Kondisi Kebudayaan dan Keagamaan di ‘Irāq

mengambil ilmu kepada mereka. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Abu Hanifah pernah bertemu langsung dan meriwayatkan hadis dari mereka, tetapi pendapat ini tidak kuat. 20 Abu Hanifah wafat pada pertengahan bulan s yaww l, ada juga yang mengata- kan rajab, dan sebagian yang lain pada s ya‘b n pada tahun 150 H pada usia 70 tahun. 21 Ia wafat di dalam penjara dalam keadaan sujud dan dimakamkan di pemakaman Khayzar n, Baghd d. 22 Dikisahkan ketika Abu Hanifah wafat, banyak orang yang menyalatkan jenazahnya sampai tempat untuk menyalatkannya tersebut tidak memadai untuk diisi oleh semua orang dan akhirnya mereka bergantian sampai enam kali. 23

B. Kondisi Kebudayaan dan Keagamaan di ‘Irāq

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa Abū an fah dilahirkan pada tahun 80 H di Kūfah bertepatan dengan masa khalifah ‘Abd al-Malik bin Marw n 66-86 H 685-709 M 24 pada dinasti Umayyah dan meninggal pada tahun 150 H di Baghd d pada masa khalifah Ab ū Ja‘far al-Man ūr Ẓ137-159 H754-774 M—awal dinasti ‘Abbasiyah. 25 Ia pernah menyaksikan puncak kekuasaan dan kemuliaan dinasti Umayyah sampai masa kemunduran dan kebinasaannya dan juga menyaksikan awal perkembangan dan kemajuan dinasti ‘Abbasiyah. Abū an fah mendapati 20 Al-Kha b al-Baghd d , T rīkh Baghd d, Juz. 15, h. 444., Al-Dzahabi, Siyar, Juz. 6, h. 391. 21 A mad bin asan bin Qanfadz, al- Wafiyy t: Mu‘jam Zamanī Li a bat Wa A‘l m al- Mu additsīn Wa al-Fuqah ’ Wa al-Mu’allifīn Beirut: D r al- f q al-Jad dah, 1983ẓ, h. 129-30., al al-D n al- afad , al-W fī Bi al-Wafiyy t ẒBeirut: D r I y ’ al-Tur ts, 2000ẓ, J. 27, h. 89., Mu ammad bin Sa‘d, al- abaq t al-Kubr ’ ẒBeirut: D r dir, 1968ẓ, J. 8, h. 277. 22 Al- usayn bin ‘Al al- anaf , Akhb r Abī anīfah Wa A bih ẒBeirut: ‘ lam al-Kutub, 1985, h. 93. 23 Ism ‘ l bin ‘Umar bin Kats r al-Dimasyq , al-Bid yah Wa al-Nih yah ẒBeirut: D r al-Fikr, 1986, J. 10, h. 108. 24 Syed Mahmudunnasir, Islam: Konsep dan Sejarahnya Bandung: Rosda, 2005, h. 181. 25 Mahmudunnasir, Islam, h. 213. masa dinasti Umawiyah sekitar 52 tahun sedangkan hanya mendapati 12 tahun saja pada masa dinasti ‘Abbasiyah. 26 Pada periode kekuasaan dinasti Umayyah, Kūfah—selain itu juga ada Ba rah —menjadi pusat aktivitas intelektual di dunia Islam. 27 Kota Kūfah merupa- kan salah satu kota terbesar di ‘Ir q. Sesuai dengan namanya Kūfah ẒArab: berkum- pul adalah tempat berkumpulnya orang-orang dari berbagai bangsa dan negara, berbagai ras dan agama. 28 Semuanya berkumpul di dalam satu kota yang tenang, damai, dan indah bernama Kūfah. Hal ini menjadikan kota ini sebagai kota yang mempunyai peradaban tertinggi di antara kota-kota lain di Jazirah Arab bahkan dunia. Sebagaimana yang dikatakan oleh Fu d al- Ahw n , kota ini menjadi pusat kebudayaan dunia, sehingga kota ini mirip dengan Athena pada abad ke-5 Sebelum Masehi dan mirip dengan Paris pada abad ke-19 Masehi. 29 Di samping itu, ‘Ir q Kūfah dan Ba rah merupakan tempat pertemuan peradaban-peradaban kuno. Di sana terdapat berbagai pengetahuan Persia dan Kaldan serta sisa-sisa peradaban kedua bangsa tersebut. Filsafat Yunani dan pemikiran Hindu pun masuk ke ‘Ir q. Berbagai peradaban dan pemikiran bercampur di ‘Iraq sehingga ia menjadi tempat tumbuhnya berbagai kelompok keagamaan di dalam Islam. 