BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Pirdot Saurauia vulcani Korth
Tumbuhan pirdot seperti terlihat pada Gambar 2.1 dan hasil identifikasi yang dilakukan di laboratorium Herbarium Medanense, Universitas Sumatera Utara,
adalah sebagai berikut :
Dunia : Plantae
Divisio Divisi : Magnoliophyta Spermatophyta
Class Kelas : Magnoliospida Dicotyledonae
Ordo Bangsa : Ericales
Familia Suku : Actinidiaceae
Genus Marga : Saurauia
Spesies Individu : Saurauia vulcani Korth
Nama Daerah : Pirdot Sumatera Utara
Gambar 2.1 Daun Pirdot
Universitas Sumatera Utara
Saurauia yang dikenal dengan nama cepcepan di daerah Kabupaten Karo merupakan tanaman kecil, perdu, tangkai daun menggugurkan daunnya setiap
tahun, daun memiliki dua sisi yang berbeda bagian atas berwarna hijau bagian bawah berwarna coklat pucat, pangkal daun bertoreh dan berlekuk seperti jantung
membulat telur sampai lonjong, ujung daun meruncing, tepi daun bergerigi, permukaan daun muda banyak memiliki bulu sesudah dewasa tidak berbulu, helai
daun tebal dan kaku, bunga berbentuk cawan terletak pada ketiak daun, letak daun pada batang melingkar 34 , daun-daun pelindung membulat telur sampai lonjong
meruncing, memiliki 5 tangkai kepala putik Miquel, 1859. Genus saurauia hidup pada daerah lembab atau daerah basah seperti dekat
air terjun, aliran sungai, jurang, gunung yang lembab, daerah hutan hujan, hutan lumut, dan daerah yang berawan mendung. Kebanyakan spesies hidup pada
tanah yang berpasir, banyak humus, tanah liat, jarang terdapat pada batu Soejarto, 1980. Daun pirdot digunakan sebagai obat luka dan diabetes dalam
pengobatan tradisional Adiastuti, 2007.
2.2 Seyawa Metabolit Sekunder
Senyawa metabolit sekunder merupakan biomolekul yang dapat digunakan sebagai lead compounds dalam penemuan dan pengembangan obat-obat baru
Atun,2003. Senyawa-senyawa kimia yang merupakan hasil metabolisme sekunder pada tumbuhan sangat beragam dan dapat diklasifikasikan dalam
beberapa golongan senyawa bahan alam yaitu alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan tanin Lenny, 2006. Pada umumnya senyawa metabolit sekunder
berfungsi untuk mempertahankan diri atau untuk mempertahankan eksistensinya di lingkungan tempatnya berada. Dalam perkembangannya senyawa metabolit
sekunder tersebut dipelajari dalam disiplin ilmu tersendiri yaitu kimia bahan alam Natural Product Chemistry. Contoh metabolit sekunder adalah antibiotik,
pigmen, toksik, efektor kompetisi ekologi dan simbiosis, feromon, inhibitor enzim, agen immunemodulasi, reseptor antagonis dan agonis, pestisida, agen
antitumor, dan promotor pertumbuhan binatang dan tumbuhan. Identifikasi kandungan metabolit sekunder merupakan langkah awal yang penting dalam
penelitian pencarian senyawa bioaktif baru dari bahan alam yang dapat menjadi
Universitas Sumatera Utara
prekursor bagi sintesis obat baru atau prototipe obat beraktivitas tertentu Rasyid,2012. Identifikasi ini merupakan uji fitokimia. Metode yang dilakukan
merupakan metode uji berdasarkan yang telah dimodifikasi. Uji yang dilakukan antara lain uji flavonoid, senyawa fenolik, alkaloid, saponin, tanin dan terpenoid
Harbone, 1987.
2.2.1 Flavonoid
Flavanoid merupakan senyawa polar yang umunya mudah larut dalam pelarut polar yang umumnya mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, dan
aseton Markham, 1998. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol
mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri, dan jamur. Khunaifi 2010 menambahkan bahwa senyawa-senyawa flavonoid umumnya
bersifat antioksidan banyak telah digunakan sebagai komponen bahan baku obat- obatan. Senyawa flavonoid dan turunannya memiliki dua fungsi fisiologi tertentu,
yaitu sebagai bahan kimia untuk mengatasi serangan penyakit sebagai antibakteri dan anti virus bagi tanaman. Para peneliti lain juga menyatakan
pendapat sehubungan dengan mekanisme kerja dari flavonoid dalam menghambat pertumbuhan bakteri,antara lain bahwa flavanoid terjadinya kerusakan
permeabilitas dinding sel bakteri Sabir, 2008. Flavonoida pada tumbuhan berfungsi dalam pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus dan kerja
terhadap serangga Robinson, 1995. Adapun fungsi flavonoida dalam kehidupan manusia yaitu sebagai stimulant pada jantung, hesperidin mempengaruhi
pembuluh darah kapiler. Flavon terhidrolisasi bekerja sebagi diuretik dan antioksidan pada lemak Sirait, 2007.
Efek flavonoid terhadap macam-macam organisme sangat banyak macamnya dan dapat dijelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid
dipakai dalam pengobatan tradisional. Flavonoid dapat bekerja sebagai inhibitor kuat pernapasan. Beberapa flavonoid menghambat fosfodiesterase. Flavonoid lain
menghambat aldoreduktase, monoamonia oksidase, protein kinase, balik transkriptase, DNA polimerisasi dan lipooksigenase Robinson, 1995.
Universitas Sumatera Utara
Kerangka dasar karbon pada flavonoid merupakan kombinasi antara jalur sikhimat dan jalur asetat-malonat yang merupakan dua jalur utama biosintesis
cincin aromatik. Cincin A dari struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida jalurasetat-malonat, yaitu kondensasi tiga unit asetat atau malonat, sedangkan
cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propan berasal dari jalur fenil propanoid jalur sikhimat Achmad, 1985.
Markham 1988 menyatakan bahwa flavonoid pertama yang dihasilkan pada alur biosintesis flavonoid ialah khalkon, dan semua bentuk lain diturunkan
darinya melalui berbagai alur Gambar 2.2. Semua golongan flavonoid saling berkaitan, Karena berasal dari alur biosintesis yang sama. Cincin A terbentuk
karena kondensasi ekor-kepala dari tiga unit asam asetat-malonat atau berasal dari jalur poliketida. Cincin B serta satu atau tiga atom karbon dari rantai propan yang
merupakan kerangka dasar C6 – C3 berasal dari jalur asam sikimat Manitto, 1981.
Modifikasi flavonoid lebih lanjut, dapat mungkin terjadi pada berbagai tahap dan menghasilkan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi
gugus hidroksil atau inti flavonoid, isoprenilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid, metilasi gugus orto-dihidroksil, dimerisasi pembentukan biflavonoid,
pembentukan bisulfat, dan yang terpenting adalah glikosilasi gugus hidroksil pembentukan flavonoid O-glikosida atau inti flavonoid pembentukan flavonoid
C-glikosida Markham, 1988.
Universitas Sumatera Utara
Berikut merupakan alur biosintesis flavonoid:
Gambar 2.2 Biosintesis hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alur Asetat malonat dan alur sikimat Markham, 1988.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa kimia bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, umumnya tidak berwarna, dan berwarna jika mempunyai
struktur kompleks dan bercincin aromatik. Alkaloid pada umumnya juga mempunyai kereaktifan fisiologi yang menonjol, sehingga oleh manusia alkaloida
sering dimanfaatkan sebagai pengobatan. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Secara fisik, alkaloida dipisahkan dari kandungan tumbuhan
lainnya sebagai garamnya dan sering diisolasi sebagai kristal hidroklorida atau pikrat Harbone, 1987.
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan
cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri,sehingga lapisan dinding sel terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut
Robinson, 1995.
Menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai berikut : a.
Alkaloid sesungguhnya Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tesebut menunjukkan aktivitas
phisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa ; lazim menggunakan nitrogen dalam cincin heterosiklis, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat
dalam tanaman sebagai garam basa organik. Beberapa perkecualian terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa
dan tidak memiliki cincin heterosiklis dan alkaloid kuartener yang bersifat agak asam.
b. Protoalkaloid
Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklis. Protoalkaloid diperoleh
berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Contoh meskalin, ephedin dan N,N-dimetiltriptamin.
