Pandangan ‘Ulama terhadap Ab Ḥan fah

Dalam membangun paradigma pemikirannya, W il banyak terpengaruh oleh filsafat Yunani terutama dari argumentasi dan premis logika yang digunakan dalam meruntuhkan berbagai pandangan yang bertentangan dengannya. Pemikiran W il ini banyak menda pat simpati dari masyarakat ‘Ir q pada masa dinasti Umayah dan mencapai puncaknya pada masa khalifah- khalifah ‘Abbasiyah al-Ma’mūn 198- 218 H, al-Mu ‘ta m Ẓ218-223 H, dan al-W tsiq Ẓ223-228 H, terlebih pada masa al- Ma’mūn, Mu‘tazilah dijadikan sebagai madzhab resmi negara. 58 Terlepas dari berbagai stigma negatif yang sering disematkan kepada kelom- pok Mu‘tazilah, kelompok ini memiliki jasa-jasa yang besar bagi Islam terutama dalam hal membela agama dari kelompok-kelompok agama Majusi, Yahudi, Nasrani, dan lain sebagainya termasuk kelompok intern yang ingin menghancurkan agama Islam. Kelompok ini juga terkenal dengan kelompok pertama dalam Islam yang menggunakan agumentasi rasional dalam mempertahankan akidah Islam dari serangan akidah lain, bahkan doktrin al-U l al-Khamsah 59 yang mereka usung merupakan hasil serangkaian perdebatan sengit yang terjadi antara kelompok mereka dan musuh-musuhnya. Prinsip Taw īd, dimaksudkan untuk menolak paham al-Mujassimah dan al-Musyabbihah, prinsip keadilan dimaksudkan untuk memban- tah paham Murji’ah. Adapun al-Manzilah Bayn al-Manzilatayn untuk menolak paham Murji’ah dan Khaw rij sekaligus. 60

C. Pandangan ‘Ulama terhadap Ab Ḥan fah

Yang dimaksud dengan pandangan ‘ulama di sini hanya terkait dengan masala h akidah Abū an fah tanpa menyinggung pandangan ulama terhadapnya 58 Harun Nasution, Teologi Islam, h. 62., Mahmudunnasir, Islam, h. 231. 59 Al- Q Abd al-Jabb r, Syar U l al-Khamsah Kairo: Maktabah Wahbah, 1988 60 Abū Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam, h. 157. dalam bidang ad ts, 61 fikih, atau yang lainnya. Pembahasan ini sangat penting sebagai jalan masuk untuk mengetahui pemikirannya tentang kalam dengan melihat berbagai pandangan ulama yang berbeda- beda tentang Abū an fah. Di satu sisi ada yang mencelanya dengan sangat keras dengan menganggapnya sebagai Murji’ah, di sisi lain banyak yang memujinya lantaran berbagai argumentasi yang diberikan banyak membela pandangan ahl al-salaf. Bagaimana cara mengompro- mikan dua sudut pandang yang berbeda secara diametral di atas. Berikut penjelas- annya: Ibn ajar al- Haytam —sebagaimana dikutip oleh Wahb Sulaym n—menga- takan di dalam al- Khayr t al- iss n bahwa kelompok yang menganggap Abū an fah sebagai Murji’ah adalah perkataan yang diada-ada. Al-Haytam menyebut- kan paling tidak ada dua alasan. Pertama , Ghass n al-Murji’ Ẓpenganut paham Murji’ahẓ mendapatkan pa- ham ini irj ’ dari Abū an fah sehingga ia memasukkannya ke dalam kelompok Murji’ah. Jelas perkataan ini adalah dusta. Ghass n bermaksud menyebarkan pahamnya dengan menisbatkan pada Abū an fah. Kedua , kelompok Mu‘tazilah menamakan orang yang mempunyai paham berbeda dengan kelompoknya dalam masalah qadar dengan nama Murji’ah. Atau ketika Abū an fah mengatakan bahwa iman tidak bertambah dan berkurang, mereka menduga pandangan ini merupakan doktrin irj ’ yaitu mengenyampingkan amal perbuatan dari iman. Dalam hal ini Syeykh afar A mad mengatakan, 61 Para ulama jar wa ta‘dīl berbeda pendapat dalam menilai kredibilitas Abū an fah dalam meriwayatkan suatu ad ts, ada yang memujinya dan banyak juga yang mencelanya. Mu ammad ‘Abd al-Rasy d al-Nu‘m n , Mak nat al-Im m Abī anīfah Fī al- adīts ẒBeirut: D r al-Basy ’ir al- Isl miyyah, t.thẓ., bandingkan dengan Abū ‘Abd al-Ra m n Muqbil bin H d al-W di‘ , Nasyr al- a īfah Fī Dzikr al- a ī Min Aqw l A’immah al-Jar Wa Ta‘dīl Fī Abī anīfah ẒKairo: D r al- aramayn, t.th. ‘penyebutan kata irj ’ kepada ahl al- ad ts Ẓmu additsīn bagi mereka yang tidak mengatakan bahwa iman dapat bertambah dan berkurang’. 62 Menurut al- Nasysy r, berita tentang kedustaan penisbatan Abū an fah sebagai Murji’ah juga diperkuat oleh berita-berita dusta yang ditulis oleh para penulis sejarah muarrikh. Banyak penulis sejarah yang tidak mengindahkan suatu berita tanpa mengkritisi dan mengklarifikasi benar salahnya berita tersebut. 63 Hal ini terjadi di dalam T rīkh Baghd d ketika menceritakan bahwa Abū Yūsuf—murid Abū an fah—ditanya; apakah Abū an fah seorang Murji’ah? Benar. Dari mana kamu mendapatkan ini? Abū an fah adalah seorang pengajar, apa yang baik darinya kami terima dan apa yang buruk kami tolak. 64 Berita yang menyatakan bahwa Abū an fah adalah Murji’ah adalah dusta karena tidak sesuai dengan fakta yang ada. Abū an fah sendiri jelas menolak anggapan bahwa dirinya sebagai Murji’ah. Bagaimana tidak, ia adalah salah satu pemikir yang secara lantang mengkritik doktrin irj ’ bahkan secara khusus menulis surat kepada ‘Utsm n al-Batt sebagai bantahan dan klarifikasi atas isu yang berkembang luas pada saat itu bahwa ia adalah seorang Murji’ah. 65 Walaupun dikatakan bahwa Abū an fah adalah seorang Murji’ah karena pendapatnya tentang rumusan iman 66 sejalan dengan Murji’ah adalah benar, akan tetapi masih dalam garis Murji’ah Sunnah. 67 62 Wahb Sulaym n, Ab anīfah, h. 280. 63 ‘Al S m al-Nasysy r, Nasy’at al-Fikr al-Falsafī Kairo: D r al-Ma‘ rif, 1977, Jld. 1, h. 241. 64 Al-Kha b al-Baghd d , T rīkh Baghd d, Juz. 15, h. 502. 65 Abū an fah, Ris lah Abī anīfah Il ‘Utsm n al-Battī Kairo: al-Anw r, 1368 H, h. 33- 8. 66 Untuk mengetahui lebih lanjut pendapatnya tentang konsep iman dapat dilihat pada bab IV 67 Al- Syahrast n , al-Milal Wa al-Ni al, h. 140.

D. Karya-Karya Ab Ḥan fah