d. Terdakwa juga tidak melunasi kredit modal kerja kepada Bank Mandiri.
3. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
Perbuatan memperkaya diri dalam Pasal 2 ayat 1 undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Undang-undang No.
20 tahun 2001 mengandung tiga perbuatan, yakni memperkaya diri sendiri, memperkaya orang lain, dan memperkaya suatu korporasi. Dalam posisi kasus di
atas, bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan bertujuan untuk memperkaya suatu korporasi yakni PT. Giri Jaladhi Wana yang memperoleh atau
menambah kekayaannya sendiri. Terdakwa melakukan kegiatan usahanya dengan melanggar isi perjanjian
dan peraturan yang berlaku untuk mendapatkan keuntungan yang dapat menambah kekayaannya.
4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara
Kalimat Dapat merugikan keuangan negara, menunjukkan bahwa untuk dapat membuktikan terjadinya tindak pidana korupsi bisa dilihat dari ada atau
tidaknya kerugian keuangan negara atau perekonomian negara yang timbul akibat perbuatan tersebut. Bahwa Pasar Sentra Antasari merupakan sarana pemerintah
untuk menambah kas daerah Pemerintah Kota Banjarmasin. Sehingga jika tidak dikelola dengan baik maka, kota Banjarmasin akan mengalami kerugian. Secara
otomatis juga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Bahwa akibat dari perbuatan terdakwa, yang mengambil keuntungan dari pembangunan dan pengelolaan Pasar Sentra Antasari pemerintah kota
Banjarmasin mengalami kerugian sebesar Rp. 7. 650. 143. 645, 00 tujuh milyar enam ratus lima puluh juta seratus empat puluh tiga ribu enam ratus empat puluh
lima rupiah, yang seharusnya masuk ke kas daerah. Selain itu, terdakwa juga mengambil keuntungan dari kredit modal kerja KMK yang berasal dari Bank
Mandiri dan menyebabkan kerugian bagi Bank Mandiri karena terdakwa tidak melunasi kreditnya.
Dengan demikian, unsur merugikan keuangan negara atau perekonomian negara telah terpenuhi dan terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.
5. Perbuatan tersebut dilakukan secara berlanjut.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di Persidangan baik dari keterangan saksi-saksi maupun berdasarkan bukti-bukti yang diajukan di
Persidangan, terdakwa telah mengambil keuntungan dari pembangunan dan pengelolaan Pasar Sentra Antasari Banjarmasin sejak tahun 1998 sampai tahun
2008. Hal ini dilakukan dengan tidak membayar subsidi pengganti retribusi, subsidi penggantian uang sewa selama 25 tahun, dan juga hasil pengelolaan Pasar
Sentra Antasari. Selain itu, terdakwa juga melakukan kredit modal kerja KMK dari Bank Mandiri yang tidak dilunasi. Kredit itu dilakukan dengan beberapa
tahapan permohonan kredit.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perbuatan itu merupakan serangkaian perbuatan yang berhubungan yang harus dipandang sebagai satu
perbuatan yang berlanjut. Berdasarkan penjelasan dan pertimbangan di atas, maka unsur-unsur Pasal
pidana sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan primair telah terpenuhi. Sehingga unsur-unsur Pasal pidana yang didakwakan
didalam dakwaan subsidair tidak perlu dibuktikan lagi. Maka jika diperhatikan secara seksama kasus yang diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
Banjarmasin, dapat disimpulkan bahwa Majelis Hakim telah menerapkan hukum sebagaimana mestinya sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di Persidangan,
karena telah memenuhi unsur-unsur Pasal yang didakwakan. Majelis hakim telah menyatakan bahwa terdakwa telah melakukan tindak
pidana korupsi secara berlanjut dan menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa, yaitu sebesar Rp. 1. 317. 728.129, 00 satu milyar tiga ratus tujuh belas juta tujuh
ratus dua puluh delapan ribu seratus dua puluh sembilan rupiah, dan pidana tambahan berupa penutupan sementara PT. Giri Jaladhi Wana selama 6 enam
bulan. Denda yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim lebih tinggi jika dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penutut Umum. Hakim dapat menjatuhkan pidana melebihi
tuntutan pidana yang diajukan oleh penuntut umum. Hal ini tentu terkait dengan praktek bahwa seringkali tuntutan pidana yang diajukan oleh penuntut umum
tidak selalu sama dengan maksimal ancaman pidana berikut pemberatannya yang tercantum dalam bunyi pasal perundangan yang mengancamkan pidana bagi
yang melanggarnya. Berdasarkan hal tersebut, tentu dengan memperhatikan fakta
yang terungkap di persidangan berikut hal-hal yang memberatkan dan meringankan hakim dalam menjatuhkan pidana melebihi tuntutan pidana. Hakim
diberi kewenangan dari minimum ancaman pidana sampai dengan maksimum ancaman pidana. Dalam kasus ini, Hakim menjatuhkan pidana denda sebesar Rp.