Universitas Sumatera Utara
c. Pseudoalkaloida
Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawaini biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam kelas ini, yaitu
alkaloid stereoidal contoh, konnesin dan purin contoh, kafein Sastrohamidjojo, 1996.
Biosintesis Benzylisoquinoline alkaloid dimulai dengan tahap dekarboksilasi, orto-hidroksilasi dan deaminasi yang mengkonversi tirosin baik
dopamin dan 4-hidroksifenil acetaldehid 4-HPAA Gambar 2.3. Molekul klon untuk senyawa aromatik asam dekarboksilase l-amino TYDC yang
mengkonversi tirosin dan dopa menjadi tirosin dan dopamin, masing-masing, telah diisolasi. Kondensasi Norcoclaurine sintase NCS dengan dopamin dan 4-
HPAA menghasilkan S-norcoclaurine, yang merupakan prekursor pusat untuk semua benzylisoquinoline alkaloid pada tanaman. S-Norcoclaurine dikonversi
ke S-reticuline oleh 6-O-metiltransferase 6OMT, N-metiltransferase CNMT, hidroksilase P450 CYP80B dan 4-O-metiltransferase 4 OMT. Molekul klon
telah diisolasi untuk semua enzim yang terlibat dalam konversi S-norcoclaurine ke S-reticuline, yang merupakan cabang-titik menengah dalam biosintesis
berbagai jenis benzylisoquinoline alkaloid. Intermediet dari jalur S-reticuline juga berfungsi sebagai prekursor untuk lebih dari 270 dimer alkaloid
bisbenzylisoquinoline seperti +-Tubokurarin. Molekul klon untuk oksidasi P450 CYP80A dengan R N-metilcoclaurine ke R atau S N-metilcoclaurine untuk
menghasilkan bisbenzylisoquinoline alkaloid, yang masing-masing telah diisolasi dari barberry Berberis stolonifera. Banyak pekerjaan telah difokuskan pada jalur
cabang yang mengarah ke benzophenanthridine alkaloid, seperti sanguinarine, alkaloid protoberberine, seperti berberin, dan morphinan alkaloid , seperti morfin .
Sebagian besar enzim yang terlibat dalam jalur ini , dimana ada lima enzim sesuai dengan molekul klon , telah diisolasi Gambar 2.3 . Langkah pertama yang
dilakukan dalam biosintesis benzophenanthridine dan protoberberine alkaloid melibatkan konversi S-reticuline ke S-scoulerine oleh jembatan enzim
berberin BBE . S-Scoulerine dapat dikonversi ke S-stylopine oleh dua oksidase P450 . Setelah N-metilasi S-stylopine oleh metiltransferase tertentu,
dua enzim P450 tambahan akan mengkonversi S-cis-N-metilstylopine ke
Universitas Sumatera Utara
dihydrosanguinarine, yang teroksidasi untuk menghasilkan sanguinarine. Eksudat dari banyak sepsis Papaveraceae, seperti Sanguinaria Canadensis dan Eschsholzia
californica, berwarna merah karena akumulasi sanguinarine dan alkaloid benzophenanthridine lainnya. Dalam beberapa tanaman, terutama berberidaceae
dan Ranunculaceae, S-scoulerine termetilasi oleh SAM scoulerine-9-O- metiltransferase SOMT untuk menghasilkan S-tetrahydrocolumbamine
Gambar2.3. Molekuler Klon untuk SOMT dan P450 S-synthase canadine CYP719A, yang mengubah S-tetrahydrocolumbamine ke S-canadine, telah
diisolasi. S-Canadine teroksidasi untuk menghasilkan berberin. Pada beberapa spesies papaver, S-reticuline yang epimeris ke R-reticuline sebagai langkah
pertama dalam biosintesis alkaloid morphina. Selanjutnya, R-reticuline diubah dalam dua langkah ke 7S-salutaridinol oleh enzim P450 dan sebuah oksidoreduk
tase NADPH. Morphina alkaloid tebain dihasilkan dari 7S-salutaridinol melalui asetil koenzim A: salutaridinol-7-O-asetiltransferase SAT. Tebain diubah
menjadi codeinone, dengan mereduksi codeine oleh enzim NADPH codeinnonereduktase COR. Molekuler SAT dan COR telah diisolasi dari opium
poppy. Tahap ahir, kodein demetilasi untuk menghasilkan morfin Crozier et al, 2006
Universitas Sumatera Utara
Berikut merupakan alur biosintesis dari alkaloid :
OH O
NH
2
HO HO
L-Dopa
HO HO
NH
2
TYDC
Dopamin +
NCS HO
HO
NH
HO H
S-Norkoklaurin
6OMT H
3
CO HO
NH
HO H
S-koklaurin HO
NH
2
O
4-hidroksifenilasetaldehid
OH O
NH
2
HO HO
Tyrosin
H
3
CO HO
N
HO H
CH
3
CNMT
S-N-Metilkoklaurin
CYP80B H
3
CO HO
N
H CH
3
H
3
CO HO
N
O R
1
R
2
H O
Bisbenzilisoquinolin Alkaloid
N
+
CH
3
O O
O O
Sanguinarin
N
+
H OCH
3
OCH
3
N
H OH
OCH
3
H
3
CO HO
Berberin S-Scoulerin
BBE H
3
CO HO
N
HO H
CH
3
HO H
3
CO HO
N
HO H
CH
3
H
3
CO
4OMT
S-3-Hydroxy-N-methylcoclaurine
S-Reticuline
N
H
O O
OCH
3
OCH
3
N
H OCH
3
OCH
3
H
3
CO HO
CYP719A
H
3
CO HO
HO H
3
CO N
CH3
H
3
CO HO
O H
3
CO N
CH3
SAT
S-Canadine S-Tetrahydrocolumbamine
Salutaridinol
7-O-Acetylsalutaridinol
O O
CH
3
O
H
3
CO O
H
3
CO N
CH3
H H
H
Thebaine
H
3
CO O
N
CH3
H O
H
Codeinone
H
3
CO O
N
CH3
H H
HO
Codeine
COR HO
O N
CH3
H H
HO
Morphine
Gambar 2.3 Biosintesis Benzylisoquinolin Alkaloid Crozier et al, 2006
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Terpenoid
Terpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis, terdistribusi luas dalam dunia tumbuhan dan hewan. Terpenoid ditemui tidak saja
pada tumbuhan tingkat tinggi namun juga pada terumbu karang dan mikroba. Struktur terpenoid dibangun oleh molekul isoprena, CH
2
=CCH
3
-CH=CH
2
, kerangka terpenoid terbentuk dari dua atau lebih banyak satuan unit isoprena C
5
. Terpenoid yang disebut juga isoprenoid, diklasifikasikan atas jumlah unit isoprena
yang membangunnya, dengan demikian ada yang terdiri atas dua C
10
, tiga C
15
, empat C
20
, enam C
30
, atau delapan C
40
isoprena. Terpenoid dapat juga dikelompokkan menjadi monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen dan
tetraterpen. Senyawa terpenoid berkisar dari senyawa volatil, yaitu komponen minyak atsiri, yang merupakan mono dan seskuiterpen C
10
dan C
15
, senyawa yang kurang volatil, yakni diterpen C
20
, sampai senyawa nonvolatil seperti triterpenoid dan sterol C
30
seperti karatenoid Sirait, 2007. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa terpenoid dapat
menghambat pertumbuhan dengan mengganggu proses terbentuknya membran dan atau dinding sel,membran atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk
tidak sempurna Ajizah, 2004. Berbagai macam aktivitas fisiologi yang menarik ditunjukkan oleh beberapa
triterpenoid, dan senyawa ini merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat yang telah digunakan untuk penyakit termasuk diabetes, gangguan menstruasi,
patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria. Beberapa senyawa mungkin mempunyai nilai ekologi bagi tumbuhan yang mengandungnya karena
senyawa ini bekerja sebagai antifungi, insektisida atau antipemangsa. Akan tetapi senyawa lain menstimulasi serangga bertelur. Beberapa senyawa menunjukkan
sifat antibakteri dan antivirus Robinson, 1995.
Universitas Sumatera Utara
Secara umum biosintesa terpenoida terjadinya dengan 3 tahap reaksi dasar yaitu: 1.
