“Setiap  orang  di  luar  wilayah  negara  Republik  Indonesia  yang memberikan  bantuan,  kesempatan,  sarana,  atau  keterangan  untuk
terjadinya  tindak  pidana  korupsi  dipidana  dengan  pidana  yang  sama sebagai pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dengan Pasal
2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pas al 14.”
Dengan adanya pengaturan tentang korporasi sebagai subjek tindak pidana korupsi  di  dalam  UU  No.  31  Tahun  1999  Jo.  UU  No.  20    Tahun  2001  tentang
pemberantasan  tindak  pidana  korupsi,  maka  konsekuensinya  korporasi  dapat dimintai pertanggungjawaban dan dapat dijatuhi pidana atas tindak pidana korupsi
yang dilakukannya.
C. Latar  Belakang  Pengaturan  Korporasi  sebagai  Subjek  Hukum  dalam
Tindak Pidana Korupsi
Perubahan  sosial,  pembangunan,  dan  modernisasi  saling  berkaitan  erat satu  sama  lain.  Dikatakan  demikian,  karena  pembangunan  dan  modernisasi  yang
dijalankan  oleh  suatu  bangsa  membawa  serta  perubahan  sosial.  Mengingat pembangunan  di  Indonesia  saat  ini  diarahkan  untuk  meningkatkan  proses
industrialisasi,  maka  mudah  dipahami  bahwa  Indonesia  saat  ini  berada  dalam tarikan  kemajuan  dunia  usaha  yang  diikuti  oleh  peranan  korporasi  yang  sangat
besar. Akan tetapi, korporasi tidak hanya berhak dalam pencapaian tujuannya juga mempunyai  kewajiban  memenuhi  peraturan  tertentu  di  bidang  ekonomi  yang
digunakan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
88
Sisi  lain  yang  menjadi  pusat  perhatian  dalam  perkembangan  dan perubahan  dibidang  kegiatan  sosial  ekonomi  adalah  penyimpangan  perilakuk
korporasi yang bersifat merugikan dan membahyakan masyarakat dalam berbagai bentuk  yang  berskala  luas.  Keinginan  korporasi  untuk  terus  meningkatkan
keuntungan  yang  diperolehnya  mengakibatkan  terjadinya  tindakan  pelanggaran hukum.  Korporasi  sebagai  suatu  badan  hukum,  memiliki  kekuasaan  yang  besar
dalam  menjalankan  aktivitasnya  sehingga  sering  melakukan  aktivitas  yang bertentangan  dengan  ketentuan  hukum  yang  berlaku,  bahkan  selalu  merugikan
berbagai pihak.
89
Dengan diterimanya korporasi sebagai salah satu subjek hukum disamping subjek hukum manusia alamiah
natuurlijke persoon
, maka kajian tentang hal ini menjadi  semakin  menarik  oleh  karena  kejahatan  yang  dilakukan  korporasi
berdasarkan  penelitian-penelitian  yang  dilakukan  mengungkapkan  bahwa sebagian besar masyarakat kurang mengenalnya atau sekaligus kurang menyadari
bahaya  yang  ditimbulkan  oleh  kejahatan  ini.  Akar  ketidaktahuan  masyarakat  ini adalah  karena  ketidaknampakan  kejahatan  korporasi  yang  disebabkan  oleh
kompleksnya  kecanggihan  perencanaan  dan  pelaksanaannya,  oleh  tidak  adanya atau  lemahnya  penegakan  dan  pelaksanaan  hukum,  dan  oleh  lenturnya  sanksi
hukum  dan  sanksi  sosial.  Ketidaktahuan  ini  bukan  saja  dialami  oleh  masyarakat awam,  bahkan  aparat  penegak  hukum  pun  mengalami  hal  yang  sama,
88
Hamzah Hatrik
, op. cit
., hlm. 24.
89
Ibid
., hlm. 28.
sebagaimana dikemukakan dalam hasil penelitian Muladi dan Dwidja Priyatno di Kota Madya Bandung terhadap aparat penegak hukum yaitu: Hakim, Jaksa, Polisi
dan  pengacara  berjumlah  42  empat  puluh  dua  orang,  dimana  42  responden tersebut  tidak  pernah  menangani  kasus  pidana  yang  korporasi  sebagai  subjek
tindak  pidana.    Banyak  korporasi  yang  lolos  dari  kejaran  hukum  sehingga tindakan  kejahatan  korporasi  semakin  meluas  dan  tidak  dapat  dikendalikan.
Sementara  itu, tuntutan  hukum  terhadap perilaku  buruk  korporasi  tersebut  selalu terabaikan  karena  tidak  ada  ketegasan  dalam  menghadapi  masalah  ini.  Padahal
dalam  hukum  pidana  positif  yang  tersebar  di  luar  KUHP  sudah  mengenal korporasi sebagai subjek hukum pidana sejak tahun 1955 Undang-Undang No.7
Drt Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi yang disusul dengan peraturan- peraturan lainnya yang mengatur korporasi sebagai subjek hukum pidana.
90
Menurut  Gobert  dan  Punch,  hal  paling  utama  untuk mencegah  terjadinya kejahatan korporasi adalah dengan adanya pengendalian diri dan tanggung jawab
sosial  dan  moral  terhadap  lingkungan  dan  masyarakat  di  mana  tanggung  jawab tersebut  berasal  dari  korporasi  itu  sendiri  maupun  individu-individu  di
dalamnya.
91
Kejahatan korporasi yang lazimnya berbentuk kejahatan kerah putih
white collar  crime
, biasanya dilakukan oleh suatu perusahaan atau badan hukum yang bergerak  dalam  bidang  bisnis  dengan  berbagai  tindakan  yang  melanggar  hukum
pidana. Berdasarkan pengalaman dari beberapa negara maju seperti yang diajukan oleh  Sheley  dan  Sutherland,  dapat  dikemukakan  bahwa  identifikasi  kejahatan-
90
http:eprints.undip.ac.id186511ORPA_GANEFO_MANUAIN.pdf
91
Ibid
.,
kejahatan  korporasi  dapat  mencakup  tindak  pidana  seperti  pelanggaran  undang- undang anti monopoli, penipuan melalui komputer, pembayaran pajak dan cukai,
pelanggaran  ketentuan  harga,  produksi  barang  yang  membahayakan  kesehatan, korupsi,  penyuapan,  pelanggaran  administrasi,  perburuhan,  dan  pencemaran
lingkungan hidup.
92
Kejahatan korporasi tidak hanya dilakukan oleh satu korporasi saja, tetapi dapat  dilakukan  oleh  dua  atau  lebih  korporasi  secara  bersama-sama.  Apabila
perbuatan  yang  dilakukan  korporasi,  dikaitkan  dengan  peraturan  perundang- undangan  di  bidang  hukum  pidana  yang  merumuskan  korporasi  sebagai  subjek
tindak  pidana,  maka  korporasi  tersebut  jelas  dapat  dipidana.  Bercermin  dari bentuk-bentuk  tindak  pidana  di  bidang  ekonomi  yang  dilakukan  oleh  korporasi
dalam  menjalankan  aktivitas  bisnis,  jika  dikaitkan  dengan  proses  pembangunan, maka  kita  dihadapkan  kepada  suatu  konsekuensi  meningkatnya  tindak  pidana
korporasi  yang  mengancam  dan  membahayakan  berbagai  segi  kehidupan  di masyarakat.
93
Salah satunya yaitu tindak pidana korupsi yang dilakukan korporasi selalu  memberikan  dampak  yang  luas  bagi  masyarakat,  bahkan  dapat
mengacaukan perekonomian negara. Keterbatasan  penafsiran  antara  pengurus  dan  korporasi  telah  membuat
adanya celah hukum dan dapat berakibat seseorang termasuk korporasi lepas dari jerat hukum sebagai yang melakukan korupsi dengan berlindung dibalik korporasi
untuk  melakukan  korupsi.  keadaan  ini  telah  membuat  kasus-kasus  potensial
92
Hamzah Hattri,
op. cit
., hlm. 43.
93
Ibid
., hlm. 44.
sebagai  kasus  korupsi  yang  berkaitan  dengan  korporasi  tidak  bisa  diungkap  ke permukaan
94
Korporasi  sebagai  subjek  tindak  pidana  korupsi,  dapat  dimintai pertanggung  jawaban  atas  tindak  pidana  korupsi  yang  dilakukannya,  jika  tindak
pidana  tersebut  dilakukan  oleh  atau  untuk  korporasi  maka  hukuman  dan  sanksi dapat  dijatuhkan  kepada  korporasi  dan  atau  individu  di  dalamnya.  Namun
demikian  perlu  diadakan  indentifikasi  pada  individu  korporasi  misalnya  pada direktur,  manajer  dan  karyawan  agar  tidak  terjadi  kesalahan  dalam  penjatuhan
hukuman  secara  individual.  Tidak  bekerjanya  hukum  dengan  efektif  untuk menjerat kejahatan korporasi, selain karena keberadaan suatu korporasi dianggap
penting  dalam  menunjang  pertumbuhan  atau  stabilitas  perekonomian  nasional, sering  kali  juga  disebabkan  oleh  perbedaan  pandangan  dalam  melihat  kejahatan
yang dilakukan oleh korporasi. Kejahatan  yang  dilakukan  oleh  korporasi  lebih  dianggap  merupakan
kesalahan yang hanya bersifat administratif daripada suatu kejahatan yang serius. Sebagian besar masyarakat belum dapat memandang kejahatan korporasi sebagai
kejahatan  yang  nyata  walaupun  akibat  dari  kejahatan  korporasi  lebih  merugikan dan  membahayakan  kehidupan  masyarakat  dibandingkan  dengan  kejahatan
jalanan.  Akibat  dari  suatu  kejahatan  yang  dilakukan  oleh  korporasi  lebih membahayakan dibandingkan dengan kejahatan yang diperbuat seseorang, karena
dampak kejahatan yang ditimbulkan  oleh korporasi sangat besar. Korbannya bisa berjumlah  puluhan,  ratusan,  bahkan  ribuan  orang.  Selain  itu,  korporasi  dengan
94
Edi Yunara,
op. cit
., hlm. 123.