1. 317. 782. 129,00 kepada terdakwa PT Giri Jaladhi Wana karena masih ada kekuranganselisih kehilangan uang hasil dari pengelolaan Pasar Sentra Antasari
dengan uang pengganti yang telah dijatuhkan kepada Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana yaitu ST. Widagdo. Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri
Banjarmasin No. 908Pid. BPN. Bjm pada tanggal 18 Desember 2008 jo. Putusan Pengadilan Tinggi No. 02Pid. Sus2009PT. Bjm tanggal 25 Februari 2009 jo.
Putusan Mahkamah Agung No. 936 KPid.Sus2009 tanggal 25 Mei 2009, ST. Widagdo telah dijatuhi hukuman penjara selama 6 enam tahun dan harus
membayar uang pengganti sebesar Rp 6. 332. 361. 516, 00 enam milyar tiga ratus tiga puluh dua juta tiga ratus enam puluh satu ribu lima ratus enam belas rupiah.
Dalam kasus ini, pemerintah kota Banjarmasin mengalami kerugian sebesar Rp. 7. 650. 143. 645, 00 tujuh milyar enam ratus lima puluh juta seratus empat puluh
tiga ribu enam ratus empat puluh lima rupiah atas pembangunan dan pengelolaan Pasar Sentra Antasari, yang seharusnya masuk ke kas daerah. Dengan demikian
masih ada kekurangan sebesar Rp. 1. 317. 728. 129, 00 satu milyar tiga ratus tujuh belas juta tujuh ratus dua puluh delapan ribu seratus dua puluh sembilan
rupiah, sehingga Majelis Hakim membebankan tanggung jawab untuk membayar kekurangan tersebut kepada terdakwa PT Giri Jaladhi Wana.
Tindak pidana korupsi yang diakukan oleh korporasi merupakan kejahatan luar biasa
extra ordinary crime
sehingga perlu untuk menjatuhkan pidana kepada korporasi untuk memberikan efek jera. Perbuatan terdakwa telah
menyebabkan kerugian perekonomian negara dalam hal ini secara khusus Pemerintah kota Banjarmasin, sehingga majelis hakim berdasarkan beberapa
pertimbangan telah menjatuhkan pidana yang sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa PT Giri Jaladhi Wana. Dengan menggunakan doktrin
vicarious liability
atau pertanggungjawaban pengganti yang artinya tindak pidana yang dilakukan oleh bawahannya dapat dimintai pertanggungjawabannya kepada
atasannya selama tindak pidana itu dilakukan memberikan manfaat dan keuntungan bagi korporasi, maka korporasi dapat dijatuhi pidana. Dalam kasus
ini, tindak pidana dilakukan oleh Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana, namun pertanggungjawaban pidananya juga dibebankan kepada PT Giri Jaladhi Wana.
Majelis hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa PT Giri Jaladhi Wana, mempertimbangkan keterangan yang diberikan oleh saksi ahli
dalam kasus ini yaitu Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeni. Saksi ahli mengatakan bahwa jika yang diajukan sebagai pelaku tindak pidana adalah korporasi maka
yang bertanggungjawab adalah korporasi dengan syarat-syarat sebagai berikut: a.
Tindak pidana tersebut dilakukan atau diperintahkan oleh personil korporasi maupun di dalam struktur organisasi korporasi, yang memiliki
posisi sebgai
directing mind
dari korporasi b.
Tindak pidana tersebut dilakukan dalam rangka maksud dan tujuan korporasi
c. Tindak pidana dilakukan oleh pelaku atas perintah pemberi perintah dalam
rangka tugasnya dalam korporasi d.
Tindak pidana tersebut dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi
e. Pelaku atau pemberi perintah tidak mempunyai alasan pembenar atau
alasan pemaaf untuk dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana. Saksi ahli juga mengatakan jika kegiatan tersebut merupakan kegiatan
yang sesuai dengan maksud dan tujuan korporasi sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasarnya, maka perbuatan pengurus tersebut dapat dibebankan kepada
korporasi. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa, perjanjian kerja sama
pembangunan Pasar Sentra Antasari yang ditandatangani oleh Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana yaitu ST. Widagdo merupakan perbuatan dalam rangka
pemenuhan maksud dan tujuan korporasi dan untuk memberikan manfaat bagi korporasi. Sehingga pertanggungjawaban pidana dapat juga dibebankan kepada
korporasi. Berdasarkan hal tersebut, Hukum indonesia telah berani menjerat tindakan
korporasi sebagai suatu tindak pidana, dalam hal ini tindak pidana korupsi.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan