Budaya Masyarakat TINJAUAN PUSTAKA

14

2.4. Budaya Masyarakat

Menurut Tylor, 1871 yang dikutip Keesing menyatakan bahwa masyarakat sebagai satu kelompok yang secara relatif terpisah dari kelompok sekelilingnya serta mempunyai budaya yang tersendiri. Peraturan yang menunggangi organisasi suatu masyarakat dan cara peraturan ini menjadi suatu simbol yang disebarkan yang merupakan bagian yang menjadi isi kandungan budaya sebuah masyarakat. Budaya adalah satu kesatuan yang kompleks, termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan kesanggupan serta serta kebiasaan yang diperoleh oleh manusia sebagai anggota sebuah masyarakat. Atau dengan kata lain konsep dari suatu sistem serta peraturan dan makna, yang pernyataannya tergambar melalui cara manusia menjalani kehidupan. Latar belakang budaya mempunyai pengaruh yang penting terhadap bermacam aspek kehidupan manusia yaitu kepercayaan, tanggapan, emosi, bahasa, agama, bentuk keluarga, diet, pakaian, bahasa tubuh. Konsep tentang kehidupan, dan sikap terhadap kehidupan, sakit dan bentuk kemalangan lain, yang mempunyai implikasi yang penting terhadap kesehatan dan pemeliharaan kesehatan. Konsep budaya kadang kala disalah artikan atau penggunaannya disalah gunakan oleh masyarakat. Misalnya, budaya tidak pernah homogen, dan dengan itu pula seseorang selalu mengelak dari pada menggunakan kenyataan umum untuk memilah-milah kepercayaan dan kelakuan seseorang. Peranan budaya merupakan peranan yang senantiasa dilihat berdasarkan konteksnya. Konteks itu terdiri dari beberapa unsur-unsur sejarah, ekonomi, sosial, politik, geografi. Ini berarti budaya Yusrizal: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. USU e-Repository © 2008. 15 merupakan suatu kumpulan manusia, pada masa tertentu, senantiasa dipengaruhi faktor-faktor lain. Maka kepercayaan budaya dan perilaku budaya yang asli dapat dipisahkan dari kontek ekonomi. Misalnya seseorang bertindak seperti makan hanya separoh dari makanan, tinggal di rumah yang sempit, dan tidak berobat ke dokter pada pada saat sakit. Budaya dan malnutrisi merupakan lima sistem yang digambarkan menurut jenis makanan, bahwa sesuatu makanan itu boleh dimakan dikarenakan sebab-sebab budaya dan sebab-sebab khasiatnya. Dilihat dari perspektif klinis ada dua cara pengaruh budaya terhadap makanan: 1 pengaruh budaya tanpa menyebabkan manfaat atau khasiat suatu zat yang sangat diperlukan yaitu dengan menentukan jenisnya bukan sebagai makanan, kotor, asing atau makanan kelas bawah, atau salah membedakan makanan panas dan makanan dingin, 2 pengaruh budaya ini boleh digalakkan dalam menentukan makanan atau minuman tertentu yaitu dengan cara menentukan bahan itu sebagai makanan, suci, obat, atau sebagai simbol sosial, simbol agama dan etnik tertentu yang sebenarnya berbahaya terhadap kesehatan. Resiko malnutrisi yaitu kemungkinan meningkatnya dalam bentuk kekurangan nutrisi vitamin, protein, karbohidrat, dan mineral atau kelebihan nutrisi obesitas dan dampaknya. Faktor budaya yang lain misalnya kepercayaan tentang bentuk dan fungsi tubuh, ukuran, dan bentuk besaran serta peranan diet dalam menentukan kesehatan dan dampak timbulnya penyakit dari makanan. Perlu diingat bahwa faktor budaya semata-mata tidak bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keseluruhan kesehatan nutrisi. Yusrizal: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. USU e-Repository © 2008. 