23
BAB II KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA SEBAGAI
STATE AUXILIARY ORGANS DI INDONESIA
A. Gambaran Umum tentang State Auxiliary Organs
Dinamika ketatanegaraan di berbagai negara di dunia saat ini berkembang cepat mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat. Teori Trias Politika
sebagai konsep ketatanegaraan yang banyak diterapkan oleh berbagai negara di dunia perlahan mulai bergeser. Kekuasaan legislatif sebagai pembentuk
undang-undang, kekuasaan eksekutif sebagai pelaksana undang-undang, dan kekuasaan yudikatif sebagai yang mengadili atas pelanggaran undang-undang
1
lambat laun mulai keluar dari fungsi asalnya. Di Indonesia, sejak diadakannya Perubahan Pertama yang kemudian lebih
dilengkapi lagi oleh Perubahan Kedua, Ketiga, dan Keempat UUD 1945, konstitusi negara kita meninggalkan doktrin pembagian kekuasaan dan
mengadopsi gagasan pemisahan kekuasaan dalam arti horizontal horizontal separation of power. Pemisahan kekuasaan itu dilakukan dengan menerapkan
prinsip check and balances di antara lembaga-lembaga konstitusional yang sederajat yang diidealkan saling mengendalikan satu sama lain.
2
Dalam pembuatan undang-undang misalnya, bukan hanya legislatif yang bertugas untuk
1
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cetakan ke-8, Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama, 2013, h.282.
2
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta : Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006, h. 45
membuat undang-undang melainkan juga harus melibatkan eksekutif di dalam
proses pembuatannya.
Selain perkembangan atas fungsi ketiga lembaga tersebut, dinamika ketatanegaraan yang terjadi juga mengakibatkan munculnya lembaga-lembaga
negara baru di beberapa negara yang berfungsi sebagai lembaga negara penunjang. Lembaga-lembaga tersebut dikenal dengan nama lembaga negara
independen, komisi independen, komisi negara independen, lembaga negara bantu, lembaga negara yang melayani, organ sampiran negara atau lembaga
negara penunjang. Lembaga-lembaga ini dapat juga disebut lembaga negara sekunder karena berada di luar kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif
sebagai lembaga negara primer.
Di negara-negara demokrasi yang telah mapan, seperti di Amerika Serikat dan Perancis, pada tiga dasawarsa terakhir abad ke-20, juga banyak bertumbuhan
lembaga-lembaga negara baru. Lembaga-lembaga baru tersebut biasa disebut sebagai state auxiliary organs, atau auxiliary institutions sebagai lembaga negara
yang bersifat penunjang. Di antara lembaga-lembaga itu kadang-kadang ada juga yang disebut sebagai self regulatory agencies, independent supervisory bodies,
atau lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi campuran mix-function antara fungsi-fungsi regulatif, administratif, dan fungsi penghukuman yang biasanya
dipisahkan tetapi justru dilakukan secara bersamaan oleh lembaga-lembaga baru tersebut.
3
3
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, h. 339
Di Amerika Serikat, kelahiran organ kekuasaan baru, yang kemudian dikenal dengan istilah “komisi negara” atau administrative agencies,
sesungguhnya telah dimulai dengan pembentukan Interstate Commerce Commission, yang berdiri dengan pengesahan Congress pada 1887. Kemudian
dilanjutkan pada 1914, ketika krisis ekonomi melanda dunia, Amerika Serikat menghendaki sebuah lembaga yang secara khusus mengatur dunia bisnis, untuk
mengawasi bentuk-bentuk persaingan usaha. Maka lahirlah apa yang dinamakan dengan Federal Trade Commission. Dalam periode berikutnya, di Amerika
Serikat bermunculan sejumlah komisi negara independen independent regulatory agencies. Hingga saat ini, setidaknya tercatat 30 komisi negara
independen yang dimiliki oleh Amerika Serikat.
4
Sementara di negara-negara dunia ketiga, seperti Afrika Selatan, Thailand dan Indonesia, pembentukan komisi-komisi negara, baru melembaga ketika
berlangsung proses transisi demokrasi. Afrika Selatan mungkin yang mula-mula mengawali proyek re-demokratisasi ini, yang kemudian menjadi rujukan bagi
negara-negara dunia ketiga lainnya.
5
Hingga saat ini, sudah banyak negara-negara di dunia yang mengadopsi hal tersebut karena lembaga-lembaga
negara yang sudah ada belum cukup untuk menyelesaikan problematika masyarakat yang semakin kompleks.
4
Titik Triwulan T dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Jakarta : Kencana, 2011, h. 120
5
Titik Triwulan T dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, h. 122
Di Indonesia, pembentukan state auxiliary organs atau lembaga negara penunjang mulai menjamur sejak runtuhnya rezim kekuasaan orde baru. Selain
karena kebutuhan akan sebuah lembaga baru yang mampu menangani permasalahan sosial yang ada, kemunculan lembaga-lembaga ini juga dipicu oleh
trauma masyarakat terhadap pemerintahan orde baru yang bersifat sentralistik. Maka pembentukan lembaga negara baru yang sifatnya independen dan solutif
terhadap permasalahan sosial yang ada menjadi solusi bagi negara Indonesia saat itu.
Pembentukan lembaga-lembaga
tersebut ada
yang berdasarkan
Undang-undang Dasar seperti Komisi Yudisial melalui Pasal 24B UUD 1945 dan ada yang dibentuk berdasarkan undang-undang seperti Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia Komnas HAM melalui UU No. 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia serta ada pula yang dibentuk berdasarkan Keppres seperti Komisi
Hukum Nasional melalui Keppres No. 15 tahun 2000. Denny Indrayana dalam bukunya yang berjudul Negara Antara Ada dan
Tiada : Reformasi Hukum Ketatanegaraan yang diterbitkan oleh Kompas Media Nusantara memasukkan lima puluh tiga 53 lembaga negara yang dapat disebut
sebagai state auxiliary organs. Beliau membagi state auxiliary organs ke dalam dua jenis yaitu independent regulatory bodies dan executive branch agencies.
6
Jenis independent regulatory bodies mengacu pada lembaga-lembaga yang sifatnya independen dan tidak termasuk dalam cabang kekuasaan apapun seperti
Komisi Yudisial KY, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, dan Komisi
6
Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada : Reformasi Hukum Ketatanegaraan, Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2008, h. 270-273
Perlindungan Anak Indonesia KPAI. Sedangkan jenis executive branch agencies mengacu pada lembaga negara yang berada di dalam kekuasaan
eksekutif dan memiliki tupoksi untuk membantu menjalankan fungsi eksekutif yaitu menjalankan amanat undang-undang seperti Komisi Hukum Nasional,
Komisi Kepolisian dan Komisi Kejaksaan. Jika ditinjau secara historis, maka dapat dilihat munculnya state auxiliary
organs di beberapa negara disebabkan karena ketidakmampuan lembaga negara primer dalam menyelesaian permasalahan yang ada. Selain itu, kebutuhan
masyarakat yang semakin kompleks tidak sebanding dengan terbatasnya kemampuan lembaga negara primer juga menjadi faktor utama munculnya
lembaga-lembaga negara yang sifatnya penunjang. Di Indonesia, menjamurnya lembaga-lembaga penunjang juga dikarenakan jatuhnya rezim orde baru yang
otoriter dan sentralistik sehingga phobia masyarakat terhadap pemerintahan yang bergaya otoriter dan sentralistik menjadi salah satu faktor mengapa muncul
lembaga-lembaga penunjang yang sifatnya independen tersebut. Dalam perkembangannya hingga saat ini, tidak selamanya kemunculan
lembaga-lembaga penunjang dianggap menjadi solusi atas seluruh permasalahan yang ada dalam suatu negara. Banyaknya lembaga penunjang di suatu negara
bahkan dapat disebut sebagai permasalahan baru apabila tidak memiliki alasan dan landasan hukum yang kuat. Di Inggris, lembaga penunjang yang disebut
sebagai quango’squasi autonomus non govermental organization berjumlah
lebih dari 500 lembaga, di Perancis berjumlah ratusan lembaga dan di Italia
lembaga yang biasa disebut enti pubblici berjumlah 40.000 buah.
7
Bukan tidak mungkin Indonesia juga mengalami hal yang sama dengan negara-negara
tersebut. Dapat disimpulkan bahwa lembaga negara penunjang yang dibentuk harus
dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal sebagai solusi atas terbatasnya kemampuan dari lembaga negara primer dan hal ini tentu harus sesuai
dengan tujuan negara. Dalam tulisan Sri Sumanntri yang berjudul Lembaga Negara dan State Auxiliary Bodies dalam Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD
1945 yang dikutip oleh Titik Triwulan Tutik, beliau mengatakan, bahwa dalam negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial seperti Indonesia,
presidenlah yang pertama mengetahui, lembaga macam apa yang diperlukan untuk menangani masalah-masalah tertentu dalam mewujudkan tujuan nasional
negara.
8
B. Latar Belakang Pembentukan KPAI