Dinamika Antara Persepsi Terhadap Iklim Sekolah dan Kecenderungan

orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri awal masa remaja. h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan usia belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.

D. Dinamika Antara Persepsi Terhadap Iklim Sekolah dan Kecenderungan

Bullying Remaja adolescence dilihat dari tahap perkembangannya adalah individu yang sedang berada pada masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional Santrock, 2007. Salah satu permasalahan yang sering dihadapi para remaja berhubungan dengan penolakan teman sebaya adalah munculnya bullying yang merupakan bentuk khusus agresi dikalangan teman sebaya. Kebanyakan bullying terjadi secara tersembunyi covert dan sering tidak dilaporkan sehingga kurang disadari oleh kebanyakan orang Glew, dkk 2000. Universitas Sumatera Utara Menurut Edwards 2006 bullying paling sering terjadi pada masa-masa Sekolah Menengah Atas SMA, dikarenakan pada masa ini remaja memiliki egosentrisme yang tinggi. Piaget dalam Santrock, 2007 mengemukakan bahwa egosentrisme remaja ditandai dengan ciri-ciri bahwa remaja merasa segala sesuatu masih terpusat pada dirinya, dari sinilah akan munculnya perilaku menyimpang. Perasaan remaja yang meyakini bahwa segala sesuatu berpusat pada dirinya membuat para remaja melakukan tindakan kekerasan seperti bullying Edward, 2006. Dalam Bahasa Inggris yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah Echols, 1976. Bullying diartikan sebagai suatu tindakan negatif dan agresif atau tindakan yang disengaja atau berulang yang dilakukan oleh satu orang atau lebih terhadap orang lain, biasanya terjadi secara berkala. Merupakan tindakan yang kejam dan berdasarkan ketidakseimbangan kekuatan Sullivan, 2005. Beane 2008 menyebutkan bahwa salah satu faktor penyebab munculnya bullying adalah kondisi sekolah, seperti: ketidakjelasan standar perilaku, tidak ada kebijakan anti-bullying, warga sekolah yang menggunakan sindiran yang menyakitkan, warga sekolah yang menghina murid di depan teman-temannya, dan lain-lain. Kejelasan peraturan dan lingkungan sekolah mempengaruhi tingkah laku dan perasaan siswa di sekolah Purwita, 2013. Lingkungan sosial sekolah yang harmonis membuat kondisi sekolah menjadi nyaman dan menyenangkan, lingkungan sosial yang harmonis akan tercipta bila seluruh warga sekolah berusaha menjalin komunikasi dan pergaulan yang baik Yati, 2014. Universitas Sumatera Utara Menurut Thapa 2012 kejelasan aturan tentang kekerasan fisik dan hubungan antar warga sekolah merupakan salah satu aspek-aspek dari iklim sekolah. Iklim sekolah menurut Pintrich Shunck 1996 adalah perasaan pribadi setiap anggota sekolah yang dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dan guru dalam membentuk tujuan goal orientation, membantu meningkatkan self efficacy, usaha, ketekunan dan prestasi belajar siswa, serta kepuasan guru atas keberhasilannya mengajar. Kassabri dkk, 2008 menyebutkan bahwa iklim sekolah yang positif berhubungan dengan rendahnya tingkat korban kekerasan di sekolah. Hal ini juga turut mendukung pernyataan Adam dan Corner 2008 yaitu adanya hubungan negatif yang sangat signifikan antara lingkungan psikososial sekolah terhadap prediksi perilaku bullying. Pandangan atau persepsi siswa terhadap sekolahnya adalah subyektif, sehingga penilaian siswa terhadap norma dan kondisi lingkungan sekolahnya bisa berbeda dengan keadaan yang sebenarnya. Iklim sekolah yang positif ternyata dapat dipersepsi siswa secara negatif. Perbedaan ini juga mempengaruhi tingkah laku dan perasaan siswa di sekolah Purwita, 2013. Persepsi atas kualitas iklim sekolah yang baik, dapat menjaga remaja dari resiko pengalaman peningkatan tingkat emosi dan masalah perilaku Loukas dkk, 2004. Menurut Barnes 2012 semakin baik persepsi terhadap iklim sekolah akan semakin rendah tingkat kekerasan agresivitas yang terjadi di sekolah. Siswa yang memiliki persepsi yang positif mengenai iklim sekolahnya akan lebih mungkin untuk bertindak dan menunjukkan sikap saling peduli terhadap sesama Universitas Sumatera Utara dan mencegah agresivitas dari sesama siswa Syvertsen, Flanagan Stout, 2009. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh persepsi iklim sekolah terhadap kecenderungan bullying, sehingga peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam mengenai hal tersebut.

E. Hipotesis Penelitian