mengambil ilmu kepada mereka. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Abu Hanifah  pernah  bertemu  langsung  dan  meriwayatkan  hadis  dari  mereka,  tetapi
pendapat ini tidak kuat.
20
Abu Hanifah wafat pada pertengahan bulan s yaww l, ada juga yang mengata-
kan rajab, dan sebagian  yang lain pada  s ya‘b n pada tahun 150 H  pada usia 70
tahun.
21
Ia  wafat  di  dalam  penjara  dalam  keadaan  sujud  dan  dimakamkan  di pemakaman
Khayzar n, Baghd d.
22
Dikisahkan ketika Abu Hanifah wafat, banyak orang yang menyalatkan jenazahnya sampai tempat untuk menyalatkannya tersebut
tidak  memadai  untuk  diisi  oleh  semua  orang  dan  akhirnya  mereka  bergantian sampai enam kali.
23
B. Kondisi Kebudayaan dan Keagamaan di ‘Irāq
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa Abū  an fah dilahirkan pada tahun 80
H di Kūfah bertepatan dengan masa khalifah ‘Abd al-Malik bin Marw n 66-86 H
685-709 M
24
pada dinasti Umayyah dan meninggal pada tahun 150 H di Baghd d
pada masa khalifah Ab ū Ja‘far al-Man ūr Ẓ137-159 H754-774 M—awal dinasti
‘Abbasiyah.
25
Ia  pernah  menyaksikan  puncak  kekuasaan  dan  kemuliaan  dinasti Umayyah  sampai  masa  kemunduran  dan  kebinasaannya  dan  juga  menyaksikan
awal  perkembangan  dan  kemajuan dinasti  ‘Abbasiyah.  Abū  an fah  mendapati
20
Al-Kha b al-Baghd d , T rīkh Baghd d, Juz. 15, h. 444., Al-Dzahabi, Siyar, Juz. 6, h.
391.
21
A mad bin  asan bin Qanfadz,  al- Wafiyy t: Mu‘jam Zamanī Li  a bat Wa A‘l m al-
Mu additsīn Wa al-Fuqah ’ Wa al-Mu’allifīn Beirut: D r al- f q al-Jad dah, 1983ẓ, h. 129-30.,
al  al-D n al- afad , al-W fī Bi al-Wafiyy t ẒBeirut: D r I y ’ al-Tur ts, 2000ẓ, J. 27, h. 89., Mu
ammad bin Sa‘d, al- abaq t al-Kubr ’ ẒBeirut: D r  dir, 1968ẓ, J. 8, h. 277.
22
Al- usayn bin ‘Al  al- anaf , Akhb r Abī  anīfah Wa A
bih ẒBeirut: ‘ lam al-Kutub, 1985, h. 93.
23
Ism ‘ l bin ‘Umar bin Kats r al-Dimasyq , al-Bid yah Wa al-Nih yah ẒBeirut: D r al-Fikr, 1986, J. 10, h. 108.
24
Syed Mahmudunnasir, Islam: Konsep dan Sejarahnya Bandung: Rosda, 2005, h. 181.
25
Mahmudunnasir, Islam, h. 213.
masa dinasti Umawiyah sekitar 52 tahun sedangkan hanya mendapati 12 tahun saja pada
masa dinasti ‘Abbasiyah.
26
Pada  periode  kekuasaan dinasti  Umayyah,  Kūfah—selain  itu  juga  ada
Ba rah —menjadi pusat aktivitas intelektual di dunia Islam.
27
Kota Kūfah merupa- kan salah satu kota terbesar di ‘Ir q. Sesuai dengan namanya Kūfah ẒArab: berkum-
pul  adalah  tempat  berkumpulnya  orang-orang  dari  berbagai  bangsa  dan  negara, berbagai ras dan agama.
28
Semuanya berkumpul di dalam satu kota yang tenang, damai, dan indah bernama Kūfah. Hal ini menjadikan kota ini sebagai kota yang
mempunyai  peradaban  tertinggi  di  antara  kota-kota  lain  di  Jazirah  Arab  bahkan dunia. Sebagaimana yang dikatakan oleh Fu d al-
Ahw n , kota ini menjadi pusat kebudayaan dunia, sehingga kota ini mirip dengan Athena pada abad ke-5 Sebelum
Masehi  dan mirip dengan Paris pada abad ke-19 Masehi.
29
Di samping itu, ‘Ir q Kūfah dan Ba rah merupakan tempat pertemuan peradaban-peradaban kuno. Di
sana  terdapat  berbagai  pengetahuan  Persia  dan  Kaldan  serta  sisa-sisa  peradaban kedua bangsa tersebut. Filsafat Yunani dan pemikiran Hindu pun masuk ke ‘Ir q.
Berbagai peradaban dan pemikiran bercampur di ‘Iraq sehingga ia menjadi tempat tumbuhnya berbagai kelompok keagamaan di dalam Islam.
30
Oleh karenanya tidak mengherankan jika banyak pemikir yang terkenal ber- asal dari ‘Iraq ẒKūfah dan Ba rah lantaran di dalamnya sudah mempunyai peradab-
an yang maju dan berkembang berbagai macam cabang ilmu pengetahuan seperti
26
Abū Zahrah, Ab   anīfah, h. 89-90.
27
Philip K. Hitti, History Of The Arabs Jakarta: Serambi, 2008, h. 301.
28
Banyak pendapat mengenai penamaan kota ini dengan nama Kūfah. Salah satunya adalah karena kota ini dij
adikan tempat berkumpul manusia dari berbagai negara. Y qūt bin ‘Abdillah al- amaw , Mu‘jam al-Buld n ẒBeirut: D r al-Fikr, t.th, J. 4, h. 490.
29
Fu d al-Ahw n , Filsafat Islam Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008, h. 64.
30
Abū Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam Jakarta: Gaya Media Pratama, 2011, h. 37.
ilmu ukur geometri, aljabar, ilmu falak, astronomi, filsafat Yunani,  ikmah, dan ilmu-ilmu lainnya termasuk di dalamnya ilmu kalam.
31
Di antara para tokoh yang paling  terkenal  di  dalam  sejarah  perkembangan  ilmu  kalam  pada  saat  itu  adalah
asan al-Ba r  w.110 H
32
yang mewakili aliran ahl al-sunnah dan muridnya Wa l
bin ‘A ’ w.128 H
33
yang mewakili aliran Mu‘tazilah.
34
‘Ir q  juga  dikenal  sebagai  tempat  tumbuhnya  berbagai  kajian  ilmiah  serta penduduknya memiliki kecerdasan dan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan.
Termasuk di dalamnya Abū  an fah yang sedari kecil menaruh perhatian lebih ter- hadap ilmu pengetahuan di samping memiliki kecerdasan yang mumpuni khusus-
nya dalam bidang kalam. Ketertarikan Abū  an fah pada ilmu kalam tidak terlepas
dari kebudayaan yang berkembang pada masa itu, di mana kajian-kajian keagamaan berkembang pes
at dan menjamur di seantero ‘Ir q. Lumrahnya kajian-kajian sema- cam  itu  dipraktikkan  secara  berkelompok  di  mana  ada  satu  pengajar  dan  banyak
murid yang mendengarkan atau menyimak apa yang dikatakan oleh sang guru. Di sini sang murid tidak dididik untuk pandai menghapal saja, akan tetapi lebih diajak
menilai, mengevaluasi secara kritis, dan diajarkan pula cara mengkaji persoalan dan
31
Abū Zahrah, Ab   anīfah, h. 21.
