhatian pada dimensi teks, seperti makna yang eksplisit maupun implisit.17

Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi semantik (arti) yang ingin ditampilkan. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan masyarakat hendak dibawa. Latar umumnya ditampilkan di awal sebelum pendapat wartawan yang sebenarnya muncul dengan maksud mempengaruhi dan memberi kesan bahwa pendapat wartawan sangat beralasan. Oleh karena itu, latar membantu menyelidiki bagaimana seseorang memberi pemaknaan atas suatu peristiwa.18

Elemen wacana detil berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang. Elemen detil merupakan strategi bagaimana wartawan mengekspresikan sikapnya dengan cara yang implisit. Sikap atau wacana yang dikembangkan oleh wartawan kadangkala tidak perlu disampaikan secara terbuka, tetapi dari detil bagian mana yang dikembangkan dan mana yang diberitakan dengan detil yang besar, akan menggambarkan bagaimana wacana yang dikembangkan oleh media.19

Elemen wacana maksud, hampir sama dengan elemen detil. Bedanya, dalam detil, informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan dengan detil yang panjang. Elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar,

17

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 78.

18

Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 235.

19


(38)

implisit, dan tersembunyi. Tujuan akhirnya adalah publik hanya disajikan informasi yang menguntungkan komunikator.20

Elemen wacana praanggapan (presupposition) merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Kalau latar berarti upaya mendukung dengan jalan memberi latar belakang, maka praanggapan adalah upaya mendukung pendapat dengan memberikan premis yang dipercaya kebenarannya. Praanggapan hadir dengan pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidak perlu dipertanyakan.21

4. Sintaksis (Koherensi, Bentuk Kalimat, Kata Ganti)

Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat dalam teks. Dua kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seseorang menghubungkannya. Koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana seseoang secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang saling terpisah, berhubungan, atau malah sebab akibat. Pilihan – pilihan mana yang diambil ditentukan oleh sejauh mana kepentingan komunikator terhadap peristiwa tersebut.22

Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Di mana ia menanyakan apakah A yang menjelaskan B, ataukah B yang menjelaskan A. Logika kausalitas ini jika diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subjek (yang menerangkan)

20

Ibid, h. 240.

21

Ibid, h. 256.

22


(39)

dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan dalam kalimat pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya.23

Elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. Akan tetapi, ketika memakai kata ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu. Batas antara komunikator dengan khalayak sengaja dihilangkan untuk menunjukkan apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi sikap komunitas secara keseluruhan. Pemakaian kata ganti yang jamak seperti “kita” atau “kami” mempunyai implikasi menumbuhkan solidaritas, aliansi serta mengurangi kritik dan oposisi.24

5. Stilistik (Leksikon)

Elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Pemilihan kata tersebut bukan dilakukan secara kebetulan, tetapi juga secara ideologis menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta/realitas. Pemilihan kata – kata

23

Ibid, h. 251.

24


(40)

yang dipakai menunjukkan sikap dan ideologi tertentu. Peristiwa sama dapat digambarkan dengan pilihan kata yang berbeda-beda.25

6. Retoris (Grafis, Metafora)

Elemen grafis ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Dalam wacana berita, grafis ini muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Bagian – bagian yang ditonjolkan ini menekankan kepada khalayak pentingnya bagian tersebut. Bagian yang dicetak berbeda adalah bagian yang dipandang penting oleh komunikator, disana ia menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian tersebut.26

Dalam suatu wacana, seorang wartawan tidak hanya menyampaikan pesan pokok lewat teks, tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora yang dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu berita. Akan tetapi, pemakaian metafora tertentu bisa jadi menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks. Metafora tertentu dipakai oleh wartawan secara strategis sebagai landasan berpikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik.27

B. Kognisi Sosial

Dalam pandangan van Dijk, analsis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau

25

Ibid, h. 255.

26

Ibid, h. 257.

27


(41)

menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi.28Van Dijk menyebut sebagai kognisi sosial. Untuk mengetahui bagaimana makna tersembunyi dari teks, diperlukan analisis kognisi dan konteks sosial. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penelitian atas representasi kognisi dan strategi wartawan dalam memproduksi suatu berita.29 C. Analisis Sosial

Dimensi ketiga dari analisis van Dijk adalah analisis sosial. Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat.

Menurut van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini, ada dua poin yang penting: kekuasaan (power), dan akses (acces).

1. Praktek Kekuasaan

Van Dijk mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk mengontrol kelompok (atau anggota) dari kelompok lain. Kekuasaan ini umumnya didasarkan pada kepemilikan atas sumber-sumber yang bernilai seperti uang, status, dan pengetahuan. Selain berupa kontrol yang bersifat langsung dan fisik, kekuasaan itu dipahami oleh van Dijk, juga berbentuk persuasif; tindakan seseorang untuk secara tidak langsung mengontrol dengan

28

Teun A Van Dijk, The Interdisciplinary Study of News as Discourse, dalam Klaus Bruhn Jensen dan Nicholas W. Jankowski. Ed. Handbook of Qualitative Methodologies for Mass Communication Research, (London and New York, Routledge, 1993), h. 117.

