Di Indonesia dengan variasi etnis yang besar, KNF merupakan kanker ganas daerah kepala dan leher yang paling banyak ditemukan, yaitu sebesar
60.Insidennya hampir merata di setiap daerah. Angka kejadian KNF di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7kasustahun100.000 penduduk atau diperkirakan
7000 – 8000 kasus per tahun diseluruh Indonesia survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun1980 secara “pathology based”.Di semua pusat
pendidikan dokter di Indonesia dari tahun ke tahun,karsinoma nasofaring selalu menempati urutan pertama di bidang THT. Frekuensinya hampir merata di setiap
daerah.Di RSCM Jakarta saja ditemukan lebihdari 100 kasus per tahun.Di RS Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus pertahun, Makassar 25 kasus per tahun,
Palembang 25 kasus per tahun, Denpasar 15kasus per tahun, dan di Padang sebanyak 11 kasus per tahun. Frekuensi yang tidak jauh berbeda juga ditemukan
di Medan, Semarang, Surabaya dan kota-kota lain diIndonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian tumor ganas ini merata di seluruhIndonesia.
2.1.3 Faktor risiko
KNF merupakan penyakit multifaktorial dan belum diketahui secara pasti penyebabnya. Beberapa faktor risiko yang kini masih diteliti di antaranya: faktor
genetik, infeksi Epstein-Barr virus, diet, dan lingkungan.
2.1.4 Faktor genetik
Karsinoma nasofaring tercatat sebagai keganasan yang jarang terjadi di sebagian besar populasi dunia. Namun, keganasan ini tercatat sering terjadi di
Cina selatan, Asia Tenggara, Kutub Utara, dan Timur Tengah Afrika Utara. Distribusi ras etnis dan geografis khas pada KNF di seluruh dunia menunjukkan
bahwa faktor lingkungan dan sifat-sifat genetik berkontribusi untuk perkembangan keganasan ini.
KNF cenderung teragregasi dalam suatu keluarga pada penelitian di Canton, Provinsi Guangdong, Cina, dengan tidak ada peningkatan pada keganasan
lain.Pada penelitian lain di China KNF HLA human leukocyte antigen dikaitkan
dengan KNF. Keberadaan gen Cina Selatan yang spesifik terkait erat dengandaerah HLA sebagai penentu utama risiko Cina untuk penyakit ini. Risiko
relative KNF pada generasi pertama dari penderita KNF adalah 8.0 pada 766 subyek penelitian yang dilakukan di Taiwan. Tendensi familial KNF bisa
disebabkan karena faktor genetik danatau faktor risiko lingkungan.
2.1.5 Infeksi Virus Eipstein-Barr EBV
Virus Epstein-Barr EBV adalah virus yang termasuk dalam famili Herpesvirus yang menginfeksi lebih dari 90 populasi manusia di seluruh dunia
dan merupakan penyebab infeksi mononukleosis. Infeksi EBV berasosiasi dengan beberapa penyakit keganasan jaringan limfoid dan epitel seperti limfoma Burkitt,
limfoma sel T, Hodgkin disease, karsinoma nasofaring KNF, karsinoma mammae dan karsinoma gaster.KNF adalah neoplasma epitel nasofaring yang
sangat konsisten dengan infeksi EBV.Infeksi primer pada umumnya terjadi pada anak-anak dan asymptomatik. Infeksi primer dapat menyebabkan persistensi virus
dimana virus memasuki periode laten di dalam limfosit B memori. Periode laten dapat mengalami reaktivasi spontan ke periode litik dimana terjadi replikasi DNA
EBV, transkripsi dan translasi genom virus, dilanjutkan dengan pembentukan assembly virion baru dalam jumlah besar sehingga sel pejamu host menjadi
lisis dan virion dilepaskan ke sirkulasi. Sel yang terinfeksi EBV mengekspresikan antigen virus yang spesifik untuk masing-masing periode infeksi.
2.1.6 Diet
Beberapa penelitian juga menunjukkan, bahwa mengonsumsi ikan asin menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya kanker atau karsinoma nasofaring
KNF.Salah satu zat yang terkandung dalam ikan asin yang disebut nitrosamin adalah faktor penyebabnya. KNF ditemukan endemik di negara China selatan
yang sebagian besar penduduknya mengonsumsi ikan asin.Dalam suatu penelitian di China selatan, terungkap bahwa penduduk desa yang banyak makan ikan asin
ternyata tinggi pula angka penderita karsinoma nasofaringnya.
Khusus di Eropa, angka kejadian karsinoma nasofaring sangat jarang, bahkan sampai sekarang belum ditemukan kasus KNF pada orang kulit putih.Ikan
asin di China selatan dan Indonesia memang ada perbedaan. Yang jelas, kadar toksinnya itu. Di Indonesia belum ada penelitian yang mengatakan kalau ikan asin
sebagai faktor penyebab. Penelitian lain menunjukan bahwa konsumsi mentega tengik, lemak dan daging domba tengik yang diawetkanquaddid di Afrika,
dikaitkan dengan peningkatan risiko KNF yang signifikan.Selain itu, konsumsi sayuran matang dan ikan yang diawetkan secara industry dikaitkan dengan
penurunan risiko. Dalam analisis multivariat, hanya mentegatengik, sayuran lemak domba tengik yang secara signifikan terkait dengan KNF.Kebiasaan
penduduk Eskimo memakan makanan yang diawetkan seperti daging dan ikan, terutama pada musim dingin juga meningkatkan kadar kejadian karsinoma
nasofaring ini.Dalam kaitan dengan zat penyebab yang mungkin, dinyatakan bahwa terdapat keterlibatan asam butirat, yang merupakan aktivator potensial
EBV.
2.1.7 Lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak
tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan mortalitas karsinoma
nasofaring, sedangkan adanya hubungan dengan keganasan lain tidak jelas.
2.1.8 Anatomi nasofaring
Nasofaring terletak di belakang rongga hidung, di atas Palatum Molle dan di bawah dasar tengkorak. Bentuknya sebagai kotak yang tidak rata dan
berdinding enam, dengan ukuran melintang 4 cm, tinggi 4 cm dan antero-posterior 2-3 cm.
Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang
sering timbul. Ke arah posterior dinding nasofaring melengkung ke antero-