Skrining Fitokimia, Uji Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot ( Saurauia vulcani Korth) dari Daerah Tigarunggu

(1)

(2)

Lampiran 1. Hasil Identifikasi/Determinasi TumbuhanPirdot (Saurauia vulcani Korth).


(3)

Lampiran 2. Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth)


(4)

Lampiran 4. Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth)

A. Ekstrak Metanol Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth)


(5)

Lampiran5. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Daun Pirdot

(Saurauia vulcani Korth)


(6)

Lampiran 6. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Daun Pirdot

(Saurauia vulcani Korth)


(7)

Lampiran 7. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Dan Etil Asetat Daun Pirdot Terhadap Uji Terpenoid


(8)

Lampiran 5. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

Lampiran 5.1 Perhitungan % Peredaman Ekstrak Metanol Daun Pirdot

% Peredaman =Ablanko−Asampel Ablanko

x 100 %

` 1. Konsentrasi 20 ppm

% Peredaman =0,991−0,146

0,991 x 100 % = 85,267%

2. Konsentrasi 40 ppm

% Peredaman =0,991−0,134

0,991 x 100 % = 86,478%

3. Konsentrasi 60 ppm

% Peredaman =0,991−0,125

0,991 x 100 % = 87,386 %

4. Konsentrasi 80 ppm

% Peredaman =0,991−0,116


(9)

Peredaman radikal ekstrak metanol daun pirdot :

Sampel Absorbansi % Peredaman

Blanko 0,991 -

20 ppm 0,146 85,267

40 ppm 0,134 86,478

60 ppm 0,125 87,386

80 ppm 0,116 88,294

Perhitungan Nilai IC50 Ekstrak Metanol Daun Pirdot

X y Xy x2

0 0,00 0,00 0

20 85,627 1705,34 400

40 86,478 3459,12 1600

60 87,386 5243,16 3600

80 88,294 7063,52 6400

200 ∑y = 347,425 ∑xy = 17471,14 ∑x2 = 12000

Dimana : x = Konsentrasi y = % Peredaman

a = n(∑xy)−(∑x)(∑y) n(∑x2)(x)2

= 5(17471,14)−(200)(347,425) 5(12000)−(200)2

= 87355,7−69485 60000−40000 = 17870,7

20000 = 0,893


(10)

b = (∑x

2)(y)(x)(xy)

n(∑x2)(x)2

= (12000)(347,425)− (200)(17471,14) 5(12000)−(200)2

= 4169100−3494228 60000−40000 = 674872

20000 = 33,743

Jadi persamaan garis regresi Y = 0,893X +33,743 Nilai IC50 :

50 = 0,893X + 33,743 0,893X = 50 – 33,743 0,893X = 16,257 X = 18,193


(11)

Lampiran 5.2 Perhitungan % Peredaman Ekstrak Etil Asetat Daun Pirdot

% Peredaman =Ablanko−Asampel Ablanko

x 100 %

1.Konsentrasi 20 ppm

% Peredaman =0,991−0,132

0,991 x 100 % = 86,680%

2.Konsentrasi 40 ppm

% Peredaman =0,991−0,125

0,991 x 100 % = 87,386%

3. Konsentrasi 60 ppm

% Peredaman =0,991−0,120

0,991 x 100 % = 87,891%

4.Konsentrasi 80 ppm

% Peredaman =0,991−0,113

0,991 x 100 % = 88,957 %

Peredaman radikal ekstrak etil asetat daun pirdot

Sampel Absorbansi % Peredaman

Blanko 0,991 0

20 0,132 86,680

40 0,125 87,386

60 0,120 87,891


(12)

Perhitungan Nilai IC50 Ekstrak Etil Asetat Daun Pirdot

X y xy x2

0 0,00 0,00 0

20 86,680 1733,6 400

40 87,386 3495,44 1600

60 87,891 5273,46 3600

80 88,597 7087,76 6400

∑x = 200 ∑y = 350,554 ∑xy = 17590,26 ∑x2 = 12000

Dimana : x = Konsentrasi y = % Peredaman

a = n(∑xy)−(∑x)(∑y) n(∑x2)(x)2

= 5(17590,26)−(200)(350,554) 5(12000)−(200)2

= 0,892

b = (∑x

2)(y)(x)(xy)

n(∑x2)(x)2

= (12000)(350,554)−(200)(17590,26) 5(12000)−(200)2

= 34,429

Jadi persamaan garis regresi Y = 0,892X + 34,429 Nilai IC50 :

50 = 0,892X + 34,429 0,892X = 50 – 34,429 0,892X = 15,571 x = 17,454 IC50 = 17,454 mg/L


(13)

Lampiran 6. Stokiomerti Pembuatan Larutan DPPH 0,3mM Dalam Labu Takar 100 ml

Dimana : Mr DPPH = 394,32 M = ���

mM = ����

��

LangkahI

:

Mencarijumlahmoldari DPPH 0,3 mM 0,3mM

=

����

100 ��

mmol = 0,3 mM x 100 ml mmol = 30 mmol

LangkahII : Mencari Massa dari DPPH 0,3 mM Massa =mol x Mr

Massa = 30 mmol x 394,32 �� ���� Massa = 11,83 mg

Jadi massa DPPH yang digunakan untuk membuat Larutan DPPH 0,3 mM dalam labu takar 100 ml adalah 11,83 mg


(14)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S.A., 1985. Kimia Organik bahan Alam.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Universitas Terbuka : Jakarta

Arifin, Syamsul. 1986. Buku Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam. Universitas Terbuka : Jakarta

Adiastuti, P. C.2007. Penelitian Pendahuluan Kandungan Kimia Daun Pirdot

(Saurauia vulcani Korth). Skripsi. Depok : UI

Agoes, G. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung : ITB Press.

Ajizah, A. 2004 .Sensitivitas Salmonella Typhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium Guajava L. Jurnal Bioscientiae. Volume 1. Nomor1. Halaman 36. Apak, R Guclu, K, Ozyurek, M and Karademir, S. E. 2007. Comparative

Evaluation of Various Total Antioxidant Capacity Assay Applied to Phenolic Compounds with The CUPPRAC Assay Molecules. Pages : 1496-1547.

Astarina. 2013. Skrining fitokimia Ekstrak Metanol Rimpang Bangle (Zingiber

purpuren Roxb). Bali : Universitas Undayana. Junal Farmasi Undayana.

Atun, S. 2003. Pemanfaatan Bahan Alam Bumi Indonesia Menuju Riset yang Berkualitas Internasional. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Yogyakarta. Bilbiana, L dan Hastowo, S. 1992. Mikrobiologi. Jakarta : Rajawali Press.

Buckle, K.A., Edwards, R. A.,Fleet, G.H danWootton, M. 2007. Ilmu Pangan. Penterjemah Hari Purnomo dan Adiono.Jakarta:Universitas Indonesia. Chamber, H. F. 2007. Dasar Farmakologi Terapi. Jilid 2. Edisi 10. Diterjemahkan

oleh Cucu., Ella, E., Winny, R.S., Amalia, H dan Juli, M. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Crozier, A., Clifford, M.N and Ashihara, H. 2006. Plant Secondary Metabolites. UK: Blackwell Publishing ltd.

Cui, K., Xiaoling luo.,Keyixu., V. Murthy M.R. 2004. Di dalam Roking, 2007. Identifikasi Golongan Senyawa dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Serta Fraksi Aktif Daun Pirdot. Jurnal Obat Bahan Alam (12) Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spektroskopi.


(15)

Depkes RI. 2000 .Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat & Makanan.

Dewi, F,K., 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu

(Morindacitrifolia, Linneaus) terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar,

Skripsi.Universitas Sebelas Maret.

Erawati. 2002. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Garciniadaedalanthera Pierre Dengan Metode DPPH (1,1-Difenil Pikrilhidrazil) dan Identifikasi Golongan Senyawa Kimia dari Fraksi Paling Aktif, Skripsi Sarjana Farmasi Universitas Indonesia.

Erlyani, 2012. Identifikasi Kandungan Metabolit Sekunder Dan Uji Antioksidan Ekstrak Metanol Tandan Bunga Jantan Enau (Arenga Pinnata

Merr.).Jurnal Skripsi Jurusan F.MIPA FKIP Unhalu. Halaman 5.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum. Gaman, P. M. 1992. Ilmu Pangan. Edisi Kedua. Yogyakarta : Gajah Mada

University Press.

Ganiswara, S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Gaya baru. Jakarta. Giannella R.A. 1996. “Salmonella”. Di Baron S et. Al (eds). Baron’s Medical

Microbiology ( 4th ed.ed). University of texas Medical Branch.

Hagerman, A. E. 2002. Tannin Handbook. Department of Chemistry and Biochemistry, Miami University.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerjamah : Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Edisi Ketiga. Bandung : ITB Press.

Hariana, A. 2015. 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Cetakan ke-2 (edisi revisi). Jakarta: Penebar swadaya.

Hawley, L.B. 2003. Intisari Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi. Jakarta : Hipokrates.

Hirota, A., Taki, S., Kawai, S., Yano, M dan Abe. 2000. 1,1-Diphenyl-2-Picryl-Hydrazil Radical Scavenging Compounds from Soybean Miso and Antiproliferative Activity of isoflavanes Soybean Miso Toward the Cancer Cell Lines. Biosci. Biotechnol. Biochem. 64(5): 1038-1040.

Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung: Yrama Widya.


(16)

Ionita , P. 2005. Is DPPH Stable Free Radical a Good Scavenger for Oxygen Active species. Chem. Pap. 59 (1) Romania. Pages 11-16.

Iswari, K. 2011. Kulit Manggis Berkhasiat Tinggi. Cetakan I. Jakarta : Penerbit APMK

Jawetz,E. J. L., Melnick and E.A Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke-20, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jodi A, Lindsay. 2008. Staphylococcus : Molecular Genetic. Inggris. Caister Academic Press.

Kalt W., Forney, C. F., Martin, A., & Prior, R. L., 1999. Antioxidant Capacity, Vitamin C, Phenolics, and Anthocyanins After Fresh Storage of Small Fruits. Journal of Agricultural and Food Chemistry.

Kardono, LBS.2003.Kajian Kandungan Kimia Mahkota Dewa (Phaleria Marcocarpa). Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi dan Obat Tradisional Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.P.56 Khopkar, S. M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.

King S, Metzger WI. 1968. A New Plating Medium for The Isolation of Enteric Pathogens. I. Hektoen enteric agar. Appl Microbial 16(4) :577-578.

Khunaifi, M. 2010. Uji Antibakteri Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.

Kosasih, E. N. 2004. Peran Antioksidan Pada Lanjut Usia. Jakarta : Pusat Kajian Nasional Majalah Lanjut Usia.

Kumalaningsih, S. 2006. Antioksidan Alami Penangkal Radikal Bebas, Sumber Manfaat, Cara Penyediaan dan Pengolahan. Surabaya : Trubus Agrisarana. Lenny, S. 2006. Senyawa Terpenoida dan Steroida. Karya Ilmiah. Medan :

Universitas Sumatera Utara.

Lisa ,A. S and Anne T. R. 1998. Essential of Diagnostic Microbiologi. Inggris. Delmar Cengage Lerning.

Malheiros, A., Filho, V. C., Schmitt, C. B., Yunes, R. A., Escalante, A., Svetaz, L., Zacchino,S. & Monache, F. D., 2006, Antifingal Activity of Drimane Sesquiterpenes from Drymisbrasiliensis using Bioassay-guided Fractionation, Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science, 8 (2),335-339.

Markham, K.R., 1998. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. (Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata), Bandung: Penerbit ITB


(17)

Maulida, D. 2010. Skripsi Ekstraksi Antioksidan (LIKOPEN) Dari Buah Tomat Dengan Menggunakan Solven Campuran, n-Heksana, Aseton dan Etanol. Universitas Diponegoro Semarang.

Miquel, F.A.W. 1859. Flora Van Nederlandsch Indie. Bij Fried Fleisher, Leiipzig: 479

Miryanti, Y.I.P., Sapei, L., Budiono, K dan Indra, S. 2011. Ekstraksi Antioksidan Dari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L). Bandung : Lembaga penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan.

Molyneux, P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Dyphenylpycrilhydrazil (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Journals science and

thecnology : 26:211-219.

Mosquera. 2007. Antioxidants Activity of Twenty Five Plants from Colombian Biodiversity. Rio de Janeiro : Memorias Oswaldo Cruz. Vol 102 (5) : 631-634.

Nasution, P., Roza, RM dan Fitmawati. 2008. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Benalu (Scurulla sp) yang Tumbuh Pada Beberapa Inang Terhadap Pertumbuhan Salmonella Typhi. Pekanbaru : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Pardede, A., Manjang, Y., dan Efdi, M. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Dari Kulit Batang Manggis (Gracinia cymosa). Jurnal Kimia FMIPA

Universitas Andalas. Volume 6. Nomor 2. Halaman 60-66

Pelczar, M. J., dan Chan, E. C.S. (1998). Dasar-Dasar Mikrobiologi II. Jakarta : Penerbit UI-Press.

Pinder, A.R. 1960. The Chemistry of Terpenes. London: Chapmann and Hall Ltd.

Pokornya, J. N. Yanishlieva and N. Gordon. 2001. Antioxidant in Food. Woodhead Publishing Limited : England.

Prajitno, Arief. 2007. Uji Sensitifitas Flavonoid Rumput Laut (Eucheuma Cottoni) Sebagai Bioaktif Alami Terhadap Bakteri Vibrio Harveyi. Skripsi.Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya.

Pratiwi, Sylvia. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga

Rasyid, A. 2012. Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder – Serta Uji Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Ekstrak Metanol Teripang Stichopus Hermanii, Jurnal Ilmu dan Teknik Kelautan Tropis, Vol.4, No.2, Halaman 360-368

Robinson, T. 1991. The Organic Constituents of High Plant. Edisi Keempat. New York : University of Massachuset. Terjemahan : Kosasih Padmawinata. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung : ITB.


(18)

Roking. 2007. Identifikasi Golongan Senyawa dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Serta Fraksi Aktif Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth). Skripsi.Depok : UI

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sabir, A. 2005. Aktivitas Antibakteri Flavonoid Propolis Trigona sp Terhadap Bakteri Streptococcus Mutans (In Vitro). Majelis Ked.Gigi.

Salisbury, J.W. dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 2. Bandung : ITB Sangi, M., Runtunewe, M.R.J.,Simbala,H.E.I dan Makang V.M.A. 2008. Analisa

Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara. Chem. Prog. 1 (1):47-53

Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Setiabudi, R dan Gan, V. H. S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Bagian Farmakologi FK UI : Jakarta 571-583.

Silalahi, J. 2006. Antioksidan dalam Diet dan Karsinogenesis. Cermin Dunia Kedokteran. 153:42-47.

Sine, Y. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Tanaman Ketapang (Terminaliacatappa L.) dan Daun Tanaman Jambu Biji ( Psidium guajava L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Aeromonas hydrophila.

Sirait, M. 2007. Penentuan Fitokimia dalam Farmasi. Bandung : ITB.

Soejarto, D.D. 1980. Fieldiana Botany Revision of South American Saurauia

(Actinidiaceae). Field Museum of Natural History, Chicago: 1-18.

Syahrurachman, Agus. 1993. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Bina Rupa Aksara

Taylor WI., Schelhart D. 1970. Isolation of Shigellae. 8. Comparison Xylose Lysine Deoxycholate Agar, hetoen enteric agar, salmonella-sigella agar, and eosin Methylene blue agar with stool specimens. Appl Microbial 21 :32-37.

Tortora, GJ., Funke BR., Case CL. 2001. Microbiology an Introduction. Edisi Ketujuh. California : Addison Wesley Longman, Inc. Halaman 86-88. Widyastuti, N. 2010. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Metode

CUPRAC, DPPH, dan FRAP serta korelasinya dengan Fenol dan Flavonoida pada Enam Tanaman, Skripsi Sarjana Sains IPB.

Volk. W. And M. F. Wheeler. 1998. Mikrobiologi Dasar. Alih Bahasa : Markham. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.


(19)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1Alat-Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : Spektrofotometri UV-Visible SP-300

Rotari Evaporator Buchi

Oven Fischer Scientific

Inkubator Fiber Scientific

Lemari Pendingin Toshiba

Blender

Alat-alat gelas yang biasa digunakan dilaboratorium Tabung reaksi

Glass Beaker Gelas Erlenmeyer Corong pisah Botol vial

Neraca analitis Mettler AE 200

Desikator Simax Czechoslovakia

Pipet mikro Eppendorf

Kapas

Aluminium foil Kertas cakram Jarum ose

Autoklaf Yamata SN 20

Kuvet

Jangka sorong Batang pengaduk Cawan petri Benang bola Kertas perkamen


(20)

3.2Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth)

Etanol p.a Merck

Metanol Etil Asetat Aquadest

Pereaksi Wagner Pereaksi Maeyer Pereaksi Bouchardat Pereaksi Dragendorf FeCl3 5%

CeSO4 1% dalam H2SO4 10%

Logam Mg HCl pekat HCl 2N

DPPH (2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil) p.a Aldrich

DMSO (dimetilsulfoksida) p.a Fisons

Nutrient Broth (NB) p.a Oxoid

Nutrient Agar (NA) p.a Oxoid

Mueller Hinton Agar (MHA) p.a Oxoid

Bakteri Staphylococcus aureus Bakteri Escherichia coli

Bakteri Staphilococcus epidermidis Bakteri Salmonella thypi


(21)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Penyediaan Sampel

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daun Pirdot yang diperoleh dari Daerah Tigarunggu, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Daun Pirdot dipisahkan dari batang dan buahnya. Sampel dikeringkan dalam ruangan selama ±5 hari kemudian dihaluskan dengan blender.

3.3.2 Analisa Kadar Air

Ditimbang 2 gram sampel lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105̊ C- 110̊ C selama 2 jam, lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Kemudian ditimbang. Diulangi pengeringan sampai diperoleh berat tetap.

3.3.3 Pembuatan Ekstrak Metanol dan Etil asetat dari Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth)

Ditimbang serbuk daun Pirdot sebanyak 200 g, dimaserasi dengan menggunakan pelarut metanol selama 2×24 jam. Kemudian disaring. Dilakukan pengulangan hingga larutan berwarna jernih. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan rotarievaporator dan ekstrak pekat metanol yang diperoleh dipekatkan kembali pada penangas air sampai diperoleh ekstrak bebas dari pelarut metanol dan ditimbang. Ekstrak kering yang dihasilkan diuji skrining fitokimia, aktivitas antioksidan dan antibakteri. Dilakukan hal yang sama untuk ekstrak etil asetat.

3.3.4 Skrining Fitokimia 1. Alkaloid

Ekstrak metanol dan etil asetat daun pirdot masing-masing dimasukkan dalam tabung reaksi. Tabung I ditetesi pereaksu Wagner, jika terbentuk endapan jingga, maka positif mengandung alkaloid. Tabung II ditetesi pereaksi Maeyer, jika terbentuk endapan putih,maka positif mengandung alkaloida. Tabung III ditetesi pereaksi Boucahardat,jika terbentuk endapan cokelat, maka positif mengandung alkaloida,dan tabung IV ditetesi dengan pereaksi Dragendorf, jika terbentuk endapan jingga, maka positif mengandung alkaloida.


(22)

2. Flavonoida

Ekstrak metanol dan etil asetat daun pirdot masing-masing dimasukkan kedalam 2 tabung reaksi. Tabung I ditetesi NaOH 10%, jika terbentuk larutan warna biru violet maka positif mengandung flavonoida. Tabung II ditambah serbuk Mg dan HCl pekat,jika terbentuk larutan warna jingga maka positif mengandung flavonoida.

3. Tanin

Ekstrak metanol dan etil asetat daun pirdot masing-masing dimasukkan kedalam tabung reaksi,kemudian ditambah dengan FeCl3 5%. Jika terbentuk larutan warna

biru kehitaman maka positif mengandung tanin. 4. Terpenoida

Ekstrak metanol dan etil asetat daun pirdot masing-masing dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian ditambah dengan CeSO4 1% dalam H2SO4 10%. Jika

terbentuk endapan warna merah kecoklatan maka positif mengandung terpenoida. 5. Saponin

Ekstrak metanol dan etil asetat daun pirdot masing-masing ditambah 10 ml aquades, kemudian dikocok kuat-kuat. Jika muncul busa yang stabil maka positif mengandung saponin.

3.3.5 Uji aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

3.3.5.1 Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM

Larutan DPPH 0,3 mM dibuat dengan melarutkan 11.83 mg serbuk DPPH dengan etanol p.a dalam labu takar 100 ml, kemudian dihomogenkan.

3.3.5.2 Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

Dibuat larutan induk 1000 ppm dari ekstrak metanol dan etil asetat daun pirdot, dengan melarutkan 0,025 g ekstrak metanol dan etil asetat dengan pelarut etanol p.a dalam labu takar 25 ml. Kemudian dari larutan induk 1000 ppm dibuat larutan 100 ppm. Kemudian dari larutan 100 ppm dibuat variasi konsentrasi 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm untuk diuji aktivitas antioksidannya.


(23)

3.3.5.3 Uji Aktivitas Antioksidan

a. Uji Aktivitas Antioksidan Larutan Blanko

Sebanyak 2,5 ml etanol p.a ditambahkan ke dalam 1 ml larutan DPPH 0,3 mM dalam tabung reaksi, dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap. Kemudian diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 515 nm.

b. Uji Aktivitas Antioksidan Sampel

Sebanyak 2,5 ml ekstrak metanol daun pirdot 20 ppm dimasukkan ke dalam 1 ml larutan DPPH 0,3 mM dalam tabung reaksi,dihomogenkan dan dibiarkan dalam ruang gelap selama 30 menit. Lalu diukur absorbansinya dengan panjang gelombang maksimum 515 nm. Dilakukan perlakuan yang sama untuk konsentrasi 40,60 dan 80 ppm. Dilakukan perlakuan yang sama untuk ekstrak etil asetat.