kekuatan finansial serta para ahli yang dimiliki, dapat menghilangkan bukti-bukti kejahatan  yang  dilakukan.  Bahkan,  dengan  dana  yang  dimiliki,  korporasi  dapat
pula  mempengaruhi  opini  serta  wacana  di  masyarakat,  sehingga  seolah-olah mereka tidak  melakukan  suatu  kejahatan.  Edelhertz  mengatakan  bahwa  tindakan
ilegal  korporasi  dilakukan  dengan  cara-cara  non  fisik  dan  penyembunyian  dan tipu muslihat untuk memperoleh uang atau harta benda dan memperoleh manfaat
perorangan dalam dunia usaha. Dengan demikian, motivasi korporasi melakukan berbagai bentuk pelanggaran di bidang ekonomi adlah untuk mencapai tujuan dan
keuntungan  yang  menimbulkan  kerugian  bagi  warga  masyarakat,  negara,  dan lingkungan.
95
Perkembangan  yang  terjadi  berkaitan  dengan  tindak  pidana  korupsi  di Indonesia  adalah  adanya  keterlibatan  korporasi  di  dalamnya.  Korporasi  yang
memperoleh  dana  dari  pemerintah  negara,  seringkali  menggunakan  dana tersebut untuk menguntungkan korporasi itu sendiri yang menyebabkan kerugian
pada keuangan negara. Sebelum  dirumuskannya  undang-undang  No.  31  tahun  1999,  korporasi
tidak  dilibatkan  dalam  tanggung  jawab  pidana  atas  tindak  pidana  korupsi  yang terjadi. Dalam beberapa tindak pidana korupsi yang melibatkan korporasi, pidana
dijatuhkan  hanya  kepada  pengurus  dan  pidana  yang  dijatuhkan  terkadang  tidak sebanding dengan keuntungan besar yang telah diperoleh korporasi dan kerugian
yang  dialami  negara  maupun  masyarakat.  Selain  itu,  dipidananya  pengurus  tidak
95
Hamzah Hatrik,
op. cit
., hlm. 10.
memberikan  jaminan  yang  cukup  bahwa  korporasi  tidak  akan  mengulangi  lagi tindakannya yang merugikan keuangan negara.
Pengaturan  korporasi  sebagai  pelaku  tindak  pidana  korupsi  bertujuan untuk  mencegah  dan  menanggulangi  terjadinya  tindak  pidana  korupsi  oleh
korporasi.  Hal  ini  tidak  terlepas  dari  kebijakan  formulasi  kebijakan  legislatif, yang  di  di  dalamnya  menyangkut  tentang  defenisi  korporasi,  latar  belakang
pengaturan  korporasi  sebagai  subjek  tindak  pidana  korupsi,  pengaturan pertanggungjawabannya,  dan  pengaturan  model  pertanggungjawaban  korporasi
dalam tindak pidana korupsi. Adanya pengaturan korporasi sebagai subjek tindak pidana korupsi diharapkan dapat mencegah korporasi dari keterlibatan terjadinya
pelanggaran  terhadap  peraturan  pidana  terutama  undang-undang  tindak  pidana korupsi  dan  juga  dapat  meminimalisir  terjadinya  kerugian  negara  akibat  dari
adanya tindak pidana korupsi. Korporasi  sering  menghindar  dari  tanggung  jawab  atas  tindak  pidana
korupsi  yang  dilakukannya  dan  melimpahkannya  kepada  pengurus.  Sehingga kerugian  yang  timbul  tidak  dapat  dipulihkan  dengan  sempurna.  Sebagai  suatu
keseluruhan, korporasi merupakan pihak yang juga harus bertanggung jawab atas terjadinya  korupsi,  karena  pelanggaran  hukum  itu  dilakukan  untuk  memperoleh
keuntungan bagi korporasi. Perusahaan  memiliki  kekuatan  untuk  menentukan  kebijakan  melalui
direktur  dan  para  eksekutif  dan  perusahaan  seharusnya  bertanggung  jawab  atas akibat  dari  kebijakan  mereka.  Namun  perusahaan  tidak  seperti  manusia  tidak
dibebani  oleh  berbagai  emosi  dan  perasaan  sehingga  dengan  mudahnya  dapat menutupi perilaku buruknya.
Pemerintah  dan  aparat  hukum  harus  mengambil  tindakan  yang  tegas mengenai  tindak  pidana  korupsi  yang  dilakukan  korporasi.  Jika  hukuman  dan
sanksi  yang  dijatuhkan  kepada  korporasi  tidak  memiliki  keberartian,  perilaku buruk  korporasi  dengan  melakukan  aktivitas  yang  illegal  tidak  akan  berubah.
Korporasi diharapkan tidak lagi melarikan diri dari tanggung jawabnya, dalam hal ini tanggung jawab pidana.
BAB III SISTEM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM