Doktrin Identifikasi Sistem Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana

1. Doktrin Identifikasi

Dalam rangka mempertanggungjawabkan korporasi secara pidana, di negara Anglo Saxon seperti di Inggris dikenal konsep direct corporate criminal liability atau Doktrin pertanggungjawaban pidana langsung. Menurut doktrin ini, perusahaan dapat melakukan sejumlah delik secara langsung melalui orang-orang yang sangat berhubungan erat dengan perusahaan dan dipandang sebagai perusahaan itu sendiri. Dalam keadaan demikian, mereka tidak sebagai pengganti dan oleh karena itu pertanggungjawaban perusahaan tidak bersifat pertanggungjawaban pribadi. Doktrin ini juga dikenal dengan nama “ the identification doctrin ” atau doktrin identifikasi. 107 Pertanggungjawaban pidana menurut doktrin ini, asas “ mens rea ” tidak dikesampingkan, dimana menurut doktrin ini perbuatan atau sikap batin dari pejabat senior korporasi yang memiliki “ directing mind ” dapat dianggap sebagai sikap korporasi. Hal senada juga dikemukakan oleh Richard Chard, bahwa sikap batin tersebut diidentifikasikan sebagai korporasi, dan dengan demikian korporasi dapat dipertanggungjawabkan secara langsung. Pertanggungjawaban ini berbeda dengan pertanggungjawaban pidana pengganti vicarious liability dan pertanggungjawaban ketat strict liability , dimana pada doktrin identifikasi ini, asas “ mens rea ” tidak dikesampingkan, sedangkan pada doktrin vicarious liability dan doktrin strict liability tidak disyaratkan asas mens rea, atau asas mens rea tidak berlaku mutlak. 108 107 Dwija Priyatno , op. cit ., hlm. 89. 108 http:eprints.undip.ac.id186511ORPA_GANEFO_MANUAIN.pdf Perusahan dapat bertanggungjawab jika apa yang diketahui secara bersama-sama oleh para pejabat perusahaan tersebut sudah cukup merupakan “ mens rea ”. Sehubungan dengan pejabat senior, para pejabat senior biasanya terdiri dari “dewan direktur, direktur pelaksana dan pejabat-pejabat tinggi lainnya yang melaksanakan fungsi manajemen dan berbicara serta berbuat untuk perusahaan”. Menurut Hanafi, sikap batin orang tertentu yang mempunyai hubungan erat dengan pengelolaan urusan korporasi dipandang sebagai sikap batin korporasi, orang- orang itu dapat disebut sebagai “ senior officers ” dari perusahan. Pejabat senior “ senior officers ” adalah seseorang yang dalam kenyataannya mengendalikan jalannya perusahan atau ia merupakan bagian dari para pengendali, dan ia tidak bertanggungjawab pada orang lain dalam perusahan itu. Oleh karena itu maka perbuatan manager cabang tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan korporasi seperti putusan House Of Lord atas kasus Tesco. 109 Prinsip identifikasi dapat menimbulkan beberapa masalah antara lain: 110 a. Semakin besar dan semakin banyak bidang usaha sebuah perusahan, maka besar kemungkinan bahwa perusahan tersebut akan menghindar dari tanggung jawab. Contoh kasus Tesco, yang memiliki lebih dari 800 cabang yang dituntut melakukan tindak pidana berdasarkan “ the Trade Description Act 1968 ” yang dilakukan oleh manager cabang toko tersebut. Dalam kasus ini House Of Lord memutuskan bahwa manager cabang adalah orang lain yang merupakan tangan dan bukan otak perusahaan, 109 http:eprints.undip.ac.id186511ORPA_GANEFO_MANUAIN.pdf 110 Dwija Priyatno, op. cit ., hlm. 149. belum ada pelimpahan oleh direksi berupa pelimpahan fungsi managerial mereka sehubungan dengan urusan perusahaan dengan manager cabang itu. Dia harus memenuhi aturan umum dari perusahan dan menerima perintah dari atasannya pada tingkat regional dan distrik, karenanya perbuatannya atau kelalaiannya bukan kesalahan perusahan. b. Bahwa perusahan hanya bertanggungjawab kalau orang itu diidentifikasikan dengan perusahan, yaitu dirinya sendiri, yang secara perorangan individual bertanggungjawab karena dia memiliki “ mens rea ” untuk melakukan tindak pidana. Apabila terdapat beberapa “ superior officers ” yang terlibat, maka masing-masing mungkin tidak memiliki tingkat pengetahuan yang disyaratkan agar merupakan “ mens rea ” dari tindak pidana tersebut. Menurut teori „ identification ‟, tanggung jawab perusahaan sering didasarkan atas kejahatan yang dilakukan direktur atau para eksekutifnya. Sayangnya, hal itu akan terlihat sangat tidak adil bagi direktur yang selalu menjalankan bisnisnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Oleh karena itu diperlukan adanya keseimbangan tanggung jawab terhadap kejahatan korporasi dari direktur, eksekutif, manajer, dan karyawan. Setiap individu harus bertanggung jawab baik secara moral maupun hukum atas keputusan dan tindakan mereka. Jika seseorang melakukan tindakan kejahatan melalui perusahaan, maka tuntutan hukum seharusnya dikenakan terhadap orang tersebut, bukan terhadap perusahaan, terutama jika tindakan kejahatan tersebut tidak memberikan keuntungan terhadap perusahaan. Perusahaan bertindak melalui individu tetapi individu juga bertindak melalui perusahaan. Oleh karena itu, tanggung jawab atas suatu tindakan kejahatan yang dilakuakan individu seharusnya tidak dilimpahkan kepada perusahaan. Begitu juga sebaliknya.

2. Doktrin Pertanggungjawaban Pengganti Vicarious Liability

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Korporasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 04/Pid. Sus/2011/Pt. Bjm)

1 140 155

Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 82 117

Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Di Semarang)

0 34 179

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan MA No. 1384 K/PID/2005)

1 65 124

Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi

0 61 4

Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Negara (Studi Putusan Nomor : 01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn)

2 43 164

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pelaku Tindak Pidana Perusakan dan Pencemaran Lingkungan (Studi Putusan MA RI No. 755K/PID.SUS/2007)

1 50 100

Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Korporasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 04/Pid. Sus/2011/Pt. Bjm)

3 98 139

BAB II PENGATURAN KORPORASI SEBAGAI SUBJEK HUKUM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sejarah Korporasi Sebagai Subjek Hukum Pidana - Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Korporasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Banj

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Korporasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 04/Pid. Sus/2011/Pt. Bjm)

0 0 35