29


(42)

jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap, dan pengetahuan.

2. Akses mempengaruhi Wacana

Analisis wacana Van Dijk memberi perhatian yang besar pada akses, bagaimana akses di antara masing-masing kelompok dalam masyarakat. Kelompok elit mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu, mereka yang lebih berkuasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi kesadaran khalayak. Akses yang lebih besar bukan hanya memberi kesempatan untuk mengontrol kesadaran khalayak lebih besar, tetapi juga menentukan topik apa dan isi wacana apa yang dapat disebarkan dan didiskusikan kepada khalayak.30

B.Berita dan Media Massa dalam Paradigma Kritis 1. Konsep Berita

Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media on-line internet.31 News (berita) yang berarti baru. Secara singkat sebuah berita adalah sesuatu yang baru yang diketengahkan bagi khalayak pembaca atau pendengar.

William S. Maulby mendefinisikan berita sebagai suatau penuturan secara benar dan tak memihak dari fakta-fakta yang memunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian para pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut. Sedangkan Dja’far H Assegaf menyebut berita adalah laporan

30

Ibid, h. 273.

31

AS. Haris Summadiria, Jurnalistik Indonesia : Menulis Berita dan Feature, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005) h. 65.


(43)

tentang fakta atau ide yang termasa (baru), yang dipilih oleh staff redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca. Entah karena luar biasa, entah karena pentingnya, atau akibatnya, entah pula karena ia mencakup segi – segi human interest seperti humor, emosi danketegangan.32

Ada berbagai bentuk gaya dalam penulisan berita misalnya dengan gaya to the point, langsung pada pokok persoalan yakni straight news, sedangkan berita yang disampaikan tidak langsung arti dan dibumbui agar menarik untuk dinikmati termasuk jenis feature news. Membumbui kata-kata bukan dengan menghilangkan faktanya, tetapi fakta adalah landasan untuk berkisah. Wartawan memang harus membuat tulisannya menarik, tetapi dengan tidak menjuruskan, mewarnai, atau, memainkan kata-kata. Berita itu sendiri sebenarnya sudah mempunyai warna. Hamad menyatakan bahwa, nilai berita dan nilai politik tersebut terutama berkaitan dengan kepentingan media massa sendiri, dan kepentingan masyarakat, sebagai konsumen atau publik dari media massa tersebut.33

Perkembangan selanjutnya, berita dalam konsep paradigma kritis dipahami bahwa berita tidak hanya sampai pada pengertiannya saja. Namun sebagai hasil dari pertarungan wacana antara berbagai kekuatan dalam masyarakat yang selalu melibatkan pandangan dan ideologi wartawan atau media. Berita disini tidak berdiri sendiri sesuai realitas yang sebenarnya di lapangan. Tetapi, terdapat berbagai konteks sosial yang menyertainya.

32

Ibid, h. 65.

33

Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa, (Jakarta: Rajagrafindo, 2012), h. 136.


(44)

2. Media Massa

Media massa merupakan sarana penyampaian komunikasi dan informasi melakukan penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara luas.34 Informasi ini ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak.

Saat ini keberadaan media massa dalam kehidupan masyarakat sangat penting fungsinya. Media massa mengambil tempat di dalam masyarakat dan menjadi bagian dari suatu sistem tersebut. Pers/media massa memainkan berbagai peranan dalam masyarakat. Ada beberapa peranan umum yang dijalankan pers diaantaranya sebagai pelapor (informer). Pada peran ini media massa bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa-peristiwa yang diluar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Selain itu, media massa juga berperan dalam penentuan agenda terhadap isu-isu tertentu. Terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara apa yang diagendakan oleh media massa dan apa yang menjadi agenda publik.35

Media massa melakukan proses pesan melalui sistem yang sistematis dan tersusun rapi, tidak semua pesan dapat dengan bebas diterima oleh khalayak, namun harus melalui proses seleksi oleh media (censored). Semua pesan yang diproduksi akan masuk dalam wilayah pemilihan redaksi, pemilihan pesan

34

Ibid, h. 13.

35


(45)

berlandaskan pada dua kepentingan besar, penting menurut media dan penting menurut khalayak.36

Dalam pandangan kaum pluralis, media dilihat sebagai saluran yang bebas dan netral, di mana semua pihak dan kepentingan dapat menyampaikan posisi dan pandangannya secara bebas. Namun, sebaliknya menurut kaum kritis. Media bukanlah sekadar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkontruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakannya. Media juga dipandang sebagai wujud dari pertarungan ideologi antara kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat.37

Menurut Alex Sobur, Louis Althusser menyebut media dalam hubungannya dengan kekuasaan, menempati posisi strategis, terutama karena anggapan akan kemampuannya sebagai sarana legitimasi. Media massa sebagaimana lembaga-lembaga pendidikan, agama, dan seni, dan kebudayaan, merupakan bagian dari alat kekuasaan negara yang bekerja secara ideologis guna membangun kepatuhan khalayak terhadap kelompok yang berkuasa (ideological states apparatus).

