Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan

(1)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

DESKRIPSI TARI TAMBORIN DAN MUSIK PENGIRING PADA IBADAH RAYA GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) TANJUNG SARI MEDAN

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

HANS MARPAUNG 030707006

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(2)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

DESKRIPSI TARI TAMBORIN DAN MUSIK PENGIRING PADA IBADAH RAYA GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) TANJUNG SARI MEDAN

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

HANS MARPAUNG 030707006

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(3)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

DESKRIPSI TARI TAMBORIN DAN MUSIK PENGIRING PADA IBADAH RAYA GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) TANJUNG SARI MEDAN

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

NAMA : HANS MARPAUNG

NIM : 030707006

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Frida Deliana, M.Si Arifni Netriosa, SST

NIP. 196011181988032001 NIP. 132 104 960

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(4)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi Pada Fakultas Sastra USU Medan

Pada tanggal :

Hari :

Fakultas Sastra USU Dekan

Drs. Syaifuddin, M.A, Ph.D NIP. 132 098 531

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. 2. 3. 4. 5.


(5)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

DISETUJUI OLEH : FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan, Desember 2009

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI Ketua,

Dra. Frida Deliana Harahap, M.Si NIP. 196011181988032001


(6)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

KATA PENGANTAR

Pertama – tama penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kekuatan, kemampuan, dan berkat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul DESKRIPSI TARI TAMBORIN DAN MUSIK

PENGIRING PADA IBADAH RAYA GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) TANJUNG SARI MEDAN, yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Seni (SSn) pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak memdapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulus yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat yang tidak habis-habisnya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Syaifuddin, M.A, Ph. D, selaku Dekan Fakultas Sastra USU, Ibu Dra. Frida Deliana Harahap, selaku Ketua Departemen Etnomusikologi yang sekaligus pembingbing I penulis. Begitu juga kepada Ibu Arifni Netrirosa, SST, sebagai dosen pembimbing II, yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta dosen – dosen lainnya yang menjadi staf pengajar di Departemen Etnomusikologi yang juga telah membantu penulis dalam menyelesaikan mata kuliah selama masa perkuliahan


(7)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Penulis telah berusaha memberikan yang terbaik untuk menyelesaikan tulisan ini, akan tetapi, penulis tetap menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dalam penyempurnaan tulisan ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan meminta maaf kepada pembaca apabila terdapat kesalahan dalam tulisan yang diluar kesengajaan penulis.

Medan, Desember 2009 Penulis


(8)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... BAB I PENDAHULUAN ...

1.1Latar Belakang Masalah ... 1.2 Pokok Permasalahan ... 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 1.3.1 Tujuan Penelitian... 1.3.2 Manfaat Penelitian ... 1.4 Konsep dan Teori ... 1.4.1 Konsep ... 1.4.2 Teori ... 1.5 Metode Penelitian ... 1.5.1 Pemilihan Lokasi Penelitian ... 1.5.2 Pemilihan Informan ... 1.5.3 Kerja Lapangan ... 1.5.4 Studi Kepustakaan ... 1.5.5 Kerja Laboratorium ...

BAB II Gambaran Umum Wilayah Gereja Bethel Indonesia (GBI) ...


(9)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

2.2 Sejarah Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan ... 2.3 Sistem Tata Ibadah ... 2.4 Sistem Agama dan Kepercayaan ... 2.5 Bahasa ...

BAB III DESKRIPSI DAN FUNGSI PERTUNJUKAN TARI TAMBORIN PADA IBADAH RAYA ...

3.1 Sejarah Tari Tamborin ... 3.2 Deskripsi Tari Tamborin ... 3.2.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pertunjukan ... 3.2.2 Pendukung Pertunjukan ... 3.2.3 Perlengkapan Pertunjukan ... 3.2.4 Tamborin ... 3.2.5 Proses Belajar ... 3.2.6 Gerakan-Gerakan Dasar Dalam Tari Tamborin ... 3.3 Fungsi Tari Tamborin ... 3.4.1 Fungsi Tari tamborin Sebagai Sarana Ritual ... 3.4 Properti Tamborin

BAB IV Hubungan Tari Tamborin Dengan Musik Pengiring ...

4.1 Deskripsi Alat Musik Pengiring Tari Tamborin ... 4.2 Penggunaan Musik Pengiring Tari Tamborin ...


(10)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

4.3 Pola Ritem ... 4.4 Pola Gerak Tari Tamborin ... 4.5.1 Hubungan Ritem Internal Dengan Ritem Eksternal ...

4.5.2 Ragam Gerak Dasar Yang Sudah Divariasikan ...

4.5 Fungsi Musik Pengiring Tari Tamborin ... 4.3.1 Fungsi Pengungkapan Emosional ... 4.3.2 Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Keagamaan ... 4.3.3 Fungsi Pengintegrasian Masyarakat ... 4.3.4. Fungsi Komunikasi ... 4.3.5 Fungsi Reaksi Jasmani...

BAB V PENUTUP ...

5.1 Kesimpulan ... 5.2 Saran ...

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR INFORMAN


(11)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

BAB I

P E N D A H U L U A N

1.1 Latar Belakang Masalah

Tari tamborin1 merupakan tarian yang dilaksanakan pada ibadah raya2

Dalam tulisan ini penulis akan menjelaskan pertunjukan tari tamborin dalam konteks ibadah raya GBI (Gereja Bethel Indonesia). Ibadah raya merupakan ibadah yang diadakan setiap hari minggu. Ibadah ini merupakan sarana atau perkumpulan untuk memuji dan memuliakan Tuhan.

di Gereja Bethel Indonesia (GBI). Selain digunakan dalam ibadah raya, tarian tamborin biasanya juga ditarikan pada saat ibadah KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani). Tarian tamborin ini masih tetap digunakan dalam setiap ibadah hingga sampai saat ini. Hal ini juga terlihat di GBI Tanjung Sari sebagai tempat lokasi penelitian.

3

Ibadah raya merupakan sesuatu yang yang penting dan wajib diadakan pada setiap minggunya. Ibadah raya ini dipimpin oleh seorang MC (Master Ceremonial) yang disebut sebagai Worship leader atau pemimpin pujian dan Pendeta sebagai pengkotbah yang akan menyampaikan Firman Tuhan. Dalam ibadah raya seorang Ibadah raya ini mempunyai pola dan tata aturan dalam ibadahnya.

1

Tari tamborin adalah suatu tarian yang menggunakan alat musik tamborin sebagai media untuk menari dimana tarian ini merupakan tarian yang bersifat puji-pujian kepada Tuhan. (Sabda.org., 2009)

2

Ibadah raya adalah ibadah yang diadakan pada hari minggu dan bersifat umum, ibadah raya merupakan puncak dari ibadah dari ibadah-ibadah hari sebelumnya, contohnya ibadah wanita, ibadah pemuda, ibadah tengah minggu, dll. ( wawancara dengan Pdt. J. Palempong, S.Th, Agustus 2009)

3

Ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya (Kamus Umum Bahasa Indonesia:1991)


(12)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

pemimpin pujian mempunyai peran penting yaitu untuk memimpin jalannya ibadah raya dengan memimpin pujian yang dinyanyikan dan diikuti oleh seluruh jemaat. Dalam ibadah raya ini mengandung unsur–unsur tata ibadah yang penting yaitu doa-doa, tari tamborin dan nyayian-nyayian rohani. Unsur-unsur tata ibadah ini merupakan proses jalannya ibadah dari awal sampai akhir ibadah. Unsur-unsur tata ibadah ini antara lain, bersalam-salaman, panggilan untuk merayakan ibadah, pujian dan penyembahan, khotbah, persembahan syukur dan warta jemaat, sakramen dan doa penutup ibadah.(Samuel,2007:109)

Disebut Tari tamborin karena merupakan tari yang menggunakan alat musik tamborin (tambourine frame drums4

Tarian tamborin ini menunjukkan ungkapan ekspresi adanya rasa sukacita dan kegembiraan juga sekaligus sebagai media penyampaian rasa syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, dimana selama satu minggu telah diberi kesehatan dan

) yang termasuk ke dalam klasifikasi alat musik membranophone sebagai media dalam menari sekaligus pencipta ritem (iringan

internal). Tari ini diawali dengan gerakan menepuk-nepuk kulit tamborin sesuai dengan irama dan tempo dari musik pengiringnya. Tamborin dipegang pada tangan kanan dan dimainkan sehingga muncul bunyi gemerincing dan bunyi membran tamborin akibat pukulan telapak tangan kiri. Kecepatan tarian dan pukulan pada tamborin disesuaikan dengan irama dan tempo musik pengiringnya.

4

Tambourine frame drums, frame drums consist of one or two membranes stretched over simple frame

made of thin wood, the frame is usually shallow and adds little resonance when the skin is beaten, most frames are circular but order shapes are also found. Drums of this type originated in the middle east and are still common there. Many frame drums, like the popular tambourine have metal jingle attached to the rim. (Musical Instruments Of The World by The Diagram Group)


(13)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

keselamatan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan informan Bapak Pdt. E. Purba, bahwa dalam ibadah raya, penyajian tari tamborin berfungsi sebagai sarana pujian dan penyembahan kepada Tuhan, dalam hal ini yaitu Tuhan Yesus Kristus.( 25 Mei 2009)

Dalam pelaksanaannya penari tamborin biasanya atau pada umumnya adalah wanita dewasa berusia antara 17 sampai 30, dan selalu perempuan. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan untuk dibawakan oleh anak-anak. Jumlah penari tidak dibatasi tergantung dari kebutuhan, dan luas altar atau panggung. Minimal 2 penari, sampai ratusan penari tamborin tergantung kebutuhan. (Wawancara dengan Rey Situmeang, Agustus 2009)

Dalam Ibadah Raya di gereja biasanya minimal dua sampai puluhan orang. Sedangkan dalam KKR dan ibadah Natal Gabungan yang dilaksanakan di stadion atau lapangan yang luas, biasanya terdiri dari ratusan bahkan bisa sampai ribuan penari tamborin. Sedangkan dalam Lokasi penelitian penulis, jumlah penari terdiri dari 4 sampai 5 orang. Hal ini, sesuai dengan luas altar panggung dan kebutuhan ibadah di GBI Tanjung Sari.

Dalam menarikan tari tamborin, lebih diutamakan gerakan tangan dibandingkan dengan gerakan kaki. Gerakan kaki dilakukan dengan cara melangkah, dimana gerakan kaki ini berupa langkah memutar, langkah kiri, langkah kekanan, kedepan maupun kebelakang.

Dalam sebuah komposisi kelompok, setiap pola rangkaian gerakan dapat dilakukan secara serempak, berimbang, berseling–seling, terpecah–pecah dan


(14)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

berurutan; dengan pola lantai yang dapat dibuat tetap di tempat atau berpindah– pindah tempat (Sal Murgiyanto 1972:39). Dalam hal ini tari tamborin merupakan tarian yang dilakukan dengan gerakan yang serempak dengan pola lantai yang tetap.

Tari tamborin ini biasanya dilaksanakan setelah pemimpin pujian berdoa untuk memulai kebaktian. Tarian tamborin ini dilaksanakan dalam suasana ibadah yang terdiri dari Pujian dan Penyembahan. Pujian adalah penyampaian ungkapan syukur melalui nyanyian dengan suasana yang gembira dan riang dan biasanya lagu yang dinyanyikan bertempo cepat. Sedangkan penyembahan adalah nyanyian yang bertempo lambat.

Tari tamborin merupakan tari yang berfungsi sebagai sarana pendukung

pelaksaaan tata ibadah pujian dan penyembahan5 kepada Tuhan. Dalam

pelaksanaannya para penari harus benar-benar mengerti dan bisa menghayati hal – hal yang terkandung pada tarian tersebut agar tari yang disajikan dapat membuat jemaat ikut merasakan sukacita dalam tarian tersebut. Dengan demikian tari tamborin merupakan suatu tarian yang bersifat tari dramatik yang tidak berdialog sehingga diharapkan dari gerakan tari itu saja sudah cukup untuk mewakili isi dan tema dari tarian tersebut6

Proses penyajian tari tamborin tidak berdiri sendiri, karena selalu mengikuti nyanyian yang dilantunkan oleh jemaat dan dipimpin oleh seorang Pemimpin Pujian

.

5

Menurut fungsinya, tari-tarian Indonesia dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok tari upacara, kelompok tari bergembira atau tari pergaulan yang sering disebut tari sosial, dan kelompok tari teatrikal atau tari tontonan (Soedarsono, 1972:96)

6

Bahwa jenis-jenis tari ada didasarkan pada pola gerak, fungsi, kareografi dan tema. Sedang jenis tari menurut tema terdiri dari tari dramatik dan non dramatik. Tari dramatik terbagi dua yang berdialog dan non dialog atau lebig dikenal dengan Sendratari (Suparta, 1982:38)


(15)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

(Worship Leader). Disamping itu harus diiringi musik, alat musik pengiringnya yaitu terdiri dari drum set, bass elektrik, keyboard dan piano elektrik (pengiring eksternal).

Dalam penyajian tari tamborin, musik pengiring berperan penting karena menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan. Dengan demikian penulis melihat ada hubungan antara tari tamborin dan musik penggiring.

Perpaduan tari tamborin dan musik pengiring merupakan sesuatu hal yang sama sama saling mempengaruhi. Biasanya gerakan tari tamborin sejalan dengan tempo musik, jika musik yang dimainkan bertempo cepat, gerakan tari juga seirama dengan musik. Demikian juga sebaliknya, ketika musik yang dimainkan bertempo lambat, maka gerakan tari juga mengikuti tempo musik tersebut.

Peranan musik iringan dalam tari tamborin merupakan hal yang penting dimana musik menjadi pembentuk suasana dan juga memperjelas tekanan-tekanan gerak. Ketika lagu tersebut dimainkan, terjadi perubahan pola gerak tari tamborin untuk setiap bagian lagu yang sedang dimainkan. Contohnya, dalam sebuah lagu yang dimainkan dalam ibadah, biasanya terdiri atas beberapa bagian yaitu intro, bait, reff , interlude dan ending. Gerakan tari tamborin disesuaikan dengan pola tersebut. Dengan demikian, gerakan tari tamborin sejalan dengan musik yang dimainkan.

Karena adanya penyajian tari tamborin di GBI khususnya GBI Tanjung Sari, membuat penulis tertarik mengangkatnya dalam suatu bentuk skripsi. Hal-hal di atas menarik perhatian penulis untuk meneliti dan melihat penyajian tari tamborin ini dalam suatu ibadah raya GBI.


(16)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Dimana semua komponen termasuk tari, musik, perlengkapan serta persiapan yang dilakukan serta hal – hal yang mendukung pertunjukan menjadi bahan penelitian yang menarik untuk dibahas.

Untuk itu penulis akan meneliti dan membahas tulisan ini untuk dijadikan skripsi dengan judul : DESKRIPSI TARI TAMBORIN DAN MUSIK

PENGIRING PADA IBADAH RAYA GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) TANJUNG SARI MEDAN


(17)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

1.2 Pokok Permasalahan

Untuk membatasi pembahasan agar topik menjadi terfokus, dan menjaga agar pembahasan nantinya tidak menjadi melebar maka disini penulis membuat pembatasan masalah dalam bentuk pokok permasalahan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis perlu menentukan hal-hal yang menjadi pokok permasalahan yaitu :

1. Bagaimana deskripsi penyajian tari tamborin pada pada ibadah raya GBI Tanjung Sari Medan

2. Perlengkapan apa saja yang diperlukan dalam mendukung pertunjukan tari tamborin pada ibadah raya GBI Tanjung Sari Medan

3. Bagaimana fungsi tari tamborin dalam ibadah raya GBI Tanjung Sari Medan dan deskripsi musik pengiring.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan

Adapun tujuan penulisan tentang tari tamborin dan musik pengiringnya pada ibadah GBI Tanjung Sari Medan adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana deskripsi penyajian tari tamborin pada ibadah raya GBI Tanjung Sari Medan.

2. Untuk mengetahui apa saja yang diperlukan dalam mendukung pertunjukan tari tamborin pada ibadah raya GBI Tanjung Sari Medan.


(18)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

3. Untuk mengetahui bagaimana fungsi tari tamborin dan deskripsi musik pengiring.

1.3.2 Manfaat

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Sebagai salah satu bahan informasi untuk melihat keberadaan tari tamborin pada ibadah keagamaan.

2. Sebagai dokumentasi suatu bentuk tari yang terdapat pada kegitan keagamaan. 3. Sebagai dokumentasi sehingga menambah referensi bagi dunia pengetahuan

Etnomusikologi.

4. Sebagai bahan informasi penggunaan dan fungsi tari tamborin yang diiringi oleh musik.

5. Sebagai bahan untuk menambah referensi bagi peneliti – peneliti lainnya dalam melihat fenomena tari tamborin dalam ibadah keagamaan.

1.4 Konsep dan Teori yang digunakan 1.4.1 Konsep

Koentjaraningrat (1991:21), mengemukakan konsep sebenarnya adalah defenisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala. Konsep merupakan defenisi dari apa yang akan kita amati, konsep menentukan antara variabel–variabel mana


(19)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

yang kita inginkan untuk menentukan hubungan empiris7

7

Pendapat ini dutulis oleh Mely G Tan dalam Buku yang ditulis Koentjaraningrat “Metode Penelitian Masyarakat”

. Sehubungan dengan penulisan ini, akan diuraikan beberapa konsep yang dibutuhkan, yaitu :

Deskripsi, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1985:34) adalah menggambarkan apa adanya. Asal kata deskriptif, dari bahasa Inggris yaitu

descriptive, yang berarti bersifat menyatakan sesuatu dengan memberikan gambaran

melalui kata-kata atau tulisan. Seeger (1958:184) menyebutkan, penyampaian objek dengan menerangkan terhadap pembaca secara tulisan maupun lisan dengan sedetail-detailnya. Dengan demikian deskripsi yang penulis maksudkan adalah menyampaikan dengan menggambarkan melalui tulisan secara jelas mengenai tari tamborin dan musik pengiringnya pada ibadah GBI Tanjung Sari Medan.

Untuk memahami fungsi tari tamborin dan sekilas fungsi musik pengiringnya yang terdapat pada ibadah raya GBI Tanjung Sari Medan, penulis mengacu pada pendapat Alan P. Merriam (1964:210) mengenai penggunaan dan fungsi musik. Dimana diartikan bahwa use (penggunaan) menitik beratkan pada masalah situasi atau cara yang bagaimana musik itu digunakan, sedangkan function (fungsi) menitik beratkan pada alasan penggunaan atau tujuan pemakaian musik, terutama maksud yang lebih luas, sampai sejauh mana musik itu mampu memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. Dalam tulisan ini, penulis hanya melihat fungsi tari tamborin dan musik pengiring hanya sebatas di dalam ibadah raya.


(20)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Menurut BPH Suryodiningrat, “Tari adalah gerakan-gerakan dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras dengan irama musik serta mempunyai maksud tertentu8

8

Lihat, Pengantar Pengetahuan tari oleh Dra. Tuti Rahayu (2002:03)

”. Dalam tulisan ini yang penulis maksud dengan tarian tamborin adalah tarian yang digunakan pada ibadah raya GBI Tanjung Sari. Tarian ini menggunakan media tamborin sebagai perlengkapan dalam pertunjuan tari tamborin. Dalam hal ini tamborin merupakan alat musik yang mempunyai selaput dan mempunyai ring di sekelilingnya, dimainkan minimal empat atau lima orang perempuan. Tarian ini diiringi alat musik modren seperti gitar elektrik, bas elektrik, piano, keyboard, drum set dan nyayian vokal dari jemaat.

Ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya (Kamus Umum Bahasa Indonesia:1991). Raya berarti besar(Kamus Umum Bahasa Indonesia:1991). Ibadah raya dalam tulisan ini merupakan ibadah yang dilakukan pada hari minggu oleh jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI). Dimana ibadah ini merupakan suatu persekutuan antara manusia dan Tuhan. Ibadah ini melibatkan aspek agama atau religi. Ibadah raya ini menggunakan aspek musik dan tari di dalamnya.

Gereja Bethel Indonesia (GBI) adalah salah satu dari denominasi gereja yang ada di Indonesia yang beraliran kharismatik dan telah tersebar di seluruh indonesia antara lain Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Jawa, Sulawesi dll. Gereja Bethel Indonesia biasa disebut dengan GBI. Dalam hal ini jemaatnya atau masyarakat pendukungnya mempunyai kesamaan kebudayaan. Seperti yang dikemukakan oleh


(21)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Koentjaraningrat (1986:160), bahwa masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat tertentu yang bersifat kontiniu dan terikat oleh rasa identitas bersama.

1.4.2 T e o r i

Teori adalah salah satu acuan yang digunakan untuk menjawab masalah-masalah yang timbul dalam tulisan ini. Dengan pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan

dari pemikiran untuk memperoleh suatu teori-teori yang bersangkutan

(Koentjaraningrat 1983 : 30).

Koentjaraningrat (1985:243) juga mengatakan bahwa komponen upacara ada empat yaitu tempat upacara, saat upacara, benda-benda dan alat upacara, serta orang yang melakukan dan memimpin upacara. Melihat teori di atas bahwa tari tamborin merupakan tarian yang terdapat dalam ibadah raya. Tarian ini mempunyai waktu dan tempat yang disediakan dalam ibadah, beberapa orang penari dan pemusik yang mengiringi tarian, dan jemaat dalam ibadah. Pada ibadah raya ini ibadah dipimpin oleh seorang pemimpin pujian atau disebut worship leader. Seorang pemimpin pujian akan mengorganisir jalannya ibadah.

Pembahasan fungsi yang lebih luas menyangkut fungsi tari tamborin pada ibadah Gereja Bethel Indonesia (GBI), penulis juga mengutip teori Soedarsono yang mengatakan bahwa secara garis besar fungsi seni pertunjukan dalam kehidupan manusia dikelompokkan menjadi 3 yaitu, (1) seni sebagai sarana ritual, penikmatnya


(22)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

adalah kekuatan-kekuatan yang tidak kasat mata, (2) seni sebagai sarana hiburan pribadi, penikmatnya adalah pribadi-pribadi yang melibatkan diri dalam pertunjukan, dan (3) seni sebagai presentasi estetis, yang pertunjukannya harus dipersentasikan atau disajikan kepada penonton9

Berkenaan dengan fungsi musik, menurut Alan P. Merriam terdapat sekurang-kurangnya sepuluh fungsi musik, yaitu : (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) fungsi penghayatan estetika, (3)fungsi hiburan, (4) fungsi komunikasi, (5) fungsi perlambangan, (6) fungsi reaksi jasmani, (7) fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan, (8) fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial, (9) fungsi kesinambungan kebudayaan, dan (10) fungsi pengintegrasian masyarakat (Merriam, 1964:219-226). Dengan melihat kesepuluh fungsi musik di atas, maka musik pengiring tari tamborin digolongkan ke dalam fungsi pengungkapan emosional dan fungsi keagamaan.

. Penggunaan teori yang disampaikan oleh R.M Soedarsono, penulis terapkan hanya pada pendapat pertama. Pendapat pertama yaitu seni sebagai sarana ritual.

Bila ditinjau pendapat dari Soedarsono maka dapat kita lihat bahwa tarian ini merupakan bagian dari kegiatan ritual keagamaan, dimana dalam hal ini tari tamborin merupakan salah satu bagian dari ibadah. Jemaat menyakini adanya kehadiran Tuhan dalam ibadah ini untuk bersekutu. Sehingga jemaat memuji dan menyembah Tuhan dengan nyayian-nyayian, doa-doa dan tarian, dengan harapan adanya berkat dari Tuhan.

9


(23)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Untuk menggambarkan makna yang terkandung pada pertunjukan tari tamborin, penulis menggunakan pendekatan yang dikatakan Soedarsono (1972:81-98) yang mengatakan bahwa tari adalah seni yang memiliki substansi dasar yaitu gerak yang telah diberi bentuk ekspresif dimana gerakan ini memiliki hal-hal yang indah dan menggetarkan perasaan manusia, yang di dalamnya mengandung maksud tertentu dan juga mengandung maksud simbolis yang sukar untuk dimengerti.

Dalam meneliti gerak tari tamborin tersebut terdapat teori Notasi Laban (Edi Sedyawati, 2006:298) yang membahas secara detail bentuk dan polanya, mengingat penulis tidak sanggup secara detail untuk menotasikan gerak tari pada teori Notasi Laban, maka dalam tulisan ini penulis akan menggunakan lambang–lambang umum dan sederhana yang dapat mewakilkan pola gerak tari tamborin dengan teori kineosiologi. Teori kenesiologi adalah ilmu yang mempelajari gerak. Fokus dari teori kinesiologi ini adalah membahas fungsi dan gerak tubuh.

Hubungan musik dan tari adalah suatu fenomena yang berbeda tetapi dapat juga digabungkan dengan aspek yang mendukung. Musik merupakan rangkaian ritme dan nada sedangkan tarian adalah rangkaian gerak, ritme dan ruang, dimana fenomena keduanya merupakan suatu yang berlawanan, yang mana musik merupakan fenomena yang terdengar tapi tidak terlihat dan tarian merupakan fenomena yang terlihat tapi tidak terdengar (Wimbrayardi 1999:9-10)

Untuk melakukan analisis musikal terhadap tari penulis menggunakan teori yang diungkapkan Nettl (1964:145) dalam menganalisis bunyi musikal hal-hal yang terpenting dilakukan adalah melihat aspek ritem, melodi dan musik. Kemudian Malm


(24)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

(1977:15), menyebutkan bahwa beberapa bagian penting yang harus diperhatikan dalam menganalisis melodi adalah: (1) scale (tangga nada); (2) pitcher center (nada

pusat); (3) reciting tone (wilayah nada); (4) jumlah nada; (5) penggunaan interval; (6) pola cadensa; (formula melodi; (8) kantur.

Untuk menotasikan musik, penulis akan berpedoman pada tulisan Seegar (1971:24-34) yang mengemukakan bahwa ada dua jenis notasi, yang dibedakan menurut tujuan notasi tersebut. Pertama adalah notasi perskriptif yaitu notasi yang bertujuan untuk seorang penyaji (bagaimana ia harus menyajikan sebuah komposisi dari musik), selanjutnya disebutkan bahwa notasi ini merupakan suatu alat untuk membantu mengingat. Kedua adalah notasi deskriptif yakni, notasi yang bertujuan untuk menyampaikan kepada pembaca ciri-ciri dan detail-detail dari komposisi musik yang memang belum diketahui oleh pembaca.

Menurut penulis teori-teori dengan pendekatan para ahli tersebut di atas sangat relevan dengan topik permasalahan dalam tulisan ini, oleh karena itu penulis akan menggunakannya sebagai landasan kerangka berfikir untuk pembahasan selanjutnya.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam menulis fungsi musik dan tari ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian yang bersifat deskriptif, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat–sifat suatu individu, keadaan, gejala, kelompok tertentu, untuk menentukan sifat–sifat suatu individu, keadaan,


(25)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

gejala, kelompok tertentu, untuk menentukan frekuensi penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat. Dalam hal ini tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1991:29), sedangkan menurut R.M Soedarsono (1999:46) penelitian kualitatif data-data hasil penelitian harus dicermati dengan cermat dan dianalisa.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1990:581), metode penelitian diartikan sebagai cara mencari kebenaran dan azas-azas alam, masyarakat atau kemanusiaan yang bersangkutan. Dalam kaitan ini Hasan (1985:7) mengatakan metode merupakan cara atau sistematika kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.

Bahan ataupun data penelitian dapat diperoleh dari tulisan–tulisan atau ceramah yang terekam dalam konteks yang berbeda–beda, bisa dari observasi, berita surat kabar dan sebagainya. Salah satu sifat dari data kualitatif adalah data ini merupakan data yang memiliki kandungan yang kaya, yang multi dimensional dan kompleks. Penelitian ini tidak mempersoalkan sampel dan populasi sebagaimana dalam penelitian kuantitatif.

Untuk melakukan penelitian tentang tari tamborin beserta musik pengiringnya, penulis mengacu pada pendapat Nettle (1964 : 62) ada dua hal yang esensial untuk melakukan aktivitas penelitian dalam disiplin etnomusikologi yaitu kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Dalam proses pengumpulan data, penulis menentukan cara yang sesuai agar data terkumpul dengan


(26)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

benar. Untuk merealisasikan hal tersebut, penulis melakukan beberapa hal seperti menentukan, mencari lokasi penelitian, mencari sejumlah informan dan melakukan studi kepustakaan.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Untuk mencari tulisan-tulisan pendukung, sebagai kerangka landasan berfikir dalam tulisan ini, adapun yang dilakukan adalah studi kepustakaan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan, guna melengkapi data yang dibutuhkan dalam penulisan dan penyesuaian data dari hasil penelitian lapangan. Sumber bacaan atau literatur itu dapat berasal dari penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dalam bentuk skripsi.

Selain itu sumber bacaan yang menjadi pendukung dalam penelitian penulis yang berupa buku yang ditulis oleh Tuti Rahyu dengan judul Pengantar Pengetahuan Tari, juga oleh R.M Soedarsono dengan judul Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari, Mike & Viv Hibert dengan judul Pelayanan Musik, dan Mawene, M.Th dengan judul Gereja yang bernyanyi

Namun penulis mengalami kesulitan akan minimnya referensi dalam bentuk tulisan yang berhubungan dengan tarian tamborin.

1.5.2 Kerja Lapangan

Dalam kerja lapangan penulis melakukan pengamatan, wawancara dan perekaman/pencatatan data. Selain itu penulis juga melaksanakan interaksi dengan


(27)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

para informan dan jemaat untuk mendukung mudahnya pelaksanaan penelitian. Sehingga dalam pengamatan, penulis dapat dikategorikan melakukan pengamatan terlibat, dimana berinteraksi langsung dengan objek penelitian. Namun tetap menjaga etika sebagai seorang peneliti, tetap bertindak sebagai out sider terhadap objek penelitian.

1.5.3 Wawancara

Salah satu tehnik pengumpulan data dalam penelitian adalah dengan teknik wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan bertanya langsung kepada subjek penelitian. Sebagai modal awal penulis berpedoman pada pendapat Koentjaraningrat (1981:131) yang mengatakan :

“Kegiatan wawancara secara umum dapat dibagi tiga kelompok yaitu : persiapan wawancara, tehnik wawancara, tehnik bertanya dan pencatatan data hasil wawancara”

Koentjaraningrat (1981:139) juga mengemukakan bahwa wawancara itu sendiri berdiri sendiri dari beberapa bagian yaitu :

Wawancara terfokus, bebas dan sambil lalu. Dalam wawancara berfokus diskusi berpusat pada pokok permasalahan. Dalam wawancara bebas diskusi berlangsung dari suatu masalah kemasalah lain tetapi tetap menyangkut pada pokok permasalahan. Wawancara sambil lalu adalah diskusi – diskusi yang dilakukan untuk menambah/melengkapi data yang sudah terkumpul.

Sesuai dengan pendapat dari Koentjaraningrat mengenai kegiatan wawancara maka sebelum wawancara penulis telah mempersiapkan hal–hal yang berhubungan dengan kegiatan wawancara demi kelancaran seperti alat tulis, daftar pertanyaan, dan


(28)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

tape recorder untuk merekam. Tehnik bertanya penulis kemukakan berdasarkan daftar pertanyaan dan juga pertanyaan spontanitas sesuai dengan situasi di lapangan. Pencatatan hasil wawancara penulis lakukan begitu mendapat jawaban dan yang tidak sempat dicatat masih bisa didengarkan dari hasil rekaman. Wawancara penulis lakukan dengan informan pangkal dan kemudian informan kunci.

wawancara penulis lakukan dengan beberapa orang yang menjadi populasi penelitian yaitu:

1. Wawancara dengan Bapak Pdt. E. Purba, yang bertujuan untuk mendapatkan informasi dan data mengenai Gereja Bethel Indonesia (GBI) juga untuk mengetahui tentang tari tamborin dan musik yang ada.

2. Wawancara dengan Rahman, yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai sistem tata ibadah yang ada dalam Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan.

3. Wawancara dengan Intan Manullang sebagai salah satu pelatih dan penari tarian tamborin yang ada di GBI Tanjung Sari Medan, yang bertujuan untuk memberikan informasi dan data mengenai tari tamborin

4. Wawancara dengan Vero sebagai salah satu pelatih dan penari tarian tamborin yang ada di GBI P. Bulan Medan, yang bertujuan untuk memberikan informasi dan data mengenai tari tamborin

5. Wawancara dengan Herdi Berutu sebagai salah satu pemain musik dan ketua departemen musik GBI Tanjung Sari Medan, yang bertujuan untuk memberikan informasi dan data mengenai musik pengiring tari tamborin.


(29)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Pada saat proses wawancara berlangsung penulis menerapkan wawancara bebas. Dimana pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan kepada informan berlangsung dari suatu masalah ke masalah yang lain tetapi tidak keluar dari topik permasalahan. Data-data hasil wawancara tersebut penulis rekam dengan tape recorder.

1.5.4 Observasi

Observasi atau pengamatan, dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan indera penglihatan, yang juga berarti tidak melakukan pertanyaan-pertanyaan. Dalam mengumpulkan data salah satu tehnik yang cukup baik untuk diterapkan adalah pengamatan secara langsung/observasi terhadap subyek diteliti.

Dalam hal ini penulis mengadakan observasi/pengamatan secara langsung yaitu setiap hari minggu pada saat ibadah tepatnya di GBI Tanjung Sari Medan. Penulis juga melihat latihan dari pada tari dan musik.

1.5.5 Kerja Laboratorium

Semua data yang telah diperoleh dari penelitian lapangan dan studi kepustakaan akan dianalisis agar sesuai dengan pembahasan sehingga menghasilkan suatu tulisan yang baik dalam melakukan penelitian.Ketika penulis masih kekurangan data, maka untuk mengatasi hal tersebut penulis mengadakan evaluasi ulang dan terkadang penulis juga melakukan wawancara dengan pengamatan ulang untuk


(30)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

memperoleh data yang lebih akurat.

Dengan kerja laboratorium, hasil rekaman juga didengarkan secara berulang-ulang, kemudian dicatat untuk selanjutnya diklasifikasikan. Data dalam rekaman menggunakan bahasa Indonesia.

1.6 Pemilihan Lokasi Penelitian

Dalam penelitian lokasi, penulis menetapkan GBI Tanjung Sari Medan. Tempat ini sebagai tempat diadakannya ibadah raya maupun ibadah-ibadah tambahan lainnya. Adapun alasan penulis memilih tempat tersebut karena penulis mengikuti ibadah minggu di tempat tersebut. Dalam setiap minggunya penulis melihat dan memperhatikan tari tamborin yang ada dalam ibadahnya. Gereja ini juga sebagai tempat latihan tari tamborin dan musik setiap minggunya


(31)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

BAB II

GAMBARAN UMUM GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI)

2.1 Sejarah Gereja Bethel Indonesia (GBI)

Gereja Bethel Indonesia, disingkat GBI, adalah salah satu sinode gereja besar di Indonesia yang bernaung di bawah PGI (Persekutuan Gereja Indonesia). Selain itu GBI juga merupakan anggota dari Dewan Pentakosta Indonesia (DPI) dan Persekutuan Injil Indonesia (PII).

Pada tahun 1922, Pendeta W.H. Offiler dari Bethel Pentecostal Temple Inc., Seattle,Washington Amerika Serikat, mengutus dua orang misionarisnya ke Indonesia, yaitu Pdt. Van Klaveren dan Groesbeek. Ke dua missionaris ini adalah orang Amerika keturunan Belanda.

Sesudah tiba di Indonesia, tujuan awal kedatangan mereka untuk memberitakan Injil di Bali, tetapi kemudian pindah ke Cepu, Jawa Tengah. Di kota ini mereka bertemu dengan F.G. Van Gessel, seorang Kristen Injil yang bekerja pada perusahaan minyak Belanda Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Van Gessel pada tahun sebelumnya telah bertobat dan menerima hidup baru dalam kebaktian Vrije Evangelisatie Bond yang dipimpin oleh Pdt. C.H.Hoekendijk (ayah dari Karel Hoekendjik).

Groosbeek kemudian menetap di Cepu dan mengadakan kebaktian bersama-sama dengan Van Gessel. Sementara itu, Van Klaveren pindah ke Lawang, Jawa


(32)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Timur. Januari 1923, Nyonya Van Gessel sebagai wanita yang pertama di Indonesia yang menerima Baptisan Roh Kudus dan demikian pula dengan suaminya beberapa bulan setelahnya.

Tanggal 30 Maret 1923, pada hari raya Jumat Agung, Groesbeek mengundang Pdt. J. Thiessen dan Weenink Van Loon dari Bandung dalam rangka pelayanan baptisan air pertama kalinya di Jemaat Cepu ini. Pada hari itu, lima belas jiwa baru dibaptiskan.

Dalam kebaktian-kebaktian berikutnya, bertambah-tambah lagi jemaat yang menerima Baptisan Roh Kudus, banyak orang sakit mengalami kesembuhan secara mujizat. Karunia-karunia Roh Kudus dinyatakan dengan ajaib di tengah-tengah jemaat itu. Inilah permulaan dari gerakan Pentakosta di Indonesia.

Keempat orang ini yaitu Van Klaveren, Groesbeek, Van Gessel, dan Pdt. J. Thiessen merupakan pionir dari "Gerakan Pentakosta" di Indonesia. Sesudah itu, tak lama kemudian Groesbeek pindah ke Surabaya, sedangkan Van Gessel telah menjadi Evangelis yang meneruskan memimpin Jemaat Cepu. April 1926, Groesbeek dan Van Klaveren berpindah lagi ke Batavia (Jakarta). Sementara Van Gessel meletakkan jabatannya sebagai pegawai tinggi di BPM dan pindah ke Surabaya untuk memimpin Jemaat Surabaya.

Jemaat yang dipimpin Van Gessel itu bertumbuh dan berkembang pesat dengan membuka cabang-cabang dimana-mana, sehingga mendapat pengakuan Pemerintah Hindia Belanda dengan nama “De Pinksterkerk in Indonesia” (sekarang


(33)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

GPdI). Pada 1932, Jemaat di Surabaya ini membangun gedung Gereja dengan kapasitas 1.000 tempat duduk (gereja yang terbesar di Surabaya pada waktu itu).

Tahun 1935, Van Gessel mulai meluaskan pelajaran Alkitab yang disebutnya “Studi Tabernakel”. Melihat pesatnya perkembangan gereja yang telah dirintis oleh Van Gessel, Gereja Bethel Pentecostal Temple Seattle, kemudian mengutus beberapa misionaris lagi. Satu diantaranya yaitu, W.W. Patterson yang membuka Sekolah Akitab di Surabaya (NIBI: Netherlands Indies Bible Institute). Sesudah Perang Dunia II, para misionaris itu melanjutkan pelayanan kembali dengan membuka Sekolah Alkitab di berbagai tempat.

Sesudah selesai perang melawan agresi militer Belanda di Indonesia, maka pimpinan gereja harus diserahkan kepada orang Indonesia. Pada saat itulah H.N. Rungkat terpilih sebagai ketua GPdI menggantikan Van Gessel.

Alasan yang menyebabkan terjadinya perpindahan tampuk pimpinan di sebabkan pada saat itu, jemaat gereja yang seharusnya menjaga jarak dari sikap politik yang terpecah belah terjebak dalam nasionalisme yang tengah berkobar-kobar dalam menghadapi penjajahan Belanda. Akibatnya roh nasionalisme meliputi suasana kebaktian dalam gereja-gereja Pentakosta. Van Gessel menyadari bahwa ia tidak bisa lagi bertindak sebagai pemimpin. Dan menyerahkan tampuk pimpinan kepada H.N. Rungkat.

Kondisi rohani Gereja Pentakosta disaat itu yang sedang tidak kondusif menyebabkan ketidakpuasan disebagian kalangan pendeta-pendeta GPdI. Ketidakpuasan ini juga ditambah lagi dengan kekuasaan otoriter dari Pengurus Pusat


(34)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Gereja. Akibatnya, sekelompok pendeta yang terdiri dari 22 orang, memisahkan diri dari Organisasi Gereja Pentakosta, diantaranya adalah Pdt. H.L. Senduk.

Pada tanggal 21 Januari 1952, di kota Surabaya, mereka kemudian membentuk suatu organisasi gereja baru yang bernama Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS). Van Gessel dipilih menjadi “Pemimpin Rohani” dan H.L Senduk ditunjuk menjadi “Pemimpin Organisasi” (Ketua Badan Penghubung). H.L. Senduk berperan sebagai Pendeta dari jemaat yang ada di Jakarta, sedangkan Van Gessel pimpinan seluruh jemaat yang ada di Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 1954, Van Gessel meninggalkan Indonesia dan pindah ke Irian Jaya (waktu itu di bawah Pemerintahan Belanda). Jemaat Surabaya diserahkannya kepada menantunya, Pdt. C. Totays.

Di Hollandia (sekarang Jayapura). Van Gessel membentuk suatu organisasi baru yang bernama Bethel Pinkesterkerk (sekarang Gereja Bethel Pentakosta). Van Gessel kemudian meninggal dunia pada tahun 1957 dan kepemimpinan Jemaat Bethel Pinkesterkerk diteruskan oleh Pdt. C. Totays.

Pada tahun 1962, sesudah Irian Jaya diserahkan kembali kepada Pemerintah Indonesia, maka semua warga negara Kerajaan Belanda harus kembali ke negerinya. Jemaat berbahasa Belanda di Hollandia ditutup, tetapi jemaat-jemaat berbahasa Indonesia berjalan terus di bawah pimpinan pendeta-pendeta Indonesia. Roda sejarah berputar terus, dan GBIS di bawah pimpinan H.L. Senduk berkembang dengan pesat. Bermacam-macam kesulitan dan tantangan yang harus dihadapi organisasi ini. Namun semakin besarnya organisasi, begitu banyak kepentingan yang harus diakomodasi.


(35)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Pada 1968-1969, kepemimpinan Senduk di GBIS diambil alih oleh pihak-pihak lain yang disokong suatu keputusan Menteri Agama. H.L. Senduk dan pendukungnya memisahkan diri dari organisasi GBIS.

Pada tanggal 6 Oktober 1970, H.L. Senduk dan rekan-rekannya membentuk sebuah organisasi Gereja baru bernama Gereja Bethel Indonesia (GBI) dan diakui sebagai suatu agama yang berhak hidup dan berkembang di bumi Indonesia. Gereja ini diakui oleh Pemerintah secara resmi melalui Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 41 tanggal 9 Desember 1972.

Pada tahun 1972, Pdt H.L.Senduk memanggil anak rohaninya, Pdt S.J. Mesach dan Pdt Olly Mesach untuk membantu pelayanan di GBI Jemaat Petamburan. Saat itu, Pdt S.J. Mesach telah menjadi Gembala Sidang GBI Jemaat Sukabumi, yang telah dilayaninya sejak tahun 1963.

Pada awalnya GBI memiliki jemaat dengan jumlah 20 orang jemaat ,yang kemudian berkembang hingga saat ini jumlah jemaat GBI mencapai sekitar ratusan ribu jemaat yang tersebar di seluruh pelosok Tanah Air dan Luar Negeri.

Pada saat ini, Pdt H.L. Senduk melayani GBI Jemaat Petamburan dibantu oleh istrinya Pdt Helen Theska Senduk, dan Pdt Thio Tjong Koan serta Pdt Harun Sutanto.


(36)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

2.2 Sejarah Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan

GBI Tanjung Sari Medan adalah sebuah gereja yang berada dalam Sinode Gereja Bethel Indonesia (GBI), yang merupakan anggota dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Dewan Pentakosta Indonesia (DPI), dan Persekutuan Injili Indonesia (PII).

Gereja Bethel Indonesia (GBI) T. Sari merupakan salah satu organisasi gereja yang ada di kota Medan. Gereja Bethel Indonesia terletak di Jl. Setia Budi Medan. Gereja Bethel Indonesia (GBI) T. Sari didirikan dan diprakarsai oleh Bpk. Pdt. E. Purba. Bpk. Pdt. E. Purba adalah sebagai pimpinan dari Gereja Bethel Indonesia (GBI) T. Sari. Gereja ini berdiri semenjak tahun 2001 sampai dengan sekarang.

Gereja ini diakui keberadaannya oleh Departemen Agama Indonesia. Ibadah raya di gereja ini dilaksanakan dengan dua sesi, sesi pertama pukul 08.00 wib dan ibadah kedua pada pukul 10.00 wib. Selain ibadah raya terdapat ibadah lainnya, yaitu ibadah tengah minggu yang diadakan pada hari rabu pukul 20.00 wib, ibadah pemuda yang diadakan pada hari sabtu pukul 19.00 wib.

2.3 Sistem Tata Ibadah

Sistem tata ibadah merupakan sistematika jalannya acara pada ibadah raya. Adapun sistem tata ibadah dalam Gereja Bethel Indonesia (GBI) adalah sebagai berikut:


(37)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

• Pra Ibadah

1. Panggilan untuk merayakan ibadah/Ucapan selamat datang

Sesudah masuk gereja dan waktu ibadah akan segera dimulai, maka pemimpin pujian naik ke altar. Panggilan merayakan ibadah dilakukan. Pemimpin pujian menyambut panggilan merayakan ibadah dengan mengucapkan selamat datang kepada semua jemaat yang telah hadir.

2. Bersalam-salaman/Fellowship

Hal yang pertama sekali dilakukan adalah mengajak semua jemaat bersalaman dengan sesama anggota yang hadir. Pemimpin pujian atau worship leader mengajak jemaat untuk bersalaman dengan jemaat yang ada di dekatnya. Hal ini dilakukan adalah untuk mengakrapkan jemaat yang satu dengan jemaat yang lainnya.

• Ibadah

1. Doa Pembuka

Sesudah panggilan merayakan ibadah dilakukan, maka seorang pemimpin pujian memulai ibadah dengan doa pembuka.

2. Penyembahan (Worship)

Seluruh Jemaat dipimpin oleh pemimpin pujian menaikkan ucapan syukur dengan membawakan lagu penyembahan. Pada saat inilah para penari tamborin tampil ke atas altar. Mereka menari mengikuti nyanyian yang dibawakan.


(38)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Penyembahan10

1. Penyembahan yang indah menciptakan suasana doa. Bene cantat bis orat: bernyanyi dengan baik sama dengan berdoa dua kali.

lebih bersifat batiniah dibandingkan dengan pujian. Penyembahan berarti memasuki suatu kemesraan dengan Tuhan. Meskipun pujian maupun penyembahan memiliki sifat pewartaan, penyembahan lebih bersifat hubungan vertikal, relasi antara manusia dan Tuhan. Penyembahan melibatkan pula emosi dan perasaan yang terdalam. Bernyanyi penuh perasaan bukan berarti bernyanyi tanpa menahan diri. Teknik bernyanyi tetap perlu sebab hanya dengan bernyanyi dengan penuh perasaan dan dengan teknik bernyanyi yang baik akan dihasilkan nyanyian yang indah.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa pelayanan musik atau nyanyian penyembahan yang baik, yang indah, sangat penting dewasa ini:

2. Nyanyian yang indah membantu kita untuk mengarahkan hati kepada Tuhan. 3. Musik dan nyanyian yang indah meningkatkan kepekaan kita.

4. Nyanyian penyembahan yang indah menyegarkan jiwa dan bisa membawa orang kepada pertobatan.

5. Sebaliknya, nyanyian yang sumbang dan tidak diatur hanya akan mengganggu orang lain.

10 Penyembahan (Worship) berasal dari bahasa Ibrani Shachah (dalam Perjanjian lama) yang berarti


(39)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Contoh lagu :

Bapa Engkau sungguh baik, kasihMu melimpah dihidupku

Bapa kubertrimakasih berkatMu hari ini yang Kau sediakan bagiku Reff :

Kunaikkan syukurku buat hari yang Kau bri Tak habis-habisnya kasih dan rahmatMu

Slalu baru dan tak pernah terlambat pertolonganMu Besar setiaMu dispanjang hidupku

3. Doa

Setelah selesai penyembahan, jemaat dipimpin oleh seorang pendoa yang telah ditunjuk untuk menaikkan doa kepada Tuhan. Dalam doa ini meminta agar jalannya kebaktian ibadah raya berjalan dengan lancar.

4. Puji-pujian (Praise)

Puji-pujian adalah salah satu unsur yang kuat dalam ibadah raya. Dalam ibadah ini jemaat yang dipimpin pemimpin pujian menyayikan lagu-lagu yang diiringi oleh musik pengiring. Nyanyian yang dipanjatkan bersifat gembira, dimana tujuan dari puji-pujian adalah sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah meberikan keselamatan selama satu minggu penuh.

Dalam Ibadah pujian ini biasanya pemimpin pujian dan team musik mengajak semua jemaat untuk bernyanyi dengan gerakan tubuh yang ekspresif seperti bertepuk


(40)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

tangan, menari, mengangkat tangan dan lain sebagainya. Pada saat inilah tarian tamborin dipertunjukkan.

Pujian biasanya bersifat gembira dan dalam pujian seluruh jemaat bersorak-sorai serta bersukacita memuliakan, memuji kebaikan serta bersyukur kepada Tuhan Yesus Kristus. Didalam pujian terkandung suatu unsur pewartaan atau pemberitaan kebaikan yang telah dilakukan Tuhan Yesus Kristus kepada umat manusia

Dalam pujian yang benar harus memiliki unsur-unsur berikut: sukacita (senyum), semangat, dan antusiasme11

11

antusiasme dalam bahasa inggris enthusiasm yang berarti semangat yang besar, kegairahan, kegembiraan yang besar.

(enthusiasm). Pujian yang keluar dari lubuk hati yang terdalam mengandung antusiasme dan semangat untuk mencintai Tuhan yang tidak mungkin dapat ditutup-tutupi. Antusiasme disini tidak berarti bersikap sembrono dan liar. Dalam memuji Tuhan suasana dan sikap jemaat tidak seperti menghadiri suatu konser musik rock. Ada kaidah dan aturan yang berlaku sehingga tidak menimbulkan suasana yang mendatangkan kekacauan. Contoh lagu yang dibawakan dalam puji-pujian dapat dilihat sebagai berikut.

Sgala Puji Syukur hanya bagiMu Tuhan Sebab Engkau layak di puji

Kami mau bersorak tinggikan namaMu Tuhan Haleluya ,,,

Reff: Soraklah Haleluya, soraklah Haleluya, Haleluya Soraklah Haleluya, soraklah Haleluya, Haleluya


(41)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

5. Persembahan syukur / Mengumpulkan Persembahan

Persembahan adalah merupakan salah satu bentuk ibadah. Dalam pengumpulan persembahan disertai dengan nyayian dan jemaat mengikuti secara bersama-sama. Sesudah selesai mengumpulkan persembahan, maka dinaikkan doa persembahan oleh pemimpin pujian sekaligus doa untuk menyambut penyampaian Firman Tuhan

6. Pembacaan dan penyampaian Firman/Khotbah

Pada sesi ibadah ini seorang pendeta akan berdoa dan berkhotbah untuk semua jemaat yang ada. Dimana khotbah yang disampaikan oleh pendeta sifatnya membangun dan menghibur juga menguatkan seluruh jemaat. Sehingga jemaat merasa mendapat kekuatan dan pencerahan sehingga dapat lebih siap untuk menjalani kegiatan untuk hari-hari selanjutnya. Biasanya durasi waktu untuk mendengarkan kotbah adalah antara 30 sampai 45 menit. Pada saat sesi khotbah seluruh petugas ibadah seperti pemimpin pujian,penyanyi latar, pemain tamborin dan pemain musik beristirahat.

6. Persembahan syukur dan warta jemaat

Sudah pendeta selesai berkotbah, dilaksanakan persembahan syukur. Biasanya persembahan syukur berbentuk uang yang dikumpulkan ke dalam kantong persembahan. oleh petugas. Persembahan syukur merupakan pengumpulan kantong persembahan dari para jemaat yang ada untuk keperluan pelayanan seperti


(42)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

penginjilan dan sosial serta keperluan administrasi gereja. Setelah itu maka seorang petugas yang telah ditunjuk sebelumnya, tampil ke depan dan membacakan warta jemaat atau pengumuman tentang aktifitas gereja yang yang sudah selesai dilakukan serta mengumumkan apa-apa saja kegiatan yang akan dilaksanakan dalam satu minggu ke depan. Dengan mendengar pengumuman ini, semua jemaat akan tau apa saja kegiatan yang akan dilaksanakan dalam gereja tersebut.

7. Sakramen, doa umum/doa syafaat dan doa khusus untuk individu-individu

Pada akhir ibadah pendeta akan berdoa bagi jemaat. dimana pendeta, mendoakan agar semua jemaat diberkati dan dilindungi agar dapat berkumpul kembali untuk beribadah. Pendeta juga mendoakan bangsa dan negara agar pemerintahan Indonesia berjalan dengan baik. Akhirnya pendeta menutup ibadah dengan doa berkat semoga seluruh jemaat pulang dengan membawa damai sejahtera. Setelah doa selesai, seluruh jemaat bersalam-salaman satu dengan yang lain menandakan ibadah telah usai serta jemaat sudah dapat meninggalkan tempat ibadah. Biasanya acara salam-salaman ini juga diiringi dengan nyanyian pujian. (Samuel, Wlfred J, 1970:109) (Wawancara dengan Bpk. Pdt. E. Purba November 2009)

2.4 Sistem Agama dan Kepercayaan a. Agama

Gereja Bethel Indonesia (GBI) merupakan penganut agama kristen. Agama Kristen adalah sebuah kepercayaan yang berdasar pada ajaran, hidup, sengsara, wafat


(43)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

dan kebangkitan Yesus Kristus atau Isa Almasih. Agama ini meyakini Yesus Kristus adalah Tuhan dan Mesias, juru selamat bagi seluruh umat manusia, yang menebus manusia dari dosa. Yang beribadah di gereja dan menggunakan Kitab Suci Alkitab.