3.3.6 Uji aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

3.3.6.1 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)

Sebanyak 19 g serbuk Mueller Hinton Agar dimasukkan dalam erlenmeyer lalu dilarutkan dengan 500 ml aquadest dan dipanaskan hingga semua larut dan mendidih. Lalu disterilkan di autoklaf pada suhu 121̊ C selama 15 menit.

3.3.6.2 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

Sebanyak 7 g nutrient agar dimasukkan dalam erlenmeyer lalu dilarutkan dalam 250 ml aquadest dan dipanaska hingga semua larut dan mendidih . Lalu disterilkan di autoklaf pada suhu 121̊ C selama 15 menit.

3.3.6.3 Pembuatan Media Agar Miring dan Stok Kultur Bakteri

Kedalam tabung reaksi yang steril dimasukkan 3 ml media nutrient agar steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai memadat pada posisi miring

membentuk sudut 30-45̊ C. Biakan bakteri Staphylococcus aureus dari strain utama diambil dengan jarum ose steril lalu diinokulasikan pada permukaan media


(24)

nutrient agar miring dengan cara menggores , kemudian diinkubasi pada suhu 35 ̊C selama 18-24 jam. Hal yang sama juga dilakukan pada biakan bakteri Escherichia

coli, Staphylococcus epidermidis dan Salmonella thypi.

3.3.6.4 Penyiapan Inokulum Bakteri

Sebanyak 3,25 g nutrient broth dilarutkan dengan 250 ml aquadest dalam erlenmeyer dan dipanaskan hingga semua larut dan mendidih , kemudian disterilkan di autoklaf pada suhu 121̊ C selama 15 menit dan didinginkan. Lalu koloni bakteri Staphylococcus aureus diambil dari stok kultur menggunakan jarum ose steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml media nutrient broth steril dalam tabung reaksi dan diinkubasikan pada suhu 35̊ C selama 3 jam,lalu diukur panjang gelombang dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 540-600 nm. Hal yang sama dilakukan untuk koloni bakteri

Escherichia coli, Staphylococcus epidermidis dan Salmonella thypi.

3.3.6.5 Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

Ekstrak Metanol dan Etil Asetat dibuat dalam berbagai konsentrasi dengan menimbang ekstrak masing-masing sebanyak 100 mg,200 mg,300 mg,400 mg,500 mg, kemudian dilarutkan masing-masing dengan 1 ml DMSO. Konsentrasi ekstrak adalah 100 mg/ml,200 mg/ml,300 mg/ml,400 mg/ml dan 500 mg/ml.

3.3.6.6 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

Sebanyak 0,1 ml inokulum Staphylococcus aureus dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media Mueller Hinton Agar sebanyak 15 ml dengan suhu 45-50̊ C dihomogenkan sampai media dan bakteri tercampur rata,kemudian dibiarkan sampai media memadat. Dimasukkan kertas cakram yang telah direndam dengan ekstrak metanol dan etil asetat dengan berbagai variasi konsentrasi kedalam cawan petri yang telah berisi bakteri , kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35̊ C selama 18-24 jam. Selanjutnya diukur diamater zona hambat di sekitar kertas cakram dengan jangka sorong. Dilakukan perlakuan yang smaa terhadap bakteri Escherichia coli, Staphylococcus epidermidis dan


(25)

3.4Bagan Penelitian

3.4.1 Ekstraksi Serbuk Daun Pirdot dengan Pelarut Metanol

Daun Pirdot

Dikeringkan Dihaluskan

Serbuk Daun Pirdot

Ditimbang Sebanyak 200 gram

Dimaserasi dengan 2 liter metanol selama 2x24 jam

Disaring

Dipekatkan

Ekstrak Pekat Metanol Daun Pirdot

Dilakukan perlakuan yang sama untuk ekstraksi serbuk daun pirdot dengan pelarut etil asetat.

3.4.2 Analisa Kadar Air

Hasil

2 gram serbuk daun pirdot

dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C-1100C

selama 2 jam

didinginkan dalam desikator selama 30 menit ditimbang


(26)

3.4.3 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

Ekstrak Metanol Daun Pirdot

Dimasukkan kedalam 5 tabung reaksi

Tabung I + Pereaksi Wagner Tabung II + Pereaksi Maeyer Tabung III + Pereaksi Dragendroff Tabung IV + Pereaksi Bouchardat

Tabung I + NaOH 10%

Tabung II + logam Mg

+HCl(p)

Ditambahkan

FeCl3 5%

Ditambahkan

CeSO4 1%

dalam

H2SO4 10%

Ditambahkan Aquades dan dikocok kuat-kuat

Alkaloid Flavonoid Tanin Terpenoid Saponin

Dilakukan perlakuan yang sama untuk uji skrining fitokimia ekstrak etil asetat daun pirdot.


(27)

3.4.4 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth)

1. Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol Daun Pirdot

0,025 gram ekstrak metanol daun pirdot

dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml

Ditambahkan etanol p.a sampai garis batas Dihomogenkan

25 ml larutan 1000 ppm

Dipipet sebanyak 5 ml

Dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml Ditambahkan etanol p.a hingga garis batas Dihomogenkan

50 ml larutan 100 ppm

Dibuat variasi konsentrasi 20, 40, 60 dan 80 ppm

dipipet 5 ml dengan pipet volum

dipipet 10 ml dengan pipet volume

dipipet 15 ml dengan pipet volum

dipipet 20 ml dengan pipet volum

Dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml

ditambahkan etanol p.a hingga garis batas

dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml ditambahkan etanol p.a hingga garis batas

dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml ditambahkan etanol p.a hingga garis batas

dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml

ditambahkan etanol p.a hingga garis batas

dihomogenkan dihomogenkan dihomogenkan dihomogenkan

25 ml larutan 20 ppm

25 ml larutan 40 ppm

25 ml larutan

60 ppm 25 ml larutan 80 ppm


(28)

etil asetat daun pirdot.

2. Pembuatan Larutan DPPH 0,3 Mm

Hasil

11,85 mg DPPH

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml ditambahkan etanol p.a hingga gari batas

dihomogenkan

3. Pengukuran Absorbansi Larutan Blanko dan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

a. PengukuranAbsorbansi Larutan Blanko

Hasil

1 ml DPPH 0,3 mM

dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 2,5 ml etanol p.a

dihomogenkan

dibiarkan selama 30 menit pada rungan gelap diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum 515 nm


(29)

b. Pengukuran Absorbansi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

1 ml larutan DPPH 0,3 mM

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi Ditambahkan 2,5 ml ekstrak metanol

daun pirdot sesuai dengan variasi konsentrasi Dihomogenkan

Dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap

Diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum 515 nm

Hasil

Dilakukan perlakuan yang sama untuk pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat daun pirdot.

3.4.5 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat DaunPirdot

1. Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)

19 gram media MHA (Mueller Hinton Agar)

Dilarutkan dengan 500 ml aquadest di dalam labu erlenmeyer

Dipanaskan dan diaduk hingga larut dan mendidih

Disterilkan di dalam autoklaf

pada suhu 121oC selama 15 menit


(30)

2. Pembuatan Stok Kultur Bakteri

Dilarutkan dengan 250 ml aquadest kedalam gelas erlenmeyer

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih Disterilkan dalam autoklaf

pada suhu 121oC selama 15 menit

Media NA (Nutrient Agar) steril

Dituangkan kedalam tabung reaksi sebanyak 3 ml

Dibiarkan pada temperatur kamar sampai memadat pada

posisi miring membentuk

sudut 30-45O

Diambil biakan bakteri Staphylococcus aureus dari strain utama dengan jarum ose lalu digoreskan pada media NA

yang telah memadat

Diinkubasi pada suhu 35oC

selama 18-24 jam

Stok Kultur Bakteri

7 gram Media NA ( Nutrien Agar)

Dilakukan hal yang sama untuk bakteri Staphylococcus epidermidis, Escherichia


(31)

3. Penyiapan Inokulum Bakteri

3,25 gram NB (Nutrien Broth)

Dialarutkan dengan 250 ml aquadest ke dalam gelas erlenmeyer

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih

Disterilkan dalam autoklaf pada suhu

121oC selama 15 menit

Media NB (Nutrien Broth) Steril

Dituangkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml

Diambil koloni bakteri dari stok kultur

bakteri Staphylococcus aureus dengan jarum ose Disuspensikan ke dalam Nutrien Broth (NB)

Diinkubasi pada suhu 35oC selama 2-3 jam

Diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 580-600 nm sampai diperoleh transmitan 25 ( disamakan kekeruhan dengan standard Mcfarland )

Hasil

Dilakukan hal yang sama untuk bakteri Staphylococcus epidermidis, Escherichia


(32)

4. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Dan Etil Asetat Daun Pirdot

0,1 ml Inokulum Bakteri

Dimasukkan ke dalam cawan petri steril

Ditambah dengan 15 ml media Muller

Hinton Agar (MHA) dengan suhu 45-50oC

Dihomogenkan sampai media dan bakteri tercampur rata

Dibiarkan sampai media memadat

Dimasukkan kertas cakram yang sudah direndam dengan ekstrak metanol daun pirdot dengan berbagai konsentrasi kedalam cawan petri yang telah berisi bakteri

Diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35oC

Diukur diameter zona bening di sekitar cakram dengan jangka sorong

Hasil


(33)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Penentuan Kadar Air Serbuk DaunPirdot

Sampel daunPirdot dilakukan analisa kadar air untuk mengetahui kandungan air yang masih terkandung dalam sampel yang telah dikeringkan. Kadar air daun pirdot diperoleh dari hasil perhitungan sebagai berikut :

Berat sampel = 2 g Berat setelah pemanasan = 1,813 g

Kehilangan bobot = 2 g – 1,813g=0,187 g

Kadar air serbuk daunpirdot =Kehilangan bobot

berat sampel

x

100%

=

0,187g

2 g

x

100%

=

9,35 %

4.1.2 Ekstraksi Daun Pirdot

Ekstraksi daun pirdot dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut metanol dan etil asetat sehingga diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :

 Kadar Ekstrak Metanol Daun Pirdot

Berat serbuk metanol = 200 gram Berat ekstrak metanol = 29,83 gram

Kadar ekstrak metanol daun Pirdot = Berat ekstrak

Berat sampel kering x 100 % = 29,83 gram


(34)

 Kadar Ekstrak Etil Asetat Daun Pirdot

Berat serbuk etilasetat = 200 gram Berat ekstrak etil asetat = 10,95gram

Kadar ekstrak etil asetat daun pirdot = Berat ekstrak

Berat sampel kering x 100 % = 10,95 gram

200 gram x 100 % = 5,475 %

4.1.3 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot Ekstrak metanol daun pirdot yang diperoleh dilakukan skrining fitokimia untuk mengetahui adanya golongan senyawa flavonoida, terpenoida, saponin dan tanin sedangkan ekstrak etil asetat daun pirdotmengandung golongan senyawa flavonoida dan terpenoida, yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.


(35)

Tabel 4.1. HasilSkrining Fitokimia Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

No Parameter Pereaksi

Sampel Ekstrak Metanol

Ekstrak Etil Asetat

1 Alkaloida Dragendrorf - -

Bouchardat - -

Mayer - -

Wagner - -

2 Flavonoida NaOH 10 % + +

Mg + HCl pekat + +

3 Tanin FeCl3 5% + -

4 Terpenoid CeSO4 1 % dalam

H2SO4 10 % + +

5 Saponin Aquadest + -

Keterangan :

- = Tidak terdeteksi adanya senyawa metabolit sekunder + = Terdeteksi adanya senyawa metabolit sekunder

4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

Ekstrak metanol daun pirdot dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH radikal bebas untuk memperoleh nilai IC50 menggunakan spektrofotometer

UV-Visible pada panjang gelombang maksimum 515 nm. Kemampuan antioksidan diukur sebagai penurunan serapan larutan DPPH (peredaman warna ungu DPPH). Tabel 4.2 dan gambar 4.1 menunjukkan hasil pengukuran absorbansi ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat daun pirdot.


(36)

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Absorbansi Ekstrak Metanol dan Ekstrak Etil Asetat Daun Pirdot

Konsentrasi

Absorbansi % Peredaman

Ekstrak Metanol Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Metanol Ekstrak Etil Asetat

Blanko 0,991 0,991 - -

20 ppm 0,146 0,132 85,267 86,680

40 ppm 0,134 0,125 86,478 87,386

60 ppm 0,125 0,120 87,386 87,891

80 ppm 0,116 0,113 88,294 88,597

Gambar 4.1 Grafik % Peredaman Vs Konsentrasi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot.

Persamaan garis regresi dan nilai IC50 yang diperoleh dari ekstrak metanol dan etil

asetat daun pirdotdapat ditunjukkan pada Tabel 4.3 dibawah ini.

y = 0,893x + 33,74 R² = 0,528 y = 0,892x + 34,43

R² = 0,517

0 20 40 60 80 100 120

0 20 40 60 80 100

% P e re d a m a n Konsentrasi ppm

Grafik % Peredaman terhadap

Konsentrasi

% peredaman metanol


(37)

Tabel 4.3 Persamaan Garis Regresi dan Nilai IC50 yang diperoleh dari ekstrak

metanol dan etil asetat daun pirdot.

No Sampel Persamaan Garis Regresi IC50

1. Ekstrak Metanol y =0,893x + 33,74 R2 = 0,528

18,193 ppm

2. Ekstrak Etil Asetat y = 0,892x + 34,43 R2 = 0,517

17,454 ppm

4.1.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

a. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Pirdot

Aktivitasantibakteri ekstrak metanol daun Pirdotditunjukkandenganterbentuknya zona hambat pada pertumbuhan beberapa bakteri yaitu Escherichia coli,

Staphylococcus epidermidis, Salmonella thypidan Staphylococcus aureus seperti

yang ditunjukkan pada Tabel 4.4 dan gambar 4.2; 4.3; 4.4 dan 4.5dibawahini :


(38)

Gambar 4.3Zona hambat bakteri Staphylococcus aureus.

Gambar 4.4 Zona hambat bakteriSalmonellathypi


(39)

b. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Pirdot.

Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat daun Pirdot ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat pada pertumbuhan beberapa bakteri yaitu Escherichia

coli, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan salmonella thypi

seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.4 dan gambar 4.6; 4.7; 4.8; 4.9 dibawah ini:


(40)

Gambar 4.8Zona hambat bakteri Salmonellathypi.


(41)

Tabel 4.4. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot No. Bakteri Konsentrasi (%)

Diameter Zona Hambatan (mm) Bakteri Gram-positif Bakteri Gram-negatif Ekstrak Metanol Ekstrak Etil Asetat 1. 2. Staphylococcus Aureus Staphylococcus epidermidis

Blanko - -

10 7,3 8,1

20 8,5 9,4

30 9,2 11,8

40 10,9 12,6

50 Blanko 10 20 30 40 50 12,3 - 8,7 9,4 9,7 10,2 11,8 14,8 - 8,4 9,8 11,1 11,8 14,6 3. 4. Salmonella thypi Escherichia coli

Blanko - -

10 8,1 8,8

20 9,6 9,4

30 10,5 10,3

40 11,4 12,8

50 Blanko 10 20 30 40 50 11,3 - 7,3 8,1 9,6 10,4 11,2 14 - 8,2 9,4 9,8 11,5 12,3 Keterangan : Blanko = Kertas cakram direndam dengan pelarut DMSO.


(42)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Penentuan Kadar Air Daun Pirdot

Dari hasil penelitian diperoleh kadar air untuk simplisia daun pirdot adalah sebesar 9,35%. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air ±10 %. Tujuan dari penentuan kadar air adalah untuk mengetahui batasan maksimal atau rentang besarnya kandungan air didalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan (Harborne, 1987). Dan juga proses pengeringan didalam prosedur percobaan bertujuan untuk mencegah kerusakan yang ada dalam tanaman sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan juga bertujuan untuk mencegah penjamuran pada sampel ,dimana jamur (kapang) dapat berkembang dengan baik dalam simplisia dengan kadar air sekitar 18% (Miryanti

et al, 2011).

4.2.2 Ekstraksi Daun Pirdot

Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi maserasi dengan pelarut methanol dan etil asetat terhadap daun pirdot yang telah dikeringkan, kemudian dilanjutkan dengan uji skrining fitokimia, antioksidan dan antibakteri dari masing-masing hasil ekstraksi daun pirdot yang diperoleh tersebut.Tujuan dilakukannya ekstraksi dengan dua pelarut yaitu untuk menggolongkan kandungan kimia dari kedua ekstrak tersebut berdasarkan perbedaan polaritas pelarut, senyawa yang memilikipolaritas yang sama dengan pelarut akan tertarik bersama pelarut, sementara yang tidak sama polaritasnya tidak ikut tertarik. Perbedaan kandungan kimia dari masing-masing ekstrak daun pirdot ini juga akan berpengaruh terhadap keefektifannya sebagai antioksidan dan antibakteri (Roking, 2007)


(43)

4.2.3 Skrining Fitokimia Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dari suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tumbuhan. Berdasarkan hasil skrining fitokimia, golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak metanol adalah flavonoid, tanin, saponin dan terpenoida, sedangkan dalam ekstrak etil asetat adalah flavonoid dan terpenoid dapat dilihat dari Tabel 4.1.

Pada ujiflavonoidapadagambar 4.10, penambahan NaOH pada ekstrak metanol dan etil asetat daun pirdot menghasilkan perubahan warna menjadi biru violet yang menunjukkan kandungan golongan flavonoid. Sedangkan penambahan HCl pekat digunakan untuk menghidrolisis flavonoid menjadi aglikonnya yaitu dengan menghidrolisis O-glikosil. Glikosil akan terganti oleh H+ dari asam karena sifatnya yang elektrofilik. Glikosida berupa gula dapat dijumpai yaitu glukosa, galaktosa, dan ramnosa. Serbuk Mg menghasilkan senyawa yang kompleks yang berwarna merah atau jingga (Sangi et al, 2008).

Gambar 4.10 Reaksi uji flavonoid dengan HCl pekat dan serbuk Mg ( Sangiet al, 2008)


(44)

Pengujian tanin padagambar 4.11, dilakukan dengan penambahan larutan FeCl3

5% pada ekstrak metanol daun pirdot sehingga menghasilkan hasil yang positif dan terbentuk warna biru kehitaman. Pada penambahan larutan FeCl3 5%

diperkirakan larutan ini bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada senyawa tanin. Pereaksi FeCl3 dipergunakan secara luas untuk mengidentifikasi

senyawa fenol termasuk tanin (Robinson, 1995).

Gambar 4.11Reaksi uji tanin dengan FeCl3 ( Robinson, 1995)

Saponin mengandung gugus glikosida. Glikosida adalah suatu kompleks antara gula pereduksi (glikon) dan bukan gula (aglikon). Glikon bersifat mudah larut dalam air. Selain itu saponin adalah senyawa aktif permukaan kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dengan air. Timbulnya busa menunjukkan adanya glikosida yang terhidrolisis dalam air menjadi glukosa dan senyawa lain (aglikon) (Robinson, 1995).Reaksi antara saponin dan air dapat ditunjukkan padaGambar 4.12 berikut:


(45)

Gambar 4.12 Reaksi hidrolisis saponin dalam air (Robinson, 1995)

Analisis senyawaterpenoid didasarkan pada kemampuan senyawa tersebut membentuk warna dengan penambahan CeSO4 1% dalam H2SO4 10%. Hasil yang

diperoleh menunjukkan hasil positif dengan perubahan warna menjadi merah kecoklatan yang menunjukkan kandungan golongansenyawaterpenoida.

Dari hasil skrining fitokimia ekstrak metanol daun pirdot memberikan hasil positif terhadap golongan senyawa flavonoida, tanin, saponin dan terpenoida dan hasil negatif untuk golongan senyawa alkaloid. Sementara itu untuk ekstrak etil asetat memberi hasil positif terhadap senyawa flavonoid dan terpenoid dan hasil negatif terhadap golongan senyawa alkaloid, tannin dan saponin.Ekstrak metanol daun pirdot mengandung golongan senyawa flavonoid, tanin, saponin dan terpenoida yang dapat tertarik dalam pelarut metanol. Hal ini disebabkan karena metanol merupakan pelarut yang memiliki gugus polar (-OH) dan gugus nonpolar (-CH3) sehingga dapat menarik analit-analit yang bersifat polar,

semipolar dan nonpolar (Astarina, dkk., 2013). Ekstrak metanol dapat mengikat golongan flavonoida dan tanin karena pelarut metanol merupakan pelarut yang kepolarannya sangat tinggi sehingga dapat mengikat senyawa polar dan juga senyawa nonpolar. Sedangkan pada ekstrak etil asetat tidak terkandung tanin karena tanin sangat polar sehingga pelarut etil asetat tidak dapat melarutkan tanin.


(46)

4.2.4 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

Uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan etil asetat daun Pirdot dengan metode DPPH dengan menggunakan alat spektrofotometri UV Visible. Adapun mekanisme utama peredaman radikal DPPH adalah sebagai berikut:

DPPH• + AH DPPH-H + A•

Pada uji DPPH, peredaman radikal DPPH diikuti dengan pematauan penurunan absorbansi pada panjang gelombang maksimum yang terjadi karena pengurangan radikal oleh antioksidan AH atau reaksi dengan spesi radikal (R) yang ditandai dengan berubahnya warna ungu pada larutan menjadi warna kuning pucat, data yang sering dilaporkan sebagai IC50 merupakan konsentrasi

antioksidan yang dibutuhkan untuk 50 % peredaman radikal DPPH pada periode waktu tertentu (15 – 30 menit) (Pokornya et al, 2001). DPPH merupakan suatu molekul radikal bebas yang distabilkan oleh bentuk resonansi seperti ditunjukkan pada gambar 4.13.


(47)

Tabel 4.2 dan 4.3 menujukkan telah terjadi peredaman radikal bebas DPPH setelah penambahan ekstrak metanol dan etil asetat daun pirdot, dimana semakin tinggi konsentrasi maka % peredaman semakin besar yang ditandai dengan menurunnya absorbansi. Dari persamaan Y = ax + b dapat diketahui oleh nilai IC50 dengan memasukkan nilai 50 sebagai sumbu Y, sehingga diperoleh berapa

besar nilai x yang akan mempresentasikan besaran IC50. Dari perhitungan

diperoleh nilai IC50 untuk ekstrak metanol dan etil asetat masing-masing sebesar

18,193 ppm dan 17,454 ppm.

Hasil skrining fitokimia menunjukkan ekstrak metanol dan etil asetat daun pirdot mengandung golongan senyawa kimia berupa flavonoida dan tanin. Flavonoida dan tanin merupakan senyawa fenol yang bersifat sebagai antioksidan (Harbone, 1996). Senyawa – senyawa polifenol mengandung gugus hidroksil yang dapat bertindak sebgai donor hidrogen terhadap radikal bebas (Silalahi, 2006).Reaksi DPPH denganturunanfenoldapatdilihatpadaGambar 4.14.

Gambar 4.14 Reaksi DPPH dengan turunan fenol ( Silalahi, 2006)

Pada senyawa polifenol, aktivitas antioksidan berkaitan erat dengan struktur rantai samping dan juga substitusi pada cincin aromatiknya. Kemampuannya untuk bereaksi dengan radikal bebas DPPH dapat mempengaruhi urutan kekuatan antioksidannya. Aktivitas perendaman radikal bebas senyawa polifenol diyakini dipengaruhi oleh jumlah dan posisi hidrogen fenolik dalam molekulnya. Dengan demikian aktivitas antioksidan yang lebih tinggi akan dihasilkan pada senyawa flavonoid yang mempunyai jumlah gugus hidroksi yang lebih banyak pada inti flavonoidnya. Senyawa fenolik ini mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan hidrogen, maka aktivitas antioksidan senyawa fenolik


(48)

pada reaksi netralisasi radikal bebas yang mengawali proses oksidasi atau pada penghentian reaksi radikal berantai yang terjadi (Silalahi,2006). Flavonoid lebihkuatberperansebagaiantioksidanjikadibandingkandengantanin

(Crozier,2006).Ekstraketilasetatlebihkuatsebagaiantioksidandibandingkandengan methanol halinididugakarenalebihbanyaknyakandungan flavonoid yang terdapatpadaekstraketilasetatdibandingkandengan methanol.

Dari literatur dapat diketahui bahwa jika nilai IC50 yang dihasilkan kurang

dari 50, maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat. Oleh karena itu berdasarkan perhitungan yang diperoleh dapat dikatan bahwa senyawa antioksidan yang terdapat dalam ekstrak metanol dan etil asetat daun pirdot sama-sama memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat. Tingkat kekuatan senyawa antioksidan menggunakan metode DPPH dapat digolonganpadatabel 4.5 dibawahini:

Tabel 4.5 Penggolongantingkatkekuatanantioksidanmenggunakanmetode DPPH

Intensitas Nilai IC50

Sangat kuat <50 mg/L

Kuat 50-100 mg/L

Sedang 101-150 mg/L

Lemah >150 mg/L

(Ionita, 2005).

4.2.5 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

Pengujian aktivitas antibakteri bertujuan untuk mengetahui aktivitas bakteri terhadap sampel uji. Metode pengujian aktivitas antibakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah metode difusi agar. Pada metode ini aktivitas bakteri terhadap sampel uji ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat disekitar kertas cakram yang menandakan daerah pertumbuhan bakteri.


(49)

Pada penelitian ini menggunakan bakteri patogen yang berasal dari gram positif dan gram negatif. Bakteri patogen yang digunakan adalah Staphylococcus aureus,

Staphylococcus epidermidis, salmonella thypidan Escherichia coli.

Berdasarkan Clinical and Laboratory Standars Institute (2012) bahwa suatu senyawa memiliki aktivitas antibakteri dengan zona hambat ≤ 14 mm lemah (resistant), 15 hingga 19 mm sedang (intermediate) dan ≥ 20 mm kuat.

Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak metanol dan etil asetat dalammenghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus,Staphylococcus

epidermidis, salmonella thypi dan Escherichia colipada tabel 4.4 memperlihatkan

bahwa ekstrak metanolmemiliki aktivitas antibakteri dengan kategori lemah pada konsentrasi 50% dengan zona hambat masing-masing sebesar 11,8 mm; 11,3 mm; 12,3 dan 11,2 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus,Staphylococcus

epidermidis, salmonella thypi dan Escherichia coli.

Sedangkanekstraketilasetatmemilikiaktivitasantibakteridengankategorisedangpada konsentrasi 50% dengan zona hambat masing-masing sebesar 14,8 mm dan 14,6 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis

dankategorilemahuntukbakteriSalmonella thypidanEschericia coli denganzonahambatmasing-masing 14 mm dan 12,3 mmpadakonsentrasiekstrak

50%.Adanya perbedaan diameter zona hambat pada kedua bakteri menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sentivitas ekstrak pada mikroba uji tersebut. Senyawa yang bersifat sebagai antimikroba dapat menyebabkan kerusakan pada dinding sel serta kerusakan pada membran sel berupa denaturasi protein dan lemak yang menyusun membran sel.Ekstrak metanol dan etil asetat daun pirdotlebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri gram positif Staphylococcus aureusdan

Staphylococcus epidermidis dibandingkan dengan bakteri gram negatif Escherichia colidanSalmonella thypi.

Jawetz, et al (2005) menyatakan bahwa aktivitas antibakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi ekstrak dan jenis bakteri yang dihambat. Penelitian ini menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak metanol dan etil asetat daun pirdotmaka jumlah senyawa antibakteri yang dilepas semakin besar, dan dapat diketahui bahwa bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus


(50)

berbanding lurus satu sama lain. Hal ini dinyatakan bahwa bakteri gram positif yang membran luarnya terdiri dari lapisan peptidoglikan yang lebih banyak dibandingkan gram negatif yang membran luarnya terdiri dari lipopolisakarida yaitu lipid, polisakarida dan protein, selain itu dinding sel bakteri gram positif terdapat asam teikoat yang mengandung alkohol (gliserol atau ribitol) (Pratiwi, 2008). Dinding sel bakteri gram negatif mengandung peptidoglikan jauh lebih sedikit daripada gram positif sehingga permeabilitas bakteri gram positif lebih rendah dibandingkan permeabilitas bakteri gram negatif. Dengan permeabilitas yang rendah maka zat aktif dari ekstrak metanol dan etil asetat daun pirdot akan mengalami kesulitan untuk menembus membran sel bakteri gram positif sehingga efek bakterinya, kurang optimal peptidoglikan pada sel bakteri yang sedang tumbuh dan menyebabkan kematian sel.

Berdasarkan data hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat daun pirdot mempunyai aktivitas antibakteri lebih besar dibandingkan ekstrak metanol. Halinididugakarena ekstrak etil asetat mempunyai kadar flavonoid yang lebih besar.Rohman (2006) melaporkan bahwa pelarut etilasetat sangat cocok untuk mengekstraksi senyawa fenolik. Keefektifan antibakteri pada ekstrak etil asetat diduga berkaitan dengan sifat etil asetat yang semi polar sehingga banyak komponen bioaktif yang larut di dalamnya terutama golongan isoflavon, flavon, flavanon, dan flavonol termetoksilasi yang tidak larut dalam pelarut polar yang juga efektif sebagai antibakteri (Monanche, 1996) . Flavonoid mempunyai aktivitas antibakteri karena dapat membentuk kompleks dengan protein ekstra seluler, protein terlarut, dan kompleks dengan dinding sel.Komponen ekstrak etil asetat yang mengandung percabangan gugus fenol maupun alkohol dapat melarutkan fosfolipid. Kondisi asam oleh adanya fenol dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus

epidermidis, Escherichia coli dan Salmonella thypi (Jawetz et al, 1996).Flavonoid

bersifat polar sehingga lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan yang juga bersifat polar pada bakteri Gram positif dari pada lapisan lipid yang nonpolar. Disamping itu pada dinding sel Gram positif mengandung polisakarida (asam terikoat) merupakan polimer yang larut dalam air, yang berfungsi sebagai transfor ion positif untuk keluar masuk. Sifat larut inilah yang menunjukkan bahwa


(51)

dinding sel Gram positif bersifat lebih polar. Aktivitas penghambatan ekstrak daun pirdot pada bakteri Gram positif menyebabkan terganggunya fungsi dinding sel sebagai pemberi bentuk sel dan melindungi sel dari lisisosmotik. Dengan terganggunya dinding sel akan menyebabkan lisis pada sel (Dewi, 2010).

Volk dan Wheeler (1998) dalam Prajitno (2007) menjelaskan bahwa senyawa flavonoid dapat merusak membran sitoplasma yang dapat menyebabkan bocornya metabolit penting dan menonaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan ini memungkinkan nukleotida dan asam amino merembes keluar dan mencegah masuknya bahan-bahan aktif kedalam sel, keadaan ini dapat menyebabkan kematian bakteri. Pada perusakan membran sitoplasma, ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya (flavonoid) akan menyerang gugus polar (gugus posfat) sehingga molekul fosfolipida akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat dan asam posfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipida tidak mampu mempertahankan bentuk membran sitoplasma akibatnya membran sitoplasma akan bocor dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan dan bahkan kematian.

Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak metanol daun pirdot memiliki senyawa metabolit sekunder yang lebih lengkap dibandingkan dengan ekstrak etil asetat namun ekstrak etil asetat lebih memiliki potensi sebagai antibakteri dibandingkan dengan ekstrak metanol. Hal ini sesuai dengan penelitian Sine et al (2012) yang menyatakan bahwa tumbuhan obat yang memiliki kandungan flavonoid dan terpenoid/steroid yang tinggi akan efektif sebagai antibakteri.


