Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Tujuan pembangunan di bidang sosial ekonomi yaitu meningkatkan jumlah keluarga yang sadar dan mampu dalam pengasuhan dan penumbuh kembangan anak, mengakses informasi, serta meningkatkan kualitas lingkungan bagi peningkatan kesejahteraan dan ketahanan keluarga. dibidang budaya yaitu terwujudnya kesejahteraan rakyat yang ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta memberi perhatian utama pada tercukupinya kebutuhan dasar. Permasalahan pembangunan sosial dan budaya yang menjadi perhatian utama antara lain adalah masih rendahnya derajat kesehatan dan status gizi serta tingkat kesejahteraan sosial masyarakat. Pembangunan Kesehatan dan Gizi Masyarakat bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan gizi masyarakat yang optimal. Sasaran yang akan dicapai adalah: 1 Meningkatnya kemandirian masyarakat untuk memelihara dan memperbaiki keadaan kesehatannya, 2 Meningkatnya kemampuan masyarakat menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, efektif dan efisien, 3 Terciptanya lingkungan fisik dan sosial yang sehat, dan 4 Menurunnya prevalensi empat masalah gizi utama, khususnya pada kelompok ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak balita Hartono, 2003. 1 Yusrizal: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. USU e-Repository © 2008. 2 Menurut Foster dan Anderson 2006, pada 4 trilyun manusia di dunia, ratusan juta orang menderita gizi buruk dan kekurangan gizi. Banyak dari masalah kekurangan gizi berasal dari ketidak mampuan Negara-negara nonindustri untuk menghasilkan cukup makan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang berkembang. Sehubungan dengan gizi, menurut Hendrickse, masalah di daerah tropis Afrika,”Kenyataan bahwa seseorang balita boleh mendapatkan sedikit daging, ikan atau telur tidak dianggap penting karena tidak ada pengertian tentang kebutuhan khusus bagi anak-anak akan makanan yang mengandung protein, dan dalam tiap kasus, pantangan lokal mungkin memberi pembatasan pula terhadap konsumsi berbagai makanan tersebut oleh anak- anak. Menurut Gabr 2001, bahwa abad ke-20 adalah “the Golden Age for Nutrition” atau “Abad Emas” bagi pergizian dunia. Pada abad ke-20 adalah abad ditemukannya hampir semua zat gizi makro dan mikro. Kebutuhan gizi manusia ditetapkan. Hubungan antara gizi dan kesehatan didokumentasikan. Dampak negatif dari masalah gizi-kurang dan gizi-lebih makin diketahui dengan lebih baik, dan sebagainya. Namun dibalik “cerita” sukses, abad ke-20 masih mencatat sisi gelap masalah gizi. Menurut Notoatmodjo 2003, masalah gizi masyarakat bukan menyangkut aspek kesehatan saja, melainkan aspek-aspek terkait yang lain, seperti ekonomi, sosial- budaya, pendidikan, kependudukan, dan sebagainya. Oleh sebab itu, penanganan atau perbaikan gizi sebagai upaya terapi tidak hanya diarahkan kepada gangguan gizi atau kesehatan saja, melainkan juga kearah bidang-bidang yang lain. Kurang gizi akan Yusrizal: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. USU e-Repository © 2008. 3 berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia yang lebih lanjut dapat berakibat pada kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunnya produktivitas, meningkatnya kesakitan serta kematian. Visi pembangunan gizi adalah ”Mewujudkan keluarga sadar gizi untuk mencapai status gizi masyarakatkeluarga yang optimal”. Faktor penyebab kurang gizi, pertama makanan dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Kedua, ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketiga faktor tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan, terdapat kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak, dan keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Ketidak terjangkauan pelayanan kesehatan karena jauh, tidak mampu membayar, dapat berdampak juga pada status gizi anak Adisasmito, 2007. Menurut Notoatmodjo 