BAB V EKONOMI MAKRO JAGUNG DAN DAGING AYAM
5.1. Profil Pasar Jagung Indonesia
Menurut data BPS perkembangan produksi jagung di Indonesia selama periode 1971-2006 berfluktuatif namun cenderung meningkat. Produksi jagung
lebih dipengaruhi oleh peningkatan produktivitas dibandingkan dengan peningkatan luas areal tanam yang terlihat dari persentase pertumbuhannya yaitu
7,96 persen per tahun dan 2,19 persen per tahun. Rata-rata produksi jagung selama periode tersebut yaitu 8.530.564,26 ton per tahun dengan tingkat pertumbuhan
sebesar 10,7 persen per tahun. Selama periode 1971-2006 produktivitas jagung mengalami peningkatan .
Rata-rata produktivitas jagung nasional sebesar 2,54 ton per hektar dengan pertumbuhan sebesar 7,96 persen per tahun. Peningkatan ini terlihat cukup
signifikan dimana pada tahun 1971 produktivitas jagung hanya sebesar 0,99 ton per ha yang kemudian meningkat menjadi 1,46 ton per ha di tahun 1980, 2,13 ton
per ha di tahun 1990 dan mulai tahun 2002 mencapai 3 ton per ha. Peningkatan produktivitas jagung merupakan dampak dari penerapan teknologi penggunaan
varietas jagung hibrida secara nasional. Perkembangan luas areal jagung di Indonesia selama periode 1971-2006
juga berfluktuatif dan cenderung meningkat Tabel 2. Rata-rata pertumbuhan selama periode tersebut sebesar 2,19 persen per tahun. Menurut Departemen
Pertanian 2006, selama periode 1969-2006 pertumbuhan luas areal jagung di Pulau Jawa 345 ribu ha lebih kecil dibandingkan dengan di luar Pulau Jawa 802
ribu ha. Tingginya penambahan luas areal jagung di luar Pulau Jawa disebabkan oleh daya saing produksi jagung pada lahan sawah tadah hujan dan lahan kering
lebih baik dibandingkan dengan produksi jagung di lahan sawah di Pulau Jawa. Selain itu di Pulau Jawa juga terdapat persaingan penggunaan lahan komoditas
jagung dengan komoditas pangan lainnya seperti padi dan kedelai.
Tabel 2. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Jagung Indonesia, Tahun 1971-2006.
Tahun Luas Areal ha
Produksi ton Produktivitas tonha
1971 2.626.695
2.606.494 0,99
1980 2.734.940
3.990.939 1,46
1990 3.158.092
6.734.028 2,13
1991 2.909.100
6.255.906 2,15
1992 3.629.346
7.995.459 2,20
1993 2.939.534
6.453.737 2,20
1994 3.103.398
6.868.885 2,21
1995 3.651.838
8.245.902 2,26
1996 3.743.573
9.307.423 2,49
1997 3.355.224
8.770.851 2,64
1998 3.847.813
10.169.488 2,64
1999 3.456.357
9.204.036 2,66
2000 3.500.318
9.676.899 2,77
2001 3.285.866
9.374.192 2,85
2002 3.126.833
9.654.105 3,09
2003 3.358.511
10.886.442 3,24
2004 3.356.914
11.225.243 3,34
2005 3.625.987
12.523.894 3,45
2006 3.497.645
12.136.798 3,47
Rataan 3.310.946,53
8.530.564,26 2,54
Sumber: BPS, 1971-2006 diolah Angka Ramalan III
Daerah penghasil utama atau sentra produksi jagung di Indonesia adalah Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan,
Nusa Tenggara Timur dan Jawa Barat. Produksi jagung dari ketujuh propinsi tersebut memberikan kontribusi sebesar 86,88 persen dari produksi jagung
nasional. Kontribusi terbesar produksi jagung pada tahun 2005 berasal dari Propinsi Jawa Timur 35,12 persen, disusul kemudian oleh Jawa Tengah sebesar
17,50 persen. Propinsi sentra produksi di Pulau Jawa telah berkontribusi sekitar
50 persen, sisanya dipenuhi dari propinsi di luar Pulau Jawa. Di luar Pulau Jawa kontribusi terbesar diperoleh dari Propinsi Lampung sebesar 11,49 persen dan
propinsi lainnya berkontribusi dibawah 6 persen. Besarnya kontribusi dari propinsi sentra jagung di Indonesia disajikan pada Gambar 7.
Sumber: Departemen Pertanian, 2006
Gambar 7. Kontribusi Sentra Produksi Jagung di Indonesia Tahun 2005.
