1. posisi rumah yang saling berhadapan terpisah
dengan jalan setapak dengan muatan sirkulasi hanya untuk dua orang berselisih jalan.
2.
lingkungan perumahan dengan letak yang tidak tertata.
3.
anak-anak memanfaatkan lahan kosong yang ada ditengah-tengah kepadatan dempetan rumah.
4.
akses jalan local yang tidak memadai untuk memeroses percepatan pemadaman kebakaran oleh
damkar. 5.
jalan tikus atau gang senggol yang hanya dapat dilalui oleh satu orang.
Gambar 4.13 Kondisi Lingkungan Permukiman Padat Penduduk Sumber: Observasi, Mei 2011
1
2
3
4 5
Universitas Sumatera Utara
4.4.3 Identifikasi serta penilaian tolok ukur dan variabel kerentanan terjadinya
kebakaran menurut daur hari bertinggal DHB Pada kegiatan dalam identifikasi yang terkait dengan daur hari bertinggal
terlingkup terhadap kerentanan terjadinya kebakaran pada bab sebelumnya tidak terdapat variabel yang dilahirkan. Namun setelah menjalani studi observasi di
lapangan serta dengan beberapa hasil wawancara yang dihasilkan ternyata menandung tingkat kerentanan terjadinya kebakaran terutama terhadap perluasan
ruang yang terbakar di lingkungan wilayah studi. Masyarakat pekerja yang ada di lingkungan permukiman pada pagi hingga
sore hari pada umumnya di lokasi karya, maka masyarakat yang bertinggal di tempat tinggal di dominasi oleh kaum ibu dan anak-anak. Daur hari ibu rumah tangga dan
anak-anak sebelum dan pulang sekolah di tempat tinggal biasanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Atas kondisi ini dapat diambil kesimpulan bahwa
masyarakat yang berada di tempat tinggal akan memadati lingkungan permukiman di malam hingga pagi hari.
Kegiatan analisis dalam melihat kapasitas populasi masyarakat bertinggal di lingkungan permukiman akan menentukan percepatan atau lambatnya perluasan saat
terjadinya kebakaran. Hal ini menjadi pembahasan karena kondisi kebakaran yang terjadi di malam hingga pagi hari dan pagi hingga sore hari memiliki penanganan
pemadaman yang berbeda tergantung jumlah populasi masyarakat yang berada di lingkungan permukiman. Dengan pernyataan bahwa semakin tinggi jumlah populasi
masyarakat di lingkungan permukiman, maka waktu pemadaman penyebaran api juga
Universitas Sumatera Utara
akan semakin cepat karena volume air yang dikerahkan dalam pemadaman akan semakin besar. Begitu juga sebaliknya, bila kebakaran terjadi di pagi hingga sore hari
maka pemadaman kebakaran akan berjalan lambat karena populasi masyarakat yang berada di lingkungan permukiman akan sedikit serta sedikitnya volume air yang
dikerahkan untuk pemadaman api akan semakin sulit. Hal ini dibuktikan dengan melihat kembali tabel peristiwa kebakaran di
Kecamatan Tanjung Balai Utara di Jalan D.I. Panjaitan G. Amal pada tanggal 7 Desember 2009 telah membakar tujuh unit rumah unit terbanyak dari peristiwa
lainnya yang terjadi di pagi hari, tepatnya pada waktu 09.19 WIB. Dengan tingginya tingkat kepadatan penduduk akan memudahkan perluasan api, dan hal ini hanya dapat
di atasi dengan cara kebersamaan masyarakat bersama-sama untuk meredam laju perluasan api atas volume air sejalan dengan populasi masyarakat yang sedang
bertinggal di permukiman. Setelah menganalisis tingkat kerentanan kebakaran dalam lingkup daur hari
bertinggal yang dikaitkan dengan jumlah populasi yang sedang bertinggal di lingkungan permukiman turut menentukan perluasan penyebaran api di saat
terjadinya kebakaran, lokasi wilayah studi mendapat nilai 0 sebab populasi
masyarakat bertinggal di waktu pagi hingga sore hari lebih sedikit dibanding dengan populasi masyarakat di waktu malam hingga pagi hari yang melahirkan tingkat
kerentanan perluasan kebakaran yang cukup tinggi.
