Berita dan Media Massa dalam Paradigma Kritis

2. Media Massa Media massa merupakan sarana penyampaian komunikasi dan informasi melakukan penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara luas. 34 Informasi ini ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak. Saat ini keberadaan media massa dalam kehidupan masyarakat sangat penting fungsinya. Media massa mengambil tempat di dalam masyarakat dan menjadi bagian dari suatu sistem tersebut. Persmedia massa memainkan berbagai peranan dalam masyarakat. Ada beberapa peranan umum yang dijalankan pers diaantaranya sebagai pelapor informer. Pada peran ini media massa bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa- peristiwa yang diluar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Selain itu, media massa juga berperan dalam penentuan agenda terhadap isu-isu tertentu. Terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara apa yang diagendakan oleh media massa dan apa yang menjadi agenda publik. 35 Media massa melakukan proses pesan melalui sistem yang sistematis dan tersusun rapi, tidak semua pesan dapat dengan bebas diterima oleh khalayak, namun harus melalui proses seleksi oleh media censored. Semua pesan yang diproduksi akan masuk dalam wilayah pemilihan redaksi, pemilihan pesan 34 Ibid, h. 13. 35 Ibid, h. 22. berlandaskan pada dua kepentingan besar, penting menurut media dan penting menurut khalayak. 36 Dalam pandangan kaum pluralis, media dilihat sebagai saluran yang bebas dan netral, di mana semua pihak dan kepentingan dapat menyampaikan posisi dan pandangannya secara bebas. Namun, sebaliknya menurut kaum kritis. Media bukanlah sekadar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkontruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakannya. Media juga dipandang sebagai wujud dari pertarungan ideologi antara kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat. 37 Menurut Alex Sobur, Louis Althusser menyebut media dalam hubungannya dengan kekuasaan, menempati posisi strategis, terutama karena anggapan akan kemampuannya sebagai sarana legitimasi. Media massa sebagaimana lembaga-lembaga pendidikan, agama, dan seni, dan kebudayaan, merupakan bagian dari alat kekuasaan negara yang bekerja secara ideologis guna membangun kepatuhan khalayak terhadap kelompok yang berkuasa ideological states apparatus. Namun lain hal dengan Gramsci yang menyebut media sebagai arena pergulatan antar ideologi yang saling berkompetisi. Media dilihat sebagai ruang di mana berbagai ideologi direpresentasikan. Ini berarti, di satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik. Namun di sisi lain, media juga bisa menjadi alat resistansi terhadap kekuasaan. Media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus juga 36 Dedi Kurnia Syah Putra, Media dan Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, h. 11. 37 Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 37. bisa menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan. 38 38 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h.30. 34

BAB III GAMBARAN UMUM MAJALAH GATRA

A. Sejarah Majalah Gatra

Majalah Gatra terbit pertama kali pada November 1994. Lahir dari tuntutan akan sebuah media informasi di tengah kawasan pembangunan Asia Pasifik yang bergejolak saat itu. Diawali dengan pembredelan majalah Tempo, pada Juni 1994, awak majalah Tempo yang ada saat itu dihadapkan pada pilihan untuk menerima pembredelan tersebut dengan memilih jalannya masing-masing, atau menerima pembredalan dengan menerbitkan majalah Gatra. Setelah dilakukan semacam memorandumreferendum, maka waktu itu sebagian besar awak Tempo, memilih alternatif kedua. Yaitu menerbitkan majalah berita mingguan Gatra, yang terbit pada 19 November 1994. 1 Ada dua peristiwa penting yang terjadi di bulan November 1994 itu, yakni yang pertama adalah pertemuan para pemimpin negara-negara anggota forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik APEC di Jakarta dan Bogor. Dan peristiwa yang kedua adalah peluncuran majalah Gatra. Jika pada peristiwa yang pertama merupakan salah satu sasaran liputan puncak pers nasional Indonesia. Maka, pada peristiwa kedua dinilai sebagai tonggak kehadiran media massa mutakhir di tengah semarak taman jurnalisme nasional pada masa itu. 2 Tidak mudah dalam memilih nama media yang kelak menjadi Gatra tersebut. Nama Gatra sendiri dipilih melalui pemikiran yang cukup panjang. Gatra diangkat dari khazanah bahasa bangsa. Dipilih dengan maksud tidak 1 Majalah Gatra, Profil Perusahaan Majalah Berita Mingguan Gatra Jakarta: PT Linarasmekar, 1999, h. 20. 2 Ibid, h. 5. mencerminkan simbol golongan, mudah diingat, mulus diucapkan, singkat ditulis, dan lancar dilisankan. Gatra sendiri memiliki makna kata, wujud, sudut pandang. Karena nama mencerminkan makna, Gatra juga berusaha setia menyajikan bacaaan sehat dengan informasi akurat dan obyektif. Gatra hadir dimaksudkan bukan corong suatu golongan. Tidak juga berambisi untuk membentuk golongan eksklusif sendiri. Profesi jurnalistik, bagi Gatra, mengandung misi lebih dari sekadar menarik manfaat sesaat. Tokoh-tokoh yang berada dibalik berdirinya Gatra sekaligus merpakan ex wartawan Tempo, antara lain Hery Komar, Mahtum Mastum, Lukman Setiawan, Harijoko Trisnadi dan Budiono Kartohadiprodjo. Pada akhirnya, sejak awal 1999, keempat tokoh yang disebut diatas, lebih memilih mengelola majalah sendiri, dengan lahirnya majalah GAMMA. Sedangkan tokoh kelima, Budiono Kartohadiprojo, masih tetap di majalah Gatra sampai sekarang, sebagai Direktur Utama. Budiono Kartohadiprodjo, Insinyur teknik fisika lulusan Institut Teknologi Bandung ini salah satu orang yang mempersiapkan kelahiran majalah Gatra. Dia merupakan Direktur Utama PT Era Media Informasi, penerbit Gatra, dan bukanlah orang baru dalam dunia media cetak di Indonesia. Sebelumnya, ia sudah memimpin dan membina majalah Sportif dan tabloid Paron. Pengalamannya dalam memimpin puluhan perusahaan itu tentu saja sangat berperan dalam pengembangan Majalah Gatra hingga saat ini. Lukman Setiawan, pemimpin umum Gatra ketika Gatra pertama kali berdiri berasal dari lapangan. Mulai sebagai fotografer di beberapa surat kabar nasional, antara lain Kompas, dan majalah Tempo sebagai lahan karir jurnalistiknya. Ternyata, Lukman tak hanya jeli memotret dan lancar menulis. Ia juga memiliki keterampilan manajerial yang tinggi dalam membina PT Temprint, sebuah perusahaan percetakan. Mahtum Mastoem, Pemimpin perusahaan Majalah Gatra ini memulai karirnya sebagai kartunis, karikaturis, bahkan reporter di berbagai media cetak di Yogyakarta dan Jakarta. Ia bahkan sempat bekerja serabutan: mengejar berita, membuat ilustrasi, menjadi korektor di percetakan. Herry Komar, sarjana Komunikasi Massa FISIP UI ini dikenal sebagai pekerja pers yang efisien dan efektif. Memulai karirnya sebagai reporter olahraga, kemudian, merambat naik hingga mencapai jabatan redaktur eksekutif majalah Tempo. Kemudian ketika Gatra terbit ia di mendapat jabatan sebagai Pemimpin Redaksi. Harjoko Trisnadi, sewaktu masih bekerja di Majalah Tempo, pak Harjoko demikian ia biasa disapa menjabat sebagai Direktur Keuangan. Dan ketika ia bergabung bersama Gatra, ia menduduki posisi serupa. 3

B. Visi dan Misi Majalah GATRA

Dari kebutuhan akan penyajian berita yang tidak saja jernih, melatihkan juga dalam, luas, lengkap dan tuntas. Kritis tanpa mengiris, tajam tanpa menikam, hangat tanpa membakar, “menggigit” tanpa melukai, mengungkap tanpa dendam, melancarkan misi kontrol sosial tanpa menghasut. Bukan pekerjaan gampang, memang. Gatra percaya, tugas pers adalah mengomunikasikan saling pengertian, bukan menyebarkan prasangka dan benih kebencian. Jurnalisme Gatra dengan sendirinya bukan jurnalisme untuk memaki maupun menjilat. Bukan jurnalisme 3 Ibid, h. 3-7.