76
1 adanya saling ketergantungan yang positif,
2 adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu,
3 dilibatkannya siswa dalam perencanaan dan pengelolaan kelas,
4 suasana kelas yang rileks dan menyenangkan,
5 terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan
guru, 6
terdapat banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.
Setelah mengikuti pembelajaran STAD selama II siklus, siswa dapat menyesuaikan diri dengan teman kelompoknya sehingga dapat bekerjasama
dengan baik. Keaktifan dan keberanian siswa dalam bertanya, mengemukakan pendapat, dan mempresentasikan hasil diskusinya juga semakin meningkat.
4.2.1.3 Hasil Observasi Performansi Guru
Pada siklus I, guru mendapat nilai 81,58 untuk kemampuan merencanakan pembelajaran dan 75,28 untuk kemampuan melaksanakan pembelajaran. Dari dua
nilai tersebut, dihasilkan nilai performansi guru sebesar 77,38 dengan kriteria B. Walaupun hasil yang diperoleh sudah baik, tetapi guru perlu mengadakan
perbaikan. Melalui kegiatan refleksi, guru dapat mengetahui kekurangan dan hambatan yang dialami pada siklus I agar performansi guru pada siklus II dapat
meningkat. Sebelum melaksanakan pembelajaran, guru menetapkan model
pembelajaran yang digunakan. Tujuan pembelajaran dan rancangan pembelajaran telah disiapkan, tetapi guru masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan
77
tahap-tahap model pembelajaran STAD. Hal ini menyebabkan jalannya pembelajaran kurang terorganisir. Sebagaimana dikemukakan oleh Arends dalam
Suprijono 2011: 46, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam
kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Slavin 2010: 143-146 menyatakan tahap-tahap yang merupakan lima
komponen STAD yaitu: 1 Persentase Kelas, 2 Tim, 3 Kuis, 4 Skor Kemajuan Individual, dan 5 Rekognisi Tim. Tahap-tahap tersebut belum dapat
dilaksanakan dengan baik sehingga melebihi waktu yang telah ditentukan. Hal ini menyebabkan pembelajaran berlangsung kurang efektif dan efisien. Sementara
itu, kendala mengenai alokasi waktu pada pembelajaran kooperatif telah diprediksi oleh Jarolimek Parker dalam Isjoni 2010: 24. Mereka menyatakan
bahwa guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang karena pembelajaran ini memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu. Selain
itu, selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, pembahasan topik permasalahan cenderung meluas sehingga tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Pada siklus II, guru mendapat nilai 91,67 untuk kemampuan
merencanakan pembelajaran dan 90,28 untuk kemampuan melaksanakan pembelajaran. Berdasarkan dua nilai tersebut, diperoleh nilai performansi guru
sebesar 90,74 dengan kriteria A. Hal ini berarti nilai performansi guru pada siklus II meningkat sebesar 13,36 dari siklus I. Peningkatan ini tidak lepas dari refleksi
yang dilakukan guru terhadap performansinya di siklus I.
78
4.2.2 Implikasi Hasil Penelitian