Agama Kristen termasuk salah satu dari agama Abrahamik yang berdasarkan hidup, ajaran, kematian dengan penyaliban, kebangkitan, dan kenaikan Yesus dari Nazaret ke surga, sebagaimana dijelaskan dalam Perjanjian Baru, umat Kristen meyakini bahwa Yesus adalah Mesias yang dinubuatkan dalam dari Perjanjian Lama (atau Kitab suci Yahudi). Kekristenan adalah monoteisme, yang percaya akan tiga pribadi (secara teknis dalam bahasa Yunani hypostasis) Tuhan atau Tritunggal. Tritunggal dipertegas pertama kali pada Konsili Nicea Pertama (325) yang dihimpun oleh Kaisar Romawi Konstantin I.

Pemeluk agama Kristen mengimani bahwa Yesus Kristus atau Isa Almasih adalah Tuhan dan Juru Selamat, dan memegang ajaran yang disampaikan Yesus Kristus. Dalam kepercayaan Kristen, Yesus Kristus adalah pendiri jemaat (gereja) dan kepemimpinan gereja yang abadi. Umat Kristen juga percaya bahwa Yesus Kristus akan datang pada kedua kalinya sebagai Raja dan Hakim akan dunia ini. Sebagaimana agama Yahudi, mereka menjunjung ajaran moral yang tertulis dalam Sepuluh Perintah Tuhan.

Gereja Bethel Indonesia (GBI) menganut aliran kharismatik12

12

“Kharismatik”, istilah-istilah ini menjelaskan suatu suatu pribadi, teologi, atau kelompok yang menyukai pengadopsian dan pelaksanaan praktek-praktek, idiologi, dan prinsip-prinsip yang berkaitan . Aliran kharismatik dikenal juga dengan nama “Gerakan Pentakostal Baru”. Dengan


(44)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

demikian jelaslah bahwa gerakan kharismatik berpangkal pada gerakan Pentakostal. Ciri utama yang menunjukkan bahwa gerakan kharismatik berpangkal dan mirip dengan gerakan Pentakostal ialah, keduanya memberi tekanan pada “Baptisan Roh” dan “Penyembuhan Ilahi”.

Cikal bakal Gerakan kharismatik ini adalah sebuah organisasi para pengusaha Kristen yang bernama The Full Gospel Business Men’s Fellowship (FGBMF), yang dibentuk oleh Demos Shakarian, seorang milyuner di kota California, Amerika Serikat. Sejak semula kalangan FGBMF sudah menggunakan nama “Persekutuan Kharismatik” untuk pertemuan-pertemuan mereka.

Suatu peristiwa yang sering diacu sebagai awal kemunculan gerakan Kharismatik ini ialah peristiwa yang terjadi di lingkungan Gereja Episkopal di sekitar kota Los Angeles-California, pada tahun 1959. Dalam peristiwa tersebut sepasang suami-istri yang masih muda, John dan Joan Baker, menerima Baptisan Roh disertai tanda berbahasa lidah, setelah bersentuhan dengan kalangan Pentakostal. Segera menyusul 10 orang lagi, lalu mereka berhimpun mengadakan kebaktian sendiri. Peristiwa ini (Baptisan Roh) kemudian dialami pula oleh jemaat-jemaat Episkopal di sekitarnya, dan mengakibatkan api kharismatik menyulut kobaran dimana-mana. (sumber www.wikipedia.org)

dengan Gerakan Roh. Secara etimologis (asal kata), istilah “kharismatik” merupakan suatu perkembangan dari istilah alkitabiah Yunani “kharismata”, yang dipakai untuk karunia-karunia rohani (Rm. 1:11, 12:6, 1 Kor.12:4, 9, 28, 30, dan ! Ptr. 4:10). (Wilfred J. Samuel, 1997:3)


(45)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

b. Pokok-pokok Penting Ajarannya

1. Pujian.

Adalah luapan kegembiraan dan ucapan rasa syukur dari lubuk hati orang percaya. Hasilnya, orang tersebut memiliki kemampuan baru memuliakan Allah, sebagaimana nampak dalam lagu-lagu pujian Kharismatik yang spontan. Seperti melompat dan bertepuk tangan.

2. Penginjilan.

Bagi sebagian orang hal ini mendorong mereka untuk menginjili lebih efektif lagi, sedangkan bagi sebagian orang yang lain merupakan dorongan untuk menginjili untuk pertama kalinya. Mereka memiliki kemampuan dan keberanian baru untuk berbicara kepada orang lain tentang Tuhan Yesus Kristus.

Kegiatan penginjilan dapat dilakukan secara berkelompok maupun secara sendiri. Dimana tempat yang dituju biasanya adalah daerah yang jarang bahkan belum ada penginjilan.

3. Karunia-karunia Roh.

Hal ini yang paling banyak disebut sebagai ciri Kharismatik hal ini sesuai dengan yang tertulis di dalam Alkitab yaitu I Korintus 12:8-10. Kendati daftar ini memuat sembilan charismata, namun karunia yang paling utama dan paling banyak dibicarakan adalah glossolalia (bahasa lidah), nubuat dan penyembuhan.


(46)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

4. Kuasa Rohani.

Hal ini berbicara tentang keseluruhan pandangan dan praktek gerakan Kharismatik. Kuasa Rohani terjadi setelah orang tersebut menerima Baptisan Roh. Hal ini terlihat dalam kemampuan memuji Allah, menginjili, mengusir dan mengalahkan si jahat, serta mempraktekkan karunia-karunia Roh. (sumber www.wikipedia.org)

c. Jalan Masuk dan Perkembangannya di Indonesia

Gerakan/aliran Kharismatik pertama kali masuk ke Indonesia pada bagian kedua tahun 1960-an melalui penginjil-penginjil dari Amerika Serikat dan Eropa. Dalam waktu sangat singkat gerakan ini berkembang dengan sangat pesat di Indonesia, hal ini terlihat dengan semakin pesat berkembang sehingga pengaruhnya hampir sejajar dengan Gereja yang sudah terlebih dahulu ada..

Dewasa ini hampir di seluruh wilayah Indonesia terdapat gereja yang beraliran Kharismatik. Gerakan/aliran ini memiliki pengaruh yang sangat besar, terutama dikalangan pemuda/mahasiswa. Selain karena semangat yang luar biasa dari para penginjilnya, “keunggulan” aliran ini terletak pada pola peribadahannya yang sangat memikat, yang ditunjang oleh musik yang ditata dengan sangat apik.

Adapun ekspresi-ekspresi umum dalam sistem tata ibadah Gereja Bethel Indonesia (GBI) dapat dibagi dalam enam pengelompokakan besar, yaitu:

1. Pertama, kebiasaan atau praktek ibadah yang dihubungkan dengan gerakan tubuh. Ini mencakup wilayah kegiatan yang luas seperti mengangkat tangan, doa lantang,


(47)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

bertepuk tangan, menyanyi dengan berbagai ekspresi wajah, bernyanyi terus menerus untuk jangka waktu yang panjang pada awal ibadah, menari, melompat-lompat di tempat, dan sebagainya

2. Kedua, kebiasaan atau praktek ibadah yang dihubungkan dengan unsur atau kewajiban selebratif. Ini mencakup: mengulang-ulang lagu, bertepuk tangan, bernyanyi dengan keras, permainan musik seperti band, penyayi latar, tari tamborin, perpaduan “kebudayaan elektronis”, berbicara dalam bahasa lidah, musik yang keras, dan sebagainya.

3. Ketiga, kebiasaan atau praktek ibadah yang dihubungkan dengan bentuk dan dekorasi interior yang artistik. Ini akan mencakup: memisahkan bagian depan tempat ibadah untuk dipakai oleh band musik dan peralatan mereka, penggunaan spanduk dekoratif, ayat-ayat Kitab suci terpasang di dinding, sebuah altar kecil atau kadang-kadang tanpa altar, karangan bunga yang ditempatkan khusus guna menambah semarak warna, menari, dan sebagainya.

4. Keempat, kebiasaan dan praktek ibadah yang dihubungkan dengan struktur ibadah. Tata gereja pada umumnya merefleksikan keluesan, tetapi dapat juga mengandaikan suatu struktur tertentu yang bersifat tetap dan yang khusus untuk jemaat individual.

5. Kelima, kebiasaan dan praktek yang dihubungkan dengan pelayanan gerejawi. Ini mencakup: penumpangan tangan dalam gerakan yang bergetar (untuk melepaskan kuasa), doa syafaat yang keras, memproklamasikan kelepasan dalam nada yang


(48)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

agresif, menengking si jahat dengan nada memerintah, berbagi kesaksian, pengurapan dengan minyak dan sebagainya.

6. Keenam, kebiasaan dan praktek ibadah yang dihubungkan dengan ekspresi linguistik dan pemilihan kata-kata yang populer. Ini mencakup:

- “Marilah kita memberikan tepukan tangan” - “Marilah kita menaikkan puji-pujian”

- Tanggapan yang sering dengan mengucapkan “Amin” atau “Halleluya”, Atau “Puji Tuhan”

- “Marilah kita merayakannya” atau “Allah mengasihimu” - “Angkatlah tanganmu dan sembahlah Allah”

- “Marilah kita menyambut Kristus di tengah-tengah kita” - “Kristus hadir di tengah-tengan kita”

- “Kami menyambut-Mu Tuhan Roh Kudus”

- “Roh Kudus tengah bergerak diantara kita”

- “marilah kita masuk menghadap Yang Maha kudus dengan puji-pujian” (Samuel, Wlfred J, 1970:109)

2.5 Bahasa

Bahasa sebagai alat penghubung serta komunikasi bagi masyarakat pendukungnya sangatlah dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari JS Badudu (Pelik

Pelik Bahasa Indonesia 1989:3) mengatakan bahwa bahasa adalah alat penghubung


(49)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Bahasa sangatlah penting dan berlaku sebagai alat komunikasi yang dapat mengungkapkan perasaaan serta pikiran seseorang terhadap orang lain dimana peran bahasa yang dapat menjalin suatu pengertian bersama diantara masyarakat pendukungnya.

Secara umum bahasa yang digunakan di GBI adalah bahasa indonesia, tetapi ada sebagian yang mengunakan bahasa mandarin. Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis di tempat lokasi penelitian, bahasa yang digunakan pada ibadah raya GBI Tanjung Sari adalah bahasa Indonesia.

Bahasa indonesia merupakan bahasa nasional bangsa Indonesia. Penggunaan bahasa indonesia pada ibadah raya adalah dengan alasan bahwa GBI Tanjung Sari bukanlah merupakan gereja tradisional yang menggunakan bahasa suku. Dimana jemaat yang hadir bukan merupakan dominan dari salah satu suku yang ada, tetapi gabungan dari berbagai suku dan bahasa. Sehingga diperlukan suatu bahasa pemersatu yaitu bahasa Indonesia.


(50)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

BAB III

DESKRIPSI DAN FUNGSI PERTUNJUKAN TARI TAMBORIN PADA IBADAH RAYA

3.1 Sejarah Tari Tamborin

Tari tamborin merupakan bagian acara yang tidak terpisahkan dalam acara kebaktian yang ada di dalam ibadah raya Gereja Bethel Indonesia (GBI). Tari tamborin telah dimainkan di GBI sejak gereja ini mulai dibentuk. Tarian tamborin dimainkan secara berkelompok, dan menggunakan tamborin sebagai media utama.

