Malam Satu Syura Dalam Komunitas Petani Jawa Muslim Di Desa Kota Pari Kec. Pantai Cermin

(1)

MALAM SATU SYURA DALAM KOMUNITAS PETANI JAWA MUSLIM DI DESA KOTA PARI KEC. PANTAI CERMIN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

D I S U S U N OLEH :

FADLY RAJA SIAMBATON

NIM.060905019

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011


(2)

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Upacara Malam Satu Syura Dalam Komunitas Petani Jawa Muslim di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin

SKRIPSI

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skrpsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari lain atau tidak seperti yang saya nyatakan disini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Juni 2011


(3)

ABSTRAK

Fadly Raja Siambaon, Upacara Malam Satu Syura dalam Komunitas Petani Jawa Muslim di desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 87 halaman, daftar table, daftar gambar, daftar pustaka, lampiran yang terdiri dari peta, daftar informan, surat keterangan penelitian.

Skripsi ini berjudul upacara malam satu Syura dalam komunitas petani Jawa muslim di desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin.

Upacara malam satu Syura merupakan upacara adat siap panen yang dilakukan agar terhindar dari marabahaya, penghormatan terhadap leluhur, dan rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen yang telah didapat masyarakat. Bagi masyarakat Kota Pari, keberadaan upacara malam satu Syura tersebut memiliki arti yang penting, dalam pelaksanaanya meliputi berbagai rangkaian acara yang dilakukan dan melibatkan seluruh anggota masyarakat.

Atas dasar tersebut maka permasalahan yang diajukan ke dalam penelitian ini adalah mengapa upacara panen dilaksanakan bertepatan pada tahun baru Islam dan apa makna yang terkandung dalam upacara malam satu Syura tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe penelitian deskritif. Dalam pengumpulan data di lapangan penulis mengunakan teknik observasi dan wawacara. Observasi yang digunakan dalam penelitian adalah observasi partisipasi. Sedangkan wawancara yang digunakan dalam penilitian adalah wawancara mendalam dan wawancara sambil lalu.Wawancara mendalam ditujukan kepada informan kunci dan informan biasa. Informan kunci dalam penelitian ini adalah pemangku adat seperti ketua adat, kepala dusun, alim ulama, sedangkan untuk informan biasa dalam penelitian ini adalah para anggota masyarakat setempat. Wawancara mendalam kepada informan kunci dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan sejarah desa, sejarah upacara panen, sejarah upacara malam satu syura iuran, orang-orang yang terlibat, proses pelaksanaan, makna upacara malam satu syura serta kepentingan-kepentingan dari upacara malam satu Syura.

Dari hasil penelitian tersebut dan informan yang saya wawancara, dapat ditarik kesimpulan bahwa upacara malam satu Syura memiliki beberapa makna yakni : pertama, rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen, terhindar dari marabahaya yaitu panen tidak gagal, yang mana masyarakat Kota Pari merupakan masyarakat yang berkeyakinan kepada ajaran agama Islam. Dengan demikian upacara malam satu Syura selalu dilaksanakan setiap tahunnya untuk mengucapkan rasa syukur kepada tuhan mereka dan terhindar dari marabahaya.


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Terlebih dahulu saya panjatkan syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT, karena atas karunia dan keridhaan-Nya lah skripsi yang berjudul “upacara malam satu Syura dalam komunitas petani Jawa Muslim di desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin ini dapat selesai. Shalawat dan seiring salam disampaikan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabat beliau, semoga kelak kita mendapatkan safaatnya. Tulisan ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Semoga Allah SWT meridhoi skripsi ini, sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Dalam penyelesaian skripsi ini sejak awal sampai selesai, penulis ingin mengucapkan terimah kasih yang setulus-tulusnya kepada:

Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku dekan FISIP USU, Dr Fikarwin Zuska selaku ketua Departemen Antropologi, Drs. Agustrisno MSP yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan petunjuk bagi penulis. Bapak-bapak dan ibu-ibu Para dosen Antropologi yang telah membekali saya selama saya kuliah di Departemen antropologi. Seluruh keluarga besar Siambaton dan Siregar yang telah mendukung dan mendoakan penulis, terutama Hj. Sufriani Siambaton dan Drs Syamsul Bahari Siregar yang banyak membantu dalam penyelesaian skripsi serta Tulang Muhammad Satar Siregar SH atas motivasinya, Ibunda yang tercinta Delima Cahaya Siregar yang telah mendidik


(5)

Siambaton Amd dan Tri putra Alfansuri Siambaton yang telah memberikan dorongan semangat sehingga skripsi ini dapat selesai, Bapak Supriadi, selaku kepala Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin yang telah memberikan kemudahan dalam penelitian dilapangan, serta para informan-informan kunci antara lain Ibu Senen, Pak Adi, Pak Slamet dan informan biasa yang telah menjadi sumber dalam penelitian ini, rekan-rekan di departemen Antropologi, seluruh staf pengawai FISIP USU.

Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan karunianya kepada kita semua dan juga kesehatan dunia akhirat.

Medan Juni 2011 Penulis


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 22 Desember 1987 dari ayah alm. Fajar Masri Sambaton dan ibu Delima Cahaya Siregar. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 9 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik melalui jalur Penerimaan Mahasiswa Prestasi. Penulis memilih program studi Antropologi .

Selama mengikuti kuliah, penulis aktif sebagai ketua umum humas Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Unit Kegiatan Mahasiswa Islam dan penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.


(7)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul “Upacara Malam Satu Syura dalam Komunitas Petani Jawa Muslim di desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin”. Suatu upacara yang diadakan masyarakat di desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin. Upacara malam satu Syura ini dilakukan oleh masyarakat pada waktu habis sholat Isya, dan dihadiri oleh ketua adat, alim ulama, kepala dusun, kepala desa. Biaya yang dikeluarkan untuk mengadakan upacara ini cukup besar, jumlah yang hadir dalam upacara ini cukup ramai.

Upacara malam satu Syura merupakan salah satu upacara yang menarik, karena upacara ini dilaksanakan bertepatan pada tahun baru Islam dan digabungkan dengan upacara panen. Mengapa pelaksanaan upacara malam satu Syura diadakan bersamaan dengan upacara panen yang diadakan tahun baru Islam dan makna yang terkandung dalam upacara malam satu Syura. Skripsi ini terdiri dari 5 bab yang setiap bab nya membahas point- point penting tentang upacara malam satu Syura dalam komunitas petani Jawa muslim di desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin. Peneliti mencoba menjelaskan mengapa upcara malam Syura berkaitan dengan aktivitas pertanian dan diadakan bertepatan dengan tahun baru Islam.

Dalam bab 1 skripsi ini membahas tentang latar belakang masalah yang berkaitan dengan judul skripsi. Mengemukakan berbagai permasalahan seperti mengapa upacara malam satu Syura berkaitan dengan aktivitas pertanian dan diadakan bertepatan pada tahun baru Islam, makna yang terkandung dalam upcara


(8)

malam satu Syura dan proses pelaksanaan upacara malam satu Syura. Fokus penelitian adalah Upacara malam satu Syura. Penelitian ini dikaji berdasarkan pendekatan antropologi religi dan mengunakan teori Robertson Smith Menyatakan bahwa asas religi, tetapi berpangkal pada upacaranya, Berger, Luckman, dan Spradley memiliki asumsi bahwa peranan upacara, Konsep R. Otto

kepercayaan tentang hal yang gaib, Prof. Dr. J. Van baal tentang sajian, Geert menjelaskan bahwa simbol adalah segala objek berupa benda-benda, orang,

peristiwa, tingkah laku dan ucapan-ucapan yang mengandung pengertian menurut kebudayaan yang bersangkutan.

Di bab 2 penulis juga menjelaskan tentang gambaran umum tentang desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin, Komposisi Penduduk, Bahasa, Sistem Mata Pencaharian Desa Kota Pari, Sistem Religi. Bab 3 penulis mengemukakan asal usul upacara panen yang terkait dengan Dewi padi, malam satu Syura yang sering dibilang orang Jawa bulan keramat, penggabungan upacara malam satu Syura dengan upacara panen, kebertahanan upacara malam satu Syura. Pada bab 4 peneliti mencoba membahas makna yang terkandung dalam upacara malam satu Syura, dalam bab ini adapun makna yang terkandung dalam upacara malam satu syura adalah rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikan, terhindar dari marabahaya, meningkatkan hubungan tali persaudaraan, meningakan hubungan solidaritas masyarakat. Bab 5 dalam skripsi ini adalah penutup, yang terdiri dari kesimpulan hasil penelitian. Penulis memberikan kesimpulan tentang proses pelaksanaan upacara malam satu Syura, upacara yang berkaitan dengan upacara panen yang diadakan pada malam satu Syura, kebertahanan upacara


(9)

malam satu syura, proses pelaksanaan upacara malam satu Syura dan makna yang terkandung dalam upacara tersebut.

Pada akhirnya upacara malam satu Syura diadakan oleh masyarakat di desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin sebagai ucapan rasa syukur Dan nikmat yang diberikan Allah SWT atas panen yang melimpah dan terhindar dari segala marabahaya. Dan upacara ini terus diadakan tiap tahun bagi masyarakat di desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin.

Medan , Juni 2011 Penulis


(10)

Medan, 21 juni 2011

Hal : Permohonan Persetujuan Ujian Meja Hijau ( Komprehensif ) Yang terhormat

Ketua Departemen Antropologi FISIP USU

DI Medan

Dengan hormat, saya bertanda tangan dibawah ini Nama : Fadly Raja Siambaton Nim : 060905019

Dosen Pemb Skripsi : Drs Agustrisno MSP

Judul Skripsi : Upacara Malam Satu Syura dalam Komunitas Petani Jawa Muslim di Desa Kota Pari

Kecamatan Pantai Cermin.

Dengan ini permohonan persetujuan untuk ujian komprehensif (meja hijau). Sebagai pertimbangan, bersama ini saya lampirkan:

1. Naskah/draft skripsi yang telah disetujui oleh dosen pembimbing 2. Buku rapot

Atas perhatian bapak, saya ucapkan terimah kasih.

Diketahui oleh dosen PA Hormat saya

( Drs Zulkifli MA) ( Fadly Raja Siambaton)


(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN

PERNYATAAN ORIGINALITAS... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Lokasi Penelitian ... 5

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Tujuan Pustaka ... 6

1.6. Metode Penelitian ... 15

1.6.1. Teknik Observasi ... 16

1.6.2. Teknik Wawancara ... 16

BAB II GAMBARAN UMUM DESA KOTA PARI 2.1. Asal Usul Desa Kota Pari ... 19


(12)

2.1.1. Letak dan Lokasi Desa ... 19

2.1.2. Keadaan Alam ... 21

2.2. Komposisi Penduduk ... 21

2.3. Bahasa ... 26

2.4. Sistem Mata Pencaharian Desa Kota Pari ... 28

2.4.1. Ciri-ciri Umum Padi ... 28

2.4.2. Penyiapan Lahan Sawah ... 29

2.4.3. Masa Penanaman Bibit ... 29

2.4.4. Pemeliharaan ... 30

2.4.5. Panen Padi ... 31

2.4.6. Masa Pertumbuhan Padi ... 32

2.4.7. Hama-hama dan Jenis Penyakit Padi ... 32

2.4.8. Pengolahan Gabah Menjadi Nasi ... 34

2.4.9. Kelompok Tani ... 35

2.4.10.Jenis-jenis Padi ... 39

2.5. Sistem Religi ... 40

BAB III UPACARA MALAM SATU SYURA 3.1. Asal Usul Upacara Panen ... 42

3.1.1 Upacara Turun Bibit...46

3.1.2 Upacara Panen...47

3.2 Asal Usul Upacara Malam Satu Syura ... 48

3.3. Penggabungan Upacara Malam Satu Syura dan Upacara Panen ... 51


(13)

3.4. Musyawarah Upacara Malam Satu Syura ... 54

3.4.1. Tempat dan Jadwal Upacara ... 55

3.4.2. Iuran Dalam Pelaksanaan Upacara Malam Satu Syura .... 55

3.4.3. Para Undangan Dalam Upacara Malam Satu Syura ... 58

3.5. Pelaksanaan Upacara Malam Satu Syura ... 62

3.5.1. Kata Sambutan ... 62

3.5.2. Pembacaan Doa oleh Ketua Adat ... 63

3.5.3. Perlengkapaan atau Benda Dalam Upacara Malam Satu Syura... ... 63

3.5.4 Makan Bersama... 3.6. Kebertahanan Upacara Malam Satu Syura ... 65

BAB IV MAKNA DARI PELAKSANAAN UPACARA MALAM SATU SYURA 4.1. Rasa Syukur Atas Panen ... 69

4.2. Terhindar dari Marabahaya ... 73

4.3. Membina Hubungan Kekeluargaan di Dalam Komunitas Desa .. 73

4.4. Meningkatkan Solidaritas Masyarakat ... 76

BAB V KESIMPULAN... 80


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Data Kependudukan Tingkat Pendidikan 2006 ... 22

Tabel 2 Data Kependudukan Tingkat Pendidikan 2005 ... 22

Tabel 3 Data Kependudukan Tingkat Pendidikan 2004 ... 22

Tabel 4 Data Kependudukan Tingkat Pendidikan 2002 ... 23

Tabel 5 Data Kependudukan Menurut Jenis Kelamin 2006 ... 23

Tabel 6 Data Kependudukan Menurut Persentase Mata Pencaharian 2005 .... 23

Tabel 7 Data Kependudukan Menerima BLT dan Raskin 2006 ... 23

Tabel 8 Data Kependudukan Menurut Tingkat Kesejahteraan 2005 ... 24

Tabel 9 Data Kependudukan Menurut Kondisi Rumah 2005 ... 24

Tabel 10 Data Persentase Kependudukan Menurut Etnik ... 24


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pengolahan Sawah ... 29 Gambar 2 Bibit Siap Tanam ... 30 Gambar 3 Padi yang Siap Panen ... 31


(16)

ABSTRAK

Fadly Raja Siambaon, Upacara Malam Satu Syura dalam Komunitas Petani Jawa Muslim di desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 87 halaman, daftar table, daftar gambar, daftar pustaka, lampiran yang terdiri dari peta, daftar informan, surat keterangan penelitian.

Skripsi ini berjudul upacara malam satu Syura dalam komunitas petani Jawa muslim di desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin.

Upacara malam satu Syura merupakan upacara adat siap panen yang dilakukan agar terhindar dari marabahaya, penghormatan terhadap leluhur, dan rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen yang telah didapat masyarakat. Bagi masyarakat Kota Pari, keberadaan upacara malam satu Syura tersebut memiliki arti yang penting, dalam pelaksanaanya meliputi berbagai rangkaian acara yang dilakukan dan melibatkan seluruh anggota masyarakat.

Atas dasar tersebut maka permasalahan yang diajukan ke dalam penelitian ini adalah mengapa upacara panen dilaksanakan bertepatan pada tahun baru Islam dan apa makna yang terkandung dalam upacara malam satu Syura tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe penelitian deskritif. Dalam pengumpulan data di lapangan penulis mengunakan teknik observasi dan wawacara. Observasi yang digunakan dalam penelitian adalah observasi partisipasi. Sedangkan wawancara yang digunakan dalam penilitian adalah wawancara mendalam dan wawancara sambil lalu.Wawancara mendalam ditujukan kepada informan kunci dan informan biasa. Informan kunci dalam penelitian ini adalah pemangku adat seperti ketua adat, kepala dusun, alim ulama, sedangkan untuk informan biasa dalam penelitian ini adalah para anggota masyarakat setempat. Wawancara mendalam kepada informan kunci dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan sejarah desa, sejarah upacara panen, sejarah upacara malam satu syura iuran, orang-orang yang terlibat, proses pelaksanaan, makna upacara malam satu syura serta kepentingan-kepentingan dari upacara malam satu Syura.

Dari hasil penelitian tersebut dan informan yang saya wawancara, dapat ditarik kesimpulan bahwa upacara malam satu Syura memiliki beberapa makna yakni : pertama, rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen, terhindar dari marabahaya yaitu panen tidak gagal, yang mana masyarakat Kota Pari merupakan masyarakat yang berkeyakinan kepada ajaran agama Islam. Dengan demikian upacara malam satu Syura selalu dilaksanakan setiap tahunnya untuk mengucapkan rasa syukur kepada tuhan mereka dan terhindar dari marabahaya.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku bangsa yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21) mengklasifikasikan suku bangsa Indonesia dengan mengambil patokan kriteria bahasa, kebudayaan daerah serta susunan masyarakat, dengan rincian yaitu (1) Sumatera, 49 suku bangsa (2) Jawa, 7 suku bangsa (3) Kalimatan, 73 suku bangsa (4) Sulawesi, 117 suku bangsa (5) Nusa Tenggara, 30 suku bangsa (6) Maluku-Ambon, 41 suku bangsa (7) Irian Jaya, 49 suku bangsa. Selama ratusan bahkan ribuan tahun itu pula, mereka telah menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan tradisi yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.

Salah satu tradisi yang masih dipertahankan dalam berbagai suku bangsa adalah tradisi pelaksanaan upacara siap panen. Hampir setiap daerah masih melaksanakannya. Contohnya : upacara adat Kenduri Sko di Kabupaten Kerinci dilakukan siap panen dengan tujuan membersihkan benda-benda pusaka nenek moyang. Tradisi-tradisi ini dimaksud untuk mensyukuri hasil panen yang telah didapat oleh masyarakat, sekaligus memohon berkah agar mereka mendapat hasil yang lebih baik di musim panen mendatang

Masyarakat Sunda memiliki rangkaian perayaan dan upacara khusus yang dipersembahkan untuk Dewi Sri. Misalnya upacar


(18)

tahun oleh masyarakat Tradisi ini ditelusuri sudah dilakukan sejak zaman digelar untuk memberkati bibit padi yang akan ditanam serta padi yang akan dipanen. Pada perayaan ini masyarakat Sunda menyanyikan beberap Pangemat dan Angin-angin. Kidung nyanyian ini dimaksudkan untuk mengundang Dewi Sri agar sudi turun ke bumi dan memberkati bibit padi, supaya para petani sehat, dan sebagai upacara ngaruwat atau tolak bala; untuk menangkal kesialan atau nasib buruk yang mungkin dapat menimpa para petani. Pada saat memanen padi pun masyarakat tradisional Sunda tidak boleh menggunaka Masyarakat Sunda percaya bahwa Dewi Sri Pohaci yang berjiwa halus dan lemah lembut akan ketakutan melihat senjata tajam besar seperti arit atau golok. Selain itu ada kepercayaan bahwa padi yang akan dipanen, yang juga perwujudan sang dewi, harus diperlakukan dengan hormat dan lembut satu persatu, tidak boleh dibabat secara kasar begitu saja. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sri).

Masyarakat petani di Bali biasanya menyediakan kuil kecil di sawah untuk memuliakan Dewi Sri. Kuil kecil ini sering kali diberi sesajen sebagai persembahan agar Dewi Sri sudi melindungi sawah mereka dan mengkaruniai kemakmuran dan panen yang berlimpah. Pada sistem kepercayaan Dewi Sri dianggap sebagai perwujudan atau perpaduan beberapa dewi-dewi


(19)

Di Bali Dewi ini dianggap sebagai dewi padi, kesuburan, penjamin keberhasilan panen, serta kemakmuran dan pelindungkeluarga. (http://id.wikipedia.org/wiki/sri) Seperti halnya dengan masyarakat desa Kota Pari yang berada di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Walaupun letak geografis desa Kota Pari berada di sekitar pinggiran laut, namun keadaan tanahnya sangatlah subur, sehingga sangat cocok untuk kegiatan pertanian. Masyarakat desa Kota Pari mayoritas bermata pencarian sebagai petani dengan memanfaatkan tanah yang subur tersebut.

Cara kerja petani di desa Kota Pari memiliki keragaman, yaitu dengan cara tradisional dan modern. Petani tradisional bekerja dengan menggunakan cangkul dan kerbau untuk membajak sawahnya. Kegiatan ini memerlukan waktu yang relatif lama dibandingkan petani modern. Waktu yang diperlukan petani tradisional untuk menyelesaikan sawahnya dari kegiatan membajak, hingga menanam memerlukan waktu kurang lebih satu bulan lamanya.

Sedangkan Petani modern melakukan kegiatan bertani dengan menggunakan bantuan teknologi canggih, seperti jektor untuk membajak tanah. Dengan menggunakan alat ini, maka petani modern hanya memerlukan waktu dua hari saja untuk membajak sawah, sedangkan waktu menanam hanya memerlukan waktu paling lama satu minggu saja.

Para petani desa Kota Pari ini mayoritas adalah suku bangsa Jawa, namun demikian mereka selalu melakukan kerjasama yang baik dengan suku bangsa yang lainnya. Adanya rasa kerjasama yang baik antara seluruh masyarakat desa


(20)

Kota Pari, sehingga masyarakat desa ini hidup rukun dan tidak pernah mengalami konflik antar suku bangsa dan merupakan desa yang aman.

Ketika panen datang, masyarakat desa Kota Pari melakukan upacara. Seperti yang diadakan di desa sebelah yaitu desa Kelapa Lima. Tetapi, desa sebelah bila musim panen tiba mereka melakukan upacara sebelum panen seperti turun bendera adalah salah satu upacara yang dilaksanakan sebelum panen tiba. Sedangkan di desa Kota Pari, mereka melakukan upacara setelah panen, dan dilakukan pada setiap satu Muharram, atau yang disebut mereka malam satu Syura yang bertepatan pada tahun baru Islam.

Inilah yang menjadi kekhasan upacara panen yang dilakukan oleh komunitas petani Jawa Muslim di desa Kota Pari dan mengapa upacara panen dilakukan bersamaan atau bertepatan pada tahun baru Islam, ini pula yang mendorong saya untuk melakukan penelitian.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Mengapa pelaksanaan upacara yang berkaitan dengan aktifitas pertanian dilakukan sesuai dengan perhitungan kalender Islam yang mereka namakan upacara malam satu Syura ?

2. Bagaiman proses pelaksanaan upacara malam satu Syura pada komunitas petani Jawa di desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin ?


(21)

1.3. Lokasi Penelitian

Di desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin merupakan salah satu daerah yang berdekatan dengan lingkungan perkebunan, dan juga dekat dengan pinggiran pantai kira 20 meter dari desa, Sedangkan penduduknya mayoritas banyak masyarakat suku bangsa Jawa.

1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan upacara malam satu Syura yang memiliki arti penting bagi orang Jawa di desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin, yang meliputi : orang-orang yang terlibat didalamnya, proses pelaksanaannya, dan kepentingan-kepentingan yang tercangkup dari upacara tersebut. Dengan demikian, akan diketahui makna upacara malam satu Syura bagi masyarakat desa Kota Pari yang diselenggarakan tiap tahunnya bertepatan pada tahun baru Islam.

Secara akademis, penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan di bidang Antropologi khususnya yang membahas tentang keberadaan upacara adat. Secara praktis dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap pihak-pihak yang berkepentingan untuk memahami maupun dalam membuat berbagai kebijakan yang diperlukan dan dalam rangka upaya pelestarian kebudayaan daerah.


(22)

Dari dua bencana diatas masyarakat di desa Kota Pari sampai sekarang ini melakukan upacara ritual sekaligus upacara yang dilakukan pada setiap satu Muharram yaitu bulan syura sehingga di desa mereka terhindar dari marabahaya.

1.5. Tinjauan Pustaka

Geertz (1981:109) menjelaskan upacara panen terdapat kisah tisnawati dari Jakasudana. Tisnawati, puteri batara guru, raja sekalian dewa, jatuh cinta kepada Jakasudana, seorang manusia biasa. Dalam kemarahannya, ayahnya mengutuknya menjadi butiran padi, dan iba melihat suaminya duduk termangu dengan sedih menyaksikan perubahan istrinya, ia mengubah Jakasudana menjadi butiran padi juga. Ritus panen mengesahkan kembali perkawinan mereka, dan sering disebut sebagai temanten pari atau “perkawinan padi”. Untuk upacara ini seorang speasialis yang disebut tukang metik di panggil. Sekitar sebulan panen berlangsung, tukang metik memilih tari dengan ilmu angka (numerologi). Kalau ia memilih misalnya saja hari Ngahad Kliwon, maka pada hari Ngahad Kliwon yang keempat setelah perhitungannya itu upacara panen pun dilangsungkan, sedang pemetikan padi dilakukan sehari sesudahnya.

Pada hari upacara itu tukang metik, biasannya ditemani oleh tamu-tamu pemilik sawah, mengitari sawah itu beberapa kali, mengucapkan mantera yang meminta pengampunan dan berkah Tisnawati (atau mbok sri) dan Jakasudana. Kemudian ia membakar kemenyan, memberi sajian dan memotong beberapa tangkai padi, yang jumlahnya tergantung kepada nomor harinya (misalnya 13 kalau harinya adalah Ngahad Kliwon). Tangkai-tangkai padi ini disebut manten


(23)

(mempelai pria dan wanita). Tangkai-tangkai itu dibawah pulang oleh tukang metik yang biasannya berjalan didepan iring-iringan para tamu, dibawa kelumbung, digantungkan di dinding dan tetap disana sampai panen tahun itu habis dimakan atau dijual. Tiba dirumah suatu slametan diselenggarakan. Malam itu tukang metik kembali kesawah untuk memberi sajian lagi, membakar kemenyan dan mengucapkan mantra-mantra pengambil hati. Hari berikutnya panen padi dimulai, dan hasil sawah itu meningkat berkat upacara itu.

Berbicara masalah upacara panen, sudah banyak sekali yang telah mengkaji maupun menulis tentang hal tersebut. Seperti halnya Nasution (2008) dalam skripsinya yang berjudul upacara “ kenduri Sko” dengan mengunakan metode kualitatif. Adapun isi dari skripsinya adalah upacara keduri sko

merupakan salah satu upacara adat siap panen yang dilakukan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen yamg telah didapat masyarakat desa keluru

kabupaten Kerinci.

Dalam penelitian ini panen dikaitkan dengan upacara. Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang pertanian utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara (seperti dari tanaman tersebut untuk di gunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain (id.wikipedia.org/wiki/Petani).

Begitu pula di desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin mata pencaharian adalah petani. Petani di desa Kota Pari setiap setelah panen mereka melakukan upacara, biasanya upacara ini dilakukan oleh masyarakat di desa Kota Pari


(24)

sebagai rasa syukur kepada Allah SWT terhadap hasil panen yang diberikan selama ini, menolak marabahaya agar terhindar dari musibah serta memperat hubungan kekerabatan setiap masyarakat yang ada di desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin.

Pada umumnya upacara merupakan rangkaian perangkat lambang-lambang yang berupa benda atau materi, kegiatan fisik, hubungan tertentu, kejadian-kejadian, isyarat-isyarat dan berbagai situasi tertentu yang dilakukan dalam melaksanakan upacara. Peragaan serta penggunaan secara simbolis atau lambang-lambang ini dapat ditangkap maknanya melalui interprestasi orang-orang yang terlibat di dalamnya maupun para pengamat.

Niels Mulder (1983) mengatakan bahwa Indonesia, khususnya suku bangsa Jawa mempunyai sifat seremonial. Hampir pada tiap peristiwa yang dianggap penting, baik yang menyangkut segi kehidupan seseorang, baik yang bersifat keagamaan atau kepercayaan, maupun mengenai usaha seseorang dalam mencari penghidupan. Pelaksanaannya selalu disertai dengan upacara. Dalam bulan-bulan tertentu orang mengadakan upacara yang sifatnya keagamaan dan bersifat hari besar bagi masyarakat Jawa misalnya Ruwahan, Selikuran, Lebaran, Sawasalan, Besaran, Suran, Saparan, dan lain-lain. Sedangkan didalam usaha mencari penghidupan terutama bagi golongan petani, dikenal upacara yang bersangkutan dengan bercocok tanam, seperti upacara wirit, tandur, dan lain-lain.

Robertson Smith Menyatakan bahwa asas religi, tetapi berpangkal pada upacaranya. Dalam gagasannya ada tiga komponen penting yang menambah pengertian kita mengenai azas-azas dari religi dan agama pada umumnya yaitu:


(25)

1). Gagasan pertama mengenai sistem keyakinan dan doktrin, sistem upacara juga merupakan suatu perwujudan dari religi atau agama yang memerlukan studi dan analisa yang khusus.

2). Gagasan kedua adalah upacara religi atau agama yang biasanya dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat pemeluk religi atau agama yang bersangkutan bersama-sama mempunyai fungsi sosial untuk mengitensifkan solidaritas masyarakat.

3). Gagasan ketiga adalah teorinya mengenai fungsi upacara bersaji. Selain itu Smith mengatakan bahwa upacara bersaji sebagai suatu upacara yang gembira meriah tetapi juga keramat dan tidak sebagai suatu upacara yang khidmat. (Koentjaranigrat,1980).

Geertz (1981:11) menjelaskan suatu analisa mengenai sistem pengertian yang tercangkup dalam simbol-simbol yang menjadikan agama sebagai agama, dan menghubungkan sistem-sistem ini dengan proses-proses struktur sosial dan kejiwaaan.

Menurut pandangan Berger, Luckman, dan Spradley memiliki asumsi bahwa peranan upacara (baik ritual dan seremonial) adalah untuk selalu mengingatkan manusia berkenaan dengan eksentensi dan hubungan dengan lingkungan mereka. Dengan adanya upacara-upacara, warga sesuatu masyarakat bukan hanya selalu dingatkan tetapi juga dibiasakan untuk menggunakan simbol-simbol yang bersifat abstrak yang berada pada tingkat pemikiran untuk berbagai kegiatan sosial nyata yang ada dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini mungkin terjadi, karena upacara-upacara itu selalu dilakukan secara rutin


(26)

(menurut skala waktu tertentu). Sehingga, beda antara yang bersifat imajinatif dan yang nyata ada yang menjadi kabur, dan upacara-upacara itu sendiri serta simbol-simbol sucinya bukanlah sesuatu yang asing atau jangkauan kenyataan. Tetapi sebaliknya, telah menjadi sebagaian dari aspek kehidupan sehari-hari yang nyata. (Geertz:1981:11)

Dengan demikian upacara (Slametan, misalnya) dapat dilihat sebagai aspek keagamaan, yaitu sebagai aren dimana rumus-rumus yang berupa doktrin-doktrin agam berubah menjadi serangakain simbol.

Konsep R. Otto terhadap sikap kagum-terpesona pada hal yang ghaib. Pendapatnya menyatakan bahwa semua sistem religi, kepercayaan dan agama di dunia berpusat kepada suatu konsep tentang hal yang ghaib, yang dianggap maha dahsyat dan keramat oleh manusia. Hal yang keramat dan ghaib menimbulkan sikap kagum-terpesona, selalu akan menarik perhatian manusia dan mendorong timbulnya hasrat untuk menghayati rasa bersatu dengannya.

(Koentjaraningrat:1980:65).

Setiap upacara merupakan wahana mengarah kelepasan, pemudaran, pemulangan dan realisasi diri, yang dapat diperbandingkan dengan penebusan yang dirasa kebutuhannya oleh setiap manusia. Pada tiap taraf kehidupan jasmani manusia menghadapi bahaya seperti : bahaya kesialan, kegagalan, musibah lebih mengancamnya pada saat orang beralih dari satu ke stadium yang lebih lanjut.

Teori Van Baal juga memandang penting sikap dari pemeluk religi yang bersangkutan terhadap hal ghaib, sebagai komponen yang sangat menentukan dalam satu sistem religi. Adapun sikap dari biasanya ditentukan oleh suatu


(27)

campuran dari berbagai perasaan yang bertentangan ialah rasa cinta, hasrat akan kemesraan dan hasrat untuk berbakti, tetapi juga rasa takut dan tak berdaya terhadap berbagai gejala yang berada di luar batas akal manusia dan terhadap berbagai bahaya yang tak dapat dikuasai oleh akal manusia.

Perasaan-perasaan tadi mendorong manusia untuk melakukan berbagai perbuatan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia ghaib. Kelakuan keagamaan yang dilaksanakan menurut tata kelakuan yang baku disebut upacara keagamaan atau relegious ceremonies dan tiap upacara keagamaan dapat terbagi ke dalam empat komponen yaitu:

1. Tempat upacara, 2. Saat upacara,

3. Benda-benda dan alat-alat upacara,

4. Orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.

Kelompok keagamaan atau religious community adalah kesatuan kumpulan dari beberapa orang yang mengkonsepsikan dan mengaktifkan suatu religi beserta sistem upacara keagamaannya, dan semua sistem religi di dunia atau unsur kelompok keagamaan itu merupakan unsur pokok dalam kehidupannya.

(Koentjaraningrat, 1981).

Satu Muharram sebagai awal penanggalan Islam oleh Khalifah Umar bin Khathab, seorang khalifah Islam di jaman setelah Nabi Muhammad SAW wafat awal dari afiliasi ini konon untuk memperkenalkan kalender Islam di kalangan masyarakat Jawa. Maka tahun 931 H atau 1443 tahun Jawa baru, yaitu pada jaman


(28)

pemerintahan kerajaan Demak, Sunan Giri II telah membuat penyesuaian antara sistem kalender Hirjiyah dengan sistem kalender Jawa pada waktu itu.

Masyarakat Jawa pada umumnya menyebut bulan Muharam dengan sebutan Syura. Orang Jawa menganggap bulan Syura ini sebagai bulan yang keramat. Tabu bagi orang Jawa untuk menyelenggarakan hajatan (misalnya menikahkan anak atau tolak bala). Tentu saja hal tersebut hanya berlaku bagi orang-orang yang meyakininya. Karena saat ini banyak yang sudah tidak memperdulikan hal tersebut, terutama bagi generasi muda. Selain itu, pada malam pergantian tahun baru Islam tersebut, di masyarakat Jawa biasanya ada tradisi-tradisi yang sering dikerjakan

Cerita asal mula terjadinya upacara malam satu Syura agar desa terhindar dari malapetaka yang menimpa desa tersebut. Upacara yang berasal dari nenek moyang dan dilaksanakan setiap tahun. Upacara ini berasal dari adat Jawa yang biasa disebut upacara Tolak Bala. Upacara ini dianggap sebagai ritual untuk menghindar dari bahaya dan petaka di desa tersebut.

Mengenai cerita di daerah satu dengan yang lain ada berbagai variasi, meskipun tidak prinsipsial. Dengan demikian maka sebagai unsur pokok di dalam upacara satu malam Syura selanjutnya di samping orang menyediakan berbagai macam sajen (sajian).

Semasa orang Jawa masih percaya akan adanya dewa, maka segala sesuatu akan dihubungkan dengan keyakinan itu. Hukuman dan sangsi yang dijatuhkan merupakan suatu penderitaan atau kesengsaraan, dianggap berasal dari dewa pula yaitu dari dewa yang mendatangkan malapetaka ialah Dewa Kala.


(29)

Sesuai dengan pendapat Prof. Dr. J. Van baal bahwa sajian merupakan pemberian atau persembahan kepada dewa yang digemari oleh para dewa dan roh tetapi juga mengandung lambang-lambang guna berkomunikasi dengan para itu. Apabila diperhatikan sajian yang telah disediakan di dalam upacara ruwat maka ada juga tanda-tanda bahwa sajian itu pun mengandung arti pemberian atau persembahan kepada dewa, roh atau tokoh ghaib yang mengandung lambang-lambang untuk berkomunikasi (Koentjaraningrat, 1985).

Sajian itu dikatakan adalah makanan kegemaran dari dewa, sehingga apabila orang menyajikannya akan berkenan, sehingga memperlancar hubungan dengan dewa atau roh tertentu. Misalnya itik dan burung merpati menjadi kegemaran Dewa Kala. Kain bangun tulak adalah kain kegemaran Dewi Durga, kain Pandhan Binethot kegemaran Dewi Sri. Demikian pula sajian-sajian yang disediakan oleh pemeluk Islam, misalnya nasi wuduk dikatakan untuk dipersembahkan kepada Nabi Muhammad SAW, karena orang Jawa menasionalisasikan nasi santan dan nasi yang bercampur dengan minyak samin yang diketahui oleh orang Jawa adalah makanan orang Arab.

Di samping itu semua unsur sajian itu pada hakikatnya satu demi satu dari aspek namanya, bentuknya, sifatnya mengandung makna dan merupakan lambang. Tiap-tiap benda itu masing-masing mengutarakan harapan tertentu. Misalnya, janur (daun kelapa muda) berarti dari kata kecenging pikir dan berarti ketetapan hati. Tebu dari anteping kalbu berarti kehendak yang kuat. Kupat Luwer

berasal dari kata laku papat dan luwar, empat jalan menuju kebebasan. Pisang ayu suruh ayu, ayu adalah rahayu berarti selamat atau sejahtera.


(30)

Dewasa ini sudah jarang orang yang menafsirkan seluruh jenis sajian yang dihidangkan dalam upacara malam satu Syura, tetapi meskipun demikian orang taat dalam mengusahakan dan menyediakan barang-barang itu, karena kalau kurang lengkap kemungkinan besar upacara itu tidak mencapai maksud yang dikehendaki, bahkan dapat mendatangkan bencana.

Teori yang dijadikan pegangan penulis adalah teori Geertz (1992:5), menjelaskan bahwa kebudayaan merupakan Suatu sistem keteraturan dari makna dan simbol-simbol tersebut indivindu-indivindu mendefiniskan dunia mereka, mengekrepsikan perasaan mereka, dan membuat penilaian mereka, membuat penilaian mereka. Geertz menfokuskan konsep kebudayaan kepada nilai-nilai budaya yang menjadi pedoman masyarakat untuk bertindak dalam menghadapi berbagai permasalahan hidupnya.

Lebih lanjut Geertz (1992), didalam kebudayaan, makna tidak bersifat individual tetapi publik. Ketika sistem makna kemudian menjadi milik kolektif dari suatu kelompok, kebudayaan menjadi suatu pola makna yang diteruskan secara historis terwujud dalam simbol-simbol. Kebudayaan juga menjadi suatu sistem konsep yang diwariskan terungkap dalam bentuk simbolik yang dengannya manusia berkomunikasi, melestarikan, dan memperkembangkan pengetahuan mereka tentang kehidupan dan sikap-sikap kehidupan.

Untuk menjelaskan makna suatu upacara dapat dilihat dari simbol-simbol yang ada dalam upacara tersebut. Geertz (1992:149) menjelaskan bahwa simbol adalah segala objek berupa benda-benda, orang, peristiwa, tingkah laku dan ucapan-ucapan yang mengandung pengertian menurut kebudayaan yang


(31)

bersangkutan. Dalam penelitian ini, upacara malam satu Syura dalam proses pelaksanaanya mempunyai berbagai bentuk perbuataan separti berdoa, makan bersama dan musyawarah. Kegiatan tersebut memiliki simbol yang ditafsirkan maknanya.

Selain makna-makna tersebut, kemungkinan ada makna-makna lain yang terdapat dalam pelaksanaan upacara malam satu Syura. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini akan mendekskripsikan makna dari pelaksanaan upacara malam satu Syura sebagai upacara yang terbesar di desa Kota Pari. Dalam pendeskripsiannya akan diuraikan siapa-siapa saja yang terlibat dalam upacara Malam Satu Syura, proses pelaksanaan upacara malam satu Syura, hal-hal apa saja yang mendukung kebertahanan upacara malam satu Syura, serta kepentingan-kepentingan yang tercangkup dari pelaksanaan upacara malam satu Syura bagi kehidupan masyarakat di desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin.

1.6. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskrptif. Dalam penelitian ini peneliti akan mencoba memberi gambaran upacara malam satu Syura secara terperinci mengenal makna dari upacara malam satu Syura yang ada di desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin sehingga masih bertahan hingga sekarang ini. Adapun teknik penelitian yang digunakan dalam mencari data dilapangan antara lain:


(32)

1.6.1. Teknik Observasi (Pengamatan)

Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi partisipasi, yang mana peneliti mengadakan pengamatan dengan menggunakan handy cam kepada objek yang diteliti dan secara langsung mengikuti setiap aktifitas masyarakat yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan upacara malam satu Syura. Dalam pelaksanaan upacara peneliti terus mengaktifkan handy cam dari awal sampai akhir. Setelah itu peneliti mendengar ulang hasil rekaman dan mencatat kembali di buku. Kemudian setelah mencatat peneliti melakukan pengamatan siapa-siapa saja yang terlibat dalam upacara tersebut. Untuk memperoleh data ini menggunakan handy cam dan menggamati tentang upacara tersebut. Peneliti bergaul dan mengadakan pendekatan secara kekeluargaan kepada masyarakat setempat.

1.6.2. Teknik Wawancara

Wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam dan wawancara sambil lalu. Wawancara mendalam ditujukan kepada informan kunci dan informan biasa. Informan kunci dalam penelitian ini adalah ketua adat, sedangkan untuk informan biasa dalam penelitian adalah para anggota masyarakat desa setempat. Penentuan informan dilakukan secara bertujuan. Disamping itu, informan juga ditentukan kriteria usia, status sosial, dan lama tinggal.

Wawancara mendalam kepada informan kunci dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan sejarah, iuran, orang-orang yang terlibat, proses pelaksanaan, serta kepentingan-kepentingan dari upacara malam


(33)

satu Syura. Sedangkan wawancara mendalam yang ditunjukan kepada informan biasa yang dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkenaan dengan iuran dan kepentingan-kepentingan yang terkandung dalam upacara malam satu Syura sehingga masih bertahan sampai sekarang ini .

Wawancara sambil lalu juga dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkenaan dengan tujuan penelitian, yang mungkin tidak diperoleh melelui informan kunci dan informan biasa. Wawancara sambil lalu juga dilakukan di berbagai tempat dan suasana seperti di kedai ibu Dewi yang sering dikunjungi oleh banyak orang disana peneliti pun mendapat banyak informan, di rumah, di sawah dan lain sebagainnya.

Di kedai ibu Dewi tersebut peneliti mendapat banyak pengalaman mulai dari yang pahit (diusir oleh masyarakat, dikejar sama preman sampai dirampok maling). Namun ada juga pengalaman yang baik. Di desa mendapat pengalaman yang begitu indah seperti, peneliti melihat seorang petani yang berusaha untuk membayar uang sekolah anaknya walapun dengan cara membanting tulang. Dari pengalaman inilah baru sadar bahwa orang tua itu merupakan orang yang paling hebat di dunia ini. Dia mampu membanting tulang demi anaknya yang pengen bersekolah. Itulah pengalaman dari si peneliti di desa Kota Pari.

Di sawah pun peneliti mencari data dengan melakukan wawancara. Wawancara pun berjalan dengan baik, ada pun pertanyaan si peneliti adalah mengenai upacara malam satu Syura. Mengapa upacara malam satu Syura dilakukan dan bisa bertahan sampai saat ini.


(34)

Selanjutnya peneliti menanyakan dengan cara wawancara kerumah masyarakat. Peneliti pun mendapat respon yang positif dan ada juga respon negatif. Adapun respon negatif yaitu setiap wawancara masyarakat tidak dikasih data. Namun peneliti berusaha sehingga data menjadi lengkap.


(35)

BAB II

GAMBARAN UMUM DESA KOTA PARI

2.1. Asal Usul Desa Kota Pari

Desa ini, dikatakan desa Kota Pari ialah beberapa alasan dari penduduk setempat yang mengatakan bahwa: Dahulunya orang-orang kampung ini adalah para petani, yang suatu waktu mereka gagal panen lalu berganti profesi menjadi nelayan yang kemudian mereka mendapatkan Ikan Pari. Versi lain juga mengatakan bahwa dulunya masyarakat yang pertama tinggal daerah ini adalah orang Pare-Pare yang kemudian mereka menyebut kampung ini sebagai kampung mereka yakni desa Pare. Ada juga mengatakan bahwa nama desa ini diambil dari bahasa Jawa Pari yang artinya Padi.

2.1.1.Letak dan Lokasi Desa

Desa Kota Pari merupakan desa yang terdapat di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Adapun kendararan yang sering orang pakai adalah kendaran Kpum 99, Rajawali. Itulah kendaran yang saya pakai menuju kampung desa Kota Pari. Kampung yang sangat memiliki masyarakat yang ramah dan baik hati. Desa Kota Pari adalah salah satu jenis desa yang dapat dikategorikan sebagai desa swakarsa, yakni desa yang sedang berkembang. Dimana kita ketahui desa ini masih alami yang belum banyak mendapatkan fasilitas-fasilitas memadai. Desa Kota Pari ini terletak di Kecamatan Pantai Cermin. Sentuhan-sentuhan pembangunan disegala aspek masih belum memadai dan dominan dari pemerintah dalam membangun desa ini, sehingga membuat


(36)

kehidupan dari masyarakat masih sekedar mencukupi. Adapun batas-batas wilayah desa ini sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan selat Malaka

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Simalungun - Sebelah Barat berbatasan dengan sungai ular

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Simalungun

Desa Kota pari, berdiri sejak tahun 1954, suku bangsa di desa Kota Pari biasanya membentuk suatu komunitas yang berdasarkan kesukuan yang terdiri dari:

1. Dusun 1-4 mayoritas suku bangsa Melayu. 2. Dusun 5 mayoritas adalah suku bangsa Cina. 3. Dusun 6 -10 mayoritas adalah suku bangsa Jawa. 4. Dusun 11 sendiri adalah mayoritas suku bangsa Banjar.

Desa ini terletak di sebelah barat dengan sungai ular dengan Kecamatan Pantai Cermin, sekitar 28 Km jarak tempuh. Yang dilalui jalan lintas Kabupaten Serdang Bedagai. Desa ini sering dikunjungi warga pendatang terutama bagi mereka pengunjung objek wisata terutama pada hari libur yakni wisata theme park. Karena desa ini dekat dengan lokasi wisata tersebut yang mana desa ini lebih dulu dilalui untuk mencapai lokasi objek wisata tersebut. Jalur transportasi ke desa ini sangat banyak. Seperti angkot Rajawali.

Panjang jalan desa ini yang merupakan jalan lintas Propinsi dan Jalan lintas Kabupaten, sekitar 2.200 Meter. Diruas-ruas jalan terdapat pemukiman


(37)

penduduk yang berdiri kokoh berikut dengan kantor kepala desanya. Jalan ini berada ditengah-tengah desa tersebut

2.1.2. Keadaan Alam

Desa Kota Pari dari kondisi alamnya masih alami secara topografis merupakan daerah yang berhawa panas dikarenakan dekat dengan pantai apalagi menjelang sore hari sangat terasa suasananya. Dengan kondisi alam seperti ini mendatangkan manfaat bagi warga untuk bernelayan yang merupakan salah satu jenis perkerjaan yang dominan di desa ini yang digeluti warga tersebut. Ada hal yang menarik untuk dilihat dari kondisi alam desa tersebut yang mana desa tersebut didekat sungai Hal tersebut sepanjang desa dialiri sungai yang bernama “Sungai ular” sepanjang 2 Km yang banyak difungsikan warga untuk kebutuhan sehari-hari seperti memancing, mencuci, dan mandi.

2.2. Komposisi Penduduk

Desa Kota Pari penduduknya sekitar 99% adalah etnis Jawa, selebihnya adalah Cina, Melayu, Banjar, Batak. Makanya desa ini adalah masih dapat berkembang dengan komposisi etnis penduduk yang masih heterogen. Kita ketahui suatu daerah dapat berkembang maju dari daerah lainnya jika di daerah tersebut heterogen akan segala aspek kehidupannya, baik itu dari segi etnis, pekerjaan, kultural, dan lainnya yang menyokong perkembangan ekonomi suatu daerah.


(38)

Jumlah penduduk Desa Kota Pari ada 1.124 orang (data BPS tahun 2006), pada tahun 2005 ada sekitar 1.075 orang berdasarkan Sensus BPS Tahun 2005. Berikut komposisi penduduk yang dapat dilihat dari beberapa tingkatan.

a. Data Kependudukan Menurut Tingkat Pendidikan Desa Kota Pari.

No Jenis Pendidikan Jumlah

1 SD 187 orang

2 SMP 67 orang

3 SMA/SMU 55 orang

4 Universitas/Akademi 3 orang 5 Belum Sekolah/Putus

sekolah 51 orang

Jumlah 363 orang

Tabel 1 Sumber : Data Kependudukan Desa Kota Pari Sensus 2005

No Jenis Pendidikan Jumlah

1 SD 85 Orang

2 SMP 55 Orang

3 SMA/SMU 52 Orang

4 Universitas/Akademi 4 Orang 5 Belum-Sekolah/Putus

sekolah 154 Orang

Jumlah 350 Orang

Tabel 2 Sumber : Data Kependudukan Desa Kota Pari Sensus 2005

No Jenis Pendidikan Jumlah

1 SD 36 Orang

2 SMP 35 Orang

3 SMA/SMU 34 Orang

4 Universitas/Akademi 2 Orang 5

Belum Sekolah/Putus

sekolah 30 Orang

Jumlah 137 Orang

Tabel 3 Sumber : Data Kependudukan Desa Kota Pari Sensus 2005

No Jenis Pendidikan Jumlah

1 SD 49 Orang

2 SMP 21 Orang

3 SMA/SMU 50 Orang


(39)

5 Belum Sekolah/Putus sekolah

99 Orang

Jumlah 225 Orang

Tabel 4 Sumber : Data Kependudukan Desa Kota Pari Sensus Tahun 2005 b. Data Kependudukan Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah

1 Laki-laki 561 Orang

2 Perempuan 563 Orang

Jumlah 1.124 Orang

Table 5 Sumber : Data Kependudukan Desa Kota Pari Menurut data KB (Keluarga Berencana) 2006

c. Data Kependudukan Menurut Persentase Mata Pencaharian

No Jenis Pekerjaan Persentase

1 Petani dan nelayan 60%

2 Pedagang dan

wiraswasta

25%

3 PNS 5%

4 Sopir dan Buruh 10%

Jumlah 100%

Table 6 Sumber : Data Kependudukan Desa Kota Pari Sensus Tahun 2005 d. Data Kependudukan Penerima BLT & Raskin Tahun 2006

No Jenis Kelamin Jumlah

1 Laki-laki 58 Orang

2 Perempuan 68 Orang

Jumlah 126 Orang

Tabel 7 Sumber : Data Kependudukan Desa Kota Pari Sensus Tahun 2005 e. Data Kependudukan Menurut Tingkat Kesejahteraan

No Jenis Tingkatan Jumlah

1 Keluarga Prasejahtera 875 Orang 2 Keluarga Sejahtera 200 Orang

Jumlah 1075 Orang


(40)

f. Persentase Kependudukan Menurut Kondisi Rumah

No Jenis Rumah Jumlah

1 Rumah Semi Permanen 66%

2 Rumah Permanen 24%

Jumlah 100%

Tabel 9 Sumber : Data Kependudukan Desa Kota Pari Sensus Tahun 2005 g. Persentase Kependudukan Menurut Etnik

No Nama Etnik Jumlah

1 Etnis Jawa 99%

2 Etnis Lainnya 1%

Jumlah 100%

Tabel 10 Sumber : Data Kependudukan Desa Kota Pari Sensus Tahun 2005 Mayoritas etnik yang mendiami pemukiman penduduk adalah etnik Jawa, selebihnya adalah etnis Melayu, Cina dan Batak. Dengan kondisi seperti ini, suasana keragaman budaya dalam aktivitas yang dilakukan warga semakin jelas tampak. Artinya kondisi penduduk yang homogen, tercermin di sana yang melahirkan kemajemukan kondisi sosiokultural penduduk.

Masyarakat desa Kota Pari ini dengan pendukung dari modal SDA, dijadikan pusat taman rekreasi dengan adanya fasilitas seperti Theme Park. Ini merupakan salah satu modal sosial dalam mengembangkan daerah setempat.

Dengan adanya hubungan kerjasama masyarakat dalam bergotong royong dan saling toleransi, sikap seperti itu memberikan kelayakan yang cukup dalam menciptakan suasana harmonis dalam bermasyarakat. Timbulnya suatu masalah atau konflik kepentingan, dapat diselesaikan secara damai dan terbuka melalui suatu musyawarah pencapaian perdamaian dalam masyarakat.

Dilihat dari konflik yang sering terjadi pada masyarakat adalah selalu tentang batas tanah penduduk. Tetapi konflik ini terjadi bukan sampai ke


(41)

pengadilan tetapi dapat diselesaikan secara damai melalui musyawarah yang dipimpin oleh Ketua adat dan kepala desa. Kepala desa Kota Pari ini, memiliki wewenang untuk menyelasaikan masalah tersebut melalui musyawarah dengan warga desa. Konflik ini terjadi didalam desa saja (intern) tidak sampai kepada pengadilan tinggi.

Dengan demikian suasana penduduk yang harmonis dan rukun, masih tercipta dengan kondisi masyarakat yang heterogen. Tetapi tidak berarti tidak ada konflik yang terjadi pada warga, tetap ada sekalipun konflik tersebut hanyalah masalah intern desa.

Mengenai kondisi mata pencaharian warga desa kebanyakan adalah nelayan dan petani. Selebihnya adalah pedagang dan orang pintar. Orang pintar yang ada adalah sudah berdiri sejak lama di desa ini dan pengetahuan itu diwariskan secara turun temurun. Sampai sekarang ahli pengobatan tradisional tersebut masih digeluti warga juga sebagai pengobatan yang khas dan sangat tepat. Masyarakat luar desa juga banyak yang gemar dengan orang pintar ini. Selebihnya adalah pembuat kerajinan seperti keranjang, lemang, atap rumbia, dan tukang bangunan. Tak lupa pula karena masyarakat di desa Kota Pari ini adalah beretnikkan Jawa, jamu merupakan minuman khas masyarakat terutama pada masa-masa upacara-upacara adat sangat digemari oleh warga desa setempat. Dengan begitu jamu banyak terdapat di desa ini sebagai wahana bagi penduduk dalam mencukupi kebutuhannya sehari-hari.


(42)

h. Sarana dan Prasarana

Desa Kota Pari, Kecamatan Pantai Cermin. Sarana dan prasarana yang ada di desa tersebut antara lain :

NO SARANA DAN

PRASARANA

JUMLAH

1 Mesjid 1 buah

2 Puskesmas Pembantu 1 buah 3 Kantor Kepala Desa 1 buah

4 Sekolah Dasar 1 buah

5 Losmen 1 buah

6 Jalan Raya 1 buah

Table 11 Sumber: Data Kepala Desa Kota Pari, Kecamatan Pantai Cermin. Dari kesimpulan yang dapat diambil jenis sarana dan prasarana yang ada masih belum memadai. Seperti penyediaan koperasi dan fasilitas finansial lainnya contohnya bank, pegadaian, masih belum ada, sehingga modal usaha yang dimiliki warga hanyalah modal usaha sendiri dan pinjaman kepada orang lain. Di desa Kota Pari terdapat suatu rekreasi Theme Park yang merupakan suatu wahana untuk pariwisata lokal. Kemegahan dari Theme Park tersebut yang terdapat di Pantai Cermin merupakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat luar dan warga desa sendiri.

. 2.3. Bahasa

Desa Kota Pari terdiri dari 11 dusun. Adapun suku-suku yang terdapat di desa Kota Pari yaitu Suku Jawa, Melayu, Batak, dan Cina. Dusun 1-4 adalah bersuku Melayu dan dusun 5-11 adalah bersuku Jawa, Batak, Cina. Meskipun berlainan suku, masyarakat di Kota Pari ini tetap harmonis dan rukun satu dengan


(43)

yang lainnya. Desa Kota Pari yang menjadi fokus penelitian adalah desa Kota Pari.

Desa Kota Pari ini bermayoritas Suku bangsa Jawa. Bahasa yang sering digunakan setiap hari adalah Bahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat Jawa yang menikah dengan suku lain. Akibatnya, bahasa Jawa ini jarang mereka gunakan. Itu sebabnya mereka memakai bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari.

Tetapi ada juga masyarakat melayu memakai adat perkawinan Melayu. Di dalam adat Jawa sebelum anak menikah, mereka harus memulai adat perkawinan dengan berbalas bahasa yaitu dengan bahasa Jawa. Tujuannya adalah untuk menyambut pengantin tetap harmonis.

Masyarakat petani Kota Pari, juga memiliki sawah dan ladang yang luas. Sawah dan ladang mereka miliki, dikerjakan sendiri dan tidak ada istilah jurangan. Setelah panen yang mereka tanam mereka langsung menjualnya. Bahkan mereka tidak lupa membuat syukuran. Istilahnya adalah tolak bala. Tolak bala diperingati supaya pertanian lancar-lancar saja, tidak ada bencana atau gagal panen dan panen tepat waktu.

Dalam adat Jawa, ada istilah nama bulan yang sering mereka gunakan dalam kehidupan sehari–hari seperti Syawal, Zulkaidah, Besar, Syafar, Bado mulut, Madil awal, Madil akhir, Rejap, dan Ruwa puso. Biasanya mereka gunakan dalam ritus upacara seperti upacara panen maupun upacara besar yang diselenggarakan di desa Kota Pari.


(44)

2.4. Sistem Mata Pencaharian Desa Kota Pari

Mata pencaharian penduduk desa Kota Pari adalah Petani padi, Pedagang, Supir, PNS. Namun sebagaian besar adalah mata pencaharian penduduk masyarakat Kota Pari adalah petani. Sistem kepemilikan dari sawah-sawah dan ladang-ladang bukan milik petani sendiri, melainkan dalam artian tanah sawah dan ladang milik suku bangsa Jawa, sedangkan yang menggarap tanah sawah dan ladang adalah suku Melayu. Setiap jam enam pagi warga pergi kesawah melihat padinya.

Padi adalah salah sat Kota Pari. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai

2.4.1. Ciri-ciri umum padi

Menurut masyarakat desa Kota Pari ciri-ciri umum padi adalah Tanaman semusim, berakar serabut; batang sangat pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaia sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang; bunga tersusun majemuk. Biasanya tanaman padi identik berwarna hijau muda.


(45)

2.4.2 Penyiapan Lahan Sawah

Biasanya masyarakat desa Kota Pari menyiapkan lahan sawah mereka melakukan kegiatan dengan cara: tanah dibersihkan dan dicabut rumputnya, diratakan tanahnya, baru dimasukan bibit padi dan ditanam. Biasanya jarak tanaman padi yang ditanam sekitar 5 cm.

Gambar 1. Pengolahan Sawah

2.4.3. Masa penanaman bibit

Di desa Kota Pari masyarakat biasanya dalam menananam bibit mereka melakukan langkah sebagai berikut:

 Padi diredam selama satu malam.

• Lalu setelah diredam, padi ditiriskan (dipisahkan) dari air.


(46)

• Setelah disemaikan selama tiga minggu entar padi akan berkecambah.

• Jarak padi setelah ditanam sekitar 5 cm .

Gambar 2. Bibit siap tanam yang ada di desa Kota Pari 2.4.4. Pemeliharan

Setelah ditanam, maka padi selanjutkan akan tumbuh dalam beberapa minggu. Pada saat ini, padi harus mendapatkan pengairan yang cukup biasanya jumlah air harus 20 cm dari tanah, harus dipupuk dengan mengunakan pupuk kompos atau kotaran hewan (kerbau dan kambing), dan dibersihkan dari rumput-rumput liar seperti yang sering disebut masyarakat yaitu lalang. Pemberatasan hama dan tikus juga harus dilakukan, agar tanaman padi tidak rusak.


(47)

2.4.5. Panen Padi

Padi biasanya bisa dipanen setelah 4-5 bulan. Pada saat itu padi telah berisi dan menguning. Di desa Kota Pari, biasanya petani masih menggunakan arit/celurit untuk memotong padi. Setelah dipanen, padi kemudian dipisahkan dari batangnya dengan mengunakan tangan secara bergantian. Kemudian padi dibawah ke kilang padi dan diproses selama dua hari dan petani pun siap menjemur padinya.


(48)

2.4.6. Masa pertumbuhan padi

Menurut informan saya pak Adi masa pertumbuhan padi mempunyai beberapa tahap :

• Tahap pertama bibit padi ditanam selam 3 minggu.

• Dalam tiga minggu padi akan beranak dalam arti (berkecambang) pada fase ini waktu diprlukan satu bulan setengah .

• Setelah melewati fase ini padi akan berbunga selama setengah bulan .

• Dan melewati fase bunga padi pun berbuah dan menjadi padi yang berwarna hijau.

2.4.7. Hama-hama dan penyakit padi

a. Hama-hama :

bentuknya yang memanjang, berukuran sekitar 2cm, berwarna merah dan hitam.

Seperti yang dikatakan bapak Rusdi :

“Walang sangit menghisap cairan tanaman dari tangkai bunga sehingga menyebabkan tanaman menjadi menguning, dan perlahan-lahan melemah. Nama hewan ini menunjukkan


(49)

bentuk pertahanan dirinya, yaitu mengeluarkan aroma yang menyengat hidung (sehingga dinamakan "sangit")”.

airnya sulit diatur. Dalam serangan yang tinggi, hama ini dapat menyebabkan petani di desa Kota Pari harus melakukan tanam ulang, karena lebih dari 50% tanaman baru mereka mati oleh lalat bibit. Lalat bibit umumnya menyerang pertanaman yang baru dipindah di sawah yang tergenang. Sebagaimana yang telah diungkapkan informan saya bapak Slamet :

“Gejala serangan lalat bibit berupa bercak kuning di sepanjang tepi daun, daun yang terserang menjadi berubah bentuk, dan daun menggulung. Telur serangga ini diletakkan di permukaan atas daun, berwarna keputih-putihan, berbentuk lonjong menyerupai buah pisang. Penggunaan insektisida (bila diperlukan) adalah yang berbahan aktif: bensultap, BPMC, atau karbofuran”.

kecil daripad ekor). Warna rambut coklat kekuningan. Perutnya berambut kelabu dengan tepi putih. Ekornya berwarna coklat. Biasanya petani di desa Kota Pari mengunakan racun keong untuk membasmi hama ini.


(50)

2.4.8 Pengolahan gabah menjadi nasi

Menurut salah satu informan saya proses pengolahan beras gabah menjadi nasi yang dilakukan masyarakat desa Kota Pari memiliki beberapa tahap :

1. Padi dijemur selama 3 hari.

2. Selama proses dijemur padi diratakan dengan mengunakan Korean yang terbuat dari kayu secara berulang- ulang.

3. Setelah proses menjemur padi dibawah ke kilang padi dan akan diproses menjadi butiran beras.

4. Kemudian butiran beras tersebut dimasak dan akan menjadi nasi.

Sistem pengetahuan masyarakat dalam pengolahan lahan pertanian di desa Kota Pari terdiri dari:

1. Menanam padi di sawah

Masyarakat di desa Kota Pari telah mengetahui kapan mesin Jektor tanam, waktu pemupukan, dan kapan waktu panen. Masyarakat sejak lama sudah memiliki pengetahuan secara tradisional, namun pada saat ini masyarakat sudah mengenal teknologi seperti pupuk kimia untuk keperluan menanam padi.

2. Dalam pengolahan tanah/lahan pertanian, dahulu masyarakat di desa Kota Pari masih menggunakan cara-cara tradisional seperti dalam membajak sawah sebelum di tanami masih mengunakan tenaga hewan, seperti sapi atau kerbau. Namun pada saat ini masyrakat sudah mengenal jektor dan traktor dalam membajak sawah. Dan penggunaan alat-alat ini sudah modern dan sering kali digunakan masyarakat.


(51)

3. Dahulunya masyarakat di desa Kota Pari dalam menanam padi masih menggunakan sabit dan ani-ani untuk memetik padi, namun pada saat ini masyarakat untuk panen sudah mengunakan mesin jektor.

2.4.9. Kelompok Tani

Kelompok tani yang terdapat di desa Kota Pari terdiri dari tiga kelompok petani yang tetap aktif di desa ini hingga sekarang diantaranya sebagai berikut :

- Kelompok Tani Flamboyan - Kelompok Tani Mawar - Kelompok Tani Anggrek

Mereka membuat kelompok tani untuk mensejahterakan masyarakat Kota Pari dan membuat tali air. Kelompok tani dibagi berdasarkan satu hamparan, dalam hal ini ukuran hamparan (lahan) ini dibagi atas adanya batas-batasan alam, misalnya apabila sawah masyarakat berbatasan dengan sungai, maka luas hamparan tersebut dihitung hingga keperbatasan sungai menjadi satu hamparan. Adapun tujuan dari kelompok tani adalah untuk membuat tali air yang berfungsi untuk persawahaan

Kelompok tani yang terdapat di desa Kota Pari dijalankan secara murni oleh masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani dan tidak


(52)

ada campur tangan dari pihak lain seperti pemerintah maupun kelompok lain. Kelompok tani ini menjaring seluruh anggota masyarakat desa Kota Pari tanpa memandang suku bangsa dari masing-masing anggota. Di samping itu masyarakat melayu sebagai masyarakat asli dari desa Kota Pari ini juga ikut berpartisipasi dan berperan serta dalam kegiatan kelompok tani yang ada di desa ini.

Adapun bentuk program tani yang diatur atau dikoordinir oleh kepala desa. Program yang dilakukan oleh masyarakat desa kotapari dilaksanakan setiap sekali setahun. Bentuk program kelompok tani tersebut seperti :

a. Memberi pupuk untuk setiap keluarga yang menjadi anggota kelompok tani.

b. Memberi penyuluhan atau informasi tentang cara pemberantasan penyakit seperti penyakit hama dan diberantas dengan racun keong untuk tanaman pertanian.

Di sisi lain pemerintah juga ikut turut adil dalam pelaksanan kelompok tani seperti pemberian bantuan dalam pengadaan peralatan pertanian, bibit, dan penyuluhan yang dilaksanakan secara musyawarah dan mufakat.

Petani di desa Kota Pari ini sangat kompak dan saling tolong menolong, sehingga di buat organisasi khusus untuk pengairan pada pertanian seperti P3A atau disebut juga Perkumpulan Petani Pemakai air


(53)

dalam arti bukan hanya sumber air bagi masyarakat saja untuk sumber bagi lahan pertanian seperti sawah.

Organisasi ini ditujukan untuk pengkordinasian sistem pembagian air bagi para petani dilahan persawahan sistem pembagian air bagi para petani di lahan persawahan sebagai suatu pengelolaan tanah dapt dilaksanakan dan dalam pengelolaan lahan, untuk pengolahan lahan pertanian sendiri dibutuhkan alat-alat pertanian yang modern, yaitu injector. Injector diperoleh dengan cara menyewa, kepemilikan sendiri dan juga injector sebagai kemilikan dari kelompok petani sebagai milik bersama masyarakat petani desa Kota Pari.

Sistem pertanian di desa Kota Pari dilakukan oleh masyarakat Jawa dengan cara kerja sama yang baik antara satu suku dengan yang lain yang pada umumnya masyarakat desa ini sebagai petani, dan sistem ini tetap ada di desa karena adanya rasa kerja sama yang baik antara seluruh masyarakat desa Kota Pari sangat tinggi. Sehingga masyarakat desa ini tidak mengalami konflik antar budaya dan desa Kota Pari merupakan desa yang aman. Di desa Kota Pari terdapat dua tingkatan atau level dari pekerja tani yaitu:

a. Petani pemilik

Petani pemilik adalah petani yang memiliki tanah dan lahan sendiri. Biasanya mereka menyewakan tanah kepada masyarakat dengan membagi keuntungan ketika panen. Biasanya para pemilik


(54)

tanah sering disebut mereka tuan tanah. Tuan tanah adalah salah satu masyarakat yang memiliki tanah dan disewakan kepada buruh tanah.

b) Petani penyewa

Petani yang menyewa tanah kepada tuan tanah dengan hasil dibagi 40% untuk tuan tanah, 60% untuk petani penyewa setiap tahun penyewa membayar sewa tanah kepada tuan tanah. Dibayar menurut keuntungan panen dibagi dua untuk membayar tanah.

c) Buruh tani

Orang yang bekerja pada petani yang punya tanah atau orang yang menyewa tanah kepada tuan tanah. Biasanya dibayar oleh tuan tanah.

Pertanian di desa Kota Pari oleh penduduk suku bangsa Jawa memakai peralatan yang banyak di jumpai pada zaman sekarang, selain alat- alat tradisional seperti cangkul, arit, dan sebagainya. Juga menggunakan alat pertanian yang modern pada lahan pertanian mereka seperti traktor, dan alat penyemprot hama pestisida, kalau traktor tidak bisa dibeli karena modal yang terbatas bagi petani, baik yang diadang maupun di sawah dapat menyewanya. Dan tidak jarang mereka selalu menggunakan tenaga manusia dalam mengolah lahan pertanian mereka.


(55)

Dalam menyewa peralatan pertanian yang modern seperti traktor, pembayaran dihitung berdasarkan hitungan rantai dimana petani akan membayar sebesar Rp. 75.00 – 100. 000 / rantai, tapi ada beberapa di antara petani itu yang memiliki alat-alat pertanian modern seperti di atas. Bagi petani yang hanya mengolah lahan pertanian mereka secara tradisional, tidak selamanya akan menyewa alat itu. Kadang berdasarkan perhitungan mereka sendiri, petani yang mempunyai lahan pertanian lebih memilih tenaga upah untuk membajak sawah mereka.

Adapun kilang padi yang mengupas gabah – gabah kering sampai di hitung berat kotornya oleh makelar tani (agen) maka dari berat kotor itu akan dipotong sebagian untuk buruh tani agar dapat dijual atau dikonsumsi. Dan dalam penyediaan pestisida, pupuk.

2.4.10. Jenis-Jenis Padi A. Padi gogo

Di beberapa daerah tadah hujan orang mengembangkan padi gogo. Suatu tipe padi lahan kering yang relatif toleran tanpa penggenangan seperti di Di Kota Pari dikembangkan sistem padi gogo rancah, yang memberikan penggenangan dalam selang waktu tertentu sehingga hasil padi meningkat.

B. Padi rawa

Padi rawa atau padi pasang surut tumbuh liar atau dibudidayakan di daerah rawa-rawa. Padi rawa mampu membentuk batang yang panjang sehingga dapat


(56)

mengikuti perubahan kedalaman air yang ekstrem musiman. Di desa Kota Pari padi rawa tidak dibudidayakan.

C. Padi Pera

Padi pera adalah padi yang sering ditanam di desa Kota Pari. Biasanya padi ini berwarna putih dan kelihatan agak halus dibandingakan beras yang dikasih pemerintah. Beras ini dijual dengan harga Rp 6500 per Kg dipasar.

D. Ketan

Ketan adalah salah satu jenis padi yang diambil dari pati padi, biasanya ketan sering kali digunakan masyarakat untuk acara pernikahan atau acara sunatan. Ketan ini dijual dengan harga Rp 5000 per Kg.

2.5. Sistem Religi

Di masyarakat tradisional umumnya masih banyak yang mempercayai hal-hal ghaib seperti mahluk hal-halus dan roh-roh nenek moyang. Namun bagi masyarakat desa Kota Pari mereka menganut keyakinan agama Islam. Mereka sering melaksanakan kegiatan seperti sholat di mushollah. Dari keyakinan itu mereka, ada juga yang melakukan dalam bentuk upacara-upacara, penyembahan terhadap suatu benda, hingga pemanjatan doa-doa khusus yang sudah menjadi tradisi. Adapun tujuan mereka melakukan itu adalah sebagai bentuk ketaatan mereka kepada orang-orang yang sudah mendahului mereka karena sudah melakukan upacara-upacara itu secara turun-temurun. Masyarakat beranggapan


(57)

bahwa suatu bentuk kegiatan yang dilakukan secara turun-temurun seperti upacara. Adapun upacara tersebut dapat kita lihat di bab tiga.


(58)

BAB III

UPACARA MALAM SATU SYURA

3.1. Asal Usul Upacara Panen

Upacara panen adalah salah satu upacara yang dilaksanakan sesudah panen. Namun kebanyakan masyarakat desa Kota Pari mempercayai kisah mengenai Dewi Sri terkait dengan bahan pangan utama di desa Kota Pari.

Menurut salah satu informan yang diungkapkan pak Tislam.

“ Bahwasanya kisah mengenai Dewi Sri sebagai dewi padi berdasarkan "Wawacan Sulanjana" masyarakat desa Kota Pari masih mempercayai kisah Dewi Sri.”

Dewi Sri adalah salah satu mitos terciptanya tanaman padi. Dahulu kala di memerintahkan segenap dewa dan dewi untuk bergotong-royong, menyumbangkan tenaga untuk membangun istana baru di kahyangan. Siapapun yang tidak menaati perintah ini dianggap pemalas, dan akan dipotong tangan dan kakinya. Mendengar titah Batara Guru, Antaboga (Anta) sang dewa ular sangat cemas. Betapa tidak, ia sama sekali tidak memiliki tangan dan kaki untuk bekerja. Jika harus dihukum pun, tinggal lehernyalah yang dapat dipotong, dan itu berarti kematian. Anta sangat ketakutan, kemudian ia meminta nasihat Batara Narada, saudara Batara Guru, mengenai masalah yang dihadapinya. Tetapi sayang sekali, Batara Narada pun bingung dan tak dapat menemukan cara untuk membantu sang


(59)

dewa ular. Putus asa, Dewa Anta pun menangis terdesu-sedu meratapi betapa buruk nasibnya.

Akan tetapi ketika tetes air mata Anta jatuh ke tanah, dengan ajaib tiga tetes air mata berubah menjadi mustika yang berkilau-kilau bagai permata. Butiran itu sesungguhnya adalah telur yang memiliki cangkang yang indah. Barata Narada menyarankan agar butiran mustika itu dipersembahkan kepada Batara Guru sebagai bentuk permohonan agar beliau memahami dan mengampuni kekurangan Anta yang tidak dapat ikut bekerja membangun istana.

Dengan mengulum tiga butir telur mustika dalam mulutnya, Anta pun berangkat menuju istana Batara Guru. Di tengah perjalanan Anta bertemu dengan seekor burun hendak pergi. Karena mulutnya penuh berisi telur Anta hanya diam tak dapat menjawab pertanyaan si burung gagak. Sang gagak mengira Anta sombong sehingga ia amat tersinggung dan marah. Burung hitam itu pun menyerang Anta yang panik, ketakutan, dan kebingungan. Akibatnya sebutir telur mustika itu pecah. Anta segera bersembunyi di balik semak-semak menunggu gagak pergi. Tetapi sang gagak tetap menunggu hingga Anta keluar dari rerumputan dan kembali mencakar Anta. Telur kedua pun pecah, Anta segera melata beringsut lari ketakutan menyelamatkan diri, kini hanya tersisa sebutir telur mustika yang selamat, utuh dan tidak pecah.

Akhirnya Anta tiba di istana Batara Guru dan segera mempersembahkan telur mustika itu kepada sang penguas


(60)

hati menerima persembahan mustika itu. Akan tetapi setelah mengetahui mustika itu adalah telur ajaib, Batara Guru memerintahkan Anta untuk mengerami telur itu hingga menetas. Setelah sekian lama Anta mengerami telur itu, maka telur itu pun menetas. Akan tetapi secara ajaib yang keluar dari telur itu adalah seorang bayi perempuan yang sangat cantik, lucu, dan menggemaskan. Bayi perempuan itu segera diangkat anak oleh Batara Guru dan permaisurinya.

Nyi Pohaci Sanghyang Sri adalah nama yang diberikan kepada putri itu. Seiring waktu berlalu, Nyi Pohaci tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik luar biasa. Seorang putri yang baik hati, lemah lembut, halus tutur kata, luhur budi bahasa, memikat semua insan. Setiap mata yang memandangnya, dewa maupun manusia, segera jatuh hati pada sang dewi. Akibat kecantikan yang mengalahkan semua bidadari dan para dewi khayangan, Batara Guru sendiri pun terpikat kepada anak angkatnya itu. Diam-diam Batara guru menyimpan hasrat untuk mempersunting Nyi Pohaci. Melihat gelagat Batara Guru itu, para dewa menjadi khawatir jika dibiarkan maka skandal ini akan merusak keselarasan di kahyangan. Maka para dewa pun berunding mengatur siasat untuk memisahkan Batara Guru dan Nyi Pohaci Sanghyang Sri.

Untuk melindungi kesucian Nyi Pohaci, sekaligus menjaga keselarasan rumah tangga sang penguasa kahyangan, para dewata sepakat bahwa tak ada jalan lain selain harus membunuh Nyi Pohaci. Para dewa mengumpulkan segala macam racun berbisa paling mematikan dan segera membubuhkannya pada minuman sang putri. Nyi Pohaci segera mati keracunan, para dewa pun panik dan ketakutan


(61)

jenazah sang dewi dibawa turun ke tersembunyi.

Lenyapnya Dewi Sri dari kahyangan membuat Batara Guru, Anta, dan segenap kesucian dan kebaikan budi sang dewi, maka dari dalam kuburannya muncul beraneka tumbuhan yang sangat berguna bagi umat manusia. Dari kepalanya muncul pohon berbagai bunga yang cantik dan harum. Dari payudaranya tumbuh buah buahan yang ranum dan manis dari lengan dan tangannya tumbuh pohon jati, cendana, dan berbagai pohon kayu yang bermanfaat, dari alat kelaminnya muncul pohon akhirnya dari pusaranya muncullah tanama berguna bagi manusia. Versi lain menyebutkan padi berberas putih muncul dari mata kanannya, sedangkan padi berberas merah dari mata kirinya. Singkatnya, semua tanaman berguna bagi manusia berasal dari tubuh Dewi Sri Pohaci. Sejak saat itu umat manusia di pulau Jawa memuja, memuliakan, dan mencintai sang dewi baik hati, yang dengan pengorbanannya yang luhur telah memberikan berkah kebaikan alam, kesuburan, dan ketersediaan pangan bagi manusia. Pada sistem kepercayaan dewi tertinggi dan terpenting bagi masyarakat agraris.


(62)

Sebagai tokoh agung yang sangat dimuliakan, ia memiliki berbagai versi cerita, kebanyakan melibatkan Dewi Sri (Dewi Asri, Nyi Pohaci) dan saudara laki-lakinya Sedana (Sadhana atau Sadono), dengan latar belakang Kerajaan Medang Kamulan, atau kahyangan (dengan keterlibatan dewa-dewa seperti Batara Guru), atau kedua-duanya. Di beberapa versi, Dewi Sri dihubungkan denga dengan sang dewi dan cenderung dihormati, mungkin karena kearifan lokal dan kesadaran ekologi purba yang memahami bahwa ular sawah memangsa tikus yang menjadi hama tanaman padi. Di banyak negara Asia lain seperti di India dan Thailand, berbagai jenis kesuburan sebagai pelindung sawah

Bentuk-Bentuk Upacara dan Kepercayaan yang sering dilaksanakan di desa Kota Pari. Seperti yang telah di uraikan diatas, bahwa ada tiga kegiatan masyarakat yang menyangkut kepercayaan, yaitu Turun bibit (tepung tawar), upacara panen.

Berikut ini adalah bentuk-bentuk upacara yang di lakukan di desa Kota Pari:

3.1.1. Upacara Turun Bibit

Ini adalah salah satu bentuk upacara yang dilakukan masyarakat di desa Kota Pari. Acara ini dilakukan pada saat sebelum masyarakat petani menanam bibit padi mereka. Hal ini mereka lakukan sebagai ucapan syukur atas hasil panen yang mereka dapat. Dikatakan dengan istilah


(63)

terbuat dari pulut yang sudah ditumbuk, kemudian dicampurkan dengan air bunga 7 rupa hingga seperti bubur, lalu dikeringkan. Tepung tawar disiramkan ditengah-tengah lapangan dengan menggunakan daun tepung tawar, biasanya dipakai daun pandan.

Turun bibit atau tepung tawar ini, sudah ada sejak orang-orang pembuka desa hadir di desa ini yaitu orang Jawa. Upacara yang dilakukan disebuah lapangan yang dihadiri oleh warga di desa Kota Pari dan dipimpin oleh seorang Penghulu. Sebelum upacara, masyarakat diminta membayar uang sebesar Rp.10.000,- untuk keperluan membeli kambing dan membuat tepung tawar serta untuk hal lain yang akan digunakan saat upacara.

Kambing menjadi satu bagian penting pada upacara ini. Kambing akan disembelih pada saat upacara ini untuk dimasak dan dimakan bersama-sama, tetapi bagian dari kepalanya diletakkan ditengah lapangan tempat berlangsunya upacara. Tiap-tiap orang juga wajib membawa padi segenggam yang nantinya akan dikumpulkan pada saat berlangsungnya upacara.

3.1.2. Upacara panen

Upacara panen adalah upacara yang diselenggarakan pada malam satu syura atau bertepatan pada tahun baru Islam. Biasanya upacara ini merupakan upacara yang diadakan setelah panen yang bertujuan untuk mengucapkan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT kepada


(64)

masyarakat desa Kota Pari, terhindar dari marabahaya, mengikat solidaritas masyarakat Kota Pari.

3.2. Asal Usul Upacara Malam Satu Syura

Malam 1 Syura dalam masyarakat Jawa adalah suatu perayaan tahun baru menurut kalender Jawa. Dalam perhitungan Jawa, malam 1 Syura dimulai dari terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan terakhir kelender Jawa (29/30 bulan Besar) sampai terbitnya sang matahari pada hari pertama, bulan pertama dan tahun berikutnya.

Tepat tanggal 7 Desember 2010 kita mengalami pergantian tahun baru Hijriyah, dari 1431 ke 1432. Berbeda dengan perayaan pergantian tahun masehi yang penuh dengan gegap gempita dan selebrasi, maka pergantian tahun hijriyah cenderung dingin saja tanpa riuh rendah perayaan.

Fakta ini memang cukup aneh di tengah masyarakat kita yang mayoritas muslim. Sebagaimana diketahui, penanggalan kalender Islam dihitung berdasarkan momentum hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah, karena perjalanan dakwah Islam mengalami dua periode yaitu periode Mekkah dan Madinah. Selama 13 tahun dakwah Islam di Mekkah berada dalam tekanan dan teror fisik maupun psikis dari kaum kafir Mekkah.

Dalam masa yang serba sulit itu Rasulullah berupaya mempersiapkan pribadi-pribadi muslim generasi awal (assabiqunal awwalun). Dan sejarah membuktikan, rasul berhasil menciptakan pribadi para sahabat yang memiliki kekuatan iman dan semangat dakwah yang tinggi semacam Abu Bakar, Umar Bin


(65)

Khattab, Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib.Pada periode Madinah, rasulullah menata masyarakat baru dengan dakwah yang lebih terbuka. Beliau menanamkan ajaran-ajaran sosial kemasyarakatan yang toleran dan inklusif. Hal ini, karena masyarakat Madinah ketika itu terdiri dari beragam suku dan penganut agama seperti Nasrani dan Yahudi.

Upaya rasul ini nampak dalam pasal-pasal yang terdapat dalam piagam Madinah yang merupakan acuan yuridis kemasyarakatan pertama dalam rangka menciptakan masyarakat madani. Sesungguhnya, hijrah rasulullah bukanlah melarikan diri dari tantangan dakwah. Bukan pula semata-mata pindah dari satu negeri ke negeri lain. Melainkan pindah dari tempat yang penuh dengan kemusyrikan dan kebodohan yang didominasi oleh kekejaman, menuju tempat yang akan memancarkan cahaya kebenaran (alhaq) dan tauhid. Suatu revolusi untuk memadamkan kegelapan jiwa, kegelapan kepercayaan, dan kegelapan masyarakat yang penuh kejahatan dan kerusakan. Secara harfiah hijrah artinya pindah atau menyingkir. Tetapi perpindahan atau penyingkiran itu tidaklah selamanya mesti dilakukan secara fisik. Syaikh Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al-Azhar Mesir menjelaskan bahwa pengertian hijrah terdiri dari dua macam. Pertama, hijrah badaniah, yaitu berpindah atau menyingkir secara fisik. Kedua, hijrah qalbiyah, yaitu perpindahan hati nurani. Hijrah sebagaimana yang dilaksanakan oleh rasulullah dan para sahabatnya ketika itu sudah tidak ada lagi setelah dicetuskannya Futuh Makkah (pembebasan kota Mekkah) pada tahun ke 9 Hijriyah (Januari 630 M).


(66)

Dengan kata lain, seorang muslim yang hidup di zaman sekarang tidak perlu dan tidak dituntut untuk melakukan hijrah fisik atau uzlah (memencilkan diri) ke tempat yang sepi untuk dapat menjalankan ajaran Islam dengan sempurna. Sebab, ajaran Islam itu sendiri sebagian besar berkaitan dengan kehidupan masyarakat dengan segala problematikanya yang tidak mungkin untuk dihindari.

Hijrah yang relevan dengan kehidupan sekarang ini ialah hijrah hati nurani (qalbiyah), yakni meng-hijrah-kan hati dari sikap materialisme kepada sikap bertauhid pada Allah SWT, hijrah dari pola hidup bebas nilai kepada pola hidup dengan tuntunan nilai-nilai agama dan akhlak mulia, hijrah dari mental korupsi kepada kejujuran, dan seterusnya. Hijrah hati nurani menjadi keniscayaan bagi seorang muslim di tengah kemerosotan nilai nilai akhlak yang melanda dunia dewasa

Untuk itu, kita perlu meneladani rasulullah sebagai role model dalam melakukan hijrah hati nurani di tengah berbagai penyakit sosial dan krisis akhlak dalam masyarakat. Rasulullah bersabda; "Seorang muhajir ialah yang hijrah (menyingkir) dari perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah". (HR Bukhari).

Berkenaan dengan hijrah qalbiyah, Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam Thariqul Hijratain memberi nasihat; seorang muslim dalam kehidupan dan perjuangannya menempuh dua jalan hijrah yaitu, pertama, hijrah kepada Allah, dengan mendekatkan diri (taqarrub) Nya, mencintai-Nya, berbakti kepada-Nya, berserah diri kepada-kepada-Nya, berdoa, serta mengharap hanya kepada Ilahi. Kedua, hijrah kepada Rasul, dengan mengikuti perilaku, sikap, dan langkah-langkah perjuangannya.


(67)

Nabi Muhammad misalnya mencontohkan untuk melakukan puasa sunnah pada tanggal 9 dan 10 Muharam (hari Syura). Hal ini sangat baik bagi kita sebagai langkah awal keseriusan dalam mencoba untuk hijrah pada perilaku rasulullah.Di tengah gempuran budaya dan nilai dari luar yang kuat, maka kembali pada hikmah yang terkandung dalam peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW merupakan langkah yang sangat baik.Semoga Allah SWT menganugerahi kekuatan lahir dan batin kepada kita untuk dapat berhijrah dari hal-hal yang buruk kepada kebaikan sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT dan diteladankan Rasulullah SAW.

3.3 Penggabungan Upacara Malam Satu Syura Dan Upacara Panen

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan data mengapa upacara malam satu Syura diadakan bersamaan dengan upacara panen. Menurut informan dan hasil wawancara. Dari hasil wawancara yang saya dapat dari lapangan mereka memiliki pendapat yang berbeda. Seperti yang dikatakan pak Adi:

“Upacara malam satu Syura bersamaan diadakan dengan upacara panen dikarenakan merupakan bulan yang suci”

Informan lain yang dikatakan pak Budi :

”Upacara malam satu Syura bersamaan diadakan dengan upacara panen karena Orang Jawa menganggap bulan Syura ini sebagai bulan yang keramat. Tabu bagi orang Jawa untuk menyelenggarakan hajatan (misalnya menikahkan anak atau sunatan)”.

Upacara merupakan sarana yang diutamankan dan dilaksanakan oleh masyarakat di desa Kota Pari. Dikarenakan upacara adalah salah satu ritual yang diturunkan oleh nenek moyang mereka. Jika upacara tersebut tidak mereka


(1)

Kalau ada masalah-masalah dalam hubungan kekerabatan seperti masalah harta waris dan pembagian tanah yang belum diseselaikan. Maka saat inilah mereka selesaikan dengan musyawarah bersama, dengan seluruh anggota kerabat. Pada kesempatan ini juga saling maaf- memaafkan atas kesalahan mereka di masa lalu, sehingga keterkaitan antar kekerabatan mereka tetap terjaga. Dengan adanya upacara malam satu Syura, maka hubungan-hubungan antar kerabat akan semakin erat, karena waktu ini mereka akan saling mengujungi satu sama lain.

Adapun solidaritas yang muncul dari pelaksanaan upacara malam satu Syura ini adalah solidaritas mekanik. Hal itu disebabkan kesadaran kolektif pada masyarakat masih kuat, dan semua anggota masyarakat disini pada dasarnya memiliki kepercayaan yang sama, pandangan, nilai, dan semuanya memiliki gaya hidup yang sama. Pada acara upacara malam satu Syura. Masyarakat bergotong-royong dan bekerja sama untuk mensukseskan upacara ini. Sebelum dimulainya upacara malam satu Syura, semua masyarakat bergotong-royong mempersiapkan semua yang diperlukan dalam upacara malam satu Syura nanti.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Brata Wijaya, TW, 1997, Budaya Jawa, Penerbit PT. Pradnya Prawika

Ball, Van, J, Dr, Prof dalam buku (Koentjaraningrat, 1980, Sejarah Teori Antropologi I, UI Press, Jakarta)

Bratawijaya, TW, 1988, Upacara Tradisional Masyarakat Jawa, Pustaka Sinar Harapan Jakarta

Darmosoetopo, Riboet, 1984, Pandangan Orang Jawa Terhadap Leluhur, Analisa Kebudayaan, Dept. P dan K, Jakarta

Fedyani, Acmad, 2006, Antropologi Kontemporer. Kencana. Jakarta

Gertz, Cliffrod, 1981, Abangan, Santri, Priyayi, Dalam Masyarakat Jawa, Pustaka Jaya Jakarta

Geertz, Clifford, Tafsir Kebudayaan, Kanisius Press, Yogyakarta, 1992a Geertz, Clifford, Kebudayaan Dan Agama, Kanisius Press, Yogyakarta, 1992b. Keesing, Roger M, 1992, Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Antropologi

Kontemporer. Erlangga. Jakarta

Koentjaraningrat, 1980, Sejarah Teori Antropologi I, UI Press, Jakarta

Koentjaraningrat, 1981, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Dian Rakyat Jakarta

Koentjaraningrat, 1981A, Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta Koentjaraningrat, 1985, Ritus Peralihan Di Indonesia, Penerbit Balai Pustaka Koentjaraningrat, 1997, Pengantar Antropologi II (edisi revisi), Rineka Cipta

Jakarta


(3)

Magniz, Franz, 1983, Etika Jawa, Penerbit PT. Gramedia Jakarta

Moertjipto, Dkk, 1993, Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyarakat Mendukungnya Masa Kini, Proyek. Proyek Pengkajian Dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Daerah. Jogjakarta

Moleong, Lexy, John, 2004, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya

Mulder, Niels, 1983, Pribadi Dan Masyarakat Di Jawa, Penerbit Sinar Harapan Jakarta

Nasution, 2008, Upacara Kenduri Sko, Skripsi USU Medan

Suprlan ,Parsudi, 1983, Upacara Ritual Dan Ceremonial, Diktat IPKD.Jakarta. Walizer, Michael. H, 1986, Metode Dan Analisis Penelitian. Erlangga. Jakarta

Daftar bacaan lain :

id.wikipedia.org/wiki/Petani http://id.wikipedia.org/wiki/Sri.


(4)

UPACARA

LAMPIRAN INFORMAN

I. Identitas Informan 1. Nama Suami dan Istri 2. Pekerjaan

3. Umur 4. Pendidikan 5. Agama 6. Suku bangsa 7. Daerah Asal

8. Lama tinggal di desa 9. Penduduk tetap atau tidak

II. Upacara Malam Satu Syura

1. Menurut Bapak dan Ibu bagaimana pelaksanaan upacara Malam Satu Syura ?

2. Menurut Bapak dan Ibu kenapa upacara Malam Satu Syura harus diadakan bertepatan pada tahun baru Islam?

3. Apakah upacara Malam Satu Syura ini memerlukan banyak biaya? 4. Apa-apa saja yang menjadi kepentingan yang tercakup dari

pelaksanaan upacara Malam Satu Syura?


(5)

5. Siapa saja yang dapat melaksanakan upacara tersebut?

6. Apa gunanya upacara Malam Satu Syura ini dilakukan terutama bagi masyarakat Jawa di Desa Kota Pari?

7. Menurut Bapak dan Ibu apakah upacara ini harus dilakukan setiap tahun?

8. Menurut Bapak dan ibu jika tidak dilaksanakan upacara ini akan menimbulkan dampak negatif bagi desa ini ?

9. Menurut Bapak dan ibu apakah upacara ini dilakkaun secara bersama-sama ?

10.Menurut Bapak dan ibu apakah upacara ini dilakakukan setiap tahun oleh masyarakat


(6)

Nama Umur Status Pekerjaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Ibu Afsah Pak Tislam Ibu Senen Pak adi Pak rudi Pak supriadi Pak sutimin Ibu Nasib Nellia dewi Syahyunika Pak Slamet Kakek Kusnun Pak Nasib Pak Tari Abang Budi Pak Edi Ibu Dewi Ibu Betty Abng Rien 43 tahun 52 tahun 48 tahun 32 tahun 35 tahun 53 tahun 69 tahun 64 tahun 19 tahun 17 tahun 46 tahun 72 tahun 67 tahun 47 tahun 29 tahun 47 tahun 42 tahun 44 tahun 34 tahun Masyarakat Ketua adat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Kepala desa Kepala dusun Masyarakat Remaja Remaja Masyarakat Orang tua terkemuka Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat PNS PNS

Ibu rumah tangga Petani

Petani

PNS dan Petani Petani

Ibu rumah tangga Mahasiswa Siswa Wiraswasta Petani Pesiunan Petani Mocok-mocok PNS Petani Pedagang Supir