74
Berdasarkan perbandingan hasil belajar siswa pada kedua siklus, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan hasil belajar yang cukup signifikan dari
siklus I ke siklus II, baik pada persentase ketuntasan belajar minimal maupun rata- rata nilai kelas. Persentase ketuntasan belajar minimal meningkat sebesar 19,52,
sedangkan rata-rata nilai siswa mengalami peningkatan sebesar 8,85. Peningkatan ini menunjukkan bahwa siswa mengalami perubahan tingkah
laku selama mengikuti pembelajaran STAD. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Anni dkk. 2007: 5 yang menyatakan bahwa hasil belajar merupakan
perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang
dipelajari oleh siswa. Menurut Slameto dalam Kurnia 2007: 1-3, perubahan tersebut merupakan hasil pengalaman siswa dalam interaksi dengan lingkungan,
dalam hal ini teman kelompoknya. Demikian juga menurut pendapat Slavin dalam Rifa’i dan Anni 2009: 82, bahwa belajar merupakan perubahan individu yang
disebabkan oleh pengalaman. Uraian tersebut didukung pula oleh pendapat Anni dkk. 2007: 3 tentang tiga unsur utama dalam belajar. Unsur-unsur tersebut yaitu:
4 Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku.
5 Perubahan perilaku terjadi karena didahului oleh proses pengalaman.
6 Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen.
4.2.1.2 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa
Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap aktivitas belajar siswa, diperoleh hasil pengamatan untuk siklus I dan siklus II. Pada siklus I, persentase
aktivitas belajar siswa sebesar 60,53 dengan kriteria Cukup. Hasil yang kurang
75
baik tersebut disebabkan banyak siswa yang tidak berkonsentrasi pada pembelajaran karena bermain dengan teman sebangku atau mengerjakan kegiatan
lain. Selain itu, pada kegiatan kelompok, beberapa siswa gaduh dan tidak dapat bekerjasama dengan teman kelompoknya. Keaktifan siswa dalam bertanya,
mengemukakan pendapat, dan mempresentasikan hasil diskusinya juga masih rendah. Siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
sehingga aktivitas belajar siswa rendah, sedangkan belajar merupakan suatu proses atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif Skinner
dalam Ruminiati 2007: 1-5. Dengan demikian, hasil dari kegiatan belajar ini belum meningkat secara signifikan.
Pada siklus II, aktivitas siswa mengalami peningkatan. Hal ini dapat ditunjukkan dari persentase aktivitas siswa, yaitu 78,24 dengan kriteria Baik.
Sebagian besar siswa terlibat dalam pembelajaran secara fisik dan mental. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman dalam Saminanto 2010: 97 yang menyatakan
bahwa aktivitas belajar adalah keaktifan yang bersifat fisik atau mental. Penting bagi guru untuk dapat menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun
berbuat dalam proses belajar mengajar. Menurut Slameto 2010: 36, aktivitas yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran tersebut akan menimbulkan
kesan bagi mereka. Hasil observasi aktivitas siswa pada siklus II menunjukkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Hal ini membuktikan bahwa model pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan
dalam meningkatkan aktivitas siswa sebagaimana dikemukakan oleh Jarolimek dan Parker dalam Isjoni 2010: 24, yaitu:
76
1 adanya saling ketergantungan yang positif,
2 adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu,
3 dilibatkannya siswa dalam perencanaan dan pengelolaan kelas,
4 suasana kelas yang rileks dan menyenangkan,
5 terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan
guru, 6
terdapat banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.
Setelah mengikuti pembelajaran STAD selama II siklus, siswa dapat menyesuaikan diri dengan teman kelompoknya sehingga dapat bekerjasama
dengan baik. Keaktifan dan keberanian siswa dalam bertanya, mengemukakan pendapat, dan mempresentasikan hasil diskusinya juga semakin meningkat.
4.2.1.3 Hasil Observasi Performansi Guru