dibedakan satu sama lain, sering memerlukan pemeriksaan medis yang spesifik untuk membedakan keduanya.
A. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergika merupakan satu tipe penyakit kulit akibat sensitivitas yang tinggi terhadap suatu zat kimia. Zat kimia dalam kadar yang rendah
yang biasanya tidak menyebabkan iritasi kulit, akan menimbulkan kerusakan pada kulit akibat meningkatnya sensitivitas. Gejalanya antara lain, ruam kulit, bengkak,
gatal-gatal, dan melepuh. Gejala tersebut biasanya akan lenyap begitu kontak dengan zat kimia penyebab dihentikan, tetapi akan muncul lagi jika kulit kembali terpapar.
Dermatitis alergika terjadi jika kontak berulang dengan substasi seperti kromium terkandung dalam semen, kulit, agen, pembuat atap genteng, kobal terkandung
dalam deterjen, pigmen pewarna dan nikel benda yang berlapis nikel seperti anting, kunci, koin, peralatan. Karet dan beberapa jenis plastik serta zat adhesif juga dapat
menimbulkan efek tersebut Widyastuti P, 2006.
B. Dermatitis Kontak Iritan
Iritasi kulit dan alergika kulit merupakan kondisi yang paling lazim ditemui akibat paparan terhadap kulit yang terjadi di tempat kerja dalam industri kimia.
Beberapa campuranformulasi pestisida dapat menjadi sangat berbahaya jika formulanya toksik dan mengandung solven yang larut lemak, seperti minyak tanah,
xilen, dan produk petroleum lainnya yang dapat mempermudah pestisida menembus kulit Widyastuti P, 2006.
Erliana : Hubungan Karakteristik Individu Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Dermatitis..., 2008 USU e-Repository © 2009
Iritasi adalah suatu kondisi pada kulit yang muncul akibat kontak berkepanjangan dengan zat kimia tertentu. Setelah beberapa waktu, kulit akan
mengering, terasa nyeri, mengalami perdarahan, dan pecah-pecah. Kondisi ini diakibatkan oleh solven, asam, alkali basa dan deterjen. Begitu kontak dengan zat
kimia yang menyebabkan kondisi tersebut dihentikan, kulit akan pulih seperti sedia kala. Umumnya, proses penyembuhan akan memakan waktu sampai beberapa bulan.
Selama waktu itu, kulit akan menjadi rentan terhadap kerusakan daripada yang biasanya sehingga harus dilindungi Widyastuti P, 2006 .
2.2 Semen