terkadang pegawai disini pun mau menghindar dari pasien TB MDR ini.” Informan 3
“Kalau ngambil obat kadang tidak tepat waktu karena saya juga ada
kegiatan kuliah kak.” informan 4} “Bapak minum obat gak bisa ibu lihat terus karena ibu juga ke pasar. Dan
ngambil obat pun mau ibu telat ke puskesmas.” Informan 5 “Hambatan saya uanglah dek, karena banyak kali efek obat ini. Kalau
tidak puding gak enak badan dek.” informan 6 “Rasa bosan itu lah hampir 2 tahun minum obat sekali 16 butir. Kalau
gak patuh ulang lagi dari awal. Pakai masker pun sesak jadi kadang kadangnya ku pake.” Informan 7
Berdasarkan kutipan hasil wawancara mendalam kepada beberapa informan bahwa hambatan pelaksanaan strategi DOTS Plus terdapat dalam
pengelolaan pasien TB MDR. Pasien masih kurang dalam penggunaan alat pelindung diri karena merasakan sesak dalam pemakaiannya. Adanya pasien yang
berada di luar kota dan dibawah pengawasan Puskesmas Teladan dan nomor HP pasien yang susah dihubungi untuk dipantau. Hal ini seharusnya tidak boleh
terjadi karena sudah di luar prosedur penanganan pasien TB MDR. Selain itu juga PMO yang tidak tepat waktu dalam pengambilan obat ke puskesmas karena
berbagai alasan.
4.4 Keberhasilan Pelaksanaan Strategi DOTS Plus di Puskesmas Teladan
Hasil wawancara mendalam tentang keberhasilan pelaksanaan strategi DOTS Plus didapatkan informasi :
66
Universitas Sumatera Utara
“Keberhasilan dilihat dari cara menemukan kasus dan melanjutkan pengobatan sampai berhasil dinyatakan sembuh. Dan kurang tau juga
bagaimana menghitung indikatornya karena pasien kita masih dalam pengobatan.” informan 2
“Untuk keberhasilan program ini ibu kurang tau. Karena gak seperti TB Paru kan udah ada cara menghitungnya. Kalau TB MDR ini belum tau
juga, nantilah tunggu selesai pengobatannya” Informan 3
Berdasarkan kutipan tersebut bahwa keberhasilan pelaksanaan strategi DOTS plus masih dalam proses karena pasien TB MDR di puskesmas Teladan
sedang dalam pengobatan. Pengobatan pasien TB MDR di puskesmas Teladan baru dimulai semenjak tahun 2014 dan hingga pada saat ini belum selesai masa
pengobatan. Ketika pengobatan selesai maka dapat di nilai berdasarkan indikator yang telah ditetapkan.
Setelah pengobatan selesai di puskesmas Teladan, keberhasilan pelaksanaan program penanggulangan TB MDR dengan strategi DOTS plus
berdasarkan lima komponen diharapkan dapat memberikan angka kesembuhan bagi penderita TB MDR. Setiap komponen yang telah dilaksanakan dapat
berdampak baik untuk proses keberhasilan pengobatan TB MDR.
67
Universitas Sumatera Utara
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Analisis Pelaksanaan Strategi DOTS Plus di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2016
Strategi DOTS Plus merupakan pendukung program penanggulangan TB MDR. Program penanggulangan TB MDR di Puskesmas Teladan dilakukan
dengan strategi DOTS Plus sejak tahun 2014 setelah adanya pasien TB MDR. Strategi DOTS plus dinilai paling efektif dalam pencapaian angka kesembuhan
berdasarkan lima komponen yang ada. Kelima komponen DOTS plus diharapkan terlaksana dengan baik agar
dapat mencapai kesembuhan pada penderita TB MDR dan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan strategi DOTS Plus dengan kelima
komponen di puskesmas Teladan belum terlaksana dengan maksimal. Karena masih ditemukannya kekurangan dalam pelaksanaan strategi DOTS plus di
Puskesmas Teladan.
5.1.1 Komitmen Politis Yang Berkesinambungan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pelaksanaan komponen komitmen politis sebagai strategi DOTS plus di Puskesmas Teladan berjalan dengan baik.
Pemerintah telah membuat keputusan untuk menjadikan program TB MDR dengan strategi DOTS plus terlihat dari adanya Permenkes No 13 Tahun 2013
tentang “Pedoman Manajemen Terpadu pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat”. Program penanggulangan TB MDR dengan strategi DOTS Plus mulai
68
Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan di Puskesmas Teladan pada tahun 2014 setelah adanya pasien TB MDR. Puskesmas Teladan melakukan penjaringan suspek TB yang diduga TB
MDR dan merujuk ke RS Adam Malik. Kemudian akan menangani pasien yang dinyatakan TB MDR selama 2 tahun dengan 6 bulan suntik.
Komitmen politis pemerintah dalam mendukung pengawasan tuberkulosis adalah penting terhadap keempat unsur lainnya untuk dijalankan dengan baik.
Komitmen ini seyogyanya dimulai dengan keputusan pemerintah untuk menjadikan tuberkulosis sebagai prioritas pentingutama dalam program
kesehatan. Untuk mendapatkan dampak yang memadai maka harus dibuat program nasional yang menyeluruh yang diikuti dengan pembuatan buku petunjuk
guideline yang menjelaskan bagaimana DOTS dapat diimplementasikan dalam programsistem kesehatan umum yang ada. Begitu dasar-dasar ini telah diletakan
maka diperlukan dukungan pendanaan serta tenaga pelaksana yang terlatih untuk dapat mewujudkan program menjadi kegiatan nyata di masyarakat.
Aditama,2001 Komitmen politis didukung dengan adanya investasi dan kegiatan berupa
pengembangan infrastruktur, sumber daya manusia, kerja sama lintas program dan lintas sektor, dukungan dari kebijakan
– kebijakan pengendalian TB untuk pelaksanaan program secara rasional, termasuk tersedianya OAT lini kedua dan
sarana pendukung lainnya. Selain itu, Program Pengendalian TB Nasional harus diperkuat untuk mencegah meningkatnya kejadian TB MDR dan timbulnya TB
XDR. Kemenkes RI,2013
69
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian kegiatan yang mendukung komitmen politis seperti pengembangan sumber daya manusia telah dilakukan dengan pelatihan ke
beberapa puskesmas akan tetapi Puskesmas Teladan belum mendapatkannya. Hal ini terjadi karena pada saat pelatihan diselenggarakan belum ada pasien yang
ditangani Puskesmas Teladan. Buku panduan juga didapatkan pada saat pelatihan oleh karena itu Puskesmas Teladan tidak memiliki buku tersebut. Namun tidak
menjadi penghalang untuk menangani pasien TB MDR karena canggihnya teknologi saat ini yaitu dengan mencari di internet yang berhubungan dengan
penanganan TB MDR. Petugas Puskesmas Teladan hanya ikut berpartisipasi dalam sosialisasi tentang penjaringan, penemuan kasus serta pengobatan TB
MDR. Kegiatan kerja sama yang dilakukan puskesmas Teladan berupa kerja
sama lintas program dan lintas sektor. Hasil Penelitian didapatkan bahwa kerja sama lintas program di Puskesmas Teladan dilakukan dengan baik karena petugas
kesehatan saling berkoordinasi satu sama lain dalam memberikan obat dan memberikan suntik kepada pasien. Kerja sama lintas program dilakukan bersama
dengan program HIV seperti menangani pasien Ko-infeksi, Promosi kesehatan dengan memeberikan penyuluhan ke wilayah kerja puskesmas dan dibantu juga
dari bagian Apotik dalam pemberian obat serta Laboratorium untuk memberikan hasil periksa sputum. Sedangkan Kerja sama lintas sektor dilakukan bersama
kelurahan, kecamatan maupun organisasi keagamaan Aisiyah untuk dapat mengadakan penyuluhan tentang TB MDR di wilayah kerja Puskesmas Teladan
70
Universitas Sumatera Utara
dan memberikan informasi ke Puskesmas Teladan jika menemukan masyarakat dengan kriteria TB MDR.
Selain itu adanya dukungan dana dalam pelaksanaan TB MDR yang bersumber dari dana APBN merupakan suatu dukungan dari pemerintah sebagai
wujud nyata komitmen politis yang berkesinambungan dalam menjalankan program penanggulangan TB MDR. Dana yang diperoleh Puskesmas Teladan
digunakan untuk biaya penyuluhan, dan pengobatan, namun tidak ada di khususkan untuk penjaringan kasus dengan mengunjungi masyarakat secara
langsung. Puskesmas Teladan mengatasi hal tersebut dengan menggunakan dana BOK yang tersisa pada tahun sebelumnya.
5.1.2 Strategi Penemuan Kasus
Komponen ini terdiri dari ketepatan dalam mendiagnosis dengan akurat dan ketepatan waktu. Hal ini dapat dilihat melalui pemeriksaan apusan dahak
secara mikroskopis, biakan dan uji kepekaan. Komponen strategi penemuan kasus harus dilaksanakan dengan akurat mulai dari penjaringan sampai dilakukannya
pengobatan kepada pasien untuk mencegah penularan di lingkungan sekitarnya. Kemenkes RI,2013
Penemuan pasien merupakan langkah awal dalam penanggulangan TB MDR. Dimana penemuan dan pengobatan pasien TB-MDR secara bermakna akan
dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB, sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB-MDR yang efektif di masyarakat. Strategi
yang dilakukan dalam penemuan penderita dilakukan secara intensif pada
71
Universitas Sumatera Utara
kelompok populasi yang terdampak TB dan populasi rentan, penjaringan terduga pasien TB-MDR dilakukan di fasilitas kesehatan oleh petugas kesehatan dengan
menemukan gejala-gejala yang termasuk dalam kategori penyakit TB-MDR. Menurut hasil penelitian penemuan kasus yang dilakukan di Puskesmas
Teladan dengan cara menunggu pasien datang berobat atau secara pasif akan tetapi dengan promosi yang aktif. Menurut Kepala puskesmas Teladan lebih baik
menangani satu pasien dengan tuntas dibandingkan mencari pasien dari rumah- rumah akan tetapi putus berobat. Bentuk dari promosi yang dilakukan puskesmas
Teladan dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat melalui kerja sama lintas sektor.
Penjaringan pasien TB MDR dilakukan pada pasien yang datang ke puskesmas saja dengan tanda dan gejala TB yang diduga tergolong pada kategori
penderita TB-MDR. Penjaringan dilakukan dengan pemeriksaan 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu dan dengan
melihat riwayat pengobatan TB terdahulu Penegakan diagnosis TB-MDR dengan menggunakan uji kepekaan obat
dengan standart yang telah di tetapkan. Dengan tujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya resistensi Mycobacterium tuberkulosis terhadap OAT. Pemeriksaan uji
kepekaan Mycobacterium tuberkulosis dilakukan dengan menggunakan metode konvensional atau menggunakan metode tes cepat dengan menggunakan
GeneXpert dan hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam kurun waktu kurang lebih 2 jam. Pemeriksaan kepekaan obat ini dilakukan di laboratorium rujukan
yang tersertifikasi.
72
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa untuk penegakan diagnosis TB-MDR tidak dapat dilakukan di puskesmas dikarenakan tidak adanya
ketersediaan dukungan alat yang digunakan untuk diagnosa dan pemeriksaan kultur dan uji kepekaan OAT di puskesmas. Maka dalam hal penegakan diagnosis
TB-MDR puskesmas melakukan rujukan ke RS Adam Malik. Rujukan dapat berupa slide dahak penderita terduga TB-MDR ataupun penderita tersebut, namun
selama ini yang dilakukan hanya rujukan slide dahak penderita saja. Setelah pemeriksaan dan diketahui hasilnya positif maka hasil pemeriksaan di kirimkan
kembali ke puskesmas agar diberi pengobatan. Maka strategi penemuan kasus TB MDR didapatkan bahwa di Puskesmas
Teladan hanya dapat menduga pasien TB MDR berdasarkan 9 kriteria pasien terduga TB MDR. Hal ini terjadi karena tidak adanya alat gen Xpert untuk
mengkultur dahak pasien terduga TB MDR. Maka Puskesmas Teladan hanya dapat merujuk pasien ke RS Adam Malik dan setelah hasilnya positif akan
dikembalikan ke puskesmas untuk melanjutkan pengobatan. Karena kurangnya dukungan alat puskesmas tidak dapat mendiagnosis pasien TB MDR.
Strategi penemuan kasus yang dilakukan di Puskesmas Teladan telah berjalan dengan baik mulai dari penjaringan sampai pengobatan kepada pasien
sesuai dengan arahan dari pihak RS Adam Malik. Penegakan diagnosis dilakukan secara tepat di RS Adam Malik dengan alat yang telah tersertifikasi untuk
memeriksa kultur dahak pasien terduga TB MDR.
73
Universitas Sumatera Utara
5.1.3 Pengelolaan pasien TB MDR
Pengobatan dengan OAT haruslah yang berkualitas sesuai dengan panduan pengobatan yang tepat. Hal ini dapat dilihat melalui pengobatan dengan PMO
yang terlatih, adanya prosedur tetap untuk mengawasi, dan mengatasi kejadian efek samping obat. Walaupun pengelolaan pasien dilakukan dengan baik, tapi
tanpa didukung ketersediaan OAT maka pelaksanaan strategi akan menjadi kurang baik. Kemenkes RI,2013
Untuk menjamin keteraturan pengobatan TB MDR perlu adanya Pengawas Minum Obat PMO. PMO merupakan orang yang dipercaya dan ditunjuk sebagai
pengawas dan pemantau pasien TB MDR dalam minum obat dengan teratur dan tuntas.
Persyaratan penggunaan pengawas minum obat adalah: 1.
Seseorang yang dikenal , dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh
pasien 2.
Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien 3.
Bersedia membantu pasien dengan sukarela 4.
Bersedia di latih dan atau mendapatkan penyuluhan bersama sama dengan pasien.Informasi Dasar PMO TB, 2014
Tugas seorang PMO yaitu : 1.
Menyiapkan dan mengingatkan pasien saat minum obat, 2.
Memotivasi pasien saat merasa bosan mengkonsumsi obat setiap hari, 3.
Mengingatkan saat jadwal pengambilan obat dan periksa sputum,
74
Universitas Sumatera Utara
4. Memberitahu pasien hal yang harus dan tidak boleh dilakukan; seperti
menggunakan masker saat di rumah maupun keluar dan harus menutup mulut saat batuk Erlinda et al,2013
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Teladan diketahui bahwa terdapat 3 pasien TB MDR yang sedang dalam pengobatan dan masing-
masing memiliki PMO. PMO dari 2 pasien TB MDR yang diteliti merupakan keluarga dekat pasien. PMO tidak pernah ikut penyuluhan dalam penanganan TB
MDR. Sehingga dalam pelaksanaannya PMO hanya menjalankan tugas mengambil obat dan memberikannya kepada pasien seperti anjuran petugas
kesehatan. PMO tidak mendapatkan sosialisasi dalam upaya penemuan kasus baru mengenai gejala-gejala TB, mereka hanya mendapatkan informasi mengenai tugas
yang harus mereka lakukan, sehingga mereka tidak mengetahui apabila ada masyarakat atau keluarga sekitarnya terkena TB sehingga mengakibatkan tidak
tercapainya angka penemuan kasus. Salah satu pasien TB MDR berada di luar kota setelah selesai masa
penyuntikan. Hal ini tidak lagi sesuai dengan prosedur dimana pasien seharusnya berada dalam pantauan Puskesmas Teladan. Petugas seharusnya secara tegas tidak
membiarkan kejadian ini terjadi melainkan memindahkan pasien tersebut ditempat tinggal yang baru meskipun pasien bersih keras untuk tetap dalam pengawasan
Puskesmas Teladan. Selain itu berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan didapatkan bahwa PMO kurang mengawasi pasien dalam minum obat karena
PMO sibuk bekerja. Sementara hasil penelitian menyatakan peran PMO keluarga akan berjalan dengan baik apabila ditunjang dengan kunjungan rumah dan
75
Universitas Sumatera Utara
supervisi intensif dari tenaga kesehatan Frieden Sbarbao,2007 serta mendapat cukup pelatihan dan penyuluhan dari petugas kesehatan Wirdani,2001.
Dalam pengelolaan pasien di Puskesmas Teladan dilakukan pengobatan efek samping dan pemberian obat kepada pasien dan disertai penimbangan berat
badan. Hal itu berjalan lancar pada awal masa 6 bulan suntik karena pasien rajin datang ke Puskesmas. Akan tetapi setelah berlalu masa penyuntikan pasien jarang
datang bahkan ada yang di luar kota. Salah satu pasien merasakan kurangnya pelayanan di puskesmas karena merasa di hindari pegawai yang bekerja di sana.
Sehingga dalam pengelolaan pasien yang dilaksanakan Puskemas Teladan masih kurang optimal karena kurang tegasnya petugas untuk memindahkan pasien
yang di luar kota. Selain itu dalam pengelolaan pasien PMO kurang memahami tugasnya karena tidak mendapatkan penyuluhan dan hanya mengetahui untuk
mengingatkan pasien untuk minum obat.
5.1.4 Jaminan Ketersediaan OAT lini kedua
Pengelolaan OAT lini kedua lebih rumit daripada OAT lini pertama. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : waktu kadaluarsa yang lebih
singkat, cara penghitungan kebutuhan pemakaian yang berdasar kebutuhan per individual pasien, jangka waktu pemberian yang berbeda sesuai respons
pengobatan, beberapa obat memerlukan cara penyimpanan khusus yang tidak memungkinkan untuk dikemas dalam sistem paket. Kemenkes RI,2013
76
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan program penanggulangan TB MDR maka pemerintah menyediakan OAT lini kedua di puskesmas-puskesmas dalam bentuk paket
Kombipak dengan kemasan yang baik dan tidak mudah rusak. Paket kombipak ini harus di minum oleh penderita sesuai dengan waktu yang telah di
perhitungkan. Obat-obatan dikirim dari RS Adam Malik ke setiap puskesmas
yang menangani pasien TB MDR.
Dalam pengadaan OAT TB-MDR RS Adam Malik berkoordinasi dengan Dinas Provinsi Sumatera Utara, sementara pihak dinas berkoordinasi dengan
Kementerian Kesehatan RI dalam pendanaan yang dibutuhkan untuk penanggulangan program TB-MDR. Pendistribusian OAT TB-MDR dari pihak
RS Adam Malik ke puskesmas diberikan setiap 3 bulan sekali, pendistribusian OAT ini berdasarkan jumlah pasien yang menjalankan pengobatan. Puskesmas
Teladan memiliki sebanyak 3 orang pasien dimana pasien telah selesai mendapatkan obat injeksi. Mulai awal pengobatan setiap pasien minum obat
setiap hari, sehingga dalam sebulan dibutuhkan sebanyak 24 paket per bulan
untuk 1 pasien.
Berdasarkan pendistribusian obat dari RS Adam Malik ke Puskesmas Teladan dilaksanakan sesuai dengan jumlah pasien dan jumlah obat yang
diberikan puskesmas kepada pasien dalam pengobatan. Sementara untuk alat penunjang seperti masker, aquades, spuit kurang sehingga puskesmas
menggunakan anggaran BOK untuk memenuhinya. Hal ini terjadi karena beberapa alat penunjang tersebut digunakan untuk pengobatan lainnya.
77
Universitas Sumatera Utara
Obat-obatan yang diterima puskesmas selalu lengkap dan dalam keadaan bagus sehingga terjamin mutunya terlihat dari waktu kadaluarsa yang bagus,
jumlah sesuai dengan kebutuhan pasien. Petugas juga memperhatikan cara
perhitungan dalam pembagian obat kepada pasien dengan secukupnya.
5.1.5 Pencatatan dan pelaporan
Pada sistem pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB MDR menunjukkan hasil
yang optimal. Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam sistem informasi penanggulangan TB MDR. Untuk itu pencatatan
dan pelaporan perlu dilakukan berdasarkan klasifikasi dan tipe penderita. Semua unit pelaksana program penanggulangan TB MDR harus melaksanakan suatu
sistem pencatatan dan pelaporan yang baku. Berdasarkan hasil penelitian dari beberapa informan didapatkan informasi
bahwa petugas puskesmas langsung mencatat dan membuat kartu berobatnya. Kartu berobat diberikan kepada penderita atau biasanya dapat disimpan di
puskesmas agar tidak hilang. Pencatatan yang dilakukan oleh petugas berguna agar pengobatan lengkap, tidak tertinggal, dan untuk mengevaluasi kondisi
penderita dan kemajuan pengobatannya Depkes RI, 2002. Laporan setiap hasil kegiatan penanggulangan TB MDR yang
dilaksanakan dicantumkan dalam format yang baku dari departemen kesehatan. Pentingnya pencatatan dan pelaporan yang lengkap karena merupakan hasil kerja
78
Universitas Sumatera Utara
petugas di lapangan.Dinas kesehatan kota Medan akan berkunjung untuk melihat laporan dan memantau pelaksanaan program TB MDR di Puskesmas Teladan.
Diketahui bahwa laporan rutin dilaksanakan dengan tepat waktu dan lengkap sesuai dengan format laporan yang baku. Dengan adanya laporan dari
puskesmas maka Dinas kesehatan akan memberikan umpan balik. Prosedur penegakan diagnosis TB MDR memerlukan waktu yang
bervariasi, masa pengobatan yang panjang dan tidak sama lamanya, banyaknya jumlah OAT yang ditelan, efek samping yang mungkin ditimbulkan merupakan
hal-hal yang menyebabkan perbedaan antara pencatatan dan pelaporan formulir yang ada selama ini. Hasil pencatatan dan pelaporan diperlukan untuk analisis
kohort, menghitung indikator antara pemeriksaan biakan dan uji kepekaan OAT dan laporan hasil pengobatan. Selain itu pengawasan rutin harus dilakukan untuk
memverifikasi kualitas informasi dan untuk mengatasi masalah kinerja petugas. Monitoring atau pengawasan akan membantu untuk menjamin agar
program yang dilakukan dapat berjalan seperti yang diharapkan dan membantu tenaga serta pengawas untuk mempertahankan jumlah dan mutu pekerjaan yang
diharapkan. Pengawasan yang baik adalah pengawasan yang tepat waktu, sederhana, minimal, dan luwes McMahon, 1999.
Berdasarkan penelitian pelaksanaan pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dalam pelaksanaan program TB
MDR dengan strategi DOTS Plus yaitu dengan menginformasikan kepada petugas TB MDR puskesmas untuk mengantarkan laporan TB setiap bulan dan
memberikan kelengkapan data TB MDR secara berkala selama 3 bulan sekali
79
Universitas Sumatera Utara
yang dibagi dalam triwulan I, II, II, dan IV. Petugas akan memeriksa hasil kelengkapan data yang di lakukan oleh puskesmas dengan melihat formulir, untuk
mencegah terjadinya kesalahan petugas dalam menulis laporan. Apabila laporan dari puskesmas terlambat, maka petugas Dinas Kesehatan akan mengingatkan
kepada petugas TB untuk mengantarkan laporan ke Dinas Kesehatan Kota Medan. Petugas dinas melakukan suvervisi ke puskesmas sekaligus melakukan
pemantauan dan evaluasi terhadap program TB MDR. Pemantauan dan evaluasi harus dilakukan untuk meninjau langsung pencatatan dan pelaporan yang
dilakukan oleh puskesmas. Mengevaluasi efektifitas suatu program adalah menentukan nilai dari hasil
yang dicapai oleh tim kesehatan. Evaluasi diadakan untuk mengetahui sejauh mana program yang dilaksanakan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan
tenaga kesehatan. Informasi yang didapat untuk memperbaiki kuantitas, kualitas, aksesibilitas, efisiensi dari pelayanan kesehatan McMahon, 1999.
5.2 Hambatan pelaksanaan Strategi DOTS plus di Puskesmas Teladan Tahun 2016