32
Nama lengkapnya Abū Sa‘ d al- asan bin Yas r. Ia dilahirkan pada tahun 21 H di Madinah pada masa kekhalifahan ‘Umar bin al-Kha b dan meninggal pada tahun 110 H di Ba rah. Semasa
kecil dibesarkan di rumah Ummu Salamah, istri Nabi dan setelah besar menetap di Ba rah sampai dijuluki imam ahl al-Ba
rah. Ia pernah menyaksikan pemberontakan pada masa ‘Utsm n bin ‘Aff n dan Mu‘ wiyah dan peperangan antara ‘Al  dan ‘ ’isyah. Ia juga banyak meriwayatkan  ad ts dari
para  sahabat. amūdah Ghur bah, Ab  al- asan al-Asy‘arī Kairo: Majm ‘ al-Bu ūts al-Isl mi-
yyah, 1993, h. 38.
33
W il dilahirkan di Madinah pada tahun 80 H dan wafat pada tahun 128 H di Ba rah. Ia dikenal memiliki kecerdasan dan pengetahuan yang luas dengan ditunjang retorika yang mumpuni.
Aktivitasnya dihabiskan dengan berdebat pada siang hari dan menuliskan argumentasi yang akan dia bangun pada malam harinya. Ia dikenal sebagai
z hid yang selalu beribadah kepada All h. Ia adalah penulis prolifik yang telah menghasilkan banyak karya di antaranya kitab al-
Alf Mas’alah Fī al-
Radd ‘Al ’ al-M nawiyyah. Al-Ghur b , T rīkh al-Firaq al-Isl miyyah, h. 73-8.
34
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspekya Jakarta: UI Press, 2009, J. 2, h. 32.
cara  pemecahannya  problem  solving  oriented.
35
Secara  umum  terdapat  tiga halaqah keilmuan yang berkembang pada masa itu, di antaranya:
Pertama, halaqah yang membahas pokok-pokok akidah. Kedua, halaqah yang membahas tentang
ad ts Rasulullah Saw. metode dan proses  pengumpulannya  dari  berbagai  Negara,  serta  pembahasan  tentang  para
perawi dan kemungkinan diterima atau tidaknya pribadi dan riwayat mereka. Ketiga, halaqah yang membahas masalah fikih dari al-
Qur’an dan sunnah, ter- masuk membahas fatwa untuk menjawab masalah-masalah baru yang muncul saat
itu, yang belum pernah muncul sebelumnya.
36
Dari ketiga kajian keagamaan di atas, nampaknya Abū  an fah tertarik pada kajian  tentang  akidah.  Ketertarik
an  Abū  an fah  di  sini  lebih  berorientasi  pada diskursus seputar kalam untuk membantah berbagai pendapat atau doktrin berbagai
kelompok keagamaan yang pada saat itu berkembang luas di ‘Ir q. Di ‘Ir q pada saat itu terdapat banyak kelompok keagamaan yang tumbuh dan
berkembang seperti Sy ‘ah, Khaw rij, Murji’ah, Mu‘tazilah, dan kelompok lain- nya.
37
Di  tengah-tengah  keheterogenan  kelompok  keagamaan  yang  ada  seperti inilah Abū  an fah berbaur dan berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Keberada-
an  kelompok-kelompok  di  atas  sedikit  banyak  memberikan  dampak  pada  corak pemikiran  kalam  yang  dihasilkan  oleh
Abū  an fah,  di  mana  ia  berusaha memberikan  sebuah  sintesis  terkait  dengan  berbagai  macam  pandangan  yang
berbeda-beda  untuk  kemudian  mencari  jalan  keluar  dengan  membuat  tesis  yang cenderung berbeda dengan pandangan kelompok-kelompok di atas. Pada dasarnya
35
Muhammad Amin Abdullah, Falsafah Kalam Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995, h. 14.
36
Muhammad al-Jamal, Biografi Sepuluh Imam Besar Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2003, h. 8.
37
Abū Zahrah, Ab   anīfah, h. 22.
apa yang menjadi akidah Ab ū  an fah merupakan terusan dari apa yang menjadi
akidah salaf al- li  dan ahl al- ad ts yang akan menjadi pondasi kuat bagi doktrin
ahl al-sunnah wa al-jam ‘ah.
Berikut beberapa gambaran tentang kelompok yang berkembang di ‘Iraq di mana Abū  an fah hidup di dalamnya beserta ajaran-ajarannya.
Kelompok yang sudah berkembang pesat pada saat itu adalah Sy ‘ah. Menge-
nai  kemunculan Sy ‘ah dalam sejarah, terdapat perbedaan di kalangan para ahli.
Ada  yang  mengatakan  bahwa Sy ‘ah  mulai  muncul  ke  permukaan  sejarah  pada
masa akhir pemerintahan ‘Utsm n bin ‘Aff n. Selanjutnya aliran ini tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan
‘Al  bin Ab   lib. Ada juga yang mengata- kan bahwa
Sy ‘ah muncul ketika berlangsung perang antara ‘Al  dan Mu‘ wiyah yang  dikenal  dengan  perang
iff n.  Dalam  peperangan  ini,  sebagai  respon  atas penerimaan  ‘Al   terhadap  arbitrase  yang  ditawarkan  Mu‘ wiyah,  pasukan  ‘Al
dice ritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap ‘Al  disebut
Sy ‘ah dan kelompok lain menolak sikap ‘Ali disebut Khaw rij.
38
Setelah terjadi perang iff n, pengikut setia ‘Al  berpindah dan menetap di
‘Ir q. Mereka memilih ‘Ir q sebagai tempat tinggal lantaran beberapa sebab. Di antaranya, ‘Al  bin Ab   lib menjadikan ‘Ir q sebagai kediamannya pada masa
kekhalifahan. Rakyat ‘Ir q sudah menganggap istimewa ‘Al  dan memiliki banyak kelebihan  sehingga  membuat  mereka  menghargainya.  Selain  itu,  mereka  tidak
pernah menunjukkan rasa pa tuh terhadap para penguasa Umaw .
39
Hal inilah yang menjadikan  ‘Ir q  sebagai  wilayah  yang  paling  potensial  untuk  mengembangkan
paham- paham Sy ‘ .
38
Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam Bandung: Pustaka Setia, 2013, h. 112.
39
Abū Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam, h. 37.
Salah satu pandangan Sy ‘ah yang membedakan dengan Sunn  adalah doktrin imamah,
40
bahwa keimaman ‘Al  telah ditunjuk melalui na  dan wasiat dari All h Swt.  baik  itu  secara  jelas  maupun  samar-samar,  bukan  ditunjuk  oleh  keinginan
rakyat melalui pemilihan, tetapi imamah adalah bagian dari pondasi agama rukun al-
dīn yang mana tidak boleh bagi seorang Nabi mengabaikan dan melalaikannya untuk diserahkan kepada masyarakat umum.
41
Bagi Sy ‘ah, seorang imam merupa- kan  pemimpin  komunitas  Islam  satu-satunya  yang  sah,  dan  ditunjuk  oleh  Tuhan
untuk memegang kekuasaan tertinggi. Di samping itu seorang imam adalah pemim- pin agama dan spiritual. Oleh karenanya kedudukannya jauh lebih tinggi daripada
manusia biasa, dan terbebas dari kesalahan ‘i mah.
42
Perlu ditegaskan di sini bah- wa  yang dimaksud dengan imam dalam terminologi Sy ‘ah hanya terbatas pada
keturunan Nabi Saw. melalui jalur F imah dan ‘Al .
43
Al- Syahrastan  membagi kelompok Sy ‘ah menjadi lima kelompok di antara-
nya Kays niyyah, Zaydiyyah, Im miyyah, Ghul t, dan Ism ‘ liyyah.
44
Pandangan yang  ekstrim  dikemukakan  oleh  kelompok  al-
Bay niyyah—salah  satu  sempalan dari Sy ‘ah al-Kays niyyah, yang mengatakan bahwa ‘Al  adalah reinkarnasi dari
Tuhan. Lebih dari itu mereka mengatakan s ebagian dz t Tuhan melekat pada diri
40
Kelompok  ahl  al-sunnah  menganggap  definisi  imamah  sebatas  jabatan  kekhalifahan. imamah dan khalifah adalah dua istilah yang bermakna satu sinonim yaitu seorang pemimpin biasa
dan penguasa dalam bingkai sosial. Berbeda dengan Sy ‘ah yang menyatakan imamah adalah bentuk dari pemerintahan Tuhan yang merupakan perintah
All h dalam penunjukannya sebagaimana hal- nya dalam kenabian. Sayyid Mujtaba Musawi al-Lari, Teologi Islam Syiah Jakarta: al-Huda, 2004,
h. 238-9.
41
Mu ammad bin ‘Abd al-Kar m al-Syahrast n , Al-Milal Wa al-Ni al ẒBeirut: D r al-Kutub
al- ‘Ilmiyyah, 2011ẓ, h. 118.
42
Philip K. Hitti, History Of The Arabs, h. 309.
43
Walaupun  doktrin  tentang  imam  menempati  kedudukan  yang  sentral  dalam  Syi’isme, namun  kelompok-
kelompok  Sy ‘ah terpecah secara tajam  dalam persoalan  mengenai siapa-siapa yang disebut sebagai imam. Fazlur Rahman, Islam Bandung: Pustaka, 2003, h. 255., yang masyhur
di antaranya Sy ‘ah itsn  ‘asyariyah yang meyakini ada dua belas imam dan Sy ‘ah Sab‘iyyah yang hanya meyakini ada tujuh imam.
44
Al- Syahrast n , Al-Milal Wa al-Ni al, h. 118.
‘Al  kemudian menjelma dalam dirinya Ẓ alla fī ‘Alī juz‘un il hiyyun wa ittakhadza bi jasadihi.
45
Bahkan ‘Abdullah bin Sab ’ terang-terangan mengatakan di depan ‘Al , ‘anta al-il h’.
46
Namun demikian ada di antara kelompok Sy ‘ah yang paham- nya tidak jauh berbeda dengan ahl al-sunnah seperti al-Zaydiyyah.
Kelompok lain yang berkem bang pada masa dinasti Umayyah di ‘Ir q adalah
Khaw rij. Pada prinsipnya kelompok ini muncul berbarengan dengan berkembang- nya kelompok Sy ‘ah. Kelompok Khaw rij adalah pendukung ‘Ali yang setia. Na-
mun setelah Al  menerima arbitrase Ẓta kim, mereka keluar dari barisan Al  dan menganggapnya kafir. Setelah itu mereka membuat suatu perkumpulan yang ber-
jumlah dua belas ribu orang di sebuah desa yang bernama aurūr ’ di Kūfah dan
menunjuk ‘Abdullah bin Wahb al-R sib  sebagai imam menggantikan ‘Al  bin Ab lib.
47
Doktrin dari kelompok ini —sebagaimana yang disebutkan oleh Abū  asan
al-Asy ‘ar —adalah  menganggap  kafir  ‘Al   bin  Ab   lib,  ‘Utsman  bin  ‘Aff n,
orang yang ikut perang Jamal a b al-jamal, kedua perantara ta kim, orang yang
membenarkan  peristiwa  ta kim,  dan  wajib  keluar  dari  sistem  pemerintahan  yang ẓ lim.
48
Al-Baghd d mencatat  bahwa  kelompok  Khaw rij  terbagi  menjadi  dua
puluh kelompok.
49
Di antara tokoh- tokoh Khaw rij yang terkenal adalah N fi‘ bin
al-Azraq al- anaf ; pemimpin kelompok Khaw rij al-Az riqah, Najdat bin ‘ mir
al- anaf ; pemimpin kelompok Khaw rij al-Najd t, Ziy d bin al-A far; pemimpin
45
Al- Syahrast n , Al-Milal Wa al-Ni al, h. 122.
46
Al- Syahrast n , Al-Milal Wa al-Ni al, h. 140.
47
‘Abd al-Q hir Al-Baghd d , al-Farq Bayn al-Fir q ẒBeirut: D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t, h. 51., Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan Jakarta:
UI Press, 2013, h. 13.
48
Di  dalam  definisi  yang  dikemukakan  di  atas  tidak  dicantumkan  pengafiran  pelaku  dosa besar karena tidak semua kelompok Khaw rij menganggap pelaku dosa besar sebagai kafir. Seperti
halnya al- Najd t yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar dinamakan kafir ni‘mat bukan kafir
dalam urusan agama kafir millah. Al- Baghd d , al-Farq Bayn al-Fir q, h. 50.
49
Al- Baghd d , al-Farq Bayn al-Fir q, h. 49.
kelompok Khaw rij al- ufriyyah, ‘Abd al-Kar m bin ‘Ajrad; pemimpin kelompok
Khaw rij  al-‘Aj ridah,  ‘Abdullah  bin  Iba ;  pemimpin  kelompok  Khaw rij  al- Ib
iyyah. Selain itu juga ada kelompok Murji’ah yang mengusung paham doktrin irj ’,
yaitu penangguhan hukuman terhadap orang beriman yang melakukan dosa besar, dan mereka tetap dianggap muslim, bukan kafir. Kata
arja’a juga dapat diartikan memberi pengharapan. Orang yang berpendapat bahwa orang Islam yang melaku-
kan  dosa  besar  bukanlah  kafir  tetapi  tetap  mukmin  dan  tidak  akan  kekal  dalam neraka, memang memberi pengharapan bagi yang berbuat dosa besar untuk men-
dapat  rahmat All h. Oleh karena itu ada juga pendapat yang mengatakan bahwa
nama  Murji’ah  diberikan  kepada  golongan  ini,  bukan  karena  mereka  menunda penentuan hukum  terhadap orang  Islam  yang berdosa besar kepada
All h di hari perhitungan kelak dan bukan pula karena mereka memandang perbuatan mengam-
bil tempat kudian dari iman, tetapi karena mereka memberi pengharapan bagi orang yang berdosa besar untuk masuk surga.
50
Mengenai kelompok ini, Mu‘tazilah berpendapat bahwa semua orang yang tidak berpendapat pelaku dosa besar akan disiksa di neraka selamanya dinamakan
dengan Murji’ah. Dengan kata lain kebanyakan dari golongan Murji’ah berasal dari kelompok ahl al-
ad ts dan fiqh yang pada umumnya mereka mengatakan pelaku dosa besar akan disiksa di neraka tetapi tidak akan kekal.
51
Implikasi dari pendapat Mu‘tazilah tersebut mereka memasukkan tokoh-tokoh besar Islam seperti al- asan
bin Mu a mmad bin ‘Al  bin Ab   lib, Sa‘ d bin Jubayr,  alq bin  ubayr, ‘Amr
bin  Murrah,  Mu rib  bin  Ziy d,  Muq til  bin  Sulaym n,  ammad  bin  Ab
50
Harun Nasution, Teologi Islam, h. 25-6.
51
Abū Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam, h. 147.
Su laym n, Dzar, ‘Amr bin Dzarr, Abū  an fah,
52
Abū Yūsuf, Mu ammad bin al- asan, Qad d bin Ja‘far dan lain-lain ke dalam kelompok Murji’ah.
53
Dalam menyikapi persoalan di atas, Abū Zahrah memberikan sintesis apik
dengan mengatakan sebaiknya pemberian sifat Murji’ah dijauhkan dari para tokoh ulama sehingga tidak dipersepsikan bahwa mereka termasuk ke dalam kelompok
Murji’ah ekstrim.
54
Kelompok  lain  yan g  berkembang  adalah  Mu‘tazilah  yang  didirikan  oleh
W il bin ‘A ’ 80-131 H di Ba rah.
55
Ia sezaman dengan Ab ū  an fah 80-150
H,  hanya  saja  ia  berdomisili  di  Ba rah  dan  Ab ū  an fah  di  Kūfah.  Keduanya
merupakan murid dari Zayd bin ‘Al  Zayn al-‘ bid n bin ‘Al  bin Ab   lib Ẓ80- 122  H.
56
Dari  hubungan  keduanya  sebagai  murid  Zayd  dapat  dipastikan  bahwa Abū  an fah  pernah  bertemu  dengan  W il  walaupun  tidak  ada  khabar  yang
mengatakan antara keduanya pernah terjadi perdebatan muj dalah. Namun dari
cerita  ya ng  mengatakan  bahwa  Abū  an fah  sering  melakukan  ri lah  Kūfah-
Ba rah lebih dari 27 kali  hanya untuk mendebat kalangan ateis ahl al-il d dan
bid‘ah Ẓahl al-bida‘ẓ khususnya dari kelompok Mu‘tazilah, Khaw rij, dan Sy ‘ah,
57
ada kemungkinan Abū  an fah pernah melakukan kontak dengan W il.
52
Di dalam Maq l t al-Isl miyyīn, Abū  asan al-Asy‘ar  memasukkan nama Abū  an fah
dan pengikutnya ke dalam kelompok kesembilan dari Murji’ah. Al-Asy‘ar , al-Maq l t al-Isl mi- yyīn, Jld. 1, h. 202.
53
Al- Syahrast n , al-Milal Wa al-Ni al, h. 117.
54
Abū Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam, h. 148. Yang dimaksud dengan kelompok ekstrim adalah al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin
afw n. Menurut kelompok ini orang Islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan kekafiran
secara lisan tidaklah  menjadi  kafir, karena imam dan  kufr tempatnya di  hati. Bahkan orang  yang menyembah berhala dan menjalankan ajaran-ajaran agama Yahudi dan Kristen dengan menyembah
salib, menyatakan percaya pada trinity, dan kemudian mati, orang tersebut bagi All h merupakan
muslim yang sempurna imanya. Harun Nasution, Teologi Islam, h. 28.
55
Harun Nasution, Teologi Islam, h. 44.
56
Abū Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam, h. 47.
57
Wahb  Sulaym n, Ab   anīfah, h. 50.
Dalam membangun paradigma pemikirannya, W il banyak terpengaruh oleh
filsafat Yunani terutama dari argumentasi dan premis logika yang digunakan dalam meruntuhkan berbagai pandangan yang bertentangan dengannya. Pemikiran
W il ini banyak menda
pat simpati dari masyarakat ‘Ir q pada masa dinasti Umayah dan mencapai  puncaknya  pada  masa  khalifah-
khalifah  ‘Abbasiyah  al-Ma’mūn  198- 218 H, al-Mu
‘ta m Ẓ218-223 H, dan al-W tsiq Ẓ223-228 H, terlebih pada masa al-
Ma’mūn, Mu‘tazilah dijadikan sebagai madzhab resmi negara.
58
Terlepas dari berbagai stigma negatif yang sering disematkan kepada kelom- pok Mu‘tazilah, kelompok ini memiliki jasa-jasa yang besar bagi Islam terutama
dalam  hal  membela  agama  dari  kelompok-kelompok  agama  Majusi,  Yahudi, Nasrani, dan lain sebagainya termasuk kelompok intern yang ingin menghancurkan
agama Islam. Kelompok ini juga terkenal dengan kelompok pertama dalam Islam yang menggunakan agumentasi rasional dalam mempertahankan akidah Islam dari
serangan  akidah  lain,  bahkan  doktrin  al-U l  al-Khamsah
59
yang  mereka  usung merupakan  hasil  serangkaian  perdebatan  sengit  yang  terjadi  antara  kelompok
mereka dan musuh-musuhnya. Prinsip Taw īd, dimaksudkan untuk menolak paham
al-Mujassimah dan al-Musyabbihah, prinsip keadilan dimaksudkan untuk memban- tah  paham  Murji’ah.  Adapun  al-Manzilah  Bayn  al-Manzilatayn  untuk  menolak
paham Murji’ah dan Khaw rij sekaligus.
60
C. Pandangan ‘Ulama terhadap Ab  Ḥan fah