16 Manusia adalah sumber kebudayaan, dan masyarakat adalah satu dunia besar, kemana air dari sumber-sumber itu mengalir dan tertampung. Masyarakat tidak dapat dipisahkan dari pada manusia karena manusia saja yang hidup bermasyarakat Ahmadi, 2003. Menurut Anderson 2006, nutrisi dapat dipandang juga sebagai ciri lingkungan biobudaya. Nutrisi tentu tidak dapat melewati batas dari yang disediakan oleh alam sekitar. Namun bagian apa nutrien yang tersedia dalam lingkungan tertentu yang didefinisikan sebagai ”makanan” dan karenanya dapat dimakan-merupakan masalah kebudayaan. Nutrisi adalah juga bagian dari lingkungan sosial budaya dalam situasi dimana, misalnya, pria makan lebih dulu dan menerima lebih banyak makanan yang kaya akan protein, sedangkan wanita dan anak-anak memperoleh sisa-sisa, sehingga seringkali hal itu mengakibatkan anak kekurangan nutrisi yang serius. Semua masyarakat bersifat etnosentris; dalam hati, dipercaya bahwa nilai dan sikap, cara-cara hidup, adalah yang paling baik. Pengetahuan tentang makanan, pengindentifikasian makanan-makanan sehat dalam makanan kuno orang dulu dapat membangkitkan perhatiannya terhadap makanan dan dengan motivasi nasionalistik, bersedia menerima banyak perubahan- perubahan demi peningkatan status gizi anak. Sikap-sikap serampangan lain mengenai gizi bagi anak-anak sering bersumber pada kepercayaan bahwa anak-anak tidak harus dipaksa untuk berbuat sesuatu yang tidak dikehendaki. Jika sebaliknya si anak tidak menyukainya, atau apabila waktu diberikan, anak muntah, mendapat diare atau merasa sakit, makanan baru tersebut tidak akan diberikan lagi. Yusrizal: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. USU e-Repository © 2008. 17 Menurut Khumaidi 1989, kebutuhan untuk makan bukanlah satu-satunya dorongan untuk mengatasi rasa lapar, akan tetapi disamping itu ada kebutuhan fisiologis yang ikut mempengaruhi. Setiap kelompok mempunyai suatu pola tersendiri dalam memperoleh, menggunakan dan menilai makanan yang akan merupakan ciri kebudayaan dari kelompok masing-masing. Lingkungan fisik seperti matahari, hujan, tanah, flora dan fauna adalah faktor pertama yang menentukan cara dalam mengatasi rasa lapar. Jenis-jenis pangan yang dapat diperoleh antara lain dengan melakukan pilihan atas dasar faktor-faktor rupa, bau, tekstur, dan cita rasa. Lingkungan fisik masih mempengaruhi secara langsung susunan makanan seluruh masyarakat, terutama masyarakat dengan keadaan ekonomi subsitens. Usaha untuk memperoleh makanan merupakan perjuangan dari sebagian besar negara di dunia, akan tetapi ternyata bahwa semua sumber makanan nabati dan hewani yang tersedia tidak selalu dimakan. Setiap masyarakat memberi definisi tertentu tentang arti makanan, dan dalam setiap definisi jenis makanan mempunyai arti yang luas, misalnya ada jenis makanan untuk dijual dan yang lain untuk dimakan, ada jenis makanan untuk orang kaya dan ada untuk orang miskin, ada untuk pesta, wanita, anak-anak, untuk orang dewasa atau lanjut usia, dan ada jenis makanan yang tidak diperbolehkan untuk orang-orang tertentu. Pendidikan gizi tidak dapat berhasil kalau tidak disertai suatu pengetahuan mengenai sikap, kepercayaan dan nilai dari masyarakat yang akan dijadikan sasaran dan suatu cara menerapkannya kepada anak-anaknya disertai juga pengertian Yusrizal: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. USU e-Repository © 2008. 18 terhadap konsep tingkah laku yang dihubungkan dengan pilihan makanan, dan terhadap penyebaran dari inovasi diluar aspek medik, klasifikasi masalah gizi adalah masalah gizi yang diakibatkan: 1 kemiskinan, 2 sosial budaya, 3 kurangnya pengetahuan dan pengertian, 4 pengadaan dan distribusi pangan, dan 5 bencana alamKhumaidi, 1989. Faktor pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap perilaku. Faktor lingkungan non fisik, akibat masalah-masalah sosial penanganannya diperlukan pendidikan kesehatan. Dalam rangka membina meningkatkan kesehatan masyarakat ditunjukkan pada upaya melalui tekanan, paksaan atau koersi kepada masyarakat dan edukasi atau upaya agar masyarakat berprilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan. Agar intervensi atau upaya tersebut efektif. Faktor predisposisi ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, sistem yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi. 2.4.