Berdasarkan wawancara dengan Intan Manullang13

13

Hasil wawancara tanggal 2 Agustus 2009

, tari tamborin lebih sering disajikan pada acara ibadah raya yang diadakan setiap hari minggu, selain itu tari tamborin juga disajikan pada ibadah KKR (Kebangkitan Kebangunan Rohani). Gerakan-gerakan dasar dari tari tamborin telah ditentukan dari mula dan selalu berkembang secara dinamis sesuai dengan perkembangan jaman. Gerakan-gerakan selalu berkembang dimana dapat diperoleh dari video-video gerakan dasar tarian tamborin atau dari buku-buku yang menggambarkan gerakan tarian tamborin. Juga perubahan dapat diperoleh dari melihat tarian yang ada di televisi, atau pertunjukan tari yang lain. Biasanya ini disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan.


(51)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Menurut kitab Keluaran14

Tahun 1000-600 sebelum masehi ditemukan tokoh patung perempuan dari tanah liat memegang tamborin. Patung langka ini ditemukan di Megiddo

yang terdapat dalam perjanjian lama, disebutkan bahwa Miryam saudara perempuan Musa dan Harun lah yang pertama sekali disebutkan sebagai pelopor penggunaan tamborin. Dimana pada saat itu, sesudah bangsa Israel lepas dari kejaran tentara Mesir yang mengejar mereka, maka sebagai ungkapan kegembiraan Miryam mengambil dan memukulkan rebana atau tamborin ke tanggannya, sehingga seluruh perempuan Israel mengikuti apa yang barusan dilakukan oleh Miryam. Dimana seluruh perempuan mengikuti nya memukul rebana serta menari-nari bagi Tuhan. Nyayian dan tarian Miryam ini menandakan kebebasan dan ungkapan syukur mereka.

15

(Sumber

Asal tarian tamborin didalam masyarakat Kristen berasal dari suatu warisan / pusaka Yahudi. Tamborin merupakan salah satu bagian instrumen alat musik yang penting dalam masyarakat Yahudi ,dimana tujuan aslinya untuk pujian dan pemujaan kepada Allah.

14

Kitab Keluaran merupakan buku kedua kita

Dalam bahasa

dalam beberapa

adalah "keluaran", dan terutama "keluaran" bangsa

diperbudak.

15

Megiddo adalah sebuah lembah di

situs yang penting di dunia kuno, Megiddo adalah sebuah rute perdagangan yang menghubungkan

dan sekitarnya menjadi saksi beberapa peperangan penting dalam sejarah. Situs ini telah berdiri sejak 7000 SM sampai 500 SM. Saat ini, Megiddo adalah persimpangan jalan utama yang menghubungkan


(52)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Kebangkitan tarian tamborin dimulai di Inggris pada tahun 1865 oleh sepasang suami istri William Booth dan Catherine yang mendirikan sebuah lembaga yang dinamakan Salvation Army16 . Sepasang suami istri ini memelopori suatu sikap yang benar dan baru tentang melayani Tuhan. Mereka fokus dan betul-betul mengabdikan diri dalam pelayanan gereja. Hal ini terlihat dari sikap dan perbuatan yang dilakukan, Mereka memberi pakaian dan memberi makan kepada kaum yang lemah/miskin, dan yang menderita kelaparan. Mereka juga mengajarkan Injil17

16

Bala Keselamatan (Inggris: Salvation Army) adalah salah satu denominasi di kalangan Gereja dengan semangat dan tidak kenal lelah.

Salvation Army berkembang pesat dan menyebar ke berbagai negara di dunia. Salah

satu misi mereka adalah mengajarkan ibadah yang benar, dimana di dalam tata ibadah yang diajarkan termasuk penggunaan tamborin di dalam ibadah kebaktian.

Pada umumnya mereka memainkan tamborin dalam bentuk orkestra atau musik band. Para pemain memakai seragam dan sarung tangan yang putih. Mereka menaruh pita ditamborin yang merupakan warna dari Salvation Army yaitu merah, kuning, dan biru. Maksud atau arti simbolis warna yang merah untuk darah dari Yesus, Kuning untuk Api dari Roh Kudus, dan biru untuk kemenangan atas dosa.

dapur umum untuk kaum miskin, rumah tumpangan, panti asuhan, rumah sakit, proyek-proyek pembangunan masyarakat, dll. Sehari-hari mereka mengenakan pakaian seragam dengan pangkat-pangkat kemiliteran, dari prajurit sampai jenderal. (sumber www.wikipedia.org)

17

Injil /euangelion - "kabar baik" atau "berita baik" atau "berita suka cita") adalah

istilah yang digunakan untuk menyebut keempat kitab pertama dal

kitab tersebut adalah


(53)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

3.2 Deskripsi Tari Tamborin

Penulisan tentang tari tamborin adalah dalam bentuk deskripsi. Adapun yang dimaksud deskripsi, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1985:34) adalah menggambarkan apa adanya. Asal kata deskripsi, dari bahasa Inggris yaitu

descriptive yang berarti bersifat menyatakan sesuatu dengan memberikan gambaran

melalui kata – kata atau tulisan. Jadi dalam penulisan ini nantinya adalah memberikan gambaran dengan tulisan mengenai pertunjukan tari tamborin pada ibadah raya GBI Tanjung Sari Medan.

Tari tamborin ini disajikan oleh beberapa orang wanita. Dalam tarian tamborin dibutuhkan gerakan yang sesuai dengan tempo dan irama dari musik pengiringnya. Tarian tamborin ini mengunakan media alat musik tamborin dalam menari.

3.2.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pertunjukan

Tarian tamborin pada ibadah raya dilaksanakan di dalam gedung gereja, selain itu tarian tamborin juga biasanya dapat dilaksanakan di gedung-gedung pertemuan maupun aula dan juga lapangan terbuka. Hal ini disesuaikan dengan tujuan dari acara ibadah yang dilaksakan.

Tarian tamborin pada ibadah raya yang dilaksanakan di gereja ataupun aula-aula pertemuan biasanya memiliki pangung. Sehingga terpisah dengan tempat duduk jemaat yang beribadah. Tarian tamborin dipertunjukkan di pangung, dimana para


(54)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

penari dapat terlihat dari semua posisi jemaat yang hadir. Biasanya mereka berdiri di depan pemimpin pujian atau di samping, sehingga tidak terganggu oleh siapapun.

Dalam setiap minggunya GBI T. Sari mengadakan ibadah raya dengan dua sesi ibadah. yaitu pagi jam 08.00 Wib dan jam 10.00 Wib. Dengan demikian, tarian tamborin juga dimainkan dua kali sesuai dengan waktu ibadah yang dilaksanakan

3.2.2 Pendukung Pertunjukan

Dalam ibadah raya ini didukung oleh beberapa hal agar dapat berjalan dengan baik. Beberapa pendukung pertunjukan, yaitu adanya jemaat, pemain musik, penari, penyayi atau singer, pengkotbah dan pemimpin pujian.

3.2.2.1 Pemain Musik

Dalam setiap ibadah raya pemain musik yang dipakai berjumlah 5 orang. Dimana mempunyai tugsa masing-masing. Satu orang pemain gitar elektrik, satu orang pemain bas elektrik, satu orang pemain piano, satu orang pemain kibord dan satu orang pemain drum. Semua anggota pemain musik telah berlatih mempersiapkan diri untuk ibadah raya. biasanya mereka mempunya waktu latihan bersama di hari lain untuk melatih lagu-lagu yang akan dibawakan pada hari minggu. Mereka biasanya latihan pada hari rabu dan sabtu. Di hari sabtu, para penari tamborin ikut latihan gabungan. Agar dapat menyesuaikan gerakan tari dengan musik pengiring.


(55)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

3.2.2.2 Penari

Penari merupakan salah satu bagian dari pendukung ibadah raya. Seorang penari harus mempunyai kecakapan dan kemampuan untuk menarikan tarian tamborin di atas panggung. Dalam setiap ibadah raya di GBI T.Sari biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang penari. Banyaknya penari tergantung dari besarnya panggung yang ada.

Biasanya untuk menentukan siapa yang akan tampil pada hari minggu, diadakan seleksi pada hari-hari latihan. Disini dapat dilihat bagaimana kemampuan si penari dalam berinteraksi dengan teman-temannya dan juga kemampuan si penari mengikuti musik. Hal yang juga penting, dimana si penari dapat mengikuti aba-aba melalui gerakan yang dilakukan oleh pemimpin tari tamborin. Hal ini agar sesuai dengan gerakan yang sudah disepakati bersama sehingga tidak terjadi kesalahan. Dengan demikian dapat menciptakan gerakan yang indah dan enak dilihat.Dalam latihan inilah dilihat siapa saja yang dapat menguasai materi yang akan dibawakan. Sehingga ketika tampil tidak melakukan kesalahan.

Proses pemilihan penari yang akan tampil, biasanya dilakukan oleh pemimpin tari tamborin. Beliau inilah yang menyeleksi siapa-siapa saja yang akan tampil. Peimpin tamborin selalu ikut dalam setiap latihan dan juga pada ibadah raya.

Seorang kapten atau pemimpin tari tamborin biasanya seorang yang paling senior dalam kelompok tersebut


(56)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Gbr. Penari Tamborin

Unsur-unsur penting yang harus diperhatikan oleh pelayanan tari tamborine adalah: 1. Kerohanian.

Setiap orang yang menjadi penari tamborin ketika tampil di panggung dalam ibadah raya haruslah orang yang punya keinginan yang tulus untuk melayani Tuhan Yesus Kristus. Maksud dari kalimat ini adalah, dia seorang yang sudah betul-betul menyerahkan hidupnya untuk melayani melalui penyajian tari tamborin. Hal ini terlihat ketika mereka memainkan tari tamborin. Ekspresi


(57)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

sangat penting dalam membawakan tari tamborin. Bagaimana seorang penari dapat mengekspresikan sukacita diwajahnya kalau tidak ada sukacita yang sesungguhnya dalam hatinya dan bagaimana pula seorang penari dapat menari dengan bebas dan penuh percaya diri kalau dalam hatinya tidak ada damai sejahtera Allah dan kebebasan yang total dari dendam.

Yang juga harus perlu diperhatikan , bahwa seorang penari tamborin adalah jemaat tetap dari GBI T.Sari. juga ikut terlibat dan aktif dalam kegiatan yang dilaksakan dalam gereja ini. Seperti ibadah pemuda, atau kegiatan persekutuan yang lainnya.

2. Skill/ketrampilan

Setiap orang yang ingin melayani dalam pelayan tari tamborin tidak harus orang yang memiliki bakat atau talenta menari. Sembiln pulah delapan persen pelayan tari adalah orang-orang awam yang sama sekali belum pernah mendapat pelatihan khusus. Semua penari dilatih dari awal sehingga menguasai seluruh gerakan tarian. Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa mereka yang terlibat dalam pelayanan tari tamborin adalah orang-orang biasa yang rindu untuk terlibat dalam pelayanan. Karena itu seharusnya setiap pelayan memiliki semangat dan kemauan untuk belajar sehingga dapat menari dengan benar dan terlihat indah.


