Volatile Suspended Solid VSS

62 diubah menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas sp. selanjutnya nitrit diubah menjadi nitrat oleh bakteri Nitrococcus sp Montoya dan Velasco, 2000.

4.2.4 Volatile Suspended Solid VSS

Volatile Suspended Solid VSS adalah merupakan banyaknya materi padat organik yang tersuspensi di dalam air. Zat padat organik merupakan zat padat yang terbakar pada 550°C setelah dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 103ºC yang tertahan pada filter atau tertinggal di filter. Kadar Volatile Suspended Solid dapat menjadi indikasi utama dalam menentukan kualitas flok, semakin tinggi kadarnya di perairan maka kualitas bioflok semakin tinggi. Tinggi rendahnya kadar ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pakan yang tidak dimanfaatkan oleh lele. Hal ini bisa terlihat pada gambar 9 yang menunjukkan nilai volatile suspendid solid pada setiap perlakuan yang berbeda. Gambar 9. Parameter Volatile Suspended Solid VSS Selama Penelitian. 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00 H0 H2 H4 H8 H12 H16 H21 A nobak+nomol B nobak+mol C bak+nomol D bak+Mol 63 Kadar rata-rata Volatile Suspended Solid VSS dalam bak fiber berukuran 200 L dengan padat penebaran 20 ekor50 gram. Pada setiap perlakuan yang berbeda didapatkan nilai tertinggi pada perlakuan D dengan menggunakan bakteri dan molases sebesar 0,90 mgL pada hari ke 8 pada sistem heterotrofik, hal ini yang menyebabkan tingkat kelangsungan hidup ikan lele yang tinggi dan diasumsikan pada hari tersebut populasi bakteri dalam fase log atau fase pertumbuhan. Pada hari ke 0, 2, 4 dan hari ke 12 terjadinya penurunan jumlah nilai volatile suspendid solid, hal ini diduga belum maksimal dalam memanfaatkan molase sebagai sumber karbon atau bakteri tersebut dalam fase adaptasi sehingga petumbuhan lambat. Pada hari ke 21 terjadinya penurunan nilai volatile suspendid solid, penurunan yang terjadi karena kurangnya sumber karbon pada perlakuan tersebut sehingga terjadinya persaingan antar bakteri heterotrof dalam perlakuan tersebut. Nilai Volatile Suspendid Solid yang cukup tinggi juga terdapat pada perlakuan B sebesar 0,53 mgL meskipun tidak didapatkan nilai Volatile Suspendid Solid yang tinggi seperti pada perlakuan D yaitu sistem heterotrofik, hal ini di duga bahwa pada perlakuan tersebut dengan menggunakan peran molases ke dalam media budidaya diharapkan mampu menurunkan limbah nitrogen dan peningkatan pertumbuhan ikan sehingga dapat meningkatkan produksi. Nilai volatile suspendid solid yang cukup tinggi pada perlakuan B ini kemungkinan besar disebabkannya ada peran dari bakteri heterotrof alami yang 64 ada didalam bak tersebut, meskipun pertumbuhan bakteri heterotrofik alami tidak bisa tumbuh secara cepat dibandingkan dengan perlakuan sistem heterotrofik. Bakteri heterotrof akan menggunakan karbon organik sebagai sumber energi, berkorelasi dengan nitrogen yang akan digunakan untuk sintesis protein demi menghasilkan material sel baru Willet dan Morrison, 2006. Pada hari ke 0 terjadinya penurunan nilai volatile suspendid solid hal ini dikarenakan pada hari tersebut bakteri heterotrof alami yang hidup dicorong tersebut belum maksimal dalam menggunakan sumber karbon atau pada hari tersebut bakteri heterotrof alami dalam fase adaptasi terhadap lingkungan. Pada hari ke 2 dan hari ke 4 terjadinya nilai volatile suspendid solid, hal ini di duga pada hari tersebut bakteri heterotrof sudah memanfaatkan sumber karbon sebagai nutrisinya sehingga terjadinya penambahan jumlah populasi bakteri pada perlakuan B. Pada hari ke 4 pada perlakuan B terjadinya penurunan kembali, hal ini di duga pada hari tersebut bakteri kembali lagi dalam fase adaptasi atau kurangnya pasokan molases sebagai sumber karbon dan kemungkinan terjadinya penurunan nilai volatile suspendid solid diakibatkan rendah nilai oksigen terlarut pada hari ke 4 sebesar 0,73. Menurut Schneider et al. 2006, untuk mendukung proses heterotrofikasi berjalan optimal diperlukan kadar oksigen terlarut minimal 2 mgL. Pada hari ke 21 pada perlakuan B terjadinya penurunan nilai volatile suspendid solid kembali, hal ini diduga karena pada perlakuan tersebut bakteri heterotrof alami dalam fase kematian atau kurangnya sumber karbon berupa 65 molase sehingga pada perlakuan ini terjadinya persaingan sesama bakteri heterotrof dalam menggunakan molases. Pada perlakuan C dengan pemberian inokulasi bakteri tanpanya adanya sumber karbon berupa molases terjadinya penurunan pada hari ke 0, dan ke 4, hal ini di duga karena pada hari tersebut inokulasi bakteri minabacto dalam fase adaptasi atau tidak adanya sumber karbon sebagai penstimulus untuk pertumbuhan inokulasi bakteri minabacto tersebut atau rendahnya inokulasi bakteri minabacto dalam bertahan dengan bakteri alami yang ada pada perlakuan tersebut. Pada hari ke 2, 8 dan hari ke 16 terjadinya kenaikan nilai volatile suspendid solid, kenaikan tersebut dikarenakan pada hari tersebut bakteri yang di inokulasikan dalam fase pertumbuhan sehingga diasumsikan bakteri autotrof tersebut sudah mulai tumbuh dengan baik. Pada hari ke 21 terjadinya penurunan kembali hal ini di sebabkan pada hari tersebut bakteri dalam fase kematian.

4.2.5 Suhu