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indranya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan beliefs, takhyul superstitions, dan penerangan-penerangan yang keliru missinformations. Pengetahuan berbeda dengan buah pikiranideas karena tidak semua buah pikiran merupakan pengetahuan. Pengetahuan tentang kadar zat gizi dalam berbagai bahan makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang harganya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi Soekanto dan Moehji, 2002. Yusrizal: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. USU e-Repository © 2008. 19 Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga dan ukuran yang dipakai adalah garis kemiskinan sementara masalah gizi karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan dibidang memasak, konsumsi anak, keragaman bahan dan keragaman jenis masakan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan. Kecukupan zat gizi ini berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak, maka pengetahuan dan kemampuan mengelola makanan sehat untuk anak adalah sesuatu hal yang amat penting. Pelayanan kesehatan sangat berpengaruh terhadap status gizi anak balita di samping pengetahuan dan pendidikan masyarakat karena pelayanan kesehatan merupakan akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi serta sarana kesehatan yang baik seperti Puskesmas dan posyandu. Kurangnya pendidikan dan pengetahuan, merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia dan dapat berdampak juga pada status gizi anak Adisasmito, 2007. Pengetahuan tentang gizi akan membantu dalam mencari berbagai alternatif pemecahan masalah kondisi gizi keluarga. Untuk menanggulangi kekurangan konsumsi yang disebabkan oleh daya beli yang rendah, perlu diusahakan peningkatan penghasilan keluarga dengan memanfaatkan pekarangan sekitar rumah Soediaoetomo, 1999. Menurut Mulyasa 2002, ilmu pengetahuan dan seni didayagunakan untuk mempengaruhi pola dan sikap serta gaya hidup masyarakat, terutama bagi masyarakat Yusrizal: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. USU e-Repository © 2008. 20 pedesaan gunung. Notoatmodjo 2003, sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak kurang gizi. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat memberikan makanan bergizi untuk anaknya agar tidak terkena penyakit gizi buruk seperti marasmus dan kwasiorkor. 2.4.2. Pola makan Jenis gaya hidup yang patut diikuti oleh para ibu-ibu setelah bersalin, dan menyusui di depan umum dapat diterima atau tidak, menyusui dianggap sebagai suatu tehnik pencegahan kehamilan dan terkesan mempengaruhi cara pemberian makanan kepada bayi. Dalam keadaan apabila seseorang boleh memilih menyusui atau tehnik- tehnik lain sebagai pencegah kehamilan, budaya kepercayaan dan gaya dan juga faktor ekonomi sama-sama menentukan maka kebanyakan ibu memilih cara pemberian makan bayi ini atau cara lain James, 1982. Menurut Anderson 2006, kebiasaan makan memainkan peranan sosial dasar yang mengatasi soal makanan untuk tubuh manusia semata-mata. Dari beberapa peranan tersebut dan ciri-ciri budaya dari makanan itu pertama diperkenalkan. Yusrizal: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. USU e-Repository © 2008. 