(58)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

3. Fellowship/persahabatan

Pelayan tari tamborin pada umumnya adalah dalam bentuk tim. Dalam tim tersebut berkumpul orang-orang yang berbeda karakter, maka perlu adanya

fellowship/persekutuan dan persahabatan yang baik dan erat. Kalau di dalam team

ada permusuhan dan perpecahan, akan sulit sekali untuk dapat menari dengan kompak. Bukan karena latihannya yang kurang, tapi karena ada perpecahan di dalamnya. Biasanya untuk mengakrabkan diri, pemimpin senior punya trik dan cara tersendiri. Baik itu dengan cara mengadakan tukar pendapat, ataupun mengajak melakukan kegiatan secara bersama-sama di luar acara latihan seperti jalan-jalan bersama.

4. Disiplin latihan

Pelayanan tari tamborin juga harus memiliki sikap yang disiplin. Disiplin yaitu mengikuti setiap latihan yang diadakan. Kedisiplinan sangat diperlukan untuk melatih kemampuan dan komitmen dalam melayani. Pemimpin senior mengatur kapan waktu latihan dan berapa lama waktu yang diperlukan setiap latihan. Dengan latihan yang teratur maka gerakan tarian dapat dikuasai.

3.2.2.3 Jemaat

Dalam ibadah raya ini kehadiran jemaat merupakan sesuatu yang sangat penting, karena tanpa adanya jemaat maka ibadah raya tidak dapat dilaksanakan. Jemaat merupakan warga dari gereja tersebut yang setiap minggunya berkumpul


(59)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

untuk beribadah, juga adakalanya hadir simpatisan dari jemaat gereja yang lain. Dalam penyajian tari tamborin jemaat akan bernyayi bersama-sama dengan iringan musik.

3.2.3 Perlengkapan Pertunjukan

Beberapa perlengkapan perlu dipersiapkan dalam penyajian tarian tamborin. Sehingga perlengkapan ini nantinya akan mendukung jalannya penyajian tarian tamborin pada ibadah raya. Persiapan juga harus maksimal dalam penyusunan dan penataan supaya menghasilkan tarian yang baik.

Perlengkapan dalam penyajian tarian tamborin diantaranya: panggung, kostum, alat musik yang digunakan dan properti lain yang dibutuhkan. Kesemua perlengkapan tersebut harus diperhatikan dengan teliti agar semua berjalan dengan lancar. Perlengkapan ini juga akan saling melengkapi satu sama lain:

3.2.3.1 Kostum

Biasanya setiap tim tari Gereja yang satu dengan yang lain memiliki ciri khas masing-masing dan ada pengaruh selera individu di dalamnya. Standar kostum tamborin internasional adalah baju blouse tangan panjang berwarna putih dengan rok berwarna hitam sepanjang mata kaki satin ditambah penggunaan stocking. Alasan pemilihan warna ini dikarenakan warnanya lebih bersahabat dan lebih mudah didapat di toko-toko pakaian. Penari tamborin biasanya tidak memakai sepatu ketika tampil.


(60)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Saat ini banyak Gereja yang memodifikasi standar tersebut dengan berbagai macam model selama masih sopan dan tidak memamerkan aurat.

Hal ini juga penulis dapati di GBI T. Sari. Selama penulis menghadiri acara ibadah raya yang diadakan setiap minggunya. Ada beberapa hal yang dapat dilihat oleh penulis, yaitu:

1. Baju dan Rok

Para penari tamborin di gereja ini memakai baju lengan panjang yang berwarna putih serta memakai rok berwarna hitam sepanjang mata kaki. Tapi tidak selamanya mereka memakai kostum berwarna hitam putih. Hal ini tergantung kesepakatan bersama antara pemimpin tari tamborin dengan anggota. Adakalanya mereka memakai warna baju biru, merah dan warna lain. Ini sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat diantara mereka. Dapat disimpulkan semua warna boleh dipakai tapi warna utama adalah hitam dan putih. Alasan penggunaan warna hitam putih yaitu warna ini bersahabat dan sesuai kondisi. Karena warna ini dapat dipakai pada waktu siang dan malam.

Penggunaan kostum penari memakai warna yang sama. Alasan pemilihan warna yang sama agar terlihat kompak dan enak dilihat. Penggunaan seragam bukan tergantung dari mahal atau murahnya seragam tersebut. Yang utama adalah kostum harus seragam.


(61)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

2. Kaus kaki.

Ketika hal ini penulis tanyakan kepada pemimpin tari tamborin, beliau mengatakan bahwa penggunaan kaos kaki supaya terlihat rapi dan wajib. Sebagai pengganti sepatu. Mereka tidak memakai sepatu supaya gerakan kaki lebih fleksibel. Juga dengan memakai kaus kaki, telapak kaki mereka tidak lecet karena bersentuhan langsung dengan lantai.

Penggunaan warna kaus kaki, tidak diwajibkan warna putih, warna apapun boleh asalkan seragam diantara semua penari.

3. Ikat rambut atau ribbon

Hal yang juga menarik perhatian penulis, adalah semua penari tamborin memakai ikat rambut atau ribbon. Ketika penulis tanyakan kepada mereka, alasan yang dikemukakan adalah agar tidak mengganggu gerakan mereka dalam membawakan tari. Juga tidak gerah, karena selama menari mereka mengeluarkan keringat. Dengan mengikat rambut, mereka lebih nyaman.

4. Tata Rias

Para anaggota melakukan tata rias sendiri . biasanya mereka melakukan tata rias yang sederhana dan seadanya. hal ini agar tidak terlalu mencolok. Para penari selalu berhias dari rumah masing-masing. Tata rias serupa dengan jemaat perempuan yang hadir. Jadi tidak ada perbedaan yang terlalu mencolok. Mungkin yang membedakan adalah dalam penggunaan bedak . mereka memakai bedak yang tidak


(1)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Dalam hal ini, alat musik yang digunakan dalam penyajian tari tamborin berfungsi sebagai instrumen pengiring tarian, bukan sebagai lagu, sehingga dalam setiap penyajiannya lagu yang digunakan untuk mengiringi tarian tamborin dapat berubah-ubah. Adapun fungsi dari musik pengiring tarian tamorin selain untuk mengiringi tarian tamborin adalah untuk menambah semangat atau emosi daripada penari juga untuk menunjukkan adanya ibadah. Untuk mengiringi tarian tamborin lagu yang digunakan adalah lagu-lagu yang berisifat riang dan bersemangat.

Dalam menari tamborin terdapat pola 1 x 16 ketukan dalam setiap gerakan. Baik lagu cepat dan juga lagu lambat. Walaupun berganti lagu, tapi gerakan pola 1 x 16 ini tetap. Penggunaan pola 1 x 16 adalah sesuai dengan pemenggalan frasa lagu.

Penggunaan kostum dalam tarian tamborin yang digunakan harus sopan. Penggunaan kostum disesuaikan dengan kesepakatan para penari. Dalam penyajiannya tarian tamborin diekspresiakan dengan bersemangat dan bergembira. Eksistensi iringan musik dalam tari sangatlah penting yaitu sebagai pembentuk suasana dan juga untuk mempertegas tekanan-tekanan gerak, sehingga tari dapat berjalan dengan baik.

5.2 Saran

Tarian tamborin beserta musik pengiringnya merupakan hal yang penting dalam eksistensi ibadah raya yang ada dalam Gereja Bethel Indonesia (GBI). T. Sari Sehingga diharapkan adanya upaya dari penari maupun pemain musik untuk meregenerasikannya kepada jemaat-jemaat yang lain.


(2)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Dalam penulisan skripsi ini penulis juga menyadari bahwa tulisan ini memiliki banyak keurangan. Tulisan ini belum bisa dikatakan sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan dan kelemahan yang dimiliki penulis. Penulis sangatlah mengharapkan saran dan kritikan-kritikan yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian, agar tulisan ini menjadi lebih baik lagi.

Disini penulis juga sangat terbuka menjadi mitra diskusi, bila ada peneliti-peneliti lain yang tertarik untuk meneliti kebudayaan-kebudayaan yang ada di gereja. Akhir kata penulis mengucapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat sesuai dengan harapan kita semua, terima kasih.


(3)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

DAFTAR PUSTAKA

Edi Sedyawati

1981 Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta, Pustaka Jaya 1986 Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari.

Jakarta, Direktorat Kesenian

2006 Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada

2008 KeIndonesiaan dalam Budaya. Jakarta, Wedatama Widya Sastra JS Badudu

1989 Pelik Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: CV. Pustaka Prima Koentjaraningrat

1990 Pengantar Antropologi Jakarta, PT. Rineka Cipta

1991 Metode-Metode Penelitian Masyarakat Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama Merriam, Alan P

1964 The Anthropology of Music

Evaston III: Northwestern University Press Mawene, M.Th

2002 Gereja yang Bernyayi (PBMR) ANDI Mike & Viv Hibert

2001 Pelayanan Musik (PBMR) ANDI Malm, William P

1977 Music Cultures of The pasific Music The Near East And Asia New Jersey: Prentice Hall Inc.

Nettl, Bruno


(4)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

New York: The free Pres Of Glencoe Tuti Rahayu

2002 Pengantar Pengetahuan Tari Jurusan Sendratari FBS UNIMED R. Supanggah

1995 Etnomusikologi

YOGYAKARTA MSPI R.M Soedarsono

1986 Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari. Jakarta

Proyek Pengembangan Kesenian Departemen Pendidikan dan 1999 Kebudayaan Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

MSPI (Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia)

Sal Mugiarto

1995 Cakrawala Pertunjukan Budaya Mengkaji Batas-batas Arti Pertunjukan, Yogyakarta, Jurnal MSPI

Siger, Milton

1996 Cakrawala Pertunjukan Budaya Mengkaji Batas-batas dan Arti Pertunjukan, Yogyakarta, Jurnal MSPI

Poerwadarminta. W.J.S

1992 Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta Balai Pustaka

Wimbrayardi

1999 Pertunjukan Tatak Garo-Garo Pada Masyarakat Pakpak Dairi Kecamatan Sidikalang Analisis Musikal Dan Tari.

Medan, Skripsi sarjana Sastra USU. Samuel, Wilfred J.

2007 Kristen Kharismatik. Jakarta PT BPK Gunung Mulia


(5)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

Internet


(6)

Hans Marpaung : Deskripsi Tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, 2009.

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Pdt. E. Purba Usia : 45 tahun Pekerjaan : Pendeta

2. Nama : Vero Usia : 19 tahun

Pekerjaan : Penari Tamborin/Mahasiswa

3. Nama : Intan Manullang Usia : 23 tahun

Pekerjaan : Penari Tamborin/Mahasiswa

4. Nama : Herdi Berutu Usia : 23 tahun

Pekerjaan : Pemusik Gereja/Mahasiswa

5. Nama : Rahman

Usia : 29 tahun