pengeringan. Hasil pengamatan peneliti pekerja hanya menggunakan tangan yang dialasi sarung tangan kain dan sepatu bots.
1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, diketahui pekerja CV.F Lhokseumawe sering mengalami gangguan kesehatan yang diduga menderita dermatitis kontak
dengan gejala-gejala gatal-gatal, kemerahan, dan edema dan pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri yang memenuhi standar, sehingga dapat dirumuskan
masalah penelitian ini yaitu apakah ada hubungan karakteristik individu dan penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja CV.F
Lhokseumawe.
1.3 Tujuan penelitian
Untuk mengetahui hubungan karakteristik individu umur, pengetahuan, dan masa kerja dan penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian dermatitis kontak
pada pekerja paving block pada CV.F Lhokseumawe.
1.4 Hipotesis Penelitian
Apakah ada hubungan karakteristik individu umur, pengetahuan, dan masa kerja dan penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja paving block pada CV.F Lhokseumawe.
Erliana : Hubungan Karakteristik Individu Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Dermatitis..., 2008 USU e-Repository © 2009
1.5 Manfaat penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi pengusaha paving block untuk mengambil
keputusan dalam upaya penanggulangan penyakit akibat kerja terutama dermatitis kontak bagi pekerja pencetak paving block.
2. Pengembangan kemampuan penelitian dan menambah wawasan peneliti
dalam bidang kesehatan. 3.
Pengembangan konsep-konsep penanggulangan penyakit akibat kerja terutama penanggulangan penyakit dermatitis kontak.
Erliana : Hubungan Karakteristik Individu Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Dermatitis..., 2008 USU e-Repository © 2009
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Kulit Akibat Kerja
2.1.1 Definisi Penyakit Kulit Akibat Kerja
Pada prinsipnya penyebab terjadinya penyakit Akibat Kerja sama dengan penyebab penyakit lainnya yaitu tidakadanya keseimbangan antara host manusia,
agent penyebab dengan environment lingkungan. Menurut Srewart 1997, penyakit kulit akibat kerja atau yang dikenal dengan Occupational Dermatosis adalah
segala kelainan kulit yang disebabkan oleh agen yang berasal dari lingkungan kerja. Nama lain untuk penyakit kulit ini adalah dermatitis industrial, dermatitis kontak,
dermatitis kontak eksematosa, dermatitis iritan primer, dan dermatitis eksematosa alergika
Dermatitis kontak adalah proses patologis kulit yang timbul pada waktu melakukan pekerjaan dan pengaruh-pengaruh yang terdapat di dalam lingkungan
kerja dan lazim terjadi pada pekerja-pekerja yang berhubungan dengan bahan kimia dan panas, serta faktor mekanik sebagai gesekan, tekanan, trauma Siregar.RS, 1997.
Menurut Srewart 1997, bahwa lesi pada dermatitis kontak akan hilang dalam waktu beberapa hari. Hal ini berbeda dengan lesi yang terjadi pada urtikaria, yang
akan cepat hanya dalam beberapa menit atau jam. Ada dua bentuk dermatitis yang dihubungkan dengan pekerjaan yaitu
dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan. Kedua bentuk dermatitis ini sulit
Erliana : Hubungan Karakteristik Individu Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Dermatitis..., 2008 USU e-Repository © 2009
dibedakan satu sama lain, sering memerlukan pemeriksaan medis yang spesifik untuk membedakan keduanya.
A. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergika merupakan satu tipe penyakit kulit akibat sensitivitas yang tinggi terhadap suatu zat kimia. Zat kimia dalam kadar yang rendah
yang biasanya tidak menyebabkan iritasi kulit, akan menimbulkan kerusakan pada kulit akibat meningkatnya sensitivitas. Gejalanya antara lain, ruam kulit, bengkak,
gatal-gatal, dan melepuh. Gejala tersebut biasanya akan lenyap begitu kontak dengan zat kimia penyebab dihentikan, tetapi akan muncul lagi jika kulit kembali terpapar.
Dermatitis alergika terjadi jika kontak berulang dengan substasi seperti kromium terkandung dalam semen, kulit, agen, pembuat atap genteng, kobal terkandung
dalam deterjen, pigmen pewarna dan nikel benda yang berlapis nikel seperti anting, kunci, koin, peralatan. Karet dan beberapa jenis plastik serta zat adhesif juga dapat
menimbulkan efek tersebut Widyastuti P, 2006.
B. Dermatitis Kontak Iritan
Iritasi kulit dan alergika kulit merupakan kondisi yang paling lazim ditemui akibat paparan terhadap kulit yang terjadi di tempat kerja dalam industri kimia.
Beberapa campuranformulasi pestisida dapat menjadi sangat berbahaya jika formulanya toksik dan mengandung solven yang larut lemak, seperti minyak tanah,
xilen, dan produk petroleum lainnya yang dapat mempermudah pestisida menembus kulit Widyastuti P, 2006.
Erliana : Hubungan Karakteristik Individu Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Dermatitis..., 2008 USU e-Repository © 2009
Iritasi adalah suatu kondisi pada kulit yang muncul akibat kontak berkepanjangan dengan zat kimia tertentu. Setelah beberapa waktu, kulit akan
mengering, terasa nyeri, mengalami perdarahan, dan pecah-pecah. Kondisi ini diakibatkan oleh solven, asam, alkali basa dan deterjen. Begitu kontak dengan zat
kimia yang menyebabkan kondisi tersebut dihentikan, kulit akan pulih seperti sedia kala. Umumnya, proses penyembuhan akan memakan waktu sampai beberapa bulan.
Selama waktu itu, kulit akan menjadi rentan terhadap kerusakan daripada yang biasanya sehingga harus dilindungi Widyastuti P, 2006 .
2.2 Semen
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik disektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi
pasta semen. Jika ditambah agrerat halus pecahan batu halus dan semen, pasta semen akan menjadi mortar campuran semen, kapur dan kapur mati untuk merekat
batu yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras concrete. Semen dapat
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: semen non-hidrolik dan semen hidrolik Mulyono, 2005.
Erliana : Hubungan Karakteristik Individu Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Dermatitis..., 2008 USU e-Repository © 2009
2.2.1 Jenis Semen
A. Semen Non-Hidrolik
Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur.
Kapur dihasilkan oleh proses kimia dan mekanis di alam. Jenis kapur yang baik adalah kapur putih, yaitu yang mengandung kalsium oksida yang tinggi ketika masih
berbentuk kapur tohor belum berhubungan dengan air dan akan mengandung banyak kalsium hidroksida ketika telah berhubungan dengan air. Kapur tersebut
dihasilkan degan membakar batu kapur atau kalsium karbonat bersama bahan-bahan pengotornya yaitu magnesium, silikat, besi, alkali, alumina, dan belerang. Proses
pembakaran dilaksanakan dalam tungku tanur tinggi yang berbentuk vertikal atau tungku putar pada suhu 800°-1200°C. Kalsium karbonat terurai menjadi kalsium
oksida dan karbon dioksida dengan reaksi kimia sebagai berikut: CaCO
3
CaO + CO
2
Kalsium oksida yang terbentuk disebut kapur tohor, dan jika berhubungan dengan air akan menjadi kalsium hidroksida serta panas. Reaksi kimianya adalah:
CaO + H
2
O CaOH
2
+ panas Proses ini dinamakan proses mematikan kapur slaking dan hasilnya, yaitu
kalsium hidroksida, sering disebut sebagai kapur mati. Kecepatan berlangsungnya reaksi terutama bergantung pada kemurnian kapur, makin tinggi kemurnian kapur
yang bersangkutan makin besar daya reaksinya terhadap air Mulyono, 2005.
Erliana : Hubungan Karakteristik Individu Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Dermatitis..., 2008 USU e-Repository © 2009
B. Semen Hidrolik
Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen pozzolan, semen
terak, semen alam, semen portland, semen portland-pozzolan, semen portland terak tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif. Contoh lainnya adalah semen putih,
semen warna, dan semen-semen untuk keperluan khusus.
C. Bahan Kimia yang terkadung dalam Semen
Semen yang paling banyak dipakai saat ini terutama mengandung kalsium silikat, alumunium, dan senyawa besi. Selain itu, semen juga mengandung kromium
VI atau disebut juga dengan kromat dalam jumlah yang sedikit. Kromat dikenal sebagai penyebab utama terjadinya dermatitis kontak pada pekerja yang sering
terpapar kontak dengan semen. Menurut Mulyono 2005 yang mengutip pendapat Cronin, E,1980, bahwa
kandungan kromat dalam semen tidak dapat diturunkan meskipun dengan melakukan penggantian bahan mentah atau merubah proses pembuatan. Namun, telah ditemukan
suatu cara yaitu dengan penambahan fero sulfat dapat menurunkan bentuk kromium VI menjadi kromium III yang tidak bersifat iritan dan alergen terhadap kulit. Fero
sulfat merupakan senyawa kimia yang tidak mahal, jumlah yang dibutuhkan untuk menurunkan kromat sangat sedikit dan keberadaannya tidak mempengaruhi senyawa
lain dalam semen.
Erliana : Hubungan Karakteristik Individu Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Dermatitis..., 2008 USU e-Repository © 2009
Kromium adalah baja berwarna abu-abu, logam yang mengkilat, yang digunakan pada industri baja krom atau bijih nikel krom stainless steel dan untuk
pelapis krom logam lain Marks Deleo, 1992. Kromium merupakan unsur logam yang terdapat pada urutan pertama unsur transisional pada tabel periodik. Di
lingkungan terdapat tiga bentuk kromium yang sering ditemukan yaitu valensi 0 logam dan campuran logam, valensi 3 kromium trivalen, dan valensi 6 kromium
hexavalen. Kromium tersebar banyak di permukaan bumi dan menempati ranking
keenam dari komponen terbanyak di daratan bumi dan rangking ke-15 dalam air laut Marks Deleo, 1992. Kromium yang terkandung dalam udara terjadi akibat proses
alami, pemakaian produk industri, pembakaran bahan bakar fosil dan kayu. Sumber kromium terpenting berasal dari produksi ferrokrom. Sumber lainnya berasal dari
penyulingan bijih, pabrik pembuatan semen, pelapis rem dan konverter katalitik pada kenderaan bermotor, pembuatan kulit, dan pigmen krom Fishbein, 1981.
2.2.2
Patofisiologi
Semen dapat menyebabkan dermatitis dengan mekanisme adanya iritasi dan atau sensitisasi dengan kromat. Semen yang pada kenyataannya adalah agen yang
bersifat alkali, abrasif, dan hidroskopis diduga menjadi alasan mengapa lebih banyak pria yang alergi terhadap kromat dalam semen daripada lewat kontak dengan sumber
lain yang mempunyai konsentrasi kromat yang sama Mulyono, 2005.
Erliana : Hubungan Karakteristik Individu Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Dermatitis..., 2008 USU e-Repository © 2009
Menurut Cronin 1980, semen yang kering relatif tidak berbahaya dan sangat sedikit kasus dermatitis semen yang terlihat di pabrik-pabrik pembuatan semen.
Semen yang basah lebih bersifat alkali daripada semen kering karena air membebaskan kalsium hidroksida menyebabkan peningkatan pH dan adanya
campuran dengan pasir bersifat abrasif. Pajanan kromium terhadap kulit dapat menimbulkan dermatitis kontak alergi
dan dermatitis kontak iritan Cronin, 1980. Dermatitis iritan primer dihubungkan dengan kandungan kromium yang bersifat sitotoksik, sementara itu dermatitis kontak
alergi diakibatkan adanya respon inflamasi yang diperantarai oleh sistem imun. Dermatitis kontak alergi terjadi melalui dua fase. Pertama, disebut juga dengan fase
induksi, kromium diabsorbsi kulit dan selanjutnya memicu respon imum, yang disebut sebagai fase sensitisasi atau fase kedua. Individu yang tersensitisasi akan
menunjukkan respon dermatitis alergi ketika terpajan dengan kromium pada konsentrasi di atas ambang batas Polak, 1983. Fase induksi bersifat irreversibel.
Dermatitis alergi kromium ditandai dengan gejala-gejala: eritema, pembengkakan, papul, vesikel kecil, kekeringan, kulit bersisik, dan fisura Adams, 1993.
