22
Muhammadiyah 2 Klaten Utara tahun oleh Desi Tri Pikasari 2013 terdapat hubungan yang positif dan signifikan. r
hitung
lebih besar dari r
tabel
yakni 0,773 dan 0,148 07730,148. Nilai signifikan 0,00 yang berarti kurang dari 0,05 0,000,05.
Koefisien determinasi sebesar 59,2 perubahan pada variabel kemampuan menulis narasi sugestif yang dapat diterangkan oleh minat baca dan kebiasaan menyimak
berita, sedang sisanya 40,8 dipengaruhi oleh variabel lain. Penelitian-penelitian yang telah penulis uraikan di atas relevan dengan
penelitian ini baik ditinjau dari pendekatan penelitian maupun bahasannya. Dari bentuk pendekatan yakni penelitian korelasi yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan antar variabel, kebiasaan membaca dan penguasaan kosakata sebagai variabel bebas, serta menulis teks sastra baik berupa teks drama maupun narasi
sugestif sebagai variabel terikat. Meskipun demikian, penelitian ini tetap menyajikan objek penelitian yang
berbeda yakni kebiasaan membaca karya sastra sebagai variabel bebas disamping penguasaan kosakata dan menulis cerpen sebagai variabel terikat. Disamping itu,
lokasi penelitian juga berbeda yakni mencakup satu daerah Kabupaten Gunungkidul.
C. Kerangka Pikir
Sebagian besar ahli menyatakan bahwa seseorang perlu melalui beberapa tahapan untuk menguasai kemampuan berbahasa secara sempurna. Tahapan itu
meliputi mendengar menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
23
Keterampilan menulis merupakan pencapaian akhir dari tahapan-tahapan tersebut. Hal itu dapat dibuktikan dari fakta bahwa untuk dapat menguasai
keterampilan menulis, seseorang harus menguasai keterampilan menyimak, berbicara, membaca, kemudian menulis. Seperti ketika usia balita, keterampilan berbahasa yang
paling dikuasai terlebih dahulu adalah menyimak kemudian diikuti oleh keterampilan berbicara. Pada usia sekolah TK-SD, anak diajarkan bagaimana cara membaca dan
diakhiri dengan keterampilan menulis. Menulis merupakan sebuah proses yang membutuhkan ketajaman indra.
Terlebih lagi menulis cerita pendek. Karena dalam menulis atau mengarang cerita pendek yang baik, antara tema, amanat pesan, alur, tokoh, suasana, gaya bahasa,
sudut pandang harus disusun secara kohesif dan koheren tanpa mengabaikan sisi estetis karya. Dengan demikian menulis cerpen dapat dikatakan sangat membutuhkan
logika, rasio, serta intuisi. Logika, rasio, serta intuisi dapat diasah dengan kebiasaan membaca. Membaca
karya sastra dapat memperkaya pengalaman batin seseorang. Terlebih lagi bagi yang ingin menulis cerpen. Mustahil seseorang yang jarang membaca atau tak pernah
membaca sama sekali dapat menulis dengan baik. Seperti yang diungkapkan Sumardjo 1997: 22, bahwa aneh kalau seorang pengarang tidak pernah membaca
karangan orang-orang lain sebelumnya. Kita semua hidup dari sebuah tradisi. Dalam tradisi menulis cerpen, kebanyakan penulis Indonesia bertolak dari cerpen-cerpen
Indonesia yang sudah ada. Dan cerpen-cerpen Indonesia yang sudah ditulis itu, juga berasal dari berbagai tradisi penulisan cerpen dunia.
24
Kebiasaan membaca terlebih karya sastra membuat seseorang mengetahui, memahami dan terbiasa mengapresiasi karya sastra secara mendalam. Selain hal
tersebut, akan muncul pula manfaat lain, yaitu bertambahnya kosakata yang berguna sebagai amunisi untuk menulis cerpen. Dengan banyaknya kosakata yang dikuasai,
seseorang akan memiliki banyak pilihan kata untuk menulis yang dapat dipanggil sewaktu-waktu.
Berdasarkan asumsi tersebut kebiasaan membaca karya sastra dan penguasaan kosakata akan memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap keterampilan
menulis cerpen.
D. Hipotesis Penelitian