Namun lain hal dengan Gramsci yang menyebut media sebagai arena pergulatan antar ideologi yang saling berkompetisi. Media dilihat sebagai ruang di mana berbagai ideologi direpresentasikan. Ini berarti, di satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik. Namun di sisi lain, media juga bisa menjadi alat resistansi terhadap kekuasaan. Media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus juga

36

Dedi Kurnia Syah Putra, Media dan Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 11.

37


(46)

bisa menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.38

38


(47)

34

GAMBARAN UMUM MAJALAH GATRA A. Sejarah Majalah Gatra

Majalah Gatra terbit pertama kali pada November 1994. Lahir dari tuntutan akan sebuah media informasi di tengah kawasan pembangunan Asia Pasifik yang bergejolak saat itu. Diawali dengan pembredelan majalah Tempo, pada Juni 1994, awak majalah Tempo yang ada saat itu dihadapkan pada pilihan untuk menerima pembredelan tersebut dengan memilih jalannya masing-masing, atau menerima pembredalan dengan menerbitkan majalah Gatra. Setelah dilakukan semacam memorandum/referendum, maka waktu itu sebagian besar awak Tempo, memilih alternatif kedua. Yaitu menerbitkan majalah berita mingguan Gatra, yang terbit pada 19 November 1994.1

Ada dua peristiwa penting yang terjadi di bulan November 1994 itu, yakni yang pertama adalah pertemuan para pemimpin negara-negara anggota forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Jakarta dan Bogor. Dan peristiwa yang kedua adalah peluncuran majalah Gatra. Jika pada peristiwa yang pertama merupakan salah satu sasaran liputan puncak pers nasional Indonesia. Maka, pada peristiwa kedua dinilai sebagai tonggak kehadiran media massa mutakhir di tengah semarak taman jurnalisme nasional pada masa itu.2

Tidak mudah dalam memilih nama media yang kelak menjadi Gatra tersebut. Nama Gatra sendiri dipilih melalui pemikiran yang cukup panjang. Gatra diangkat dari khazanah bahasa bangsa. Dipilih dengan maksud tidak

1

Majalah Gatra, Profil Perusahaan Majalah Berita Mingguan Gatra (Jakarta: PT Linarasmekar, 1999), h. 20.


(1)

misalnya, telah mengumumkan mengambil bagian dalam boikot tersebut. Mereka bahkan memasukkan Coca-Cola dalam daftarnya.

Seruan boikot bahkan muncul dalam aksi massa di Italia, meski berskala kecil. "Kita tidak bisa tinggal diam melihat apa yang terjadi di Gaza. Kami mempertimbangkan untuk membuat daftar pengusaha yang berkaitan dengan Tel Aviv," kata Giancarlo Desiderati, anggota lembaga perdagangan di Italia.

Di Tanah Air tidak ada produk yang secara langsung diimpor dari Israel karena Indonesia tidak mempunyai hubungan dagang dengan negara itu. Namun produk-produk asal Israel banyak beredar di pasar dalam negeri melalui negara eksportir lain. Wakil Menteri

Perdagangan, Bayu Krisnamurthi mengungkapkan, kemungkinan itu ada. "Kita harus telusuri dulu, kalaupun ada sangat kecil," ujarnya. Barang-barang asal Israel, kata Bayu, bisa menyusup masuk di Indonesia dari negara lain dengan tidak dilengkapi dokumen asal negara. "Jangan-jangan tidak melengkapi dokumen sumber aslinya," katanya.

Badan Pusat Statistik pada Agustus lalu melansir data, dua di antara sembilan jenis buah impor terbesar yang diminati konsumen Indonesia berasal dari Israel. Pada Juni lalu sebanyak 20,6 ton buah kurma senilai US$ 191.300, yang aslinya dari Israel, masuk ke Indonesia. Buah lain, seperti jeruk shantang juga datang dari Israel.

Di Arika Selatan, pemerintah setempat mewajibkan penulisan ulang sebagai Made In Palestine apabila produk itu dibuat di wilayah pendudukan seperti Yerusalem Timur, Tepi Barat, dan Gaza. "Bagi Afrika Selatan batas Israel adalah keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1948," kata Jimmy Manyi, juru bicara pemerintah. Langkah Afrika Selatan ini membuat berang Israel. Menteri Luar Negeri Yigal Palmor tidak bisa menerima kebijakan ini. "Pengubahan label itu tidak dilandasi semangat kerja sama ekonomi melainkan prasangka politik," katanya.

Mujib Rahman

ARTIKEL LAIN

Marty Natalegawa: KTT Non-Blok Sepakat Boikot Israel Seruan Boikot Israel dari New York


(2)

Home arsip Gatra.com Log out Search

Arsip Majalah | Tentang Gobang | Ketentuan | Menu Anggota

LAPORAN UTAMA

Seruan Boikot Israel dari New York

Upaya menekan Israel agar mau mengakui Palestina merdeka makin kuat. Menteri Luar Negeri RI, Marty Natalegawa, menyerukan aksi boikot terhadap produk-produk Israel. Tujuannya agar negara kaum Yahudi itu tidak bisa menangguk keuntungan ekonomi yang dihasilkan di wilayah pendudukan. Seruan itu dihasilkan dari KTT Non-Blok di Iran.

New York adalah kota yang menjadi basis komunitas Yahudi terbesar di Amerika Serikat. Ironisnya, Kamis pekan lalu, di kota ini pula seruan boikot terhadap produk-produk Israel dikumandangkan. Adalah Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, yang menjadi pelakon utama seruan tersebut.

Marty, yang mewakili Komite Pembebasan Palestina, mengeluarkan seruan tersebut di sela-sela pertemuan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, yang dihadiri Sekjen PBB Ban Ki-moon. Komite tersebut adalah forum kepedulian menteri-menteri luar negeri anggota gerakan non-aliansi, untuk membebaskan Palestina dari agresor zionis Israel.

Menurut pria kelahiran Bandung, 22 Maret 1963, itu, seruan boikot tersebut suatu bentuk komitmen bersama untuk mendukung kemerdekaan Palestina. "Jangan sampai Israel mendapatkan keuntungan ekonomi dari produk yang dihasilkan di wilayah pendudukan," kata Marty lewat sambungan telepon internasional dari New York kepada Gatra.

Sebelumnya, pada Agustus kemarin, ke-13 menlu dari komite ini pernah menggelar rapat darurat di Ramallah, Palestina. Namun rapat itu batal karena aksi sepihak Israel yang membubarkan pertemuan tersebut sebelum perhelatan dimulai. Tel Aviv menganggap pertemuan itu ilegal, lalu mengusir para menlu tersebut, termasuk Marty lantaran mewakili negara-negara, yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, serta tidak mengakui negara Yahudi tersebut.

Marty sendiri, ketika itu, menanggapi enteng aksi pengusiran tersebut. "Ditolak masuk Israel adalah sebuah "kehormatan", karena itu adalah pengakuan bahwa Israel memang

membatasi Palestina berhubungan dengan dunia luar," ujarnya.

Menurut Marty, ide melakukan boikot atas produk Israel ini sudah muncul saat KTT Non-Blok di Iran Agustus lalu. Ide ini dibahas Komite Palestina di KTT. "Kami bicara banyak

bagaimana agar bisa membantu Palestina. Terus langkah kongkretnya apa?" ujarnya. Lalu disepakatilah agar dilakukan boikot terhadap produk-produk yang dihasilkan Israel di kawasan pendudukan.

Bagi yang sudah terlanjur memiliki hubungan dagang, direkomendasikan agar produk-produk Israel diberi label khusus, yang menyatakan produk-produk ini dihasilkan Israel di wilayah pendudukan. Dengan begitu, konsumen yang akan membeli jadi sadar kalau ini produk wilayah pendudukan.

Melalui aksi boikot ini, diharapkan Israel tidak bisa mendapatkan keuntungan ekonomi dari produk itu. Komite merujuk aksi boikot yang dilaksanakan Afrika Selatan. Negeri yang sukses berjuang melawan diskriminasi rezim apartheid itu memiliki hubungan dagang dengan Israel, namun mereka melabeli produk Israel secara khusus dan menyatakan bahwa barang ini dihasilkan di daerah pendudukan Palestina. "Setelah dilabeli, produk Israel itu biasanya jadi kurang laku," ujar Marty.

Seruan boikot terhadap produk-produk Israel memang bisa menjadi senjata ampuh untuk menekan. Menengok sedikit ke belakang, ulama internasional Dr. Yusuf Qaradhawy pada November 2000 pernah mengeluarkan fatwa haram membelanjakan uang yang dimiliki kaum Muslimin untuk membeli produk-produk pro-zionis. Dampak fatwa ini ternyata bisa membuat guncang perekonomian Israel hanya dalam kurun waktu kurang dari dua tahun. Qardhawi memfatwakan, tiap-tiap riyal, dirham, dan sebagainya, yang digunakan untuk

48 / XVIII 10 Okt 2012

RUBRIK

Apa & Siapa Astakona Buku

Ekonomi & Bisnis Film

Focil Hukum

Ilmu & Teknologi Internasional Kesehatan Kolom

Laporan Khusus Laporan Utama Lingkungan Nasional Olahraga Pariwara Perspektif Ragam Seni Seni Rupa

Surat & Komentar Tatapan


(3)

Qardhawi memfatwakan, tiap-tiap riyal, dirham, dan sebagainya, yang digunakan untuk membeli produk dan barang Israel atau Amerika, dengan cepat akan menjelma menjadi peluru-peluru yang merobek dan membunuhi pemuda dan bocah-bocah Palestina. Karena itu, ulama kharismatik ini pun mengharamkan umat Islam membeli barang-barang atau produk Israel. Membeli barang atau produk mereka, berarti ikut serta mendukung kekejaman tirani, penjajahan, dan pembunuhan yang dilakukan mereka terhadap umat Islam di belahan dunia lainnya.

Fatwa ini mendorong terjadinya aksi boikot terhadap produk-produk Israel di seluruh dunia. Selain negara-negara Arab, negara-negara Afrika, Eropa, Amerika, dan Asia juga ikut melakukan boikot terhadap produk-produk Israel. Akibatnya, perekonominan Israel pun guncang. Pada 3 Juli 2002, mantan Perdana Menteri Israel Ehud Barak mengakui bahwa perekonomian Israel tengah berada dalam titik kritis.

Menteri Keuangan Israel, Silvan Shalom, juga mengeluhkan bahwa investor luar negeri telah kehilangan kepercayaan untuk menanamkan investasinya. Israel kehilangan investasi hingga US$ 5 milyar. Sejumlah US$ 2 milyar hilang akibat ditutupnya sejumlah perusahaan, sedangkan sisanya hilang karena terdepresi situasi perekonomian dan politik di Israel yang terus-menerus menunjukkan grafik yang kurang menguntungkan.

Sektor-sektor perekonomian andalan Israel, seperti pariwisata juga ikut terpukul akibat boikot ini. Pekan pertama Juli 2002, data statistik resmi Pemerintah Israel mengungkapkan

terjadinya penurunan jumlah turis secara drastis. Sepanjang pertengahan tahun itu, jumlah kunjungan wisata ke Israel tercatat hanya berjumlah 33.000 turis. Di periode yang sama, tahun 2001, jumlahnya 116.000. Bahkan, pada tahun 2000, jumlahnya mencapai 500.000 wisatawan. Penurunan itu juga memukul bisnis perhotelan di sana. Dalam periode yang sama, tingkat hunian hotel-hotel di Israel turun sebesar 47%.

Memburuknya perekonomian Israel pada 2000-2001 membuat Washington merasa perlu menyuntik dana bantuan. Presiden George Walker Bush, ketika itu, menyetujui program bantuan untuk tahun 2002 sebesar US$ 2,04 milyar untuk militer dan persenjataan. AS juga mengucurkan uang sebesar US$ 730 juta untuk bidang keuangan. Jumlah bantuan AS ini nyaris mendekati 20% dari total bantuan luar negeri AS ke seluruh dunia.

Gerakan boikot yang dilakukan negara-negara Arab juga memberikan pukulan tak kalah hebat. Dari gerakan boikot yang berlangsung sejak tahun 1945 hingga akhir tahun 1990-an, ditengarai Israel telah mengalami kerugian sebanyak US$ 90 milyar. Data statistik ini sangat penting sekali untuk memahami bagaimana sebenarnya keberhasilan aksi boikot Arab pada Israel. Tak ada keraguan bahwa aksi boikot telah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara mendasar pada bangsa Israel.

Karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat mendesak pemerintah agar segera merealisasikan seruan tersebut. Anggota Komisi I DPR-RI, Roy Suryo, mengatakan pemerintah harus membuat daftar produk yang secara keseluruhan dibuat Israel, dan yang merupakan produk campuran. Hal ini penting lantaran dalam produk militer, meski Indonesia tak berhubungan langsung, juga membeli produk senjata Israel seperti, senapan serbu Uzi dan Galil/Galatz. "Dari zaman dahulu, semua tutup mata senjata itu produksi mana, karena kita dalam posisi embargo," ujar Roy Suryo kepada Mira Febri Mellya dari Gatra. Bahkan, dalam rancangan belanja TNI AU 2010-2014, ada rencana untuk membeli pesawat udara tanpa awak buatan Israel meski dilakukan lewat AS. Nah, selama ini TNI tidak pernah membicarakan tentang pemboikotan produk alutsista Israel dengan Komisi I DPR.

Sementara itu, menurut Wakil Ketua Komisi VI yang membidangi perdagangan, Aria Bima, dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil Menteri Perdagangan untuk membahas langkah kongkret seruan ini. "Pemerintah harus mengambil langkah kongkret, harus ada tindakan atau keputusan politik," ujarnya kepada Jennar Kiansantang dari Gatra. Bentuknya bisa berupa keputusan presiden atau keputusan menteri perdagangan. Selanjutnya, ujar dia, pemerintah harus menyampaikan produk-produk tersebut pada masyarakat. Aria Bima menegaskan, pemerintah juga harus menjelaskan apakah boikot juga meliputi produk turunan. Ia berharap langkah ini bisa menegaskan sikap Indonesia dalam mendukung kemerdekaan Palestina.

Berbeda dari Aria Bima, rekan sekomisinya, Muhammad Sohibul Iman, mengaku skeptis bahwa pemerintah akan membuat tindak lanjut terhadap seruan tersebut. "Pemerintah belum pernah memiliki sikap tegas," katanya kepada Gatra. Padahal sudah lama kaukus parlemen untuk Palestina menyuarakan pemboikotan produk Israel. "Saya pribadi skeptis itu terjadi, mengingat koordinasi antar-kementerian selama ini memang barang mahal," katanya.

Meski demikian, ia masih berharap, pemerintah masih melakukan koordinasi dan kerja sama dengan Komisi I maupun Komisi VI. Jika jadi dilaksanakan, Sohibul mengusulkan, selain membuat daftar produk, pemerintah juga harus membuat daftar perusahaan yang


(4)

selain membuat daftar produk, pemerintah juga harus membuat daftar perusahaan yang kerap membantu Pemerintah Israel. Pemerintah seharusnya melacak identitas perusahaan. "Penerapan boikot dalam bentuk larangan impor tentu bisa dilakukan pemerintah," katanya. Tak semua pihak optimistis langkah boikot ini akan membuahkan hasil berupa pengakuan atas Palestina sebagai negara merdeka. Direktur Eksekutif The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES), Hamdan Basyar, mengatakan pengakuan Palestina merdeka melalui resolusi PBB tidak akan terwujud dengan kondisi seperti saat ini. "Ada ketidakadilan dalam sistem di PBB," ujarnya kepada Gatra.

Amerika Serikat, yang merupakan pendukung setia Israel, selalu mengancam menjatuhkan veto di tingkat Dewan Keamanan PBB jika keputusan itu lolos di sidang umum. Dukungan AS yang membabi buta terhadap Israel dinilai wajar. Sebab, kemerdekaan Palestina

berimplikasi serius bagi Israel. Dengan kemerdekaannya, Palestina akan memiliki legal standing untuk mengajukan kejahatan negara zionis itu ke Mahkamah Internasional. "Amerika tidak akan membiarkan hal itu," kata Hamda Basyar.

M. Agung Riyadi, Basfin Siregar, dan Rach Alida Bahaweres

Seruan Boikot Israel di Berbagai Belahan Dunia

Palestina: Mahasiswa Palestina membagikan selebaran berisi daftar 500 produk Israel yang harus diboikot oleh warga Palestina, dan mendorong 27 negara anggota Uni Eropa

memberlakukan larangan perdagangan dengan perusahaan-perusahaan Israel. Pada 2010 silam, Palestina juga melancarkan aksi serupa. Hasilnya 17 perusahaan Yahudi di Tepi Barat tutup.

Amerika Serikat: The Flaming Eggplant, sebuah kafe yang dikelola mahasiswa di Evergreen State College di Olympia, Washington, mengumumkan bahwa para mahasiswa memilih memboikot produk Israel. Para mahasiswa ingin mengakhiri keterlibatan perguruan tinggi mereka dalam pelanggaran Israel atas Palestina.

Kelompok American Muslims for Palestine (AMP) juga melancarkan aksi boikot terhadap kurma-kurma yang didatangkan dari perkebunan di wilayah pendudukan Israel pada Juli lalu. Aksi ini didukung banyak kalangan, termasuk umat Yahudi di Amerika. Aksi ini adalah bagian dari gerakan Boikot Divestasi dan Investasi (BDS) yang mengincar produk Israel di pasar internasional, dan dimulai sejak 2005 silam.

Kanada: Kelompok Serikat Kerja Gereja Kanada memboikot produk-produk Israel Agustus lalu. Mereka mengusulkan boikot komoditas yang dihasilkan zionis Yahudi di daerah pendudukan, seperti Tepi Barat dan Quds Timur.

Inggris: Co-operative Group, perusahaan terbesar kelima di Inggris Raya, yang memasok produk sayuran dan buah-buahan dari seluruh dunia ke ribuan toko di seluruh Inggris menyatakan, tidak akan berhubungan lagi dengan pemasok yang produksinya diketahui berasal dari permukiman-permukiman Israel (di wilayah Palestina).

Co-operative Group menyebutkan, mereka tidak memboikot seluruh produk Israel, tapi hanya produk Israel yang diproduksi di pemukiman-pemukiman ilegal Israel di wilayah Palestina. Perusahaan-perusahaan Israel yang terkena ''kebijakan boikot'' Co-operative Group, antara lain Agrexco, Arava Export Growers, Adafresh, dan Mehadrin.

Australia: Aktivis kampanye The Boycott Divestment Sanctions (BDS) mengejutkan pembeli di Mall Myer Centre Food Court, Brisbane, dengan menyanyikan lagu "Kita akan boikot Israel", yang diambil dari lirik salah satu lagu Queen, We Will Rock You. Para aktivis menyerukan pembeli dan manajemen foodcourt itu untuk menghormati seruan pemboikotan produk buatan Israel, dan menghormati hak asasi manusia sesuai dengan hukum internasional. Kampanye ini bertujuan mengakhiri pendudukan Israel dan kolonisasi di semua tanah Arab, serta meruntuhkan tembok Apartehid.

Uni Eropa: Uni Eropa telah mempertimbangkan ''larangan total'' pada barang yang diproduksi Israel. Negara-negara Eropa saat ini tengah melakukan diskusi untuk memberlakukan larangan pada semua barang yang diproduksi di wilayah-wilayah pendudukan, dan dicap sebagai "made in Israel". Keputusannya akan diambil Oktober ini. Langkah boikot tersebut mengadopsi kebijakan Afrika Selatan yang memboikot produk Israel pada Agustus lalu. Afrika Selatan: Afrika Selatan mengesahkan undang-undang pelabelan terhadap barang atau produk yang berasal dari Iots (Wilayah Pendudukan Israel). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah konsumen membeli barang-barang yang berasal dari Israel. Sebaliknya,

Pemerintah Afrika Selatan melegalkan merek dagang buatan Otoritas Palestina untuk masuk ke negara tersebut.

Timur Tengah: Sebanyak 18 dari 22 negara anggota Liga Arab sejak tahun lalu berupaya mengaktifkan kembali larangan berdagang dengan Israel, yang telah ada sejak setengah


(5)

mengaktifkan kembali larangan berdagang dengan Israel, yang telah ada sejak setengah abad lalu. Boikot Liga Arab terhadap produk Israel dimulai sejak tahun 1945 hingga akhir tahun 1990-an. Aksi ini telah menyebabkan Israel mengalami kerugian ekonomi senilai puluhan milyar dolar. Menurut data statistik supervisi aksi boikot di Damaskus sampai tahun 1999, Israel telah mengalami kerugian sebanyak 90 milyar dolar lebih.

Sumber: dari berbagai sumber Manuver Palestina Meraih Status

Kalaulah tak ada aral melitang, akhir tahun ini status Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agak meningkat. Dari sekadar "organisasi" pengamat tetap, yang

disandangnya sejak 22 November 1974, menjadi "negara" pengamat bukan anggota PBB. "Kami yakin benar, sebagian besar negara di dunia mendukung upaya kami dengan tujuan menyelamatkan peluang-peluang demi tercapainya perdamaian yang adil," ujar Mahmoud Abbas, seperti dikutip CNN.

Keyakinan itu disampaikan Abbas dalam pidatonya di hadapan sidang ke-67 Majelis Umum PBB, Kamis pekan silam. Berbicara pada hari ketiga debat umum yang berlangsung hingga Senin lalu, pemimpin Otoritas Palestina ini kembali menegaskan tekadnya meraih

keanggotaan penuh Palestina di badan dunia itu, seperti diupayakannya pada tahun lalu. Ia mengaku sudah melakukan konsultasi intesif dengan negara-negara anggota dan organisasi regional untuk meraih dukungan.

Langkah konsultasi itu rupanya tak sia-sia. Setidaknya dukungan secara terang-terangan diberikan sejumlah negara di Timur Tengah. Berbicara di hari terakhir debat umum, Menteri Luar Negeri Oman, Yusuf bin Alawi bin Abdullah, menegaskan dukungan pemerintahnya agar Palestina dapat menjadi negara non-anggota PBB. "Kami berharap hal ini membawa tahapan baru perundingan Palestina-Israel yang dapat secara positif memberi sumbangan penyelesaian masalah," katanya, seperti dikutip United Nations News.

Sikap serupa disampaikan pemimpin baru Mesir pada hari pertama debat umum. Dalam pidatonya, Presiden Mohamed Moursi menyerukan agar masyarakat internasional

mendukung upaya Palestina untuk memperoleh pengakuan PBB. "Saya menyerukan kepada Anda semua untuk memberi dukungan penuh kepada rakyat Palestina dalam upaya mereka memperoleh kembali hak penuh dan sah sebagai bangsa yang berjuang meraih

kemerdekaan dan membangun negara merdeka," katanya.

Selain Oman dan Mesir, setidaknya sekitar dua pertiga anggota PBB menyatakan dukungan terhadap langkah yang ditempuh Palestina, termasuk negara besar seperti Cina dan India. Bahkan anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Hanan Ashrawi, berpandangan lebih positif. Ia memperkirakan, tak kurang dari 150 dari 193 anggota PBB bakal mendukung upaya Palestina ini. Menurut dia, setidaknya pada akhir tahun ini, upaya tersebut akan berbuah. Palestina masih akan menanti saat yang tepat untuk mengajukan resolusi ihwal statusnya di PBB ini hingga usai pemilihan Presiden Amerika Serikat, November nanti.

Walaupun agak lambat, langkah-langkah yang ditempuh Palestina lewat jalur diplomatik terus menunjukkan kemajuan. Hingga Januari tahun ini, tercatat ada 129 negara anggota PBB mengakui keberadaan Palestina sebagai negara. Pada akhir Desember silam, tercatat ada lima negara yang mengakui kedaulatan negara Palestina, yakni Islandia, Brasil, Argentina, Bolivia, dan Ekuador.

