3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan bisa memperkaya khasanah ilmiah dan referensi dalam penelitian ilmu sosial khusunya bagi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik dalam bidang ini.
1.5 Kerangka Teori
1.5.1 Pembangunan Desa
Teori pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua paradigma besar, modernisasi dan ketergantungan Lewwellen 1995, Larrin
1994, Kiely 1995 dalam Tikson, 2005. Paradigma modernisasi mencakup teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan
teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses perubahan. Paradigma ketergantungan mencakup teori-teori keterbelakangan
under-development ketergantungan dependent development dan sistem dunia world system theory sesuai dengan klassifikasi Larrain 1994.
Sedangkan Tikson 2005 membaginya kedalam tiga klassifikasi teori pembangunan, yaitu modernisasi, keterbelakangan dan ketergantungan. Dari
berbagai paradigma tersebut itulah kemudian muncul berbagai versi tentang pengertian pembangunan.
Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga
negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004.
10
Universitas Sumatera Utara
Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu kegiatan perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema
kedua adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada
keberagaman dalam seluruh aspek kehidupan. Ada pun mekanismenya menuntut kepada terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya yang
mampu berperan secara efisien, transparan, dan adil. Tema ketiga mencapai aspirasi yang paling manusiawi, yang berarti pembangunan harus berorientasi
kepada pemecahan masalah dan pembinaan nilai-nilai moral dan etika umat. Siagian 1994 memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai
“Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan
pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa nation building”. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita 1994 memberikan pengertian
yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Menurut Deddy T. Tikson 2005 bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja
melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau
pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya,
kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding 11
Universitas Sumatera Utara
terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi. Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui
pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih, fasilitas rekreasi, dan partisipasi
dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan, antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan
nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke materialismesekularisme.
Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.
Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung
pada level makro nasional dan mikro commuinitygroup. Makna penting dari
pembangunan adalah
adanya kemajuanperbaikan
progress, pertumbuhan dan diversifikasi.
Berarti jelaslah bahwa suatu pembangunan tidak lain merupakan suatu proses pertumbuhan dan perubahan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Berencana dan dilaksanakan secara sadar. b. Selalu diarahkan pada usaha peningkatan atau menuju kepada keadaan
yang lebih baik. c. Berlangsung terus-menerus.
12
Universitas Sumatera Utara
Taliziduhu Ndraha 1982:71 mengemukakan bahwa: “pembangunan desa merupakan setiap pembangunan yang di dalam prosesnya masyarakat desa harus
berpartisipasi aktif”. Sementara Soewignjo 1985:24 juga mengemukakan pendapat mengenai pembangunan desa yaitu: “Pembangunan desa yaitu
perencanaan pembangunan dari, oleh, dan untuk masyarakat desa.” Dari defenisi di atas mengisyaratkan dengan jelas bahwa keikutsertaan
masyarakat dalam proses penentuan pembangunan di desanya adalah sangat dominan. Melibatkan mental dan emosi masyarakat desa yang dapat mendorong
mereka untuk menyumbang bagi tercapainya tujuan masyarakat dengan jalan mendiskusikan, menentukan keinginan, merencanakan dan mengerjakan secara
bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan berbasis partisipasi masyarakat.
Dalam penjelasannya oleh Syahyuti dari Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, partisipasi adalah proses tumbuhnya kesadaran terhadap
kesalinghubungan di antara stakeholders yang berbeda dalam masyarakat, yaitu antara kelompok-kelompok sosial dan komunitas dengan pengambil kebijakan
dan lembaga-lembaga jasa lain. Secara sederhana, partisipasi dapat dimaknai sebagai “the act of taking part or sharing in something” . Dua kata yang dekat
dengan konsep partisipasi adalah “engagement” dan “involvement” . Partisipasi dapat didefinisikan sebagai proses dimana seluruh pihak dapat
membentuk dan terlibat dalam seluruh inisitaif pembangunan. Maka, pembangunan yang partisipatif adalah proses yang melibatkan masyarakat secara
aktif dalam seluruh keputusan substansial yang berkenaan dengan kehidupan 13
Universitas Sumatera Utara
mereka. Dalam bidang politik dan sosial, partisipasi bermakna sebagai upaya melawan ketersingkiran. Jadi, dalam partisipasi, siapapun dapat memainkan
peranan secara aktif, memiliki kontrol terhadap kehidupannya sendiri, mengambil peran dalam masyarakat, serta menjadi lebih terlibat dalam pembangunan. Pada
akhirnya, tujuan partisipasi adalah untuk meningkatkan inisiatif masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya untuk pembangunan.
Jika dicermati, makna partisipasi berbeda-beda menurut mereka yang terlibat, misalnya antara pengambil kebijakan, pelaksana di lapangan, dan
masyarakat. Para ahli telah mampu membuat pengklasifikasian partisipasi. Misalnya, ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya ada tujuh karakteristik
tipologi partisipasi, yang berturut-turut semakin dekat kepada bentuk yang ideal, yaitu :
1. Partisipasi pasif atau manipulatif. Ini merupakan bentuk partisipasi yang paling
lemah. Karakteristiknya
adalah masyarakat
menerima pemberitahuan apa yang sedang dan telah terjadi. Pengumuman sepihak
oleh pelaksana pembangunan tidak memperhatikan tanggapan masyarakat sebagai sasaran program. Informasi yang dipertukarkan
terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran belaka. 2. Partisipasi informatif. Masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian untuk pembangunan, namun tidak berkesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penelitian. Akurasi hasil penelitian,
tidak dibahas bersama masyarakat.
14
Universitas Sumatera Utara
3. Partisipasi konsultatif. Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, sedangkan orang luar mendengarkan, menganalisa
masalah dan pemecahannya. Belum ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama. Para profesional tidak berkewajiban untuk
mengajukan pandangan
masyarakat sebagai masukan
untuk ditindaklanjuti.
4. Partisipasi insentif. Masyarakat memberikan korbanan dan jasa untuk memperoleh imbalan insentif berupa upah, walau tidak dilibatkan
dalam proses pembelajaran atau eksperimen-eksperimen yang
dilakukan. Masyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan setelah insentif dihentikan.
5. Partisipasi fungsional. Masyarakat membentuk kelompok sebagai bagian pelaksana pembangunan, setelah ada keputusan-keputusan
utama yang disepakati. Pada tahap awal, masyarakat tergantung kepada pihak luar, tetapi secara bertahap menunjukkan kemandiriannya.
6. Partisipasi interaktif. Masyarakat berperan dalam analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan.
Cenderung melibatkan metoda interdisipliner yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis.
Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan keputusan-keputusan
mereka, sehingga
memiliki andil
dalam keseluruhan proses kegiatan.
15
Universitas Sumatera Utara
7. Mandiri self mobilization. Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas tidak dipengaruhi oleh pihak luar untuk merubah sistem
atau nilai-nilai yang mereka junjung. Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan dan
dukungan teknis serta sumber daya yang diperlukan. Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan atau
digunakan. Akhir-akhir ini telah lahir konvergensi antara hasrat pelibatan masyarakat
dalam perumusan kebijakan dan implementasinya dengan terciptanya good governance. Telah diupayakan mencari berbagai bentuk baru partisipasi yang
bersifat lebih langsung. Intinya adalah bagaimana masyarakat dapat mempengaruhi pemerintahan desa dan memaksa mereka agar lebih accountable.
1.5.2 Pemerintahan Desa