Pembentukan isoprena aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat. Asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A Ko-A melakukan kondensasi
jenis Claisen menghasilkan Asetoasetil Ko-A. Senyawa ini dengan Asetil Ko-A melakukan kondensasi jenis Aldol menghasilkan rantai karbon bercabang
sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat yang terlihat pada gambar 2.4 Pinder,1960.
CH
3
COOH
Asam asetat
CoA-SH
CH
3
-C-SHCoA O
CH
3
-C-SCoA O
CH
3
-C-SCoA O
+ CH
3
-C-CH
2
-C-SCoA +
CoA-SH O
O
Asetoasetil Ko-A
CH
3
-C-CH
2
-C-SCoA O
O
Asetoasetil Ko-A
+ CH
3
-C-SCoA O
CH
3
-C-CH
2
-C-SCoA OH
O
CH
3
-C-SCoA O
CH
3
-C-CH
2
-C-SCoA OH
O
CH
2
-C-SCoA O
H-OH CH
3
-C-CH
2
-C-SCoA OH
O
CH
2
-C-SCoA O
+ CoA-SH
CH
3
-C-CH
2
-C-SCoA OH
O
O CH
3
-C-CH
2
-CH
2
-OH OH
O
O H
2
O [H]
Asam Mevalonat CH
2
-C-OH CH
2
-C-OH
Gambar 2.4 Pembentukan Asam Mevalonat Pinder, 1960 2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isoprena akan membentuk mono-,
seskui-, di-, sester-, dan poli- terpenoida.
Setelah asam mevalonat terbentuk, reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam posfat, dan dekarboksilasi menghasilkan Isopentenil Pirofosfat
IPP. Selanjutnya berisomerisasi menjadi Dimetil Alil Pirofosfat DMAPP oleh enzim isomerase. IPP inilah yang bergabung dari kepala ke ekor dengan DMAPP.
Universitas Sumatera Utara
Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh
penyingkiran ion pirofosfat mengasilkan Geranil Pirofosfat GPP yaitu senyawa antarsemua senyawa monoterpenoida. Penggabungan selanjutnya antara satu unit
IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama menghasilkan Farnesil Pirofosfat FPP yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoida.
Senyawa diterpenoida diturunkan dari Geranil – Geranil Pirofosfat GGPP yang berasal dari kondensasi antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang
sama terlihat pada gambar 2.5 Pinder, 1960.
+ CH
3
-C-CH
2
-CH
2
-OH
OH
CH
2
-C-OH
O
Asam Mevalonat
CH
3
-C-CH
2
-C-O
OP
CH
2
-CH2-OPP
O
ATP
3 Tahap
dekarboksilasi
CH
2
=C-CH
2
-CH
2
-OPP
CH
2
Isopentenil Piroposfat
IPP
CH
3
-C-CH
2
-CH
2
-OPP
CH
2
CH
3
-C-CH
2
-CH
2
-OPP
CH
2
Enzim Isomerase
CH
3
-C=CH-CH
2
-OPP
CH
3
Dimetil Alil Pirofosfat DMAPP
OPP IPP
OPP DMAPP
+
OPP
Geraniol Pirofosfat GPP
OPP
GPP
OPP IPP
+
OPP IPP
Farsenil Pirofosfat TPP
Geranil-Geranil Pirofosfat GGPP
OPP OPP
Gambar 2.5 Pembentukan Geranil-Geranil Pirofosfat GPP Pinder,1960
Universitas Sumatera Utara
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C
15
atau unit C
20
menghasilkan triterpenoida dan steroida.
Triterpenoida C
30
dan tetraterpenoida C
40
berasal dari dimerisasi C
15
atau C
20
dan bukan dari polimerisasi terus-menerus dari unit C
5
. Yang banyak diketahui ialah dimerisasi FPP menjadi skualena yang merupakan triterpenoida dasar dan
sumber dari triterpenoida lainnya dan steroida yang terlihat pada gambar 2.6. Siklisasi dari skualena menghasilkan tetrasiklis triterpenoida lanosterol Pinder,
1960.
Farsenil Pirofosfat TPP OPP
Skualen
Gambar 2.6 Pembentukan Skualen Triterpenoida Dasar Pinder, 1960
2.2.4 Saponin
Saponin merupakan glukosida yang larut dalam air dan etanol,tetapi tidak larut dalam eter. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas
membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakterilisis,jadi mekanisme kerja saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang mengganggu pemeabilitas
membran sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai kompone penting dari dalam sel bakteri yaitu
protein, asam nukleat dan nukleotida Ganiswarna,1995.