21 Kebiasaan makanan telah terbukti merupakan yang paling menentang perubahan diantara semua kebiasaan. Karena kebiasaan makan, seperti semua kebiasaan, hanya dapat dimengerti dalam konteks budaya yang menyeluruh, maka program pendidikan gizi yang efektif mungkin menuju kepada perbaikan kebiasaan makan harus didasarkan atas pengertian tentang makanan sebagai pranata sosial yang mempunyai banyak fungsi. 2.4.3. Makanan pantangan Makanan pantangan adalah suatu sikap negatif yang lebih kuat terhadap penggunaan makanan atau makanan yang tidak dapat diterima Suhardjo, 2005. Menurut Soediaoetama 1999, pantangan atau tabu yang tidak berdasarkan agama atau kepercayaan dapat kita hadapi menurut katagori : 1 tabu yang jelas merugikan kondisi gizi dan kesehatan, sebaiknya diusahakan untuk mengurangi, bahkan kalau dapat menghapusnya, 2 tabu yang memang menguntungkan keadaan gizi dan kesehatan, 3 tabu yang tidak jelas pengaruhnya bagi kondisi gizi dan kesehatan dapat dibiarkan, sambil dipelajari terus pengaruhnya untuk jangka panjang. Seseorang akan mengklasifikasikan makanan yang dihubungkan dengan kesehatan dan penyakit dengan tingkatan-tingkatan siklus kehidupan. Pantangan- pantangan makanan dalam masyarakat-masyarakat yang dipelajari, dan pantangan makanan dalam saat sebelum dan sesudah kelahiran dicatat para ahli antropologi dalam masyarakat yang dipelajari, dan pantangan makanan merupakan peraturan di waktu orang jatuh sakit Anderson, 2006. Yusrizal: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. USU e-Repository © 2008. 22 Menurut Helman 1994, istilah makanan suci untuk makanan yang penggunaannya dibolehkan oleh kepercayaan agama, manakala makanan yang jelas diharamkan oleh agama boleh diistilahkan sebagai makanan kotor. Makanan ini merupakan makanan pantangan atau sangat dilarang. Seseorang bukan saja dilarang memakannya akan tetapi dilarang menyentuhnya. Dalam kesehatan istilah makanan kotor adalah makanan tidak bersih dan membahayakan kesehatan. Suatu ciri yang terdapat pada kebanyakan agama ialah pantangan atau larangan sebagai berikut: 1 Hindu. Penganut agama Hindu yang ortodok tidak akan makan atau menyembelih sembarang binatang terutama lembu. Susu dan hasil olahannya boleh di konsumsi karena tidak menyangkut dengan nyawa binatang tersebut. Sekali-kali boleh makan ikan, 2 Islam. Daging babi dan dan hasil olahannya tidak boleh dimakan. Daging yang boleh dimakan adalah hewan yang berkuku dan makan rumput dan mesti halal, yakni disembelih mengikuti aturan agama. Hanya ikan yang mempunyai sirip dan sisik saja boleh dimakan dan terkadang kerang dan belut tidak boleh dimakan, 3 judaisme hampir sama dengan islam dan 4 Sikh. Penganut agama ini tidak boleh makan lembu akan tetapi babi dibolehkan, 5 Rastafarianisme. Penganut agama ini hanya memakan sayuran saja, walaupun begitu pengikutnya ada yang mematuhi larangan tersebut, masyarakat dilarang keras minum arak. 2.4.4. Distribusi makanan dalam keluarga Menurut Khumaidi 1997, distribusi makanan sering kali dihubungkan dengan status yang terjalin antara anggota keluarga akan gizinya : 1 anggota masyarakat pria yang lebih tua senior mendapatkan jumlah dan mutu susunan Yusrizal: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. USU e-Repository © 2008. 23 makanan yang lebih baik dari pada anak-anak kecil dan wanita-wanita muda, 2 anak-anak laki-laki mendapatkan perioritas yang lebih tinggi dari pada anak-anak perempuan, 3 cara menghidangkan atau pelayanan makanan disesuaikan pula dengan status, sehingga cara tertentu dapat menimbulkan suatu kegagalan perbaikan gizi yang diinginkan.

2.5. Perbaikan Gizi Masyarakat