Permintaan suatu komoditas pertanian secara umum terdiri dari permintaan langsung dikonsumsi secara langsung dan tidak langsung diolah
lebih lanjut menjadi produk konsumsi atau lainnya. Jagung sebagai komoditas pangan dalam penggunaannya dikelompokan menjadi dua hal penting yaitu untuk
konsumsi langsung dan sebagai bahan baku industri pangan dan pakan ternak. Perkembangan penggunaan jagung di Indonesia selama periode 2000-2004
disajikan pada Tabel 3. Penggunaan jagung untuk konsumsi menunjukkan kecenderungan yang menurun dengan rata-rata konsumsi sebesar 4.477,8 ribu ton
per tahun, sementara industri pangan relatif stabil dengan rata-rata penggunaan sebesar 2.489,2 ribu ton per tahun dan untuk pakan mengalami peningkatan
dengan rata-rata penggunaan sebesar 4.196,6 ribu ton per tahun. Pangsa penggunaan jagung untuk industri jauh lebih besar dibandingkan dengan pangsa
konsumsi langsung. Ini menunjukkan bahwa penggunaan jagung di Indonesia mengalami pergeseran dari konsumsi langsung ke industri. Peningkatan
penggunaan jagung sebagai bahan baku pakan terjadi karena sekitar 50 persen bahan baku pakan adalah jagung.
Tabel 3. Perkembangan Penggunaan Jagung di Indonesia Tahun 2000-2004 000 ton.
Tahun Konsumsi
Pangsa Industri
Pangan Pangsa
Industri Pakan
Pangsa Total
2000 4.657
43,48 2.340
21,85 3.713
34,67 10.710
2001 4.567
41,76 2.415
22,08 3.955
36,16 10.937
2002 4.478
40,11 2.489
22,29 4.197
37,59 11.164
2003 4.388
38,53 2.564
22,51 4.438
38,96 11.390
2004 4.299
37,01 2.638
22,71 4.680
40,29 11.617
Rataan 4.477,8
40,18 2.489,2
22,29 4.196,6
37,53 11.163,6
Sumber: Departemen Perdagangan, 2006
Tingginya total permintaan jagung membuat produksi jagung tidak mampu memenuhi jumlah permi ntaan tersebut. Selama periode 1995-2004, rata-rata
produksi jagung sebesar 9.648,76 ribu ton per tahun sedangkan permintaannya sebesar 10.026,69 ribu ton per tahun. Selama periode tersebut kecuali tahun 1998,
jumlah permintaan jagung selalu lebih tinggi dari jumlah produksinya. Perkembangan produksi, permintaan dan impor jagung dapat dilihat pada Gambar
8. Selisih yang terjadi antara produksi dan permintaan jagung selama periode
1995-2006 harus dipenuhi dengan cara mengimpor jagung dari pasar dunia . Rata- rata impor jagung Indonesia pada periode tersebut sebesar 967,46 ribu ton per
tahun. Impor tertinggi terjadi pada tahun 2003 sebesar 1.345,45 ribu ton dan terendah pada tahun 1998 sebesar 313,46 ribu ton. Pada tahun 1998 sebenarnya
jumlah produksi yang dihasilkan mampu memenuhi jumlah permintaan jagung yang diminta tetapi pemerintah masih saja melakukan impor dari pasar dunia.
Berdasarkan Gambar 8 maka dapat disimpulkan bahwa jumlah produksi tidak
terlalu mempengaruhi impor jagung yang dilakukan oleh Indonesia karena walaupun terjadi surplus jagung namun masih terdapat impor. Hal ini
menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap jagung impor cukup besar dan jagung domestik memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan jagung impor.
Sumber: BPS dan Departemen Pertanian diolah
Gambar 8. Perkembangan Produksi, Permintaan dan Impor Jagung Tahun 1995-2004.
Indonesia selain berperan sebagai negara pengimpor jagung dunia juga berperan sebagai negara pengekspor jagung. Perkembangan volume ekspor dan
impor jagung Indonesia pada periode tahun 1971-2005 berfluktuasi namun setelah tahun 1994 volume impor cenderung lebih tinggi dari pada volume ekspor.
Peningkatan volume impor jagung setelah tahun 2000 cukup signifikan sebagai akibat dari tingginya permintaan jagung untuk industri pakan ternak yang tidak
dapat dipenuhi dari produksi jagung dalam negeri. Pada saat terjadi krisis ekonomi 1998 terjadi penurunan tajam pada volume impor jagung namun
sebaliknya terjadi peningkatan pada volume ekspor jagung. Peningkatan ekspor tahun 1998 merupakan peningkatan ekspor tertinggi yang terjadi selama periode
1971-2005 Gambar 9.
Sumber: Departemen Pertanian, 2006 diolah
Gambar 9. Perkembangan Ekspor-Impor Jagung Indonesia Tahun 1971- 2005.
Neraca ekspor-impor jagung baik dilihat dari sisi volume maupun nilainya menunjukkan perkembangan yang cenderung negatif. Artinya impor lebih tinggi
dari pada ekspor. Selama periode 1971-2005 menunjukkan rata-rata neraca volume ekspor-impor sebesar minus 280 ribu ton dan neraca nilai ekspor-impor
sebesar minus US 39.692,2 ribu Lampiran 1.
5.2. Profil Pasar Jagung Dunia