2.2.5 Tanin
Tanin merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat digunakan tumbuhan untuk melindungi dari serangan bakteri dari cendawan Salisbury, 1995.
Secara kimiawi tanin merupakan kompleks, biasanya merupakan campuran polifenol yang sulit dipisahkan karena tidak mengkristal.
Universitas Sumatera Utara
Apabila tanin direaksikan dengan air membentuk larutan koloid yang memberikan reaksi asam dan reaksi yang tajam Harborne, 1996. Tanin memiliki peranan
fisiologis yang kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis Hagerman, 2002.
Secara kimia terdapat dua jenis tanin yang tersebar tidak merata dalam dunia tumbuhan yaitu tanin terkondensasi Proantosianidin dan tanin terhidrolisis
Hydrolyzable tannin Harbone, 1987. Kedua golongan tanin menunjukkan reaksi yang berbeda dalam larutan garam Fe III. Tanin terkondensasi
menghasilkan warna hijau kehitaman sedangkan tanin terhidrolisis memberikan biru kehitamanan.
1. Tanin terhidrolisis
Tanin terhidrolisis biasanya berupa senyawa amorf, higrokopis, berwarna coklat kuning yang larut dalam air terutama air panas membentuk larutan koloid
bukan larutan sebenarnya. Makin murni tanin, makin kurang kelarutannya dalam air dan makin mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin ini larut dalam pelarut
organik yang polar, tetapi tidak larut dalam pelarut organik nonpolar seperti benzene atau kloroform Robinson, 1995.Tanin ini biasanya berikatan dengan
karbohidrat dengan membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida Hagerman,
2002. Salah satu contoh jenis tanin ini adalah galotanin yang merupakan senyawa gabungan karbohidrat dan asam galat seperti yang terlihat pada Gambar 2.7
berikut:
Universitas Sumatera Utara
HO
HO OH
O O
O
O O
OH OH
HO
O O
OH OH
HO
O O
O
OH OH
OH
O
OH OH
OH
Asam galat COOH
O H
OH OH
O H
OH OH
O O O
O H
O H
O H
OH
Beta-Glukogallin
Galotanin Tanin Terhidrolisis
GT
COOH O
H O
OH
Asam 3-Dehidro-Sikimat
Karbohidrat
SKoA O
Asetil KoA
ACoAC
SKoA O
HOOC
Malonil-KoA
x3
Flavonoid Stilben
O
KoAS
OH
p-Kumaroyl-KoA
HCT O
OH
OH OH
OH
HOOC
O
Asam 5-O-p-Kumaroylquinat
CH
3
O OH
OH OH
OH
HOOC
O OH
Asam 5-O-Kafeoylquinat
4CL OH
HOOC
Asam p-Kumarat
CH
4
HOOC
Asam Sinamat
PAL
HOOC NH
2
L-Fenilalanin
OH
HOOC
OH Asam Kafeat
OH
HOOC
OCH
3
Asam ferulat
COMT-1 HOOC
Asam Benzoat
BA
2
H HOOC
O H
Asam Salisilat
FH
5
OH
HOOC
OCH
3
Asam 5-Hidroksi ferulat
OH
HOOC
OCH
3
Asam Sinapat
OCH
3
OH
COMT-1
Gambar 2.7 Biosintesis Galotanin Crozieret al, 2006
Selain membentuk galotanin, dua asam galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang disebut elagitanin. Elagitanin sederhana disebut juga ester asam
hexahydroxydiphenic HHDP Hagerman, 2002. Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galat jika dilarutkan dalam air.
