menjadi sumber karbon untuk microbial fuel cells, dan energi listrik yang dihasilkan cukup untuk digunakan dalam pengolahan air limbah berikutnya dan
ini berarti mengurangi konsumsi energi Li, 2007: 1. Dalam pengoperasian MFCs, konsentrasi COD dan pH merupakan variabel
yang menjadi faktor operasional sistem. Konsentrasi COD yang tinggi membuat mikroorganisme mensintesis lebih enzim dengan mempertahankan kemampuan
menghilangkan COD dalam beberapa waktu, oleh karena itu mikroorganisme mampu menurunkan COD pada tingkat konsentrasi tinggi sehingga meningkatkan
intensitas maksimum yang dihasilkan dari sistem MFCs. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Campo, et al. 2012, bertambahnya konsentrasi COD
meningkatkan aktivitas mikroorganisme sehingga meningkatkan produksi arus listrik. Peningkatan produksi listrik juga dipengaruhi oleh operasional pH. Pada
MFCs dual chamber, kuat arus tertinggi dicapai pada pH netral antara 6,5 sampai 8 Behera and Ghangrekar, 2009: 5114. Selain mengatur sistem MFCs dalam
kondisi COD dan pH yang optimum, kinerja MFC dapat ditingkatkan dengan menggunakan granular activated carbon GAC berfungsi sebagai media lekat.
MFCs yang menggunakan GAC sebagai media lekat dapat disebut sebagai Granular Activated Carbon Dual Chamber Microbial Fuel Cells GAC-
DCMFCs. Dalam konteks ini, tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah pengoperasian MFCs dengan media lekat GAC ketika COD dan pH digunakan
sebagai variabel. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, variasi COD dan pH dapat mempengaruhi performa MFCs, semakin besar COD yang diolah dan
pH yang optimum maka kinerja MFCs semakin baik.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah pada penelitian ini adalah: 1. Tingginya konsentrasi organik yang ada di dalam air limbah akan
menyebabkan masalah bagi lingkungan sehingga memerlukan pengolahan yang tepat.
2. Belum diketahui pH optimum serta pengaruhnya dalam kinerja GAC- DCMFCs.
1.3 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Konsentrasi COD yang rendah maupun tinggi dapat menyebabkan
perubahan produksi listrik dan penyisihan COD di dalam reaktor GAC-DCMFCs.
2. pH dapat menyebabkan perubahan produksi listrik dan penyisihan COD di dalam reaktor GAC-DCMFCs.
1.4 Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh konsentrasi COD dan pH terhadap kinerja GAC-
DCMFCs? 2. Berapakah konsentrasi COD dan pH optimum pada GAC-DCMFCs?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh konsentasi COD dan pH terhadap kinerja
GAC-DCMFCs. 2. Menentukan konsentrasi COD dan pH optimum terhadap kinerja
GAC-DCMFCs.
1.6 Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini antara lain adalah: A. Bagi Pembaca
1. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pengolahan limbah dengan menggunakan Microbial Fuel Cells.
2. Penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam penelitian selanjutnya.
B. Bagi Penulis 1. Menambah pengetahuan mengenai pengolahan limbah dengan
menggunakan Microbial Fuel Cells. 2. Mengembangkan jiwa riset bagi penulis tentang GAC-DCMFCs
yang merupakan modifikasi dari MFCs konvensional.
I-1 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Microbial Fuel Cells MFCs
Microbial Fuel Cells atau MFCs adalah peralatan untuk mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui aktivitas katalitik dari mikroorganisme
Winaya,dkk., 2011: 1. Sebagai sebuah peralatan sistem bio-electrochemical yang menggunakan bakteri untuk mengubah energi kimia material organik menjadi
energi listrik, maka fuel cell ini dibuat dengan konstruksi anoda, katoda, proton exchange membrane PEM, dan rangkaian listrik luar. Anoda dikondisikan di
lingkungan yang mana bakteri anaerob dan material organik yang dikonsumsinya ditempatkan. Pada anoda, bahan bakar dioksidasi oleh mikroorganisme, sebagai
bagian dari proses digestive maka bakteri akan menghasilkan ion positif H
+
dan elektron e
-
. Hal ini juga diketahui sebagai proses oksidasi. Elektron akan ditarik keluar dari larutan atau ditransfer menuju elektroda di anoda. MFCs membangkitkan
listrik dengan mengoksidasi bahan organik secara anaerob melalui bantuan mikoorganisme. Aktivitas katalis dan transfer proton dilakukan dengan menggunakan
enzim atau tambahan mediator Zahara 2011: 10. Dalam MFCs, yang dapat digunakan sebagai donor elektron adalah zat hasil metabolisme mikroba atau elekron
yang dilepaskan mikroba saat melakukan metabolismenya. Zat hasil metabolisme mikroba pada umumnya merupakan senyawa yang mengandung hidrogen, seperti
etanol, methanol, atau gas methan. Senyawa ini dapat digunakan sebagai sumber hydrogen melalui serangkaian proses dalam reformer untuk memproduksi elektron
dan menghasilkan arus listrik Zahara. 2011: 10. Setiap aktivitas mikroorganisme dan metabolisme umumnya melibatkan pelepasan elektron bebas ke medium.
Elektron ini dapat dimanfaatkan langsung pada anoda dalam MFCs untuk menghasilkan energi listrik.
Pada dasarnya, berbagai bentuk bahan organik dapat digunakan sebagai substrat dalam microbial fuel cells, seperti glukosa Liu dan Logan, 2004, asetat
Logan et al., 2007, asam amino Logan et al., 2005 dan air limbah dari manusia dan hewan Liu et al., 2004. Secara umum mekanisme prosesnya adalah substrat
dioksidasi oleh bakteri menghasilkan elektron dan proton pada anoda.Elektron ditransfer memalui sirkuit eksternal, sedangkan proton didifusikan melalui larutan
menuju katoda. Pada katoda, reakasi elektron dan proton terhadap oksigen akan menghasilkan air H
2
O Cheng et al., 2006.
2.1.1 Keuntungan Microbial Fuel Cells
MFCs mampu menghasilkan listrik dari bahan organik. Tidak seperti sel bahan bakar konvensional, MFCs memiliki keunggulan tertentu yang secara
ringkas dijelaskan oleh Logan et al. 2006 dan Rabaey dan Verstraete 2005: 291 yaitu: 1 ketersediaan bahan bakar yang banyak. Hampir semua jenis bahan
organik seperti limbah, lumpur dan biomassa dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar di MFCs untuk produksi listrik, 2 proses produksi bersih. MFCs tidak
memiliki proses perantara yang substansial, dapat mengonversi substrat listrik secara langsung, merupakan jenis energi yang siap untuk digunakan, serta tidak
memproduksi polutan. Gas hasil sampingan CO
2
dapat dibuang tanpa pengolahan lebih lanjut, 3 memproduksi sedikit lumpur. Hasil pertumbuhan bakteri sangat
rendah dibandingkan dengan proses anaerobik, 4 kondisi operasi ringan. Tidak seperti pencernaan anaerobik dan proses fermentasi lainnya, MFCs dapat
diterapkan dalam kondisi ringan seperti suhu rendah dan air limbah kekuatan rendah, 5 tidak perlu aerasi. Katoda udara MFCs bisa menggunakan oksigen
secara langsung dari udara, sehingga menurunkan biaya aerasi, 6 biaya katalis rendah. Dengan perkembangan bioanode dan biocathode, mikroorganisme bisa
menjadi katalis yang efisien, 7 aplikasi yang luas. MFCs pada awalnya dirancang untuk pengolahan air limbah, tetapi dengan beberapa modifikasi, MFCs
dapat dengan mudah dikonversi ke teknologi jenis lain untuk aplikasi khusus seperti penghapusan polutan, produksi hidrogen, bioproduction, dll.
2.1.2 Prinsip Kerja Microbial Fuel Cells
Prinsip kerja MFCs adalah memanfaatkan mikroba yang melakukan metabolisme terhadap medium di anoda untuk mengkatalisis pengubahan materi
organik menjadi energi listrik dengan mentransfer elektron dari anoda melalui kabel dan menghasilkan arus ke katoda. Transfer elektron dari anoda diterima
oleh ion kompleks di katoda yang memiliki elektron bebas. Dalam MFCs, yang dapat digunakan sebagai donor elektron adalah zat hasil metabolisme mikroba
atau elektron yang dilepaskan mikroba saat melakukan metabolismenya. Zat hasil metabolisme mikroba umumnya merupakan senyawa yang mengandung hidrogen,
seperti etanol, metanol, atau gas metana. Senyawa ini dapat digunakan sebagai sumber hidrogen melalui serangkaian proses untuk memproduksi elektron dan
menghasilkan arus listrik. Setiap aktivitas metabolisme yang dilakukan mikroba umumnya melibatkan pelepasan elektron bebas ke medium. Elektron ini dapat
dimanfaatkan langsung pada anoda dalam MFCs untuk menghasilkan arus listrik Novitasari, 2011: 7.
Secara umum mekanismenya adalah substrat dioksidasi oleh bakteri menghasilkan elektron dan proton pada anoda. Elektron ditransfer melalui sirkuit
eksternal, sedangkan proton didifusikan melalui separator membran menuju katoda. Pada katoda, reaksi elektron dan proton terhadap oksigen akan
menghasilkan air Cheng et al., 2006.
2.1.3 Perkembangan Teknologi Microbial Fuel Cells
Microbial Fuel Cells bukanlah teknologi yang baru. Konsep menggunakan mikroorganisme sebagai katalis di bahan bakar sel telah dikembangkan sejak
tahun 1970. Kemudian pada tahun 1991, teknologi ini digunakan sebagai alat untuk mengolah air limbah domestik oleh Habermann dan Pommer. Namun baru-
baru ini sedang dikembangkan strategi baru supaya MFCs dapat diaplikasikan langsung di lapangan Rabaey, et al., 2005. Penelitian ilmiah mengenai MFCs di
laboratorium mencapai prestasi yang luar biasa, dengan kepadatan daya yang mencapai lebih dari 1 kWm
3
volume reaktor dan 6,9 Wm
2
area anoda dalam kondisi optimal. Tantangan utama adalah untuk membawa teknologi ini keluar
dari skala laboratorium dan untuk memproduksi bioenergi pada skala yang lebih besar. Penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan Amerika di Penn State akhir tahun
2005 lalu mungkin menambah satu bidang lagi kontribusi bakteri terhadap kehidupan manusia. Adalah MFCs, suatu sistem yang ditemukan dengan
menggunakan bantuan tenaga listrik untuk menghasilkan hidrogen dan air bersih dari air limbah rumah tangga, pertanian maupun industri. Dr. Bruce Logan,
profesor peliti dan penemunya Ramanathan Ramnarayan mengatakan, proses MFCs tidak dibatasi biomassa karbohidrat yang ada pada substrat sebagai
penghasil hidrogen seperti pada proses fermentasi biasa. Walaupun MFCs telah ada sebelumnya, Logan mengatakan, MFC yang baru ini sedikit berbeda dengan
pendahulunya. Pada MFCs baru, ketika bakteri “memakan” substrat, bakteri
mentransfer elektron pada anoda. Bakteri juga melepaskan proton yang kemudian larut. Elektron pada anoda bermigrasi melalui kabel menuju katoda, dimana
dengan bantuan secara elektrokimia akan terjadi kombinasi dengan proton membentuk gas hidrogen. Pada saat pertama didemonstrasikan, gas hidrogen
benar-benar dapat ditangkap dan dapat dijadikan sebagai bahan bakar yang dapat diperbarui serta ramah lingkungan.
Baik di Indonesia maupun di mancanegara, teknologi MFCs telah diaplikasikan untuk mengolah berbagai jenis air limbah, seperti limbah Rumah
Pemotongan Hewan Ardhianto dan Septyana, 2014, limbah buah-buahan Khafidiyanto dan Utari, 2014, air bilasan bagas Winaya dkk, 2011, limbah
industri tempe Kristin, 2012, air limbah dari pengolahan limbah domestik Jiang, 2009, limbah tekstil Kalathil, 2009, dan lain-lain. I Nyoman P.
Aryantha, Ph.D dan Shinta Asarina, S.Si, kedua peneliti dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati SITH ITB mengembangkan sumber energi listrik alternatif
bertenagakan mikroba. Penelitian ini telah dilakukan selama dua tahun sejak tahun 2009. Kedua peneliti tersebut mengembangkan teknologi microbial fuel
cells dengan biokatoda http:www.itb.ac.idnews3130.xhtml.
2.1.4 Bakteri di Microbial Fuel Cells
Telah diketahui selama hampir seratus tahun bahwa bakteri bisa menghasilkan listrik Logan, 2006: 512 tetapi hanya dalam beberapa tahun
terakhir, kemampuan ini menjadi lebih populer di laboratorium. Dalam MFCs, bakteri tertentu yang disebut exoelectrogens dapat mengoksidasi bahan organik
dan mentransfer elektron ke anoda serta menghasilkan arus listrik Logan 2006: 512. Banyak mikroorganisme memiliki kemampuan untuk mentransfer elektron
yang berasal dari metabolisme bahan organik untuk anoda. Sedimen laut, tanah, air limbah, sedimen air tawar dan lumpur aktif adalah sumber yang kaya untuk
mikroorganisme ini, seperti Escherichia coli, Geobacter sulfurreducens,
Shewanella oneidensis, Shewanella putrefaciens Du et al., 2007: 467
2.1.5 Komponen MFCs
Sebuah MFCs terdiri dari sebuah ruang anodik dan ruang katodik yang dipisahkan oleh membran maupun jembatan garam. Tabel 2.1. menunjukkan
ringkasan komponen MFCs dan bahan yang digunakan untuk membangunnya Logan, 2007: 61.
Tabel 2.1 Material Komponen
Microbial Fuel Cells
Bahan Material
Keterangan Anoda
Graphite, graphite felt, carbon paper, carbon-cloth, Pt, Pt black, reticulated
vitreous carbon RVC Harus ada
Katoda Graphite, graphite felt, carbon paper,
carbon-cloth, Pt, Pt black, RVC Harus ada
Ruang anoda Glass, polycarbonate, plexiglas
Harus ada Ruang katoda
Glass, polycarbonate, plexiglas Harus ada
Sistem pertukaran ion
Proton exchange membrane: Nafion, Ultrex, polyethylene.poly styrene-co-
divinylbenzene; salt bridge, porcelain septum, atau solely electrolyte
Harus ada
Bahan Material
Keterangan Katalis Elektroda
Pt, Pt black, MnO
2
, Fe
3+,
polyaniline, electron mediator immobilized on anode
Opsional
Sumber: Du et al., 2007
2.2 Faktor Operasional MFCs
2.2.1 Substrat dalam MFCs
Dalam kultur campuran, sulit untuk menganalisis apakah substrat yang terbaik karena proses metabolisme yang berbeda setiap spesies Liu, 2007.
Beberapa penelitian tentang substrat yang telah dilakukan diantaranya mengunakan substrat asetat Logan, et al., 2007, glukosa Catal et al., 2008a,
landfill leachete Greenman et al., 2009, limbah domestik Wang et al., 2009a, dan sodium fumarate Dumas., et al 2008. Selain dari penelitian diatas, menurut
Zhang 2012: 7, menyatakan bahwa substrat merupakan faktor penting dari berbagai macam reaktor MFCs. Hal ini dapat diinformasikan bahwa komunitas
mikroba dan produksi listrik yang dihasilkan selalu berbeda ketika variasi substrat yang digunakan berbeda. COD yang terkandung di dalam limbah mempengaruhi
hasil dari produksi listrik, yakni sebagai sumber karbon untuk produksi listrik serta tujuan pengolahan air limbah. Menurut Metcalf and Eddy 1991, COD
adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik dalam air, sehingga parameter COD mencerminkan banyaknya senyawa organik
yang dioksidasi secara kimia. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mgL, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari
200 mgL dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mgL Alaerts dan Sumestri,1984; Kasam dkk., 2005: 5. Dalam sebuah sistem MFCs, COD
dijadikan sebagai substrat bagi bakteri Mulyani, 2012. Konsentrasi COD yang tinggi
membuat mikroorganisme
mensintesis lebih
enzim dengan
mempertahankan kemampuan menghilangkan COD dalam beberapa waktu.
2.2.2 pH
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH merupakan faktor
kritis untuk semua proses berbasis mikroba. Pada MFCs, pH tidak hanya mempengaruhi metablisme dan pertumbuhan bakteri tapi juga terhadap transfer
proton dan reaksi katoda sehingga mempengaruhi performa MFCs. Sebagian besar MFCs beroperasi pada pH mendekati netral untuk menjaga kondisi
pertumbuhan optimal komunitas mikroba yang terlibat dalam pembentukan listrik Liu, 2008; Kristin, 2012. Menurut Budhi dkk 1999: V-159, derajat keasaman
kultur medium sangat berpengaruh terhadap populasi mikroba. Bakteri penghasil metana sangat sensitif terhadap perubahan pH. Pada rentang pH 6-8, laju produksi
gas metana berkisar antara l-4 mlhari. Penambahan larutan penyangga diperlukan untuk mempertahankan pH sekitar 7 agar pertumbuhan bakteri penghasil metana
tidak terhambat. Kapasitas penyangga dalam reaktor ditunjukkan dengan adanya alkalinitas.