30 Oleh karenanya tidak mengherankan jika banyak pemikir yang terkenal ber- asal dari ‘Iraq ẒKūfah dan Ba rah lantaran di dalamnya sudah mempunyai peradab- an yang maju dan berkembang berbagai macam cabang ilmu pengetahuan seperti 26 Abū Zahrah, Ab anīfah, h. 89-90. 27 Philip K. Hitti, History Of The Arabs Jakarta: Serambi, 2008, h. 301. 28 Banyak pendapat mengenai penamaan kota ini dengan nama Kūfah. Salah satunya adalah karena kota ini dij adikan tempat berkumpul manusia dari berbagai negara. Y qūt bin ‘Abdillah al- amaw , Mu‘jam al-Buld n ẒBeirut: D r al-Fikr, t.th, J. 4, h. 490. 29 Fu d al-Ahw n , Filsafat Islam Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008, h. 64. 30 Abū Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam Jakarta: Gaya Media Pratama, 2011, h. 37. ilmu ukur geometri, aljabar, ilmu falak, astronomi, filsafat Yunani, ikmah, dan ilmu-ilmu lainnya termasuk di dalamnya ilmu kalam. 31 Di antara para tokoh yang paling terkenal di dalam sejarah perkembangan ilmu kalam pada saat itu adalah asan al-Ba r w.110 H 32 yang mewakili aliran ahl al-sunnah dan muridnya Wa l bin ‘A ’ w.128 H 33 yang mewakili aliran Mu‘tazilah. 34 ‘Ir q juga dikenal sebagai tempat tumbuhnya berbagai kajian ilmiah serta penduduknya memiliki kecerdasan dan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan. Termasuk di dalamnya Abū an fah yang sedari kecil menaruh perhatian lebih ter- hadap ilmu pengetahuan di samping memiliki kecerdasan yang mumpuni khusus- nya dalam bidang kalam. Ketertarikan Abū an fah pada ilmu kalam tidak terlepas dari kebudayaan yang berkembang pada masa itu, di mana kajian-kajian keagamaan berkembang pes at dan menjamur di seantero ‘Ir q. Lumrahnya kajian-kajian sema- cam itu dipraktikkan secara berkelompok di mana ada satu pengajar dan banyak murid yang mendengarkan atau menyimak apa yang dikatakan oleh sang guru. Di sini sang murid tidak dididik untuk pandai menghapal saja, akan tetapi lebih diajak menilai, mengevaluasi secara kritis, dan diajarkan pula cara mengkaji persoalan dan 31 Abū Zahrah, Ab anīfah, h. 21. 32 Nama lengkapnya Abū Sa‘ d al- asan bin Yas r. Ia dilahirkan pada tahun 21 H di Madinah pada masa kekhalifahan ‘Umar bin al-Kha b dan meninggal pada tahun 110 H di Ba rah. Semasa kecil dibesarkan di rumah Ummu Salamah, istri Nabi dan setelah besar menetap di Ba rah sampai dijuluki imam ahl al-Ba rah. Ia pernah menyaksikan pemberontakan pada masa ‘Utsm n bin ‘Aff n dan Mu‘ wiyah dan peperangan antara ‘Al dan ‘ ’isyah. Ia juga banyak meriwayatkan ad ts dari para sahabat. amūdah Ghur bah, Ab al- asan al-Asy‘arī Kairo: Majm ‘ al-Bu ūts al-Isl mi- yyah, 1993, h. 38. 33 W il dilahirkan di Madinah pada tahun 80 H dan wafat pada tahun 128 H di Ba rah. Ia dikenal memiliki kecerdasan dan pengetahuan yang luas dengan ditunjang retorika yang mumpuni. Aktivitasnya dihabiskan dengan berdebat pada siang hari dan menuliskan argumentasi yang akan dia bangun pada malam harinya. Ia dikenal sebagai z hid yang selalu beribadah kepada All h. Ia adalah penulis prolifik yang telah menghasilkan banyak karya di antaranya kitab al- Alf Mas’alah Fī al- Radd ‘Al ’ al-M nawiyyah. Al-Ghur b , T rīkh al-Firaq al-Isl miyyah, h. 73-8. 34 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspekya Jakarta: UI Press, 2009, J. 2, h. 32. cara pemecahannya problem solving oriented. 35 Secara umum terdapat tiga halaqah keilmuan yang berkembang pada masa itu, di antaranya: Pertama, halaqah yang membahas pokok-pokok akidah. Kedua, halaqah yang membahas tentang ad ts Rasulullah Saw. metode dan proses pengumpulannya dari berbagai Negara, serta pembahasan tentang para perawi dan kemungkinan diterima atau tidaknya pribadi dan riwayat mereka. Ketiga, halaqah yang membahas masalah fikih dari al- Qur’an dan sunnah, ter- masuk membahas fatwa untuk menjawab masalah-masalah baru yang muncul saat itu, yang belum pernah muncul sebelumnya. 36 Dari ketiga kajian keagamaan di atas, nampaknya Abū an fah tertarik pada kajian tentang akidah. Ketertarik an Abū an fah di sini lebih berorientasi pada diskursus seputar kalam untuk membantah berbagai pendapat atau doktrin berbagai kelompok keagamaan yang pada saat itu berkembang luas di ‘Ir q. Di ‘Ir q pada saat itu terdapat banyak kelompok keagamaan yang tumbuh dan berkembang seperti Sy ‘ah, Khaw rij, Murji’ah, Mu‘tazilah, dan kelompok lain- nya. 37 Di tengah-tengah keheterogenan kelompok keagamaan yang ada seperti inilah Abū an fah berbaur dan berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Keberada- an kelompok-kelompok di atas sedikit banyak memberikan dampak pada corak pemikiran kalam yang dihasilkan oleh Abū an fah, di mana ia berusaha memberikan sebuah sintesis terkait dengan berbagai macam pandangan yang berbeda-beda untuk kemudian mencari jalan keluar dengan membuat tesis yang cenderung berbeda dengan pandangan kelompok-kelompok di atas. Pada dasarnya 35 Muhammad Amin Abdullah, Falsafah Kalam Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995, h. 14. 36 Muhammad al-Jamal, Biografi Sepuluh Imam Besar Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2003, h. 8. 37 Abū Zahrah, Ab anīfah, h. 22. apa yang menjadi akidah Ab ū an fah merupakan terusan dari apa yang menjadi akidah salaf al- li dan ahl al- ad ts yang akan menjadi pondasi kuat bagi doktrin ahl al-sunnah wa al-jam ‘ah. Berikut beberapa gambaran tentang kelompok yang berkembang di ‘Iraq di mana Abū an fah hidup di dalamnya beserta ajaran-ajarannya. Kelompok yang sudah berkembang pesat pada saat itu adalah Sy ‘ah. Menge- nai kemunculan Sy ‘ah dalam sejarah, terdapat perbedaan di kalangan para ahli. Ada yang mengatakan bahwa Sy ‘ah mulai muncul ke permukaan sejarah pada masa akhir pemerintahan ‘Utsm n bin ‘Aff n. Selanjutnya aliran ini tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan ‘Al bin Ab lib. Ada juga yang mengata- kan bahwa Sy ‘ah muncul ketika berlangsung perang antara ‘Al dan Mu‘ wiyah yang dikenal dengan perang iff n. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan ‘Al terhadap arbitrase yang ditawarkan Mu‘ wiyah, pasukan ‘Al dice ritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap ‘Al disebut Sy ‘ah dan kelompok lain menolak sikap ‘Ali disebut Khaw rij. 38 Setelah terjadi perang iff n, pengikut setia ‘Al berpindah dan menetap di ‘Ir q. Mereka memilih ‘Ir q sebagai tempat tinggal lantaran beberapa sebab. Di antaranya, ‘Al bin Ab lib menjadikan ‘Ir q sebagai kediamannya pada masa kekhalifahan. Rakyat ‘Ir q sudah menganggap istimewa ‘Al dan memiliki banyak kelebihan sehingga membuat mereka menghargainya. Selain itu, mereka tidak pernah menunjukkan rasa pa tuh terhadap para penguasa Umaw . 39 Hal inilah yang menjadikan ‘Ir q sebagai wilayah yang paling potensial untuk mengembangkan paham- paham Sy ‘ . 38 Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam Bandung: Pustaka Setia, 2013, h. 112. 39 Abū Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam, h. 37. Salah satu pandangan Sy ‘ah yang membedakan dengan Sunn adalah doktrin imamah, 40 bahwa keimaman ‘Al telah ditunjuk melalui na dan wasiat dari All h Swt. baik itu secara jelas maupun samar-samar, bukan ditunjuk oleh keinginan rakyat melalui pemilihan, tetapi imamah adalah bagian dari pondasi agama rukun al- dīn yang mana tidak boleh bagi seorang Nabi mengabaikan dan melalaikannya untuk diserahkan kepada masyarakat umum. 41 Bagi Sy ‘ah, seorang imam merupa- kan pemimpin komunitas Islam satu-satunya yang sah, dan ditunjuk oleh Tuhan untuk memegang kekuasaan tertinggi. Di samping itu seorang imam adalah pemim- pin agama dan spiritual. Oleh karenanya kedudukannya jauh lebih tinggi daripada manusia biasa, dan terbebas dari kesalahan ‘i mah. 42 Perlu ditegaskan di sini bah- wa yang dimaksud dengan imam dalam terminologi Sy ‘ah hanya terbatas pada keturunan Nabi Saw. melalui jalur F imah dan ‘Al . 43 Al- Syahrastan membagi kelompok Sy ‘ah menjadi lima kelompok di antara- nya Kays niyyah, Zaydiyyah, Im miyyah, Ghul t, dan Ism ‘ liyyah. 44 Pandangan yang ekstrim dikemukakan oleh kelompok al- Bay niyyah—salah satu sempalan dari Sy ‘ah al-Kays niyyah, yang mengatakan bahwa ‘Al adalah reinkarnasi dari Tuhan. Lebih dari itu mereka mengatakan s ebagian dz t Tuhan melekat pada diri 40 Kelompok ahl al-sunnah menganggap definisi imamah sebatas jabatan kekhalifahan. imamah dan khalifah adalah dua istilah yang bermakna satu sinonim yaitu seorang pemimpin biasa dan penguasa dalam bingkai sosial. Berbeda dengan Sy ‘ah yang menyatakan imamah adalah bentuk dari pemerintahan Tuhan yang merupakan perintah All h dalam penunjukannya sebagaimana hal- nya dalam kenabian. Sayyid Mujtaba Musawi al-Lari, Teologi Islam Syiah Jakarta: al-Huda, 2004, h. 238-9. 41 Mu ammad bin ‘Abd al-Kar m al-Syahrast n , Al-Milal Wa al-Ni al ẒBeirut: D r al-Kutub al- ‘Ilmiyyah, 2011ẓ, h. 118. 42 Philip K. Hitti, History Of The Arabs, h. 309. 43 Walaupun doktrin tentang imam menempati kedudukan yang sentral dalam Syi’isme, namun kelompok- kelompok Sy ‘ah terpecah secara tajam dalam persoalan mengenai siapa-siapa yang disebut sebagai imam. Fazlur Rahman, Islam Bandung: Pustaka, 2003, h. 255., yang masyhur di antaranya Sy ‘ah itsn ‘asyariyah yang meyakini ada dua belas imam dan Sy ‘ah Sab‘iyyah yang hanya meyakini ada tujuh imam. 44 Al- Syahrast n , Al-Milal Wa al-Ni al, h. 118. ‘Al kemudian menjelma dalam dirinya Ẓ alla fī ‘Alī juz‘un il hiyyun wa ittakhadza bi jasadihi. 45 Bahkan ‘Abdullah bin Sab ’ terang-terangan mengatakan di depan ‘Al , ‘anta al-il h’. 46 Namun demikian ada di antara kelompok Sy ‘ah yang paham- nya tidak jauh berbeda dengan ahl al-sunnah seperti al-Zaydiyyah. Kelompok lain yang berkem bang pada masa dinasti Umayyah di ‘Ir q adalah Khaw rij. Pada prinsipnya kelompok ini muncul berbarengan dengan berkembang- nya kelompok Sy ‘ah. Kelompok Khaw rij adalah pendukung ‘Ali yang setia. Na- mun setelah Al menerima arbitrase Ẓta kim, mereka keluar dari barisan Al dan menganggapnya kafir. Setelah itu mereka membuat suatu perkumpulan yang ber- jumlah dua belas ribu orang di sebuah desa yang bernama aurūr ’ di Kūfah dan menunjuk ‘Abdullah bin Wahb al-R sib sebagai imam menggantikan ‘Al bin Ab lib. 47 Doktrin dari kelompok ini —sebagaimana yang disebutkan oleh Abū asan al-Asy ‘ar —adalah menganggap kafir ‘Al bin Ab lib, ‘Utsman bin ‘Aff n, orang yang ikut perang Jamal a b al-jamal, kedua perantara ta kim, orang yang membenarkan peristiwa ta kim, dan wajib keluar dari sistem pemerintahan yang ẓ lim. 48 Al-Baghd d mencatat bahwa kelompok Khaw rij terbagi menjadi dua puluh kelompok. 49 Di antara tokoh- tokoh Khaw rij yang terkenal adalah N fi‘ bin al-Azraq al- anaf ; pemimpin kelompok Khaw rij al-Az riqah, Najdat bin ‘ mir al- anaf ; pemimpin kelompok Khaw rij al-Najd t, Ziy d bin al-A far; pemimpin 45 Al- Syahrast n , Al-Milal Wa al-Ni al, h. 122. 46 Al- Syahrast n , Al-Milal Wa al-Ni al, h. 140. 47 ‘Abd al-Q hir Al-Baghd d , al-Farq Bayn al-Fir q ẒBeirut: D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t, h. 51., Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan Jakarta: UI Press, 2013, h. 13. 48 Di dalam definisi yang dikemukakan di atas tidak dicantumkan pengafiran pelaku dosa besar karena tidak semua kelompok Khaw rij menganggap pelaku dosa besar sebagai kafir. Seperti halnya al- Najd t yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar dinamakan kafir ni‘mat bukan kafir dalam urusan agama kafir millah. Al- Baghd d , al-Farq Bayn al-Fir q, h. 50. 49 Al- Baghd d , al-Farq Bayn al-Fir q, h. 49. kelompok Khaw rij al- ufriyyah, ‘Abd al-Kar m bin ‘Ajrad; pemimpin kelompok Khaw rij al-‘Aj ridah, ‘Abdullah bin Iba ; pemimpin kelompok Khaw rij al- Ib iyyah. Selain itu juga ada kelompok Murji’ah yang mengusung paham doktrin irj ’, yaitu penangguhan hukuman terhadap orang beriman yang melakukan dosa besar, dan mereka tetap dianggap muslim, bukan kafir. Kata arja’a juga dapat diartikan memberi pengharapan. Orang yang berpendapat bahwa orang Islam yang melaku- kan dosa besar bukanlah kafir tetapi tetap mukmin dan tidak akan kekal dalam neraka, memang memberi pengharapan bagi yang berbuat dosa besar untuk men- dapat rahmat All h. Oleh karena itu ada juga pendapat yang mengatakan bahwa nama Murji’ah diberikan kepada golongan ini, bukan karena mereka menunda penentuan hukum terhadap orang Islam yang berdosa besar kepada All h di hari perhitungan kelak dan bukan pula karena mereka memandang perbuatan mengam- bil tempat kudian dari iman, tetapi karena mereka memberi pengharapan bagi orang yang berdosa besar untuk masuk surga. 50 Mengenai kelompok ini, Mu‘tazilah berpendapat bahwa semua orang yang tidak berpendapat pelaku dosa besar akan disiksa di neraka selamanya dinamakan dengan Murji’ah. Dengan kata lain kebanyakan dari golongan Murji’ah berasal dari kelompok ahl al- ad ts dan fiqh yang pada umumnya mereka mengatakan pelaku dosa besar akan disiksa di neraka tetapi tidak akan kekal. 51 Implikasi dari pendapat Mu‘tazilah tersebut mereka memasukkan tokoh-tokoh besar Islam seperti al- asan bin Mu a mmad bin ‘Al bin Ab lib, Sa‘ d bin Jubayr, alq bin ubayr, ‘Amr bin Murrah, Mu rib bin Ziy d, Muq til bin Sulaym n, ammad bin Ab 50 Harun Nasution, Teologi Islam, h. 25-6. 51 Abū Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam, h. 147. Su laym n, Dzar, ‘Amr bin Dzarr, Abū an fah, 52 Abū Yūsuf, Mu ammad bin al- asan, Qad d bin Ja‘far dan lain-lain ke dalam kelompok Murji’ah. 53 Dalam menyikapi persoalan di atas, Abū Zahrah memberikan sintesis apik dengan mengatakan sebaiknya pemberian sifat Murji’ah dijauhkan dari para tokoh ulama sehingga tidak dipersepsikan bahwa mereka termasuk ke dalam kelompok Murji’ah ekstrim. 54 Kelompok lain yan g berkembang adalah Mu‘tazilah yang didirikan oleh W il bin ‘A ’ 80-131 H di Ba rah. 55 Ia sezaman dengan Ab ū an fah 80-150 H, hanya saja ia berdomisili di Ba rah dan Ab ū an fah di Kūfah. Keduanya merupakan murid dari Zayd bin ‘Al Zayn al-‘ bid n bin ‘Al bin Ab lib Ẓ80- 122 H. 56 Dari hubungan keduanya sebagai murid Zayd dapat dipastikan bahwa Abū an fah pernah bertemu dengan W il walaupun tidak ada khabar yang mengatakan antara keduanya pernah terjadi perdebatan muj dalah. Namun dari cerita ya ng mengatakan bahwa Abū an fah sering melakukan ri lah Kūfah- Ba rah lebih dari 27 kali hanya untuk mendebat kalangan ateis ahl al-il d dan bid‘ah Ẓahl al-bida‘ẓ khususnya dari kelompok Mu‘tazilah, Khaw rij, dan Sy ‘ah, 57 ada kemungkinan Abū an fah pernah melakukan kontak dengan W il. 52 Di dalam Maq l t al-Isl miyyīn, Abū asan al-Asy‘ar memasukkan nama Abū an fah dan pengikutnya ke dalam kelompok kesembilan dari Murji’ah. Al-Asy‘ar , al-Maq l t al-Isl mi- yyīn, Jld. 1, h. 202. 53 Al- Syahrast n , al-Milal Wa al-Ni al, h. 117. 54 Abū Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam, h. 148. Yang dimaksud dengan kelompok ekstrim adalah al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin afw n. Menurut kelompok ini orang Islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan kekafiran secara lisan tidaklah menjadi kafir, karena imam dan kufr tempatnya di hati. Bahkan orang yang menyembah berhala dan menjalankan ajaran-ajaran agama Yahudi dan Kristen dengan menyembah salib, menyatakan percaya pada trinity, dan kemudian mati, orang tersebut bagi All h merupakan muslim yang sempurna imanya. Harun Nasution, Teologi Islam, h. 28. 55 Harun Nasution, Teologi Islam, h. 44. 56 Abū Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam, h. 47. 57 Wahb Sulaym n, Ab anīfah, h. 50. Dalam membangun paradigma pemikirannya, W il banyak terpengaruh oleh filsafat Yunani terutama dari argumentasi dan premis logika yang digunakan dalam meruntuhkan berbagai pandangan yang bertentangan dengannya. Pemikiran W il ini banyak menda pat simpati dari masyarakat ‘Ir q pada masa dinasti Umayah dan mencapai puncaknya pada masa khalifah- khalifah ‘Abbasiyah al-Ma’mūn 198- 218 H, al-Mu ‘ta m Ẓ218-223 H, dan al-W tsiq Ẓ223-228 H, terlebih pada masa al- Ma’mūn, Mu‘tazilah dijadikan sebagai madzhab resmi negara. 58 Terlepas dari berbagai stigma negatif yang sering disematkan kepada kelom- pok Mu‘tazilah, kelompok ini memiliki jasa-jasa yang besar bagi Islam terutama dalam hal membela agama dari kelompok-kelompok agama Majusi, Yahudi, Nasrani, dan lain sebagainya termasuk kelompok intern yang ingin menghancurkan agama Islam. Kelompok ini juga terkenal dengan kelompok pertama dalam Islam yang menggunakan agumentasi rasional dalam mempertahankan akidah Islam dari serangan akidah lain, bahkan doktrin al-U l al-Khamsah 59 yang mereka usung merupakan hasil serangkaian perdebatan sengit yang terjadi antara kelompok mereka dan musuh-musuhnya. Prinsip Taw īd, dimaksudkan untuk menolak paham al-Mujassimah dan al-Musyabbihah, prinsip keadilan dimaksudkan untuk memban- tah paham Murji’ah. Adapun al-Manzilah Bayn al-Manzilatayn untuk menolak paham Murji’ah dan Khaw rij sekaligus. 60

C. Pandangan ‘Ulama terhadap Ab Ḥan fah