Universitas Sumatera Utara
2. Tanin terkondensasi
Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal galokatekin yang membentuk senyawa dimer dan
kemudian oligimer yang lebih tinggi. Proantosianidin merupakan nama lain dari tanin terkondensasi karena jika direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan
karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin Harborne, 1987.Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis. Tanin jenis ini
kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Nama lain dari tanin ini adalah proantosianidin. Proantosianidin merupakan polimer dari
flavonoid, salah satu contohnya adalah Sorghum procyanidin tertera pada Gambar 2.5, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epiccatechin dan
catechin Hagerman, 2002.Senyawa ini jika dikondensasi maka akan menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa
floroglusinol Hagerman, 2002. Tanin terkondensasi banyak terdapat dalam paku-pakuan, gymnospermae, dan tersebar luas dalam angiospermae, terutama
pada jenis tumbuhan berkayu Robinson, 1991.Biosintesis dari Procyanidin dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut:
Universitas Sumatera Utara
HOOC
O
SCoA
Malonil KoA
+
KoAS
O OH
4-Kumaroil-KoA
OH OH
O H
Trans-resveratrol stilben
O OH
OH OH
O H
Naringenin-khalkon
O OH
OH O
H
2-Isoliquiritigenin
O OH
O H
5-Liquiritigenin Flavanon
O
O OH
O H
O OH
O OH
O H
O O
OH O
H O
OH O
OH O
H O
OH
Apigenin Flavon
Naringenin Flavanon
Genistein Isoflavon
Daidzein Isoflavon
O OH
O H
O OH
OH O
OH O
H O
OH OH
Kamferol Flavonol
Dihidrokamferol Dihidroflavanol
O OH
O H
O OH
OH OH
Dihidroquercetin Dihidroflavonol
OH O
H O
OH OH
OH
Leukosianidin
OH O
H O
OH OH
OH O
H O
OH OH
OH O
H O
OH OH
OH O
H O
OH OH
OH O
H O
OH OH
OH O
H O
+
OH OH
Cyanidun Antocyanidin
Proantocyanidin trimer C
2
- -Epikatekin Flavan-3-ol
+ -katekin Flavan-3-ol
Polimer Proantocyanidin Tanin Terkondensasi
Gambar 2.8 Biosintesis Proantocyanidin Crozier et al,2006
Universitas Sumatera Utara
2.3 Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati dan simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yangtersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan.
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan atau hewan dengan menggunakan penyari tertentu Depkes RI, 2000.
Berdasarkan prinsipnya, proses ekstraksi dapat berlangsung bila terdapat kesamaan dalam sifat kepolaran antara senyawa yang diekstraksi dengan senyawa
pelarut. Suatu zat memiliki kemampuan terlarut yang berbeda dalam pelarut yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara zat terlarut dengan pelarut.
Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar, begitu juga sebaliknya. Sifat penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah kepolaran
senyawa yang dilihat dari gugus polarnya seperti OH, COOH, dan lain sebagainya. Hal ini yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah
selektivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga Harbone, 1987.
Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1. Maserasi
Maserasi berasal dari kata “macerare” artinya melunakkan. Maserat adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi,sedangkan maserasi adalah cara
penarikan simplisia dengan cara merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature
kamar,sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama,dan seterusnya Depkes,2000.
Keuntungan dari metode maserasi yaitu prosedur dan peralatannya sederhana Agoes,2007.
Universitas Sumatera Utara
2. Perkolasi
Perkolasi berasal dari kata “colore”artinya menyerkai dan “per”artinya menembus. Dengan demikian,perkolasi adalah suatu cara penarikan simplisia
dengan menggunakan alat yang disebut perkolator dimana simplisia terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes
secara beraturan Syamsuni,2006. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan,
tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya
penetesanpenampungan perkolat sampai diperoleh ekstrak Depkes,2000. Keuntungan dari metode perkolasi ini adalah proses penarikan zat berkhasiat dari
tumbuhan lebih sempurna,sedangkan kerugiannya adalah membutuhkan waktu yang lama dan peralatan yang digunakan mahal Agoes,2007.
3. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan pelarut akan terdestilasi menuju pendingin dan akan
kembali ke labu Depkes,2000.
4. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet,dimana pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin,kemudian jatuh membasahi dan merendam
sampel yang mengisi bagian tengah alat soklet setelah pelarut mencapau tinggi tertentu maka akan tirin ke labu destilasi, demikian berulang-ulang
Depkes,2000.
5.Infudasi Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air atau bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih pada temperatur 96
o
C selama 15-20 menit Depkes,2000.
6.Dekoktasi Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama 30 menit dan temperatur
sampai titik didih air Depkes,2000.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Radikal bebas