Pengakuan dari berbagai negara itu berdatangan setelah Palestina berhasil mengupayakan keanggotaan penuhnya pada badan dunia bidang pendidikan, sains, dan kebudayaan, UNESCO, November 2011. Keberhasilan Palestina ini sempat membuat berang Israel dan Amerika Serikat. Dalam pemungutan suara di markas badan itu di Paris, Palestina berhasil meraih dukungan 107 negara dari 173 negara yang ikut pemungutan suara pada akhir Oktober 2011.

Prancis masuk dalam daftar negara yang setuju Palestina masuk jadi anggota UNESCO, berdampingan dengan negara-negara Arab, Afrika, Amerika Latin, dan Asia. Israel, Amerika Serikat, Jerman, dan Kanada masuk dalam daftar 14 negara yang menentang. Adapun Jepang dan Inggris masuk dalam 54 negara yang tidak memberi suara alias abstain. Sebelum diadakan pemungutan suara, delegasi Amerika Serikat sempat mengancam. Mereka menyatakan akan menghentikan bantuan dana kepada badan itu bila permohonan Palestina dikabulkan. Artinya, UNESCO terancam kehilangan sekitar 20% anggaran tahunannya yang diperoleh dari bantuan Washington, dan nilainya sekitar US$ 70 juta per tahun. Beruntung, Amerika Serikat tak memiliki hak veto di badan ini, sehingga Palestina lolos menjadi anggota badan ini.

Boleh dibilang, ini merupakan keberhasilan langkah taktis yang dijalankan otoritas Palestina untuk mendapat pengakuan dunia internasional. Sebelumnya, dalam sidang ke-66 Majelis


(6)

untuk mendapat pengakuan dunia internasional. Sebelumnya, dalam sidang ke-66 Majelis Umum PBB pada akhir September 2011, Mahmoud Abbas menempuh langkah yang cukup kontroversial. Ia secara resmi mengajukan permohonan kepada Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, agar Palestina dimasukkan sebagai anggota PBB.

Namun upaya itu kandas setelah Dewan Keamanan PBB bersidang dua bulan kemudian. Andai Palestina berhasil lolos menjadi anggota PBB, negara baru itu akan memiliki hak yang sama dengan anggota lain. Wakilnya di PBB punya hak untuk terlibat aktif dalam perdebatan yang berlangsung di Majelis Umum. Status itu juga membuka lebar peluangnya bergabung dengan badan-badan PBB dan Mahkamah Pidana Internasional.

Kegagalan upaya tahun lalu itu mendorong Mahmoud Abbas menurunkan permohonannya pada sidang Majelis Umum tahun ini. Setidaknya, ia berharap dapat meningkatkan status dari organisasi pengamat tetap menjadi negara pengamat bukan anggota, seperti yang diberikan kepada Vatikan sejak 1 Juli 2004.

Otoritas Palestina mengambil langkah ini setelah proses perdamaian dengan Israel macet sejak Oktober 2010. Kemacetan perundingan ini terjadi akibat perbedaan pandangan yang tajam soal permukiman Yahudi. Israel dinilai melanggar kesepakatan dan upaya Palestina mempertegas batas-batas wilayah yang berlaku sebelum 1967 di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza.

Israel, dengan dukungan utama Amerika Serikat, menentang segala upaya Palestina. Kedua negara ini menuntut penyelesaian konflik tetap melalui perundingan damai, walau

penyelesaian lewat meja perundingan selalu saja gagal. Terakhir, perundingan itu dilakukan melalui mediasi Quartet on the Middle East (QME), yang terdiri dari PBB, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Rusia. Toh, langkah mediasi tersebut yang diupayakan hingga Januari lalu tetap berakhir di jalan buntu.

Perundingan QME, Palestina, dan Israel seperti tak menghasilkan apa-apa. Palestina tetap menuntut penghentian pembangunan permukiman Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan sebelum perundingan langsung dimulai. Selain itu, Palestina tetap berkeras hanya akan menyetujui adanya dua negara yang hidup berdampingan berdasarkan batas-batas wilayah yang berlaku sebelum 1967. Israel selalu menolak syarat-syarat ini.

Akankah langkah taktis Palestina untuk meningkatkan statusnya di PBB terganjal kelak, saat dibahas dalam forum Dewan Keamanan? Lagi-lagi tergantung sikap Amerika Serikat yang kerap menggunakan hak veto bila dirasa akan merugikan posisi sekutunya, Israel. Tapi satu hal tak terbendung: daftar anggota PBB yang mengakui Palestina sebagai negara berdaulat bakal semakin panjang.

Erwin Y. Salim

ARTIKEL LAIN

Marty Natalegawa: KTT Non-Blok Sepakat Boikot Israel Tidak Beli Demi Palestina