2005, keadaan sosial ekonomi merupakan aspek sosial budaya yang sangat mempengaruhi status kesehatan dan juga berpengaruh pada pola penyakit, bahkan juga berpengaruh pada kematian, misalnya obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi, dan sebaliknya, malnutrisi lebih banyak ditemukan di kalangan yang berstatus ekonominya rendah. Menurut Fuji,N.A 2004, kasus gizi buruk pada anak balita yang meningkat akhir-akhir ini telah menyadarkan pemegang kebijakan untuk melihat lebih jelas bahwa anak balita sebagai sumber daya untuk masa depan ternyata mempunyai Yusrizal: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. USU e-Repository © 2008. 4 masalah yang sangat besar. Kasus gizi buruk yang meningkat dan sangat ramai dibicarakan sejak ditemukan di NTB, telah membuka mata masyarakat Indonesia tentang masalah gizi anak balita. Kenyataan di lapangan, setelah NTB, hampir seluruh daerah di Indonesia segera melaporkan adanya kasus gizi buruk di wilayahnya. Fenomena ini kemungkinan berkaitan dengan pengalokasian dana yang digulirkan oleh pemerintah pusat untuk penanggulangan kasus gizi buruk. Gizi buruk merupakan kejadian kronis. Secara teknis, laporan gizi buruk berada di Dinas Kesehatan untuk Daerah dan Departemen Kesehatan untuk Pusat dan bertanggungjawab atas kajian data hasil pemantauan yang dilakukan secara berkala mulai dari tingkat Puskesmas, dengan Posyandu sebagai ujung tombak sumber informasi Taslim,N.A, 2006. Menurut Berg 1987, pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki akan lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidak tahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai. Menurut Khomsan 2008, hilangnya identitas gizi dalam pembangunan harus dicegah dengan menjadikan gizi sebagai isu politik. Perlu ada komitmen dari birokrat dan politisi sehingga pembiayaan berbagai program pembangunan gizi mempunyai nilai yang signifikan dan dijamin keberkelanjutannya. Dengan cara ini masyarakat Indonesia akan mampu mengurangi masalah gizi secara nyata. Hal ini disebabkan karena gizi perlu menjadi indikator keberhasilan pembangunan yang tidak terlepas Yusrizal: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. USU e-Repository © 2008. 5 dari program penghapusan kemiskinan. Kesulitan ekonomi dan penderitaan yang dialami saat ini akan menjadikan masyarakat cerdas dalam memilih pemimpin media Kompas, 10 April 2008 halaman 6. Menurut Berg 1987, pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki akan lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidak tahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai. Menurut Departemen Kesehatan R.I 2003, terdapat sekitar 27,5 5 juta balita kurang gizi, 3,5 juta anak 19,2 dalam tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak gizi buruk 8,3. Pengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam empat kelompok, yaitu rendah 10, sedang 10-19, tinggi 20-29 dan sangat tinggi 30, sementara itu tahun 2005 jumlah kasus gizi buruk Indonesia yang meninggal dunia dilaporkan 286 balita meninggal dengan kasus gizi buruk. Menurut profil Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 2006, dari 484.389 orang anak balita, yang menderita gizi buruk adalah 15.500 orang 3,2 dan gizi kurang sebesar 164.692 orang 34,7. Menurut profil Dinas Kesehatan Bireuen 2007, dari 17 kecamatan, jumlah balita 34.594 dan dari 24.654 yang ditimbang, 3.597 14,59 balita gizi buruk dan 6.311 25,96 balita gizi kurang, dan jika dibandingkan dengan target pencapaian standar minimal pelayanan gizi buruk BGM pada tahun 2005 yaitu 8 persen dan untuk tahun 2010 yaitu 5 persen. Yusrizal: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. USU e-Repository © 2008. 6 Kabupaten Bireuen terletak berbatasan dengan wilayah: Sebelah utara dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Kabupaten Bener Meriah, sebelah timur dengan Kabupaten Aceh Utara dan sebelah barat dengan Kabupaten Pidie. BPS Bapeda Bireuen, 2006. Kabupaten Bireuen terdiri dari 17 kecamatan, 70 kemukiman, 2 kelurahan dan 560 gampong atau desa dengan luas wilayah 1.901,21 Km 2 , dan yang merupakan wilayah daerah pesisir yaitu 8 kecamatan dan 291 desa. Jumlah penduduk di Wilayah Pesisir 131.884 terdiri dari 74.040 laki-laki dan 80.294 perempuan. Pendidikan kepala keluarga terdiri dari: 5 tamatan Perguruan Tinggi,17 tamatan SLTA, 58 tamatan sekolah dasar SDSLTP, 20 yang tidak tamat sekolah dasar. Fasilitas kesehatan terdiri dari 8 Puskesmas, 301 Posyandu, 1.445 kader Posyandu dan 226 tenaga kesehatan.Umumnya masyarakat pesisir berprofesi sebagai nelayan tambak dan petani. Kebiasaan masyarakat pesisir sebagai nelayan dalam kesehariannya bekerja mencari ikan di laut dan sebagai petambak merupakan faktor kebiasaan yang merupakan budaya yang ditemui dalam observasi di lapangan yaitu ikan yang mahal di pasaran menjadi komoditi penghasilan sementara yang harga murah atau tidak terjual untuk dikonsumsi keluarga, begitu juga dengan hasil panen lainnya seperti buah-buahan. Pantangan-pantangan memakan buah-buahan di pagi hari dan juga larangan jangan banyak memakan buah-buhan dikhawatirkan akan diare. Bahan makanan yang mengandung serat dan vitamin seperti sayuran bukanlah yang utama atau penting. Konsumsi protein hewani yaitu daging hanya ditemui pada saat hari-hari penting seperti acara pesta, maulid Nabi dan lebaran, dan itu jarang Yusrizal: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. USU e-Repository © 2008. 7 dialami oleh anak balita. Pemberian telur ayam yang berlebihan untuk anak-anak masih dianggap dapat menimbulkan bisul dan begitu juga dengan anggapan bila banyak makan ikan akan cacingan, kebiasaan pemberian pisang untuk bayi. Kurangnya asupan makanan untuk anak balita sehingga anak menangis malam hari dan masyarakat masih menganggap bahwa anak telah terganggu oleh roh halus sehingga dianggap perlu dibawa ke dukun untuk di obati. Adat dan istilah di Aceh yaitu peumulia jamei tamu yang dimuliakan, dalam menjamu tamu disiapkan berbagai macam makanan walaupun berhutang ketempat lain, padahal masyarakat miskin, akan tetapi suatu penghargaan yang diberikan lebih penting dari anaknya sendiri, dan sisa makanan yang akan dimakan bersama dengan keluarganya. 1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah faktor sosial ekonomi pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga dan budaya masyarakat pengetahuan, pola makan, makanan pantangan, distribusi makanan dalam keluarga berpengaruh terhadap status gizi anak balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. 1.3. Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh faktor sosial ekonomi pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga dan budaya masyarakat pengetahuan, pola Yusrizal: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. USU e-Repository © 2008. makan, makanan pantangan, distribusi makanan dalam keluarga terhadap status gizi anak balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. 1.4. Hipotesis Faktor sosial ekonomi pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga dan budaya masyarakat pengetahuan, pola makan, makanan pantangan, distribusi makanan dalam keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap status gizi anak balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. 1.5. Manfaat Penelitian a. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan atau perencanaan kesehatan dari suatu kebijakan kesehatan masyarakat terhadap status gizi anak balita di Kabupaten Bireuen. b. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen dalam penanggulangan masalah gizi. c. Dapat dijadikan informasi dan masukan bagi petugas gizi Puskesmas sebagai pemberi pelayanan kesehatan gizi. Yusrizal: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. USU e-Repository © 2008.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA