LATAR BELAKANG Pola Konsumsi Energi pada Industri Kecil Tahu di Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Studi Kasus : Industri Kecil Tahu di Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Cibungbulang)

I. PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Tahu merupakan jenis makanan yang populer di masyarakat Indonesia dan dapat dikonsumsi oleh segala lapisan masyarakat. Kepopuleran tahu tidak hanya terbatas karena rasanya enak, tetapi juga mudah untuk membuatnya dan dapat diolah menjadi berbagai bentuk masakan serta harganya murah. Selain itu, tahu merupakan salah satu makanan yang menyehatkan karena kandungan proteinnya tinggi serta mutunya setara dengan mutu protein hewani. Hal ini bisa dilihat dari nilai NPU net protein utility tahu yang mencerminkan banyaknya protein yang dapat dimanfaatkan tubuh, yaitu sekitar 65, di samping mempunyai daya cerna tinggi sekitar 85-98. Tahu juga mengandung zat gizi yang penting lainnya, seperti lemak, vitamin, dan mineral dalam jumlah yang cukup tinggi Tabel 1. Dengan demikian keberadaan industri kecil tahu memiliki peran penting dalam upaya memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Tabel 1. Komposisi kimia dan kandungan gizi tahu Komponen Tahu Lokal a Tahu Jepang b Tahu Cina b Protein Lemak Karbohidrat Abu Air 8.3 5.4 - 0.8 8.24 7.8 4.3 2.3 0.7 84.9 10.6 5.3 2.9 0.9 79.3 a Herlinda dan Almasjurhuri 1987 b Shurtleff dan Aoyagi 1979 Perkembangan industri tahu sebagai industri rumah tangga atau industri kecil semakin meningkat karena konsumen tahu juga meningkat setiap waktu sesuai dengan perkembangan penduduk. Jumlah penduduk di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan pertumbuhan ekonomi pun terus berlangsung. Hal ini ditunjukan dengan semakin bertambahnya output serta beragam aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat, maka peningkatan kebutuhan energi merupakan suatu hal yang tak bisa dihindari. Setiap proses produksi akan membutuhkan energi. Dengan demikian perkembangan industri tahu tersebut akan berakibat meningkatnya kebutuhan energi di sektor industri. Secara umum, terjadinya peningkatan kebutuhan energi mempunyai keterkaitan erat dengan semakin berkembangnya kegiatan ekonomi dan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Akhir-akhir ini krisis energi melanda seluruh dunia yang disebabkan oleh tingginya harga minyak bumi. Untuk mengatasi masalah energi di dalam negeri, Pemerintah Indonesia memilih kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM secara bertahap yang berakibat pada naiknya harga BBM di dalam negeri. Kenaikan harga BBM dari tahun 2003 hingga 1 Oktober 2005 dapat dilihat Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan harga BBM di Indonesia Jenis BBM 2003 Rp 19 Desember 2005 Rp 21 Maret 2005 Rp 1 Oktober 2005 Rp Pertamax Plus Pertamax Premium Solar Minyak tanah 2600 2300 1810 1650 1800 4200 4000 1810 1650 1800 4200 4000 2400 2100 1800 5900 5700 4500 4300 2000 Sumber : www.pertamina.com , 2005 Konsumsi BBM di Indonesia mencakup 60 dari total konsumsi energi nasional, berupa penggunaan BBM di sektor transportasi, industri, rumah tangga, dan pembangkit listrik. Sektor industri merupakan bagian yang memanfaat BBM terbesar setelah sektor transportasi. Penggunaan BBM per sektor dari tahun 1994-2003 disajikan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Pangsa Konsumsi BBM Per Sektor Tahun 1994-2003 Tahun Industri Rumah Tangga Komersial Transportasi Pembangkit Listrik 1994 23.2 21.6 45.8 9.4 1997 21.1 19.0 47.9 12.0 1998 21.5 20.7 48.8 9.0 2000 21.7 22.2 47.1 9.0 2003 24.0 18.2 47.0 10.7 Sumber : Ditjen Migas, io.ppi-jepang.org, 2005 Sampai tahun 2000, data menunjukkan bahwa tingkat konsumsi BBM dari tahun ke tahun semakin meningkat seperti yang terlihat pada Tabel 4. Hal ini seiring dengan meningkatnya populasi, pertumbuhan industri terutama untuk pemenuhan kebutuhan pangan, dan peningkatan intensitas transportasi untuk kegiatan perdagangan dan distribusi. Tabel 4. Konsumsi bahan bakar minyak Indonesia tahun 1996 – 2000 dalam Ribu Kilo Liter Jenis BBM 1996 1997 1998 1999 2000 Avgas 8.3 7.7 5.8 5.7 4.7 Avtur 2 014.7 2 093.4 1 270.9 1 119.3 1 348.7 Premium 10 831.8 10 831.8 10 980.0 11 515.5 12 429.3 Minyak tanah 9 781.9 9 967.4 10 144.1 11 926.8 12 457.8 Minyak solar 18 825.2 22 119.9 19 678.7 17 869.8 22 079.9 Solar 1 380.6 1 451.8 1 271.9 1 309.4 1 472.2 Minyak bakar 4 282.8 5 426.2 5 231.1 5 455.8 6 076.2 Jumlah 46 375.0 51 862.3 48 582.5 49 202.2 55 868.7 Sumber: Data dan informasi minyak dan Gas Bumi 2001, Ditjen Migas-DESDM Kenaikan harga BBM menyebabkan kecederungan terjadinya inflasi cukup tinggi, yang terlihat pada kenaikan harga barang-barang kebutuhan masyarakat. Tingginya harga BBM tersebut, juga menjadi salah satu kendala bagi pertumbuhan industri, termasuk industri kecil tahu. Dalam situasi tersebut, memahami pola konsumsi energi yang dilakukan oleh industri kecil khususnya industri kecil tahu merupakan salah satu hal penting dalam upaya penghematan energi. Penelitian ini ini bertujuan untuk melakukan kajian tentang pola konsumsi energi pada industri kecil, khususnya produksi tahu. Hasil kajian diharapkan dapat digunakan oleh pemerintah dalam menentukan kebijakan dibidang energi, khususnya di sektor industri kecil. Selain itu, dapat digunakan oleh masyarakat sebagai pedoman dalam usaha penghematan dan diversifikasi sumber energi.

1.2 TUJUAN