2.2.3 Temperatur
Kinetika bakeri, transfer massa proton melalui elektrolit dan laju reaksi okisgen pada katoda menetukan performa MFCs dan semua tergantung pada
temperatur. Biasanya konstanta reaksi biokimia mengganda setiap kenaikan temperatur 10°C sampai tercapai temperatur optimal. Sebagian besar studi MFCs
dilakukan pada temperature 28-35°C Liu et al., 2008: 277. Dalam penelitian Patil et al., 2010: 16 dijelaskan bahwa temperatur tidak hanya berpengaruh
kepada pertumbuhan bakteri tetapi juga berpengaruh dalam produksi listrik. Secara umum, produksi listrik meningkat sesuai dengan suhu lingkungannya. Hal
ini sudah di observasi dalam penelitian bahwa dalam peningkatan suhu dari 30 - 40
o
C meningkatkan produksi listrik hingga 80 Liu et al., 2010: 2165.
2.2.4 Hydraulic Retention Time HRT
Hydraulic Retention Time merupakan variabel penting lainnya dalam pengolahan air limbah menggunakan reaktor MFCs. HRT mempengaruhi
penurunan kadar CODBOD dan pembentukan daya pada MFCs Liu, 2008; Kristin 2012: 12.
2.2.5 Arsitektur Reaktor MFCs
Secara umum, desain reaktor MFCs dan pemilihan material sangat penting dan berpengaruh terhadap perfoma MFCs. Faktor utama dalam desain MFCs
terdiri dari desain reaktor, jarak elektroda, tipe dan jenis separator, jumlah rasio dari elektroda luas dan volume , jenis elektroda dan pemilihan katalis, larutan
maupun bio katoda Borole et al., 2011: 4816
2.3 Granular Activated Carbon Dual Chamber MFCs GAC-DCMFCs
MFCs dua kompartemen biasanya dijalankan dalam modus batch dengan media kimia tertentu seperti glukosa atau larutan asetat untuk menghasilkan
energi. MFCs dua kompartemen saat ini hanya digunakan di laboratorium. Komponennya memiliki ruang anodik dan ruang katodik yang dihubungkan oleh
PEM, atau kadang-kadang jembatan garam untuk memungkinkan proton bergerak melintasi ke katoda sementara mencegah difusi oksigen ke anoda. Kompartemen
ini dapat dibuat dalam berbagai bentuk praktis Du et al., 2007: 6. Karbon aktif granular GAC, media filter yang umum digunakan dalam
proses pengolahan air limbah, merupakan bahan yang murah dan tahan lama dengan luas permukaan yang tinggi minimal 1000 m
2
g, yang bisa meningkatkan adhesi bakteri dan dapat digunakan sebagai bahan anoda yang
cocok di MFCs Jiang, 2009: 31. Filter GAC telah digunakan selama 20 tahun untuk menghilangkan bahan organik terlarut oleh adsorpsi. Baru-baru ini, telah
diketahui bahwa selain mengadsorpsi bahan organik, GAC juga merupakan bahan yang baik untuk pengembangan bakteri yang menempel. Granular Activated
Carbon Dual Chamber MFCs merupakan modifikasi dari dual chamber MFCs dengan tambahan GAC di ruang anoda seperti desain penelitian Jiang et al.
2009.
Gambar 2.1 GAC-DCMFCs
Sumber: Jiang et al. 2009: 32 Menurut Liu 2012, manfaat penggunaan GAC adalah kemampuannya
untuk menyerap senyawa organik beracun yang mungkin menghambat mikroorganisme yang terlibat dalam sistem anaerobik di MFCs. GAC dapat
memberikan luas area tinggi untuk perlekatan mikroba. Sifat tambahan dari GAC adalah konduktivitas listrik yang tinggi dan kemungkinan bahwa hal itu dapat
berfungsi sebagai akseptor elektron. GAC adalah salah satu jenis elektroda yang efektif dalam MFCs karena mikroorganisme dapat mentransfer elektron ke GAC
yang berfungsi sebagai elektroda di anoda. Produksi arus dalam MFCs dapat dibatasi oleh jumlah luas permukaan anoda tersedia untuk pembentukan biofilm,
dan lambatnya kinetika degradasi substrat.
Gambar 2.2 GAC sebagai Akseptor Elektron
Sumber: J. Liu et al. 2014: 279
2.4 Air Buangan sebagai Bahan Baku MFCs