(52)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan uji skrining fitokimia ekstrak metanol daun pirdot mengandung senyawa flavonoida, terpenoida, tanin dan saponin sedangkan ekstrak etil asetat daun pirdot mengandung senyawa flavonoida dan terpenoida.

2. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan etil asetat daun pirdot termasuk golongan antioksidan yang sangat kuat dimana kedua ekstrak tersebut memiliki nilai IC50 masing-masing sebesar 18,29 ppm

dan 17,66 ppm.

3. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak metanol dikategorikan lemah terhadap bakteri S.aureus, S.epidermidis, S.thypi dan E.coli pada konsentrasi 50% dengan zona hambat masing-masing sebesar 12,3 mm; 11,8 mm; 11,3 mm; dan 11,2 mm. Sedangkan untuk eksrtak etil asetat dikategorikan sedang terhadap bakteri S.aureus dan

S.thypi pada konsentrasi 50% dengan zona hambat masing-masing

sebesar 14,8 mmdan 14,6 mm dan kategori lemah terhadap bakteri

S.thypi dan E.coli pada konsentrasi 50% dengan masing-masing zona

hambat sebesar 14 mm dan 12,3 mm 5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut isolasi dan elusidasi struktur komponen kimia senyawa yang bersifat antioksidan dan antibakteri dari daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth)

2. Perlu dilakukan uji lanjut untuk mengetahui aktivitas biologis lain dari daun pirdot ( Saurauia vulcani Korth).


(53)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Pirdot (Saurauia vulcani Korth)

Tumbuhan pirdot seperti terlihat pada Gambar 2.1 dan hasil identifikasi yang dilakukan di laboratorium Herbarium Medanense, Universitas Sumatera Utara, adalah sebagai berikut :

Dunia : Plantae

Divisio (Divisi) : Magnoliophyta (Spermatophyta) Class (Kelas) : Magnoliospida (Dicotyledonae) Ordo (Bangsa) : Ericales

Familia (Suku) : Actinidiaceae Genus (Marga) : Saurauia

Spesies (Individu) : Saurauia vulcani Korth Nama Daerah : Pirdot (Sumatera Utara)


(54)

Saurauia yang dikenal dengan nama cepcepan di daerah Kabupaten Karo merupakan tanaman kecil, perdu, tangkai daun menggugurkan daunnya setiap tahun, daun memiliki dua sisi yang berbeda bagian atas berwarna hijau bagian bawah berwarna coklat pucat, pangkal daun bertoreh dan berlekuk seperti jantung membulat telur sampai lonjong, ujung daun meruncing, tepi daun bergerigi, permukaan daun muda banyak memiliki bulu sesudah dewasa tidak berbulu, helai daun tebal dan kaku, bunga berbentuk cawan terletak pada ketiak daun, letak daun pada batang melingkar 3/4 , daun-daun pelindung membulat telur sampai lonjong meruncing, memiliki 5 tangkai kepala putik (Miquel, 1859).

Genus saurauia hidup pada daerah lembab atau daerah basah seperti dekat air terjun, aliran sungai, jurang, gunung yang lembab, daerah hutan hujan, hutan lumut, dan daerah yang berawan (mendung). Kebanyakan spesies hidup pada tanah yang berpasir, banyak humus, tanah liat, jarang terdapat pada batu (Soejarto, 1980). Daun pirdot digunakan sebagai obat luka dan diabetes dalam pengobatan tradisional (Adiastuti, 2007).

2.2 Seyawa Metabolit Sekunder

Senyawa metabolit sekunder merupakan biomolekul yang dapat digunakan sebagai lead compounds dalam penemuan dan pengembangan obat-obat baru (Atun,2003). Senyawa-senyawa kimia yang merupakan hasil metabolisme sekunder pada tumbuhan sangat beragam dan dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan senyawa bahan alam yaitu alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan tanin (Lenny, 2006). Pada umumnya senyawa metabolit sekunder berfungsi untuk mempertahankan diri atau untuk mempertahankan eksistensinya di lingkungan tempatnya berada. Dalam perkembangannya senyawa metabolit sekunder tersebut dipelajari dalam disiplin ilmu tersendiri yaitu kimia bahan alam (Natural Product Chemistry). Contoh metabolit sekunder adalah antibiotik, pigmen, toksik, efektor kompetisi ekologi dan simbiosis, feromon, inhibitor enzim, agen immunemodulasi, reseptor antagonis dan agonis, pestisida, agen antitumor, dan promotor pertumbuhan binatang dan tumbuhan. Identifikasi kandungan metabolit sekunder merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian pencarian senyawa bioaktif baru dari bahan alam yang dapat menjadi


(55)

prekursor bagi sintesis obat baru atau prototipe obat beraktivitas tertentu (Rasyid,2012). Identifikasi ini merupakan uji fitokimia. Metode yang dilakukan merupakan metode uji berdasarkan yang telah dimodifikasi. Uji yang dilakukan antara lain uji flavonoid, senyawa fenolik, alkaloid, saponin, tanin dan terpenoid (Harbone, 1987).

2.2.1 Flavonoid

Flavanoid merupakan senyawa polar yang umunya mudah larut dalam pelarut polar yang umumnya mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, dan aseton (Markham, 1998).

Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri, dan jamur. Khunaifi (2010) menambahkan bahwa senyawa-senyawa flavonoid umumnya bersifat antioksidan banyak telah digunakan sebagai komponen bahan baku obat-obatan. Senyawa flavonoid dan turunannya memiliki dua fungsi fisiologi tertentu, yaitu sebagai bahan kimia untuk mengatasi serangan penyakit (sebagai antibakteri) dan anti virus bagi tanaman. Para peneliti lain juga menyatakan pendapat sehubungan dengan mekanisme kerja dari flavonoid dalam menghambat pertumbuhan bakteri,antara lain bahwa flavanoid terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri (Sabir, 2008). Flavonoida pada tumbuhan berfungsi dalam pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus dan kerja terhadap serangga (Robinson, 1995). Adapun fungsi flavonoida dalam kehidupan manusia yaitu sebagai stimulant pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavon terhidrolisasi bekerja sebagi diuretik dan antioksidan pada lemak (Sirait, 2007).

Efek flavonoid terhadap macam-macam organisme sangat banyak macamnya dan dapat dijelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Flavonoid dapat bekerja sebagai inhibitor kuat pernapasan. Beberapa flavonoid menghambat fosfodiesterase. Flavonoid lain menghambat aldoreduktase, monoamonia oksidase, protein kinase, balik


(56)

Kerangka dasar karbon pada flavonoid merupakan kombinasi antara jalur sikhimat dan jalur asetat-malonat yang merupakan dua jalur utama biosintesis cincin aromatik. Cincin A dari struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida (jalurasetat-malonat), yaitu kondensasi tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propan berasal dari jalur fenil propanoid (jalur sikhimat) (Achmad, 1985).

Markham (1988) menyatakan bahwa flavonoid pertama yang dihasilkan pada alur biosintesis flavonoid ialah khalkon, dan semua bentuk lain diturunkan darinya melalui berbagai alur (Gambar 2.2). Semua golongan flavonoid saling berkaitan, Karena berasal dari alur biosintesis yang sama. Cincin A terbentuk karena kondensasi ekor-kepala dari tiga unit asam asetat-malonat atau berasal dari jalur poliketida. Cincin B serta satu atau tiga atom karbon dari rantai propan yang merupakan kerangka dasar C6 – C3 berasal dari jalur asam sikimat (Manitto, 1981).

Modifikasi flavonoid lebih lanjut, dapat mungkin terjadi pada berbagai tahap dan menghasilkan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid, isoprenilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid, metilasi gugus orto-dihidroksil, dimerisasi (pembentukan biflavonoid), pembentukan bisulfat, dan yang terpenting adalah glikosilasi gugus hidroksil (pembentukan flavonoid O-glikosida) atau inti flavonoid (pembentukan flavonoid C-glikosida) (Markham, 1988).


(57)

Berikut merupakan alur biosintesis flavonoid:

Gambar 2.2 Biosintesis hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alur Asetat malonat dan alur sikimat( Markham, 1988).


(58)

2.2.2 Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa kimia bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, umumnya tidak berwarna, dan berwarna jika mempunyai struktur kompleks dan bercincin aromatik. Alkaloid pada umumnya juga mempunyai kereaktifan fisiologi yang menonjol, sehingga oleh manusia alkaloida sering dimanfaatkan sebagai pengobatan. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Secara fisik, alkaloida dipisahkan dari kandungan tumbuhan lainnya sebagai garamnya dan sering diisolasi sebagai kristal hidroklorida atau pikrat (Harbone, 1987).

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri,sehingga lapisan dinding sel terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1995).

Menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai berikut : a. Alkaloid sesungguhnya

Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tesebut menunjukkan aktivitas phisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa ; lazim menggunakan nitrogen dalam cincin heterosiklis, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam basa organik. Beberapa perkecualian terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklis dan alkaloid kuartener yang bersifat agak asam.

b. Protoalkaloid

Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklis. Protoalkaloid diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Contoh meskalin, ephedin dan N,N-dimetiltriptamin.


(59)

c. Pseudoalkaloida

Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawaini biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam kelas ini, yaitu alkaloid stereoidal (contoh, konnesin) dan purin (contoh, kafein ) (Sastrohamidjojo, 1996).

Biosintesis Benzylisoquinoline alkaloid dimulai dengan tahap dekarboksilasi, orto-hidroksilasi dan deaminasi yang mengkonversi tirosin baik dopamin dan 4-hidroksifenil acetaldehid (4-HPAA) (Gambar 2.3). Molekul klon untuk senyawa aromatik asam dekarboksilase l-amino (TYDC) yang mengkonversi tirosin dan dopa menjadi tirosin dan dopamin, masing-masing, telah diisolasi. Kondensasi Norcoclaurine sintase (NCS) dengan dopamin dan 4-HPAA menghasilkan (S)-norcoclaurine, yang merupakan prekursor pusat untuk semua benzylisoquinoline alkaloid pada tanaman. (S)-Norcoclaurine dikonversi ke (S)-reticuline oleh 6-O-metiltransferase (6OMT), N-metiltransferase (CNMT), hidroksilase P450 (CYP80B) dan 4-O-metiltransferase (4 OMT). Molekul klon telah diisolasi untuk semua enzim yang terlibat dalam konversi (S)-norcoclaurine ke (S)-reticuline, yang merupakan cabang-titik menengah dalam biosintesis berbagai jenis benzylisoquinoline alkaloid. Intermediet dari jalur (S)-reticuline juga berfungsi sebagai prekursor untuk lebih dari 270 dimer alkaloid bisbenzylisoquinoline seperti (+)-Tubokurarin. Molekul klon untuk oksidasi P450 (CYP80A) dengan (R) N-metilcoclaurine ke (R) atau (S) N-metilcoclaurine untuk menghasilkan bisbenzylisoquinoline alkaloid, yang masing-masing telah diisolasi dari barberry (Berberis stolonifera). Banyak pekerjaan telah difokuskan pada jalur cabang yang mengarah ke benzophenanthridine alkaloid, seperti sanguinarine, alkaloid protoberberine, seperti berberin, dan morphinan alkaloid , seperti morfin . Sebagian besar enzim yang terlibat dalam jalur ini , dimana ada lima enzim sesuai dengan molekul klon , telah diisolasi ( Gambar 2.3 ) . Langkah pertama yang dilakukan dalam biosintesis benzophenanthridine dan protoberberine alkaloid melibatkan konversi (S)-reticuline ke (S)-scoulerine oleh jembatan enzim berberin (BBE) . (S)-Scoulerine dapat dikonversi ke (S)-stylopine oleh dua oksidase P450 . Setelah N-metilasi (S)-stylopine oleh metiltransferase tertentu, dua enzim P450 tambahan akan mengkonversi (S)-cis-N-metilstylopine ke


(60)

dihydrosanguinarine, yang teroksidasi untuk menghasilkan sanguinarine. Eksudat dari banyak sepsis Papaveraceae, seperti Sanguinaria Canadensis dan Eschsholzia californica, berwarna merah karena akumulasi sanguinarine dan alkaloid benzophenanthridine lainnya. Dalam beberapa tanaman, terutama berberidaceae dan Ranunculaceae, (S)-scoulerine termetilasi oleh SAM scoulerine-9-O-metiltransferase (SOMT) untuk menghasilkan (S)-tetrahydrocolumbamine (Gambar2.3). Molekuler Klon untuk SOMT dan P450 (S)-synthase canadine (CYP719A), yang mengubah (S)-tetrahydrocolumbamine ke (S)-canadine, telah diisolasi. (S)-Canadine teroksidasi untuk menghasilkan berberin. Pada beberapa spesies papaver, (S)-reticuline yang epimeris ke (R)-reticuline sebagai langkah pertama dalam biosintesis alkaloid morphina. Selanjutnya, (R)-reticuline diubah dalam dua langkah ke (7S)-salutaridinol oleh enzim P450 dan sebuah oksidoreduk tase NADPH. Morphina alkaloid tebain dihasilkan dari (7S)-salutaridinol melalui asetil koenzim A: salutaridinol-7-O-asetiltransferase (SAT). Tebain diubah menjadi codeinone, dengan mereduksi codeine oleh enzim NADPH codeinnonereduktase (COR). Molekuler SAT dan COR telah diisolasi dari opium poppy. Tahap ahir, kodein demetilasi untuk menghasilkan morfin (Crozier et al, 2006)


(61)

Berikut merupakan alur biosintesis dari alkaloid : OH O NH2 HO HO L-Dopa HO HO NH2 TYDC Dopamin + NCS HO HO NH HO H S-Norkoklaurin 6OMT

H3CO

HO

NH

HO H S-koklaurin HO NH2

O 4-hidroksifenilasetaldehid OH O NH2 HO HO Tyrosin

H3CO

HO N HO H CH3 CNMT S-N-Metilkoklaurin CYP80B

H3CO

HO N H

CH3 H3CO

HO N O R1 R2 H O Bisbenzilisoquinolin Alkaloid N+ CH3 O O O O Sanguinarin N+

H OCH3 OCH3

N

H OH OCH3

H3CO

HO

Berberin (S)-Scoulerin

BBE

H3CO

HO N HO H CH3 HO

H3CO

HO N HO

H

CH3 H3CO

4'OMT (S)-3'-Hydroxy-N-methylcoclaurine (S)-Reticuline N H O O OCH3 OCH3 N

H OCH3 OCH3

H3CO

HO

CYP719A

H3CO

HO HO H3CO

N CH3 H3CO

HO O H3CO

N CH3 SAT (S)-Canadine (S)-Tetrahydrocolumbamine Salutaridinol 7-O-Acetylsalutaridinol O O CH3 O H3CO

O H3CO

N CH3 H

H

H

Thebaine

H3CO

O N CH3 H O H Codeinone

H3CO

O N CH3 H H HO Codeine COR HO O N CH3 H H HO Morphine


(62)

2.2.3 Terpenoid

Terpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis, terdistribusi luas dalam dunia tumbuhan dan hewan. Terpenoid ditemui tidak saja pada tumbuhan tingkat tinggi namun juga pada terumbu karang dan mikroba. Struktur terpenoid dibangun oleh molekul isoprena, CH2=C(CH3)-CH=CH2,

kerangka terpenoid terbentuk dari dua atau lebih banyak satuan unit isoprena (C5).

Terpenoid yang disebut juga isoprenoid, diklasifikasikan atas jumlah unit isoprena yang membangunnya, dengan demikian ada yang terdiri atas dua (C10), tiga (C15),

empat (C20), enam (C30), atau delapan (C40) isoprena. Terpenoid dapat juga

dikelompokkan menjadi monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen dan tetraterpen. Senyawa terpenoid berkisar dari senyawa volatil, yaitu komponen minyak atsiri, yang merupakan mono dan seskuiterpen (C10 dan C15), senyawa

yang kurang volatil, yakni diterpen (C20), sampai senyawa nonvolatil seperti

triterpenoid dan sterol (C30) seperti karatenoid (Sirait, 2007).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa terpenoid dapat menghambat pertumbuhan dengan mengganggu proses terbentuknya membran dan atau dinding sel,membran atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna (Ajizah, 2004).

Berbagai macam aktivitas fisiologi yang menarik ditunjukkan oleh beberapa triterpenoid, dan senyawa ini merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat yang telah digunakan untuk penyakit termasuk diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria. Beberapa senyawa mungkin mempunyai nilai ekologi bagi tumbuhan yang mengandungnya karena senyawa ini bekerja sebagai antifungi, insektisida atau antipemangsa. Akan tetapi senyawa lain menstimulasi serangga bertelur. Beberapa senyawa menunjukkan sifat antibakteri dan antivirus (Robinson, 1995).


(63)

Secara umum biosintesa terpenoida terjadinya dengan 3 tahap reaksi dasar yaitu: 1. Pembentukan isoprena aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat. Asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A (Ko-A) melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan Asetoasetil Ko-A. Senyawa ini dengan Asetil Ko-A melakukan kondensasi jenis Aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat yang terlihat pada gambar 2.4 (Pinder,1960).

CH3COOH Asam asetat

CoA-SH

CH3-C-SHCoA

O

CH3-C-SCoA

O

CH3-C-SCoA

O

+ CH3-C-CH2-C-SCoA + CoA-SH

O O

Asetoasetil Ko-A

CH3-C-CH2-C-SCoA

O O

Asetoasetil Ko-A

+ CH3-C-SCoA

O

CH3-C-CH2-C-SCoA

OH O

CH3-C-SCoA

O

CH3-C-CH2-C-SCoA

OH O

CH2-C-SCoA

O

H-OH

CH3-C-CH2-C-SCoA

OH O

CH2-C-SCoA

O

+ CoA-SH

CH3-C-CH2-C-SCoA

OH O

O

CH3-C-CH2-CH2-OH

OH O

O H2O

[H]

Asam Mevalonat CH2-C-OH

CH2-C-OH

Gambar 2.4 Pembentukan Asam Mevalonat (Pinder, 1960)

2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isoprena akan membentuk mono-, seskui-, di-, sester-, dan poli- terpenoida.

Setelah asam mevalonat terbentuk, reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam posfat, dan dekarboksilasi menghasilkan Isopentenil Pirofosfat (IPP). Selanjutnya berisomerisasi menjadi Dimetil Alil Pirofosfat (DMAPP) oleh enzim isomerase. IPP inilah yang bergabung dari kepala ke ekor dengan DMAPP.


(64)

Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat mengasilkan Geranil Pirofosfat (GPP) yaitu senyawa antarsemua senyawa monoterpenoida. Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama menghasilkan Farnesil Pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoida. Senyawa diterpenoida diturunkan dari Geranil – Geranil Pirofosfat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama terlihat pada gambar 2.5 (Pinder, 1960).

+

CH3-C-CH2-CH2-OH OH

CH2-C-OH

O Asam Mevalonat

CH3-C-CH2-C-O OP

CH2-CH2-OPP

O

ATP

3 Tahap

dekarboksilasi CH

2=C-CH2-CH2-OPP

CH2

Isopentenil Piroposfat (IPP)

CH3-C-CH2-CH2-OPP

CH2 CH3-C-CH2-CH2-OPP

CH2

Enzim Isomerase CH

3-C=CH-CH2-OPP

CH3

Dimetil Alil Pirofosfat (DMAPP) OPP IPP OPP DMAPP + OPP

Geraniol Pirofosfat (GPP)

OPP GPP OPP IPP + OPP

IPP Farsenil Pirofosfat (TPP)

Geranil-Geranil Pirofosfat (GGPP)

OPP OPP


(65)

3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C15 atau unit C20 menghasilkan

triterpenoida dan steroida.

Triterpenoida (C30) dan tetraterpenoida (C40) berasal dari dimerisasi C15 atau C20

dan bukan dari polimerisasi terus-menerus dari unit C5. Yang banyak diketahui

ialah dimerisasi FPP menjadi skualena yang merupakan triterpenoida dasar dan sumber dari triterpenoida lainnya dan steroida yang terlihat pada gambar 2.6. Siklisasi dari skualena menghasilkan tetrasiklis triterpenoida lanosterol ( Pinder, 1960).

Farsenil Pirofosfat (TPP)

OPP

Skualen

Gambar 2.6 Pembentukan Skualen (Triterpenoida Dasar) (Pinder, 1960)

2.2.4 Saponin

Saponin merupakan glukosida yang larut dalam air dan etanol,tetapi tidak larut dalam eter. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakterilisis,jadi mekanisme kerja saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang mengganggu pemeabilitas membran sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai kompone penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida (Ganiswarna,1995).

2.2.5 Tanin

Tanin merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat digunakan tumbuhan untuk melindungi dari serangan bakteri dari cendawan (Salisbury, 1995).


(66)

Apabila tanin direaksikan dengan air membentuk larutan koloid yang memberikan reaksi asam dan reaksi yang tajam (Harborne, 1996). Tanin memiliki peranan fisiologis yang kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Hagerman, 2002).

Secara kimia terdapat dua jenis tanin yang tersebar tidak merata dalam dunia tumbuhan yaitu tanin terkondensasi (Proantosianidin) dan tanin terhidrolisis (Hydrolyzable tannin) (Harbone, 1987). Kedua golongan tanin menunjukkan reaksi yang berbeda dalam larutan garam Fe (III). Tanin terkondensasi menghasilkan warna hijau kehitaman sedangkan tanin terhidrolisis memberikan biru kehitamanan.

1. Tanin terhidrolisis

Tanin terhidrolisis biasanya berupa senyawa amorf, higrokopis, berwarna coklat kuning yang larut dalam air (terutama air panas) membentuk larutan koloid bukan larutan sebenarnya. Makin murni tanin, makin kurang kelarutannya dalam air dan makin mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin ini larut dalam pelarut organik yang polar, tetapi tidak larut dalam pelarut organik nonpolar seperti benzene atau kloroform (Robinson, 1995).Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida (Hagerman, 2002). Salah satu contoh jenis tanin ini adalah galotanin yang merupakan senyawa gabungan karbohidrat dan asam galat seperti yang terlihat pada Gambar 2.7 berikut:


(67)

HO HO OH O O O O O OH OH HO O O OH OH HO O O O OH OH OH O OH OH OH Asam galat COOH O

H OH OH HO OH

OH O O O O H O H O H OH Beta-Glukogallin Galotanin (Tanin Terhidrolisis) GT COOH O H O OH Asam 3-Dehidro-Sikimat Karbohidrat SKoA O Asetil KoA ACoAC SKoA O HOOC Malonil-KoA x3 Flavonoid Stilben O KoAS OH p-Kumaroyl-KoA HCT O OH OH OH OH HOOC O Asam 5-O-p-Kumaroylquinat CH3 O OH OH OH OH HOOC O OH Asam 5-O-Kafeoylquinat 4CL OH

HOOC Asam p-Kumarat

CH4

HOOC Asam Sinamat

PAL HOOC NH 2 L-Fenilalanin OH HOOC OH Asam Kafeat OH HOOC OCH3 Asam ferulat COMT-1 HOOC Asam Benzoat

BA2H

HOOC O H Asam Salisilat FH5 OH HOOC OCH3 Asam 5-Hidroksi ferulat OH HOOC OCH3 Asam Sinapat OCH3 OH COMT-1

Gambar 2.7 Biosintesis Galotanin (Crozieret al, 2006)

Selain membentuk galotanin, dua asam galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang disebut elagitanin. Elagitanin sederhana disebut juga ester asam

hexahydroxydiphenic (HHDP) (Hagerman, 2002). Senyawa ini dapat terpecah


(68)

2. Tanin terkondensasi

Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligimer yang lebih tinggi. Proantosianidin merupakan nama lain dari tanin terkondensasi karena jika direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin (Harborne, 1987).Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Nama lain dari tanin ini adalah proantosianidin. Proantosianidin merupakan polimer dari flavonoid, salah satu contohnya adalah Sorghum procyanidin (tertera pada Gambar 2.5), senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epiccatechin dan

catechin (Hagerman, 2002).Senyawa ini jika dikondensasi maka akan

menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa floroglusinol (Hagerman, 2002). Tanin terkondensasi banyak terdapat dalam paku-pakuan, gymnospermae, dan tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu (Robinson, 1991).Biosintesis dari Procyanidin dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut:


(69)

HOOC O SCoA Malonil KoA

+

KoAS O OH 4-Kumaroil-KoA OH OH O H Trans-resveratrol ( stilben) O OH OH OH O H Naringenin-khalkon O OH OH O H 2'-Isoliquiritigenin O OH O H 5-Liquiritigenin ( Flavanon) O O OH O H O OHO OH O H O O OH O H O OH O OH O H O OH Apigenin

( Flavon) Naringenin( Flavanon) Genistein( Isoflavon)

Daidzein ( Isoflavon) O OH O H O OH OH O OH O H O OH OH Kamferol

( Flavonol) Dihidrokamferol( Dihidroflavanol)

O OH O H O OH OH OH Dihidroquercetin ( Dihidroflavonol) OH O H O OH OH OH Leukosianidin OH O H O OH OH OH O H O OH OH OH O H O OH OH OH O H O OH OH OH O H O OH OH OH O H O+ OH OH Cyanidun ( Antocyanidin)

Proantocyanidin trimer C2 ( -) -Epikatekin

( Flavan-3-ol )

( +) -katekin ( Flavan-3-ol ) Polimer Proantocyanidin

( Tanin Terkondensasi )


(1)

DAFTAR ISI Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstract Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran Bab 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian 1.5. Lokasi Penelitian 1.6. Metodologi Percobaan Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Tumbuhan Pirdot

2.2 Senyawa Metabolit Sekunder 2.2.1 Flavonoida

2.2.2 Alkaloid 2.2.3 Terpenoid 2.2.4 Saponin 2.2.5 Tanin 2.3 Ekstraksi

2.4 RadikalBebas 2.5 Antioksidan

2.6 Spektrofotometri UV-Visible 2.7 Bakteri

2.7.1 Bakteri gram positif 2.7.2 Bakteri gram negatif

2.7.3 Pengukuran Aktivitas Antimikroba 2.7.4 Mekanisme Kerja Antibakteri Bab 3. MetodePenelitian

3.1 Alat-Alat 3.2 Bahan-Bahan 3.3 ProsedurPenelitian 3.3.1 PenyediaanSampel Halaman i ii iii iv v vi ix x xi 1 3 3 3 4 4 5 6 7 10 14 17 17 22 24 25 30 31 32 34 36 36 38 39 40 40


(2)

3.3.4 Skrining Fitokimia

3.3.5 Uji aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

3.3.5.1 Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM

3.3.5.2 Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

3.3.5.3 Uji Aktivitas Antioksidan

3.3.6 Uji aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

3.3.6.1 Pembuatan Media MuellerHinton Agar (MHA) 3.3.6.2 Pembuatan Media Nutrient Agar(NA)

3.3.6.3 Pembuatan Media Agar Miring dan Stok Kultur Bakteri

3.3.6.4 Penyiapan Inokulum Bakteri

3.3.6.5 Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

3.3.7.6 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

3.4 BaganPenelitian

3.4.1 Pembuatan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

3.4.2 Analisa Kadar Air

3.4.3 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

3.4.4 Uji aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

3.4.4.1 Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot 3.4.4.2 Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM

3.4.4.3 Uji Aktivitas Antioksidan

3.4.5 Uji aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

3.4.5.1 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)

3.4.5.2 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA), Media Agar Miring dan Stok Kultur Bakteri 3.4.5.3 Penyiapan Inokulum Bakteri

3.4.5.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Penentuan Kadar Air Serbuk Daun Pirdot 4.1.2 Ekstraksi Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth)

40 41 41 41 42 42 42 42 42 43 43 43 44 44 45 46 46 47 48 48 48 49 50 51 52 52 52


(3)

4.1.3 SkriningFitokimia

4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak

Metanol dan Etil Asetat DaunPirdot (Saurauia vulcani Korth)

4.1.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat DaunPirdot (Saurauia vulcani Korth)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Penentuan Kadar Air 4.2.2 Ekstraksi Daun Pirdot

4.2.3 Skrining Fitokimia Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth)

4.2.4 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth)

4.2.5 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot (Saurauia vulcaniKorth) Bab 5. Kesimpulan Dan Saran

5.1 Kesimpulan 5.2 Saran DaftarPustaka

Lampiran

53 54

56

61 61 62

65

67

71

71

72


(4)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1 Perbedaan Bakteri Gram Positif dan 35

Bakteri Gram Negatif

4.1 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol dan Etil Asetat 54 Daun Pirdot

4.2 Hasil Pengukuran Absorbansi Ekstrak Metanol dan 55 Etil Asetat Daun Pirdot

4.3 Persamaan Garis Regresi dan Nilai IC50 dari Ekstrak 56

Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot

4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol 60 Dan Etil Asetat Daun Pirdot

4.5 Penggolongan Tingkat Kekuatan Senyawa Antioksidan 67 Menggunakan Metode DPPH


(5)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Daun Pirdot 5

2.2 Biosintesis Hubungan antara Jenis Monomer Flavonoida Dari Alur Asetat Malonat dan Alur Sikimat 9

2.3 Biosintesis Benzylisoquinolin Alkaloid 13

2.4 Pembentukan Asam Mevalonat 15

2.5 Pembentukan Geranil-Geranil Pirofosfat 16

2.6 Pembentukan Skualen (Triterpenoida Dasar) 17

2.7 Biosintesis Galotanin 19

2.8 Biosintesis Proantocyanidin 21

2.9 Mekanisme Penghambatan Radikal DPPH 28

2.10 Bakteri Staphylococcus aureus 33

4.1 Grafik % Peredaman vs Konsentrasi Ekstrak 55

Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot 4.2 Zona Hambat bakteri Escherichia coli untuk Ekstrak 56 Metanol 4.3 Zona hambat bakteri Staphylococcus aureus untuk 57

Ekstrak Metanol 4.4 Zona hambat bakteri untuk Salmonella thypi untuk 57

Ekstrak Metanol 4.5 Zona hambat bakteri Staphylococcus epidermidis untuk 57 Ekstrak Metanol 4.6 Zona hambat bakteri Staphylococcus epidermidis untuk 58

Ekstrak Etil Asetat 4.7 Zona hambat bakteri Staphylococcus aureus untuk 58

Ekstrak Etil Asetat 4.8 Zona hambat bakteri Salmonellas thypi untuk 59

Ekstrak Etil Asetat 4.9 Zona hambat bakteri Escherichia coli untuk 59

Ekstrak Etil Asetat 4.10 Reaksi uji Flavonoid dengan HCl pekat dengan 62 Serbuk Mg 4.11 Reaksi uji tanin dengan FeCl3 63

4.12 Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air 64 4.13 Kestabilan Radikal Bebas DPPH 65 4.14 Reaksi DPPH dengan Turunan Fenol 66


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1 Hasil Identifikasi/DeterminasiTumbuhan 78 Daun Pirdot

2 Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth) 79 3 Serbuk Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth) 79 4 Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot 80

(Saurauia vulcani Korth)

5 Hasil Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol 81 Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth)

6 Hasil Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Etil Asetat 82 Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth)

7 Hasil Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol dan 83 Etil Asetat Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth)

Terhadap Uji Terpenoid

8 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol 84 Dan Etil Asetat Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth)


Dokumen yang terkait

Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol serta Fraksi n-Heksana Etilasetat dan Air Herba Kurmak Mbelin (Enydra fluctuans Lour.)

1 75 100

Skrining Fitokimia, Uji Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot ( Saurauia vulcani Korth) dari Daerah Tigarunggu

3 7 13

Skrining Fitokimia, Uji Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot ( Saurauia vulcani Korth) dari Daerah Tigarunggu

0 0 2

Skrining Fitokimia, Uji Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot ( Saurauia vulcani Korth) dari Daerah Tigarunggu

0 0 4

Skrining Fitokimia, Uji Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot ( Saurauia vulcani Korth) dari Daerah Tigarunggu

0 3 33

Skrining Fitokimia, Uji Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot ( Saurauia vulcani Korth) dari Daerah Tigarunggu

1 12 5

Skrining Fitokimia, Uji Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Metanol dan Etil Asetat Daun Pirdot ( Saurauia vulcani Korth) dari Daerah Tigarunggu

0 2 13

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

4 10 16

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

1 2 2

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pirdot (Saurauia vulcani Korth) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

6 30 4