B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Agar masalah yang akan penulis bahas tidak terlalu meluas sehingga dapat mengakibatkan ketidakjelasan maka penulis membuat pembatasan
masalah yakni, membahas peran dan kontribusi KPAI sebagai State Auxiliary Organs yang ditinjau dari pelaksanaan tugas dan wewenangnya pada
perlindungan terhadap anak telantar. Dalam penelitian ini penulis akan fokus pada peran KPAI dalam menangani kasus-kasus penelantaran anak diantaranya
kasus penelantaran anak di Cibubur dan kasus penelantaran, kekerasan dan pembunuhan Angeline di Bali sebagai gambaran umum terhadap kasus-kasus
penelantaran anak di Indonesia.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang kemunculannya, maka tujuan utama pembentukan State Auxiliary Organs adalah untuk menyelesaikan
masalah-masalah sosial tertentu yang belum mampu diselesaikan oleh lembaga negara primer yang sudah ada. Diantara sekian banyak masalah
sosial di Indonesia, masalah sosial anak khususnya anak telantar merupakan masalah sosial yang harus segera diatasi. Maka, kemunculan KPAI sebagai
State Auxiliary Organs yang bebas dari intervensi politik diharapkan menjadi jawaban atas permasalahan sosial anak khususnya anak telantar yang semakin
lama semakin kompleks.
Namun kenyataannya, tugas dan kewenangan KPAI yang diatur melalui Pasal 76 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sangat terbatas. Hal ini mengakibatkan KPAI terkesan tidak optimal dalam
menyelesaikan masalah sosial anak, khususnya masalah anak telantar. Rumusan masalah di atas, penulis rangkum dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut : a.
Bagaimana usaha KPAI dalam perlindungan terhadap anak, khususnya anak telantar?
b. Bagaimana efektivitas KPAI sebagai State Auxiliary Organs pada
penanganan kasus penelantaran anak?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.