Pada intinya beberapa definisi komitmen organisasi mempunyai penekanan pada proses individu atau karyawan dalam mengidentifikasikan dirinya
dengan nilai-nilai, aturan-aturan dan tujuan organisasi. Disamping itu komitmen organisasi mengandung pengertian sebagai suatu hal yang lebih dari sekedar
kesetiaan yang pasif terhadap organisasi, dengan kata lain komitmen organisasi menyiratkan hubungan karyawan dengan organisasi secara aktif karena karyawan
yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam kesejahteraan dan keberhasilan
organisasi tempatnya bekerja Kushariyanti, 2007. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi
adalah suatu keadaan dimana individu menjadi sangat terikat oleh tindakannya. Melalui tindakan ini akan menimbulkan keyakinan yang menunjang aktivitas dan
keterlibatannya. Sehingga seseorang pekerja dengan komitmen yang tinggi pada umumnya mempunyai kebutuhan yang besar untuk mengembangkan diri dan
senang berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan di organisasi tempat mereka bekerja. Hasilnya mereka jarang terlambat, tingkat absensi yang rendah,
produktivitas yang tinggi, serta berusaha menampilkan kinerja yang terbaik dan pekerja dengan komitmen yang tinggi juga dapat menurunkan turn over.
2. Komponen Komitmen Organisasi
Menurut Meyer dan Allen 1997 terdapat tiga komponen dalam komitmen organisasi, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Komitmen Affective Komitmen afektif mengarah pada the employees emotional attachment to,
identification with, and involvement in the organization. Ini berarti, komitmen afektif berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan, identifikasi
karyawan pada, dan keterlibatan karyawan pada organisasi. Dengan demikian, karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam
organisasi karena mereka memang ingin want to melakukan hal tersebut Meyer dan Allen, 1997.
Hasil beberapa penelitian Adler dan Araya, 1984; Angle dan Perry, 1983; Brief dan Alday, 1980, dalam Chairy, 2002, komitmen afektif terhadap
organisasi terbukti berkolerasi dengan umur dan masa kerja. Menurut penelitian Charrington menemukan hubungan antara usia dan komitmen disebabkan karena
semakin tua karyawan, semakin berkomitmen pada organisasi serta karyawan yang lebih tua memiliki atau merasa memiliki pengalaman positif dengan
organisasi. Analisis tentang usia tidak menunjukkan efek yang sama, namun temuan Gould, dalam Meyer Allen, 1997 menunjukkan bahwa hubungan
antara kompleksitas kerja dengan kepuasan kerja lebih kuat dirasakan oleh karyawan yang muda dibandingkan yang tua. Hal ini dimungkinkan adanya
hubungan antara komitmen organisasional dengan usia karyawan yang berbeda. Menurut Meyer dan Allen 1997 penyebab keterkaitan komitmen afektif
pada organisasi meliputi karakteristik individu, karakteristik organisasi, pengalaman kerja namun menurut Meyer dan Allen 1997, menunjukkan bahwa
bukti yang terkuat dijumpai pada penyebab berupa pengalaman kerja. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan semakin banyak pengalaman kerja baik berupa pengalaman khas perusahaan maupun pengalaman dalam menghadapi tantangan pekerjaan.
2. Komitmen Continuance Komitmen kontinuans berkaitan dengan an awareness of the costs
associated with leaving the organization. Hal ini menunjukkan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri karyawan berkaitan dengan keinginan untuk
tetap bekerja atau justru meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuans sejalan dengan pendapat Becker’s, dalam Meyer dan Allen, 1997 yaitu bahwa
komitmen kontinuans adalah kesadaran akan ketidakmungkinan memilih identitas sosial lain ataupun alternatif tingkah laku lain karena adanya ancaman akan
kerugian besar. Karyawan yang terutama bekerja berdasarkan komitmen kontinuans ini bertahan dalam organisasi karena mereka butuh need to
melakukan hal tersebut karena tidak adanya pilihan lain Meyer Allen, 1997. Menurut Meyer dan Allen 1997, komitmen kontinuans terhadap
organisasi menunjukkan keterikatan psikologis terhadap suatu organisasi yang berhubungan dengan persepsi nilai yang telah ditanamkan dalam suatu organisasi
dan efeknya pada kesempatan keluar dari organisasi. Komitmen kontinu merupakan persepsi seseorang atas biaya dan resiko dengan meninggalkan
organisasi. Artinya, terdapat dua aspek pada komitmen kontinu, yaitu: melibatkan pengorbanan pribadi investasi apabila meninggalkan organisasi dan ketiadaan
alternatif yang tersedia bagi orang tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Meyer dan Allen 1997, komitmen afektif dan komitmen kontinuans mencerminkan hubungan antara karyawan dan organisasi yang menurunkan
turnover, namun sifat hubungannya berbeda. Karyawan yang mempunyai komitmen afektif kuat akan tetap pada organisasi karena mereka
menginginkannya, sedangkan mereka yang memiliki komitmen kontinuans akan tetap tinggal di organisasi karena mereka harus melakukannya. Mowday, dkk
dalam Meyer Allen, 1997, mengungkapkan mereka yang menginginkan untuk tetap bertahan di organisasi akan bersedia melakukan peran ekstra demi organisasi
namun mereka yang terpaksa bertahan di organisasi untuk menghindari tingginya biaya dan tidak banyak melakukan peran ekstra.
3. Komitmen Normative Komitmen normatif merefleksikan a feeling of obligation to continue
employment. Dengan kata lain, komitmen normatif berkaitan dengan perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti, karyawan yang memiliki
komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka wajib ought to bertahan dalam organisasi.
Meyer dan Allen 1997 memilih untuk menggunakan istilah komponen komitmen organisasi daripada tipe atau dimensi komitmen organisasi karena
hubungan karyawan dengan organisasinya dapat bervariasi dalam ketiga komponen tersebut. Selain itu setiap komponen komitmen berkembang sebagai
hasil dari pengalaman yang berbeda serta memiliki implikasi yang berbeda pula. Misalnya, seorang karyawan secara bersamaan dapat merasa terikat dengan
Universitas Sumatera Utara
organisasi dan juga merasa wajib untuk bertahan dalam organisasi. Sementara itu, karyawan lain dapat menikmati bekerja dalam organisasi sekaligus menyadari
bahwa ia lebih baik bertahan dalam organisasi karena situasi ekonomi yang tidak menentu. Namun, karyawan lain merasa ingin want to, butuh need to, dan juga
wajib ought to untuk terus bekerja dalam organisasi. Dengan demikian, pengukuran komitmen organisasi juga seharusnya
merefleksikan ketiga komponen komitmen tersebut, yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuans, dan komitmen normatif.
3. Faktor-faktor Penyebab yang Mempengaruhi Komitmen Kontinuans