Volatile Suspended Solid VSS Molases Waktu dan Tempat

28 heterotrofik akan membentuk flok gumpalan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan untuk ikan Crab et al, 2007.

2.5 Volatile Suspended Solid VSS

Volatile Suspended Solid merupakan banyaknya materi padat organik yang tersuspensi di dalam air. Zat padat organik merupakan zat padat yang terbakar pada 550°C setelah dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 103ºC yang tertahan pada filter atau tertinggal di filter. Padatan Volatile adalah padatan yang hilang pada pengapian pemanasan dengan 550˚C. Volatile suspendid solid berguna untuk pengontrol dalam pengolahan limbah. karena volatile suspendid solid memberikan pendekatan kasar dari jumlah materi organik padat pada air limbah, lumpur aktif dan limbah industri. Padatan tersuspensi dibedakan menjadi volatile solid dan non volatile solids. Volatile solid adalah bahan organik yang teroksidasi pada pemanasan dengan suhu, sedangkan non volatile solid adalah fraksi bahan anorganik yang tertinggal sebagai abu pada suhu tersebut Effendi, 2003.

2.6 Molases

Molases atau gula tetes merupakan buangan akhir proses pengolahan gula setelah mengalami kristalisasi berulang, berwarna coklat kehitaman dan berbentuk cairan kental. Molases mengandung 48-56 gula dan sedikit bahan atau unsur- 29 unsur mikro yang penting bagi kehidupan organisme, seperti cobalt, boron, iodium, tembaga, mangan, dan seng. Penggunaan molases sebagai sumber karbon didasarkan pada harga molases yang relatif murah, memiliki kandungan karbon yang tinggi, serta penggunaannya cukup mudah Willet dan Morrison, 2006. Molases sebagai salah satu sumber karbon dapat digunakan untuk mempercepat penurunan konsentarasi N-anorganik di dalam air. Molases berbentuk cair bewarna coklat seperti kecap dengan aroma yang khas Najamuddin, 2008. Oleh karena itu, penambahan molases ke dalam media budidaya diharapkan mampu menurunkan amonia dan peningkatan pertumbuhan ikan sehingga dapat meningkatkan produksi.

2.7 Parameter Kualitas Air

Pada dasarnya kualitas lingkungan perairan kualitas air yang terdapat disuatu perairan akan mempengaruhi kehidupan komunitas biota yang hidup dalam ekosistem perairan tersebut. Kualitas perairan tersebut akan berpengaruh terhadap suatu populasi biota air, karena sifat parameter kualitas air yang ada diperairan tersebut, dan adanya tingkat toleransi biota terhadap parameter lingkungan tertentu. Dalam hal ini jika salah satu faktor lingkungan melewati batas toleransi suatu spesies atau jika nilai salah satu parameter kualitas air menurun sampai dibawah kebutuhan minimum spesies tersebut, maka parameter tersebut akan menjadi faktor pembatas terhadap pertumbuhan spesies tersebut Odum, 1971. 30 Kualitas air ditentukan oleh banyak faktor, yaitu zat telarut, zat yang tersuspensi dan makhluk hidup khususnya jasat renik di dalam air, maka dapat dikatakan bahwa kualitas air adalah tingkat pencemaran akibat proses alami dan aktivitas budaya manusia yang mempengaruhi kelayakan air ditinjau dari segi fisik, kimia, dan biologis. Sumarwoto, 1984.

2.7.1 Oksigen Terlarut DO

Oksigen terlarut merupakan peubah mutu air paling penting bagi kehidupan organisme air. Oksigen terlarut atau DO adalah jumlah mgl gas oksigen yang terlarut dalam air. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton Novotny dan Olem 1994. Oksigen yang di serap kemudian dimanfaatkan dalam proses metabolisme baik untuk pembentukan sel baru pertumbuhan dan untuk gerak maupun untuk penggantian sel yang hilang dan rusak. Kadar oksigen dalam air akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik. Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya Odum, 1971. 31 2.7.2 Tingkat Keasaman pH pH merupakan ukuran aktivitas ion hydrogen H + Van Wyk et al. 1999. pH merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen dalam perairan yang menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air. pH terkait sangat erat dengan kandungan karbon dioksida dan alkalinitas. Pada pH yang kurang dari 5 alkalinitasnya tidak terdeteksi, makin tinggi nilai pH semakin tinggi nilai alkalinitasnya dan makin rendah kandungan karbon dioksida bebasnya Mackereth et.al, 1989. Pada umumnya sebagian biota air sensitif terhadap perubahan pH, dan hampir semua biota menyukai pH 7-8,5. Besaran pH sangat mempengaruhi proses biokimia yang terjadi disuatu perairan, sebagai contoh proses nitrifikasi akan terhenti manakala pH perairan rendah. Selain itu toksisitas dari logam beratpun sangat dipengaruhi oleh besaran pH perairan Novotny dan Olem, 1994. Jika dalam suatu perairan terdapat kandungan bahan organik yang tinggi, maka bahan organik tersebut harus diuraikan, untuk ini diperlukan oksigen. Dalam keadaan ada oksigen akan dihasilkan karbon dioksida, uap air dan nitrat. Dalam keadaan tidak ada oksigen akan dihasilkan hidrogen sulfide H 2 S, ammonia NH 3 dan metana CH 4 . Hampir semua senyawa yang dihasilkan tersebut bersifat asam yang dapat menurunkan pH. Zat tersebut akan digunakan untuk proses fotosintesis, sehingga karbon dioksida akan menurun, dan ion bikarbonat HCO 3 - akan berubah menjadi CO 2 dan ion OH - . Adanya dominasi ion hidroksil ini mengakibatkan pH air meningkat. 32 Jika dalam suatu perairan terdapat bahan organic yang tinggi, maka hasil dekomposisi bahan organic tersebut diantaranya adalah karbon dioksida. Di dalam air karbon dioksida ini akan membentuk asam karbonat. Moss, 1993, keadaan ini juga bisa terjadi jika 1 dari karbon dioksida bereaksi dengan air, sehingga membentuk asam karbonat Cole, 1988. Pada pembentukan asam karbonat tersebut akan dihasilkan ion hidrogen yang mengakibatkan pH perairan menurun.

2.7.3 Suhu

Suhu air, telah dikemukakan bahwa suhu didalam air dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis, terutama suhu didalam air yang telah melampui ambang batas terlalu hangat atau terlalu dingin bagi kehidupan flora dan fauna akuatis seringkali berubah dengan adanya perubahan suhu air, terutama oleh adanya kenaikan suhu didalam air. Secara umum, kenaikan suhu perairan akan mengakibatkan kenaikan aktivitas biologi, dan pada gilirannya, memerlukan lebih banyak oksigen di dalam perairan tersebut. Hubungan antara suhu air dan oksigen biasanya berkolerasi negatif, yaitu kenaikan suhu di dalam air akan menurunkan tingkat solubilitas oksigen dan, dengan demikian menurunkan kemampuan organisme akuatis dalam memanfaatkan oksigen yang tersedia untuk berlangsungnya proses-proses biologi di dalam air Asdak, 1995. Suhu perairan merupakan salah satu parameter yang mengatur baik proses fisika maupun proses kimia yang terjadi di dalam suatu perairan. Suhu perairan 33 akan mempengaruhi kelarutan oksigen, komposisi subtrat, kekeruhan maupun kecepatan reaksi kimia di dalam air. Suhu perairan juga mempengaruhi berbagai proses fisiologis dalam tubuh biota air seperti proses osmoregulasi dan pernapasan organisme perairan, sehingga meningkatnya suhu pada kondisi ekstrim dapat menyebabkan kematian. Secara umum pengaruh suhu terhadap biota perairan mempengaruhi proses fisiologis secara langsung dalam hal reaksi enzimatik pada organisme. Selain pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dari suhu bisa dalam bentuk terjadinya perubahan struktur dan dispersi hewan air, yakni akan menentukan kehadiran spesies-spesies akuatik, mempengaruhi pamijahan dan penetasan, aktivitas dan pertumbuhan. Suhu perairan mempunyai kaitan yang cukup erat dengan besarnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam suatu perairan. Dalam hal ini intensitas cahaya yang masuk ke dalam suatu perairan akan menetukan derajat panas, yakni semakin banyak sinar matahari yang masuk ke dalam suatu perairan, semakin tinggi suhu airnya, namun semakin bertambahnya kedalaman, akan menurunkan suhu perairan Welch, 1980. Suhu yang terdeteksi di permukaan air dipengaruhi oleh keadaan metereologi seperti curah hujan, penguapan, kelembaban udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi sinar matahari Nontji, 1987 34 2.7.4 Amonia NH 4 + Amonia NH 4 + merupakan senyawa metabolisme ikan melalui proses bakterial, senyawa ini akan diubah menjadi nitrit untuk selanjutnya akan diubah menjadi nitrat NO 4 + . Pada sistem heterotrofik, amonia akan diubah menjadi biomassa bakteri, jika rasio C:N di dalam air lebih tinggi dari 5 Beristain, 2005. Amonia NH 4 + dapat ditemui pada setiap badan air dalam bermacam- macam bentuk tergantung dari oksidasinya, antara lain NH 3 , NO 2 , dan nitrat serta merupakan senyawa terlarut Allaerts dan Santika, 1987. Amonia di dalam air ada dalam bentuk molekul nondisosiasiunionisasi ada dalam bentuk NH 3 dan ada dalam bentuk ion amonia disosiasi dalam bentuk NH 4 + . Kedua bentuk amonia tersebut sangat bergantung pada kondisi pH dan suhu air Putra, 2008.

2.7.5 Nitrit NO

2 - Nitrit NO 2 - merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat nitrifikasi dan antara nitrat dan gas nitrogen denitrifikasi yang biasa dikenal dengan proses nitrifikasi dan denitrifikasi Effendi, 2003. Diperairan alami, nitrit NO 2 biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit dari pada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amoniak dan nitrat nitrifikasi, dan antara nitrat dan gas hidrogen denitrifikasi. Denitrifikasi berlangsung secara anaerob Effendi, 2003. 35 2.7.6 Nitrat NO 3 - Nitrat NO 3 adalah bentuk nitrogen utama diperairan alami dan merupakan hara utama bagi tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil karena dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari pada amonium, pada perairan alami kadar nitrat- nitrogennya biasanya tidak melebihi 0,1 mgL. Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung oleh ketersediaan nutrient. Konsentrasi nitrat adalah berkisar antara 0,9 – 3,2 mgl. Pada proses mineralisasi nitrifikasi amonia akan dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat oleh kelompok bakteri nitrifikasi. Senyawa nitrat dan nitrit akan direduksi menjadi gas nitrogen oleh kelompok bakteri denitrifikasi Widiyanto, 2006. 36 BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juli 2011, bertempat di Laboratorium Sistem Budidaya Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi, Subang, Jawa Barat

3.2 Alat dan Bahan