Beberapa syarat yang diperlukan untuk lilin sebagai bahan pelapis antara lain tidak mempengaruhi bau dan rasa komoditi yang akan dilapisi, mudah kering,
tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, murah harganya dan tidak bersifat racun Wills et al., 1981.
Pemberian lapisan lilin dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan pembusaan, penyemprotan, pencelupan, atau dengan pengolesan. Pada
tempat-tempat yang tidak memiliki alat untuk melapisi lilin seperti alat pembusa, alat penyemprot, atau alat pengoles berupa kuas yang dipasang pada konveyor,
pelapisan lilin dengan cara pencelupan adalah yang paling efektif. Buah-buahan yang telah dibersihkan dan diberi fungisida langsung dibenamkan pada tangki
pencelupan yang berisi lilin cair selama 30 detik. Cara ini memang sederhana, tetapi bila tidak dilakukan secara professional dapat diperoleh endapan lilin yang tebal
menempel pada kulit buah. Pelapisan lilin dengan cara pembusaan adalah cara yang paling baik. Pelapisan lilin dengan cara pembusaan akan diperoleh lapisan lilin yang
tipis setelah airnya menguap. Pelapisan lilin ini selain dapat dikombinasi dengan fungisida, juga dapat dikombinasi dengan zat pengatur tumbuh atau dengan
penurunan suhu Zuhairini, 1996.
2.5 Emulsi Lilin
Lilin yang biasa digunakan adalah lilin parafin, lilin karnauba dan lilin tebu. Cara pemberian lapisan lilin yang paling praktis adalah dengan menggunakan
emulsi lilin alam atau resin buatan dalam air. Emulsi lilin dalam air dapat digunakan tanpa harus mengeringkan buah lebih dahulu. Zat-zat pengemulsi yang cocok
dicampurkan untuk mendapat emulsi yang baik adalah trietanolamin dan asam oleat Pantastico, 1986.
Universitas Sumatera Utara
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan- bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur.
Dalam batasan emulsi, fase terdispersi dianggap sebagai fase dalam dan medium pendispersi sebagai fase luar atau fase kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam
minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi ma. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase
luar minyak disebut emulsi air dalam minyak dan dikenal sebagai emulsi am. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air
bisa diencerkan atau ditambah dengan air atau suatu preparat dalam air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian ketiga dari
emulsi, yakni zat pengemulsiemulsifying agent Ansel, 1989. Emulsi menggunakan zat pengemulsi sintetik, umumnya dibuat sebagai
berikut : zat pengemulsi yang mudah larut dalam air, telebih dahulu dilarutkan dalam air atau fase air sedangkan zat pengemulsi yang mudah larut dalam minyak,
terlebih dahulu dilarutkan dalam minyak atau fase minyak; lemak atau malam dipanaskan 10
di atas suhu leburnya. Fase air terlebih dahulu dipanaskan 2 di atas
suhu fase minyaknya dan tambahkan sedikit demi sedikit ke dalam fase minyak sambil dikocok kuat-kuat, kocok terus hingga dingin. Pemanasan selama pembuatan
emulsi harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi lewat panas. Semua alat perlengkapan yang digunakan untuk pembuatan emulsi harus bersih dan kering
Ditjen POM, 1978. Cara pembuatan emulsi lilin standar 12 adalah dengan memanaskan 120
g lilin pada suhu 90 C sampai mencair. Lalu ke dalam lilin yang mencair tersebut
tambahkan 20 g asam oleat dan diaduk hingga rata. Setelah rata kemudian
Universitas Sumatera Utara
ditambahkan 40 g trietanolamin, sambil terus diaduk suhu dipertahankan pada 90 C.
Tahap terakhir, tambahkan ke dalam emulsi lilin tersebut air mendidih sebanyak 850 ml. Bila semuanya telah bercampur, segera angkat dari tempat pemanasan dan
segera didinginkan dengan air mengalir sambil diaduk Zuhairini, 1996.
2.6 Penyimpanan