2.2.3 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak Akibat Kromat
Reaksi kulit akibat kontak dengan kromat adalah dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan. Kedua bentuk dermatitis ini sulit dibedakan dengan
gambaran klinis: kulit terasa gatal dan agak nyeri, kemerahan, retak, dan bersisik. Bila semen basah terpapar dan menempel dalam waktu yang lama di kulit misalnya
Erliana : Hubungan Karakteristik Individu Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Dermatitis..., 2008 USU e-Repository © 2009
akibat semen yang terjatuh dan masuk ke dalam sepatu atau sarung tangan, dapat mengakibatkan luka bakar dan ulkus yang serius. Gambaran khas dari ulkus yang
terbentuk adalah lesi yang berukuran 2–5 mm, tidak nyeri, berkrusta, dan ditutupi oleh eksudat. Lesi yang terbentuk pada awalnya berupa papul yang tidak nyeri
kemudian berkembang menjadi lapisan berkerak yang pada lapisan bawahnya terdapat ulkus yang dalam Marks Deleo, 1992.
Dermatitis kontak alergi dan iritan akibat pengaruh kromat sering terjadi pada pria dibandingkan wanita karena pajanan pekerjaan di bidang industri yang sering
kontak dengan semen basah. Dermatitis terjadi sering tidak dirasakan oleh pekerja. Gambaran kelainan kulit terlihat mirip dengan eczema numularis, dermatitis atopi,
neurodermatitis dan fotosensitivitas. Bagian tubuh yang paling sering terkena adalah tangan, lengan bawah, kaki, dan septum nasal Marks Deleo, 1992.
2.3 Determinan Penyakit Dermatitis Kontak
Beberapa faktor risiko terhadap terjadinya dermatitis kontak dari faktor individu yaitu antara lain:
1 Umur. Umur merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu,
secara epidemiologi umur merupakan bagian dari karaktersitik host. Hasil penelitian Diepgen, et.all, 2003, bahwa pada pekerja kontruksi, penyakit dermatitis kontak
47 terjadi pada usia muda 18-39 tahun. Menurut Laurenta 2001 yang mengutip bahwa sebagian besar pekerja berusia muda lebih banyak bekerja pada bagain proses
Erliana : Hubungan Karakteristik Individu Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Dermatitis..., 2008 USU e-Repository © 2009
produksi yang berpotensi terhadap paparan bahan-bahan berbahaya, sedangan pekerja yang berusia lebih tua, yang dianggap sebagai senior sering sebagai supervisor,
dimana frekuensi kerjanya cenderung hanya mengamati dan tidak terjunlangsung pada proses produksi. Di samping itu, pada umumnya pekerja-pekerja muda
cenderung bekerja kurang hati-hati dan jarang menggunakan peralatan pelindung diri dibanding pekerja-pekerja yang telah berpengalaman.
2 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindaran terhadap objek tertentu. Menurut Notoatmodjo 2003, pengetahuan merupakan faktor penting terbentuknya tindakan seseorang overt behavior dan
pengetahuan dapat diukur dengan melakukan wawancara. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan
lama dari pada perilaku tidak didasari ilmu pengetahuan dan kesadaran. Pengetahuan yang mencakup di dalamnya 6 enam tingkatan yaitu Notoatmodjo, 2003:
1. Tahu Know diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. 2.
Memahami Comprehension diartikan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui.
3. Aplikasi Application diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang real sebenarnya. 4.
Analisis Analysis diartikan suatu kemampuan menjabarkan atau materi suatu objek terhadap komponen-komponennya tetapi masih dalam suatu struktur
Erliana : Hubungan Karakteristik Individu Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Dermatitis..., 2008 USU e-Repository © 2009
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5.
Sintesis Synthesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi. Evaluation, berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan
tentang isi materi dari objek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui dapat disesuaikan dengan tingkatan tersebut di atas Notoatmodjo ,2003.
3 Masa Kerja Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan
dengan bahan kimia. Lama kerja sangat mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap pekerjaan dan lingkungan dimana ia bekerja, semakin lama ia bekerja
semakin banyak pengalamannya. Menurut Anorogo 2001 tenaga kerja yang mempunyai masa kerja yang lama akan lebih terampil dan berpengalaman di dalam
mengerjakan pekerjaannya sehingga hasilnya akan lebih baik. Menurut Dalyono 1997 bahwa tenaga kerja telah bekerja 6-15 tahun
diharapkan telah memiliki pengalaman dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan yang lebih optimal. Menurut Hana 1996 pada penelitiannya
menyimpulkan bahwa semakin lama seseorang bekerja maka semakin berani orang tersebut untuk bertindak dengan segala risiko yang akan dihadapinya.
Erliana : Hubungan Karakteristik Individu Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Dermatitis..., 2008 USU e-Repository © 2009
2.4 Pengunaan Alat Pelindung Diri