periode 1997-2002 volume impor Indonesia terus mengalami peningkatan namun pada periode 2002-2005 mengalami penurunan sampai ke level 1,1 juta ton. Posisi
inilah yang menunjukkan bahwa peranan Indonesia dalam perdagangan jagung dunia termasuk dalam negara kecil.
5.3. Kebijakan Perdagangan Jagung
Distribusi komoditi jagung di Indonesia mengikuti alur permintaan akan komoditi itu sendiri. Komoditi jagung dalam penggunaannya memiliki fungsi
yang berbeda dengan komoditi pangan lainnya di Indonesia. Jagung merupakan input antara yang digunakan oleh industri baik industri makanan dan minuman
maupun industri pakan ternak. Konsumsi langsung terhadap komoditi jagung mencapai pangsa sekitar 37,01 persen, sedangkan untuk keperluan industri
mencapai 22,71 persen. Konsumsi tertinggi tertuju pada industri pakan ternak yang mencapai pangsa sekitar 40,29 persen.
Dalam struktur industri pakan, pangsa penggunaan jagung mencapai 51,4 persen. Dengan pangsa sebesar itu, ketersediaan jagung pada tempat, waktu dan
harga yang tepat sangat mempengaruhi kinerja industri peternakan unggas ayam. Peningkatan atau penurunan industri perunggasan nasional memiliki korelasi yang
positif dengan terjadinya peningkatanpenurunan permintaan jagung nasional. Dengan melihat peta alokasi peruntukan komoditi jagung yang mayoritas
ditujukan untuk keperluan industri, maka alur perdagangan jagung dari farm gate juga akan mengikuti alur perdagangan dimana industri tersebut berada. Pada jalur
inilah kebijakan perdagangan jagung diharapkan mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya pelaku yang terlibat dalam agribisnis jagung
tersebut. Penggunaan jagung untuk kebutuhan industri disediakan dari jalur impor
dan produksi domestik. Kebijakan yang akan dianalisis dalam penelitian ini hanyalah kebijakan perdagangan jagung yang dikirim melalui impor.
Fenomena yang terjadi dalam perdagangan luar negeri komoditi jagung saat ini adalah semakin mudahnya jagung-jagung dari luar negeri masuk ke
Indonesia. Faktor pemicunya adalah rendahnya hambatan tarif masuk impor jagung dari luar negeri. Jika dibandingkan dengan negara lain, Pemerintah
Indonesia terlalu memberikan kelonggaran dalam mengimpor jagung. Negara lain memberlakukan tarif impor yang cukup tinggi dalam mengimpor jagung ke
negaranya masing-masing. Menurut Departemen Perdagangan 2006, Columbia memberlakukan tarif masuk bagi pakan sebesar 37 persen, India mengenakan
tariff rate quota sebesar 15 persen serta memberlakukan kuota terhadap jumlah
jagung yang diimpor, Thailand mengenakan tarif impor jagung sebesar US 4,7 per ton serta memberlakukan kuota impor pada tahaun 2000, dan Filipina
mengenakan tarif jagung yang cukup tinggi yaitu sebesar 65 persen untuk jagung yang berkualitas rendah dan 35 persen untuk jagung berkualitas tinggi.
Kebijakan perdagangan luar negeri yang diberlakukan negara lain terhadap masuknya komoditi jagung ke negaranya bersifat sangat protektif, sementara
Indonesia memberikan keleluasaan yang sangat tinggi terhadap masuknya jagung impor. Padahal disisi lain, kemampuan petani jagung Indonesia masih sangat
rendah dengan tingkat produktivitas baru mencapai tiga ton per ha. Jika dibandingkan dengan Amerika Serikat, produktivitas yang dihasilkan Indonesia
jauh tertinggal dimana produktivitas Amerika Serikat sudah mencapai 8,3 ton per ha. Petani jagung di Amerika Serikat memperoleh dukungan dari pemerintah
berupa guaranted minimum price support and income transfer, begitu juga dengan petani jagung di Meksiko yang memperoleh marketing loan rate.
Kebijakan pemerintah dengan memberlakukan tarif impor jagung untuk kebutuhan pakan sebesar lima persen mulai tahun 2004 jika dipandang dari sudut
pandang industri memiliki kepentingan yang sangat kuat. Hal ini membuat industri unggas terutama ayam ras memiliki ketergantungan yang tinggi kepada
industri pakan, dan industri pakan akan sangat bergantung sekali dengan bahan baku jagung.
5.4. Profil Pasar Daging Ayam Ras Indonesia