Universitas Sumatera Utara
4.4.4 Identifikasi serta penilaian tolok ukur dan variabel kerentanan terjadinya
kebakaran menurut aktivitas ekonomi AE Menurut identifikasi awal yang berasal dari referensi yang ada pada bab
sebelumnya, variabel kerentanan kebakaran dalam lingkup aktivitas ekonomi di dominasi dengan pemikiran tentang rendahnya penghasilan atau pendapatan
masyarakat. Sebab, nilai pendapatan dibawah rata-rata membuat masyarakat berpenghasilan rendah tidak mampu meningkatkan kualitas atau kesejahteraan
hidupnya, melainkan hidup hanya untuk makan dan tidak ada alokasi dana untuk membenahi sesuatu yang dapat mengancam terjadinya bahaya kebakaran di tempat
tinggalnya. Dengan adanya fakta yang telah dikemukakan sebelumnya tentang citra yang
diambil dari tempat tinggal mereka dapat menginterpretasikan sebagai analisis dengan pemikiran yang tidak jauh berbeda bahwa pendapatan ekonomi atau
penghasilan mereka berpengaruh besar terhadap kerentanan terjadinya kebakaran pada tempat tinggal mereka. Lingkungan pemukiman yang berada di sepanjang
pinggiran muara di Kelurahan Tanjung Balai Kota III dan deretan rumah-rumah yang berada di sepanjang pinggiran rel kereta api di Keluarahan Tanjung Balai Kota IV
merupakan terjemahan citra kerentanan yang ada yang berasal dari hasil aktivitas ekonomi mereka. Oleh karena itu, variabel kerentanan terjadinya kebakaran menurut
aktivitas ekonomi mendapat nilai 0.
Universitas Sumatera Utara
4.4.5 Rekapitulasi penilaian tolok ukur dan variabel kerentanan bahaya kebakaran di
kecamatan Tanjung Balai Utara Berdasarkan penjelasan berupa pengidentifikasian tolok ukur dan variabel
kerentanan kebakaran V di Kecamatan Tanjung Balai Utara, maka pada tabel 4.13 dijelaskan tentang penilaian rentannya bahaya kebakaran di kawasan pemukiman
padat Kecamatan Tanjung Balai Utara.
Tabel 4.13 Penilaian Terhadap Variabel Kerentanan Kebakaran di Kecamatan Tanjung Balai Utara
VARIABEL TOLOK UKUR
PENILAIAN KP
Kondisi fisik tempat tinggal terdiri dari material dibawah standar
KRAPKA Masyarakat berpenghasilan rendah,
pendidikan rendah dan keahlian yang rendah
Lingkungan permukiman berderetan mempermudah penyebaran api
Kapasitas pemukiman yang terlalu padat DHB
Terjadinya kebakaran dan cepat meluas disaat populasi masyarakat di lingkungan
permukiman menurun karena berada di lokasi karya
AE Penghasilan yang didapat hanya mempu
untuk kebutuhan sehari-hari atau tidak memiliki keuangan cadangan
Jumlah Nilai Variabel Kerentanan Bahaya Kebakaran V
Berdasarkan rekapitulasi variabel kerentan bahaya kebakaran V di Kecamatan Tanjung Balai Utara berjumlah 0. Hal ini menjelaskan bahwa kerentanan bahaya
kebakaran di Kecamatan Tanjung Balai Utara sangat tinggi; karena nilai 6 adalah nilai tertinggi variabel berstatus kerentanan bahaya kebakaran terendah lingkungan
padat pemukiman jauh dari kerentanan bahaya kebakaran; sedangkan nilai 0 adalah
Universitas Sumatera Utara
nilai terendah variabel namun berstatus sangat rentan terjadinya bahaya kebakaran lingkungan padat pemukiman yang sangat rentan sekali terhadap bahaya kebakaran.
4.5 Identifikasi serta Penilaian Tolok Ukur dan Variabel Ketahanan Kebakaran di Kecamatan Tanjung Balai Utara Kelurahan Tanjung Balai
Kota III dan Kelurahan Tanjung Balai Kota IV
Pada studi literatur yang telah dirumuskan pada bab 2, semua pemikiran tertuju kepada pebijak atau pemerintah untuk menyediakan dan menyiapkan yang berisi
tentang kelengkapan fasilitas sarana dan prasarana dalam menanggulangi kebakaran serta proses evakuasi di saat terjadinya bencana kebakaran. Selain itu jajaran
pemerintah juga dituntut untuk mempersiapkan penanggulangan kebakaran secara struktural strukturasi kemasyarakatan dari tingkat pusat ke masyarakat lokal.
Adapun fasilitas yang sangat terkait memberi pengaruh dalam nilai ketahanan saat mengahadapi dari awal terjadinya kebakaran hingga proses evakuasi seperti
armada pemadaman kebakaran, titik-titik hidran aktif yang tersebar di seluruh wilayah, rumah sakit dan para medis dan non medis daerah sebagai proses perawatan
dan pengobatan korban bencana kebakaran, peringatan dini, sarana komunikasi yang meluas, sarana perhubungan dan infrastruktur, serta tersedianya tandon air sebagai
cadangan air permanen yang dapat digunakan sewaktu terjadinya proses kebakaran. Berikut ini kita akan merumuskan variabel-variabel yang terkait dengan nilai
ketahanan terhadap terjadinya kebakaran dalam lingkup badan sosial kemasyarakatan BