B. Pelaku dosa besar
Setelah menjelaskan persoalan siapa yang disebut beriman dan siapa yang disebut kafir, Abū an fah beranjak pada persoalan status pelaku dosa besar
murtakib al- kabīrah. Ia mengatakan di dalam al-Fiqh al-Akbar sebagai berikut:
هُناه هيخخح ه خخه هلخخض نهاهه ق هخخ يهيخخّهاذ هقْخخهكهبخخنَهنإههفرخخنياهنخخمهبنذخخاه مقخخ وهرخخفك
ه يم نهه.ن مي،ا مؤو
ركَهْغه ح كه همؤوهنركيهنثه،رجههوة ي كه ه .
59
Kami tidak menyebut kafir kepada Muslim yang melakukan dosa walaupun dosa besar selama tidak menghalalkan perbuatan tersebut dan imannya juga
tidak hilang darinya. Kami tetap menyebutnya mukmin hakiki atau bisa juga disebut mukmin fasik, tapi bukan kafir.
Dari ucapan di atas ada tiga poin penting terkait konsepsi
Abū an fah tentang pelaku dosa besar. Pertama, pelaku dosa besar masih sebagai mukmin
bukan kafir. Kedua, iman tidak hilang karena melakukan dosa besar. Ketiga, standardisasi pengafiran didasarkan atas sikap menghalalkan terhadap perbuatan
maksiat.
1. Pelaku dosa besar bukan kafir
Abū an fah mengategorikan pelaku dosa besar masih sebagai mukmin karena adanya ta
dīq di dalam hati. Menurutnya iman adalah membenarkan ta dīq dan kafir adalah mendustakan
takdzīb,
60
maka selama masih ada secercah keiman- an di dalam hati para pelaku dosa besar, selama itu pula mereka masih dikategorikan
sebagai mukmin bukan kafir. Pada dasarnya konsepsi tentang pelaku dosa besar yang dikemukakan oleh Abū an fah adalah reaksi atas adanya paham dari
kelompok Khaw rij dan Mu‘tazilah.
59
‘Al al-Q r , Syar al-Fiqh al-Akbar, h. 102-3.
60
A bū an fah, al-Fiqh al-Akbar, h. 55-6.
Kel ompok Khaw rij yang pada masa itu dinamakan dengan aurūr ’
61
ber- pendapat pelaku dosa besar adalah kafir dan akan disiksa di neraka selamanya.
62
Mereka berpegang pada surat al- Nis ’ [4] ayat 14;
ه يهر َيهرنَمَه هَ ا
ه هرقي ر ُيهُهَلهُ ُكه َ َهَضَههُ
َ رُحَ َه
َ يي هاً يَ َ هاً َنهُ .
Siapa yang berlaku maksiat kepada All h dan Rasul-Nya dan melanggar
ketentuan-ketentuan-Nya maka akan dimasukkan ke neraka selamanya. Di lain pihak ada kelompok Mu‘tazilah yang berpendapat bahwa pelaku dosa
besar imannya telah gugur di dalam dirinya sehingga bukan lagi sebagai mukmin tetapi tidak sampai masuk pada taraf kafir. Dalam hal ini pemuka mereka W il bin
‘A ’ mengatakan bahwa pelaku dosa besar menempati posisi di antara iman dan kafir manzilah bayn manzilatayn yang dinamakan fasik. Menurutnya mereka akan
kekal di dalam neraka,
63
dan apabila meninggal sebelum bertaubat, maka All h
tidak boleh memaafkannya dan tidak memasukkannya ke dalam surga.
64
Akan tetapi siksa yang akan mereka terima lebih ringan daripada siksa orang kafir.
65
Abū an fah tidak sependapat dengan kelompok Khaw rij dan Mu‘tazilah yang memvonis pelaku dosa besar akan masuk neraka selamanya. Menurutnya
61
Sebuah desa di pinggiran kota Kūfah. Y qūt bin ‘Abdillah al- amaw , Mu‘jam al-Buld n ẒBeirut: D r al-Fikr, t.th, Jld. 3, h. 256.
62
Al- Ghur b , T rīkh al-Firaq al-Isl miyyah, h. 277-8.
63
Menurut al- Baghd d pendapat W il tentang pelaku dosa besar sama dengan pendapat
Khaw rij di mana mereka akan kekal di dalam neraka. Al-Baghd d , al-Farq Bayn al-Firaq, h. 98.
64
Al- Isfir yin , al-Tab īr Fī al-Dīn, h. 40.
65
Al- Syahrast n , al-Milal Wa al-Ni al, h. 33.
Analisis yang sangat baik dilakukan oleh ‘Al Mu af ’ al-Ghur b ketika menelusuri jejak- jejak pendapat W il di dalam berbagai macam referensi. Di mana ia berkesimpulan bahwa W il
tidak mengatakan bahwa pelaku dosa besar akan kekal di dalam neraka. Pendapat yang mengatakan demikian hanya ditemukan di dalam kitab-
kitab karangan kaum Asy‘ariyyah seperti Al-Syahrast n di dalam al-Milal Wa al-Ni al, al-
Baghd d di dalam al-Farq Bayn al-Firaq, al-Isfir yin di dalam al-Tab
īr Fī al-Dīn dan kitab kaum Asy‘ariyyah lainnya, sementara di luar kitab-kitab yang berafiliasi dengan paham
Asy‘ariyyah, tidak ditemukan pendapat W il mengatakan pelaku dosa besar akan kekal di dalam neraka. Al-
Ghur b , T rīkh al-Firaq al-Isl miyyīn, h. 91-2.
pelaku dosa besar tidak mustahil masuk ke dalam surga karena masih dianggap mukmin dan terkadang melakukan perbuatan baik.
66
Sesuai dengan firman All h:
ه ً
اُ ُنه يسرهَلرريف ر
ّاه ُك هَجهريُ َّه ربَن ََه يك َ ي لّاهار ُقيمَ َههارُهَمتهَنييياهني
.
67
Sesungguhnya orang yang beriman dan mengerjakan perbuatan baik bagi mereka surga firdaus sebagai tempat tinggal.
Abū an fah menyerahkan status pelaku dosa besar kepada kehendak All h masyī’at All h, di mana ia mengatakan orang yang berbuat maksiat ‘ ī jika
meninggal sebelum bertaubat maka nasibnya tergantung kehendak All h ta ta
masyī’at All h. Apabila All h menghendaki maka Dia akan mengampuninya dan memasukkannya ke dalam surga dengan keistimewaan dan kemuliaan-Nya atau
dengan berkah iman dan ketaatan yang ada di dalam dirinya. Apabila All h
menghendaki maka Dia akan menyiksanya berdasarkan kadar dosa yang dilakukan dan memasukkannya ke dalam neraka tetapi tidak kekal mukhallad di dalamnya.
68
Ia memperkuat argumentasinya tersebut dengan mendatangkan na al- Qur’ n
yang secara eksplisit tidak mengafirkan pelaku dosa besar, di antaranya;
69
هرذي هينرخخناهاَذَه ه
ه َبخخرن َ
ثهاي هَ َ
ي ه َ
اهرن َ
ثه يك خخَم ُق ّاه يأهدَل خخَهَ هي خخريَقَ هَ ي خخر َنهرنخخَّهرنَثهنخخَ َ ه ًهخخ يص َغُمه َبخخَ َذ
هَنيميّ ّاه َنيمه ُبره ُكه ِِي هَكَن َ رهُح
.
70
Dan ingatlah kisah Dzun Nun Yunus, ketika pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa kami tidak akan mempersempit
menyulitkannya, maka ia menyeru dalam keadaan gelap, bahwa
66
Akm l al-D n al-B bart , Syar al-Wa iyyah, h. 73.
67
Qs. al-Kahfi [18]: 107.
68
Abū an fah, Al-Fiqh al-Absa Kairo: al-Anw r, 1368 H, h. 47., Akm l al-D n al-B bart , Syar al-Wa iyyah, h. 70. Atas pendapatnya ini ia digolongkan oleh al-
Asy‘ar sebagai penganut paham Murji’ah. Al-Asy‘ar , Maq l t al-Isl miyyīn, Jld. 1, h. 202-3. Ia sendiri tidak setuju digolong-
kan sebagai Murji’ah karena ada beberapa prinsip yang membedakan pendapatnya dengan
kelompok Murji’ah. Murji’ah meyakini bahwa dosa tidak akan membahayakan iman seperti ketaatan tidak memberikan manfaat pada kekafiran. Jelas Abū an fah berbeda dengan paham
Mu rji’ah. Walaupun terpaksa digolongkan ke dalam penganut paham Murji’ah maka ia—seperti
yang dikatakan oleh al-Syahras t n —adalah Murji’ah Sunnah yang berarti tidak dapat disalahkan.
Al-Syahras t n , al-Milal Wa al-Ni al, h. 140.
69
Abū an fah, al-Fiqh al-Absa , h. 55-6.
70
Qs. al- Anbiy ’ [21]: 87.
tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau. Sungguh aku adalah termasuk orang yang
ẓ lim. نيئيط َ ه ه
ُكه ني ه َهَ رُنُذه َ َنهرريفرغَهرحاه َن َاَثه َي .
71
Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa- dosa kami, sungguh kami adalah orang-orang yang bersalah.
ه َكَّهَريفرغَ يي ا
ه هَر
َ أَعه َمَهه َكيهرن
َذهرنيمهَّ َ َ ه َم .
72
Supaya All h memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu
dan yang akan datang. Pelaku dosa besar sebagaimana disebutkan pada ayat di atas dinamakan
sebagai orang yang ẓ lim, orang yang bersalah mukh i‘, dan orang yang berdosa
mudznib, bukan orang kafir.
73
Dalil inilah yang memantapkan hati Abū an fah untuk tidak menganggap atau menyebut pelaku dosa besar dengan sebutan kafir
tetapi masih sebagai mukmin. Adapun ayat al-
Qur’ n yang secara eksplisit menyebutkan bahwa pelaku dosa besar akan dimasukkan ke dalam neraka selamanya seperti terdapat di dalam surat
al- Nis ’ [4] ayat 14, menurut pendapat Fakhr al-D n al-R z Ẓw.606 Hẓ di dalam
Maf tī al-Ghayb bersifat khusus bagi orang kafir saja yang tidak ri a dengan
aturan yang ditetapkan oleh All h Swt. bukan bersifat umum bagi seluruh manusia, terlebih bagi orang Islam yang melakukan perbuatan dosa besar.
74
Dari ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa orang kafir akan masuk ke dalam neraka untuk
selamanya mukhallad sedangkan orang Islam yang melakukan dosa besar tetap
71
Qs. Yūsuf [12]: 97.
72
Qs. al -Fat [48]: 2.
73
Abū an fah, Ris lah Il ’ ‘Utsm n al-Battī, h. 36.
74
Fakhr al- D n al-R z telah menafsirkan surat al-Nis ’ [4] ayat 14 secara panjang lebar
dengan melihat korelasi antar ayat mun sabah al-ay t yang satu dengan yang lain sampai pada
kesimpulan bahwa ayat tersebut bukan bersifat umum kepada seluruh manusia seperti anggapan dari kelompok Khaw rij dan Mu‘tazilah, tetapi bersifat khusus bagi orang kafir yang tidak ri a dengan
pembagian harta waris yang ditetapkan oleh All h Swt. Fakhr al-D n al-R z , Maf tī al-Ghayb ẒBeirut: D r al-I y ’ al-Tur ts al-‘Arab , 1420 Hẓ, Jld, 9, h. 526-7.
dianggap mukmin, jika meninggal belum sempat bertaubat nasibnya ditentukan oleh kehendak mutlak All h. Jika All h menghendaki maka akan diampuni dan
dimasukkan di surga dan jika All h menghendaki maka akan dimasukkan ke dalam neraka tetapi tidak kekal selamanya.
2. Iman tidak hilang karena melakukan dosa besar