ANALISIS ENERGI DAMPAK KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK BBM

2.3 ANALISIS ENERGI

Anasisis energi merupakan suatu metode perhitungan kebutuhan energi, baik energi langsung maupun energi tidak langsung yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk atau jasa. Pimentel et. al. 1974 dalam Sholahuddin 1999 menyebutkan bahwa tiga metode analisis yang digunakan untuk audit energi yaitu: a Analisis Statistika, merupakan metode untuk menentukan energi yang tersimpan per satuan output dengan menggunakan data statistik, baik untuk memperoleh informasi sejumlah industri maupun lebih dari satu. b Analisis Input-Output, merupakan metode analisis secara langsung atau tidak langsung terhadap aliran bahan yang masuk ke dalam sistem untuk menghasilkan bahan keluaran tertentu, dimana bahan keluaran ini dapat dinyatakan sebagai energi utama untuk menghasilkan keluaran tersebut. c Analisis Proses, merupakan identifikasi pada tiap tahapan proses untuk menentukan jenis masukannya dan merupakan suatu identifikasi terhadap jaringan kerja dan proses yang harus diikuti untuk memperoleh produk akhir.

2.4 DAMPAK KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK BBM

Bakar minyak. BBM mempunyai dua pengertian. Pengertian pertama, BBM adalah semua jenis bahan bakar cair yang dihasilkan dari pengolahan minyak bumi termasuk avgas dan avtur. Pengertian kedua pengertian menurut pemerintah atau Pertamina, BBM adalah minyak tanah, bensin, solar, dan minyak bakar Said, 2001. Kenaikan harga BBM dapat mempengaruhi kegiatan berbagai sektor antara lain industri, transportasi, dan rumah tangga. Hal ini karena kebutuhan akan sumber energi terutama BBM pada sektor-sektor tersebut dari tahun ke tahun semakin meningkat. Kenaikan harga BBM juga menyebabkan terjadinya inflasi. Tabel 8 menyajikan dampak kenaikan harga BBM pada Maret 2005 terhadap berbagai jenis barang dan jasa. Djaafara 2005 menjelaskan bahwa pada bulan Oktober, inflasi meningkat secara signifikan sebagai akibat dari kenaikan harga BBM, beserta dampak lanjutannya seperti kenaikan tarif transportasi. Laju inflasi untuk bulan Oktober 2005 sebesar 8.70 m-t-m. Dengan perkembangan ini, laju inflasi periode Januari s.d Oktober 2005 adalah 15.65 y-t-d. Dalam jangka yang lebih panjang, yaitu sampai dengan 2006 nanti, dengan tingginya kenaikan inflasi yang telah mencapai puncaknya pada bulan Oktober 2005 serta memperhatikan perkembangan determinan inflasi, laju inflasi diperkirakan secara bertahap akan menurun kembali, dan pada akhir tahun 2006 diperkirakan akan mencapai kisaran 6.5-8.5. Tabel 8. Dampak kenaikan harga BBM Maret 2005 terhadap harga berbagai jenis barang dan jasa Jenis Barang Kenaikan Harga Jenis Barang Kenaikan Harga Padi 0.23 Konstruksi 2.041 Sayuran 0.26 Perdagangan 1.025 Hasil Ternak 0.441 Restoran 0.821 Perikanan Laut 0.995 Hotel 0.767 Minyak Goreng 0.471 Angkutan Kereta Api 2.824 Beras 0.561 Angkutan Darat 4.117 Gula 0.65 Pelayaran 3.082 Pertambangan 0.798 Angkutan Air 4.21 Pupuk 0.537 Angkutan Udara 0.097 Industri Baja 0.916 Komunikasi 0.481 Listrik 0.08 Keuangan 0.522 Gas 0.325 Jasa-Jasa Lain 0.639 Air Bersih 0.477 . . Sumber: Hasil Simulasi Model CGE [4] Oktaviani 2005 dalam Santika 2006 menganalisa dampak kenaikan BBM terhadap sektor pertanian, agroindustri, dan rumah tangga pertanian di Indonesia. Hasil analisa yang dilakukan menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM yang diikuti maupun tidak diikuti dengan penyaluran dana kompensasi BBM dalam jangka pendek dan jangka panjang ternyata berpengaruh negatif terhadap produksi dan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan agroindustri. Penurunan terbesar terjadi pada sektor agroindustri, pertanian, dan rumah tangga pertanian Indonesia. Penurunan tenaga kerja juga disertai dengan penurunan tingkat tenaga kerja tidak terdidik dan tingkat pengembalian lahan. Kenaikan harga-harga tersebut akan menyebabkan penurunan pendapatan riil rumah tangga, terutama rumah tangga yang berhubungan dengan sektor pertanian dan agroindustri. Syamsudin 2005 menjelaskan bahwa UKM terkena dampak langsung akibat kenaikan harga BBM. Sebagian besar UKM adalah konsumen minyak tanah yang harganya naik 300. Padahal minyak tanah merupakan komponen utama dalam proses produksi mereka. Selain itu, konsumen produk-produk UKM umumnya adalah konsumen akhir dan dari latar belakang sosial-ekonomi bawah dan menengah, sehingga UKM sulit menaikkan harga jual produknya. Akibat dilema ini, tidak sedikit UKM menghentikan kegiatan produksinya, sehingga menambah tingginya angka pengangguran. Tanpa memperhitungkan dampak kenaikan harga BBM, data BPS menunjukkan jumlah pengangguran Oktober seharusnya 11.2 juta orang. Akibat kenaikan harga BBM, jumlah pengangguran menjadi 11.6 juta atau 10.84 persen dari 106.9 juta angkatan kerja di Indonesia. Ini berarti telah terjadi kenaikan jumlah pengangguran sebesar 426 ribu orang, hanya karena kenaikan harga BBM. Hasil simulasi data Susenas 2002 dalam Dartanto 2005 menunjukkan bahwa kenaikan jumlah penduduk miskin akibat kenaikan harga BBM bulan Maret 2005 asumsi inflasi sebesar 0.9 adalah sebesar 0.24 dari 16.25-16.49 dan jika inflasi yang terjadi semakin besar maka angka kemiskinan juga akan membesar. Berdasarkan kenyataan diatas kemungkinan besar kenaikan BBM Oktober 2005 akan meningkatkan jumlah penduduk miskin sebesar 1 atau sekitar 2 juta orang. Analisis dampak kenaikan harga BBM terhadap pola penggunaan bahan bakar pada industri kecil membutuhkan parameter-parameter yang berlaku pada masa sebelum dan sesudah kenaikan harga bahan bakar minyak. Parameter yang telah ditentukan, dianalisis dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah kenaikan harga bahan bakar minyak. Dengan demikian dapat diketahui pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak tersebut terhadap pola penggunaan bahan bakar pada industri kecil. Parameter-parameter tersebut antara lain adalah tingkat kenaikan harga BBM, jenis bahan bakar yang digunakan, jumlah energi yang digunakan, dan pola konsumsi energi itu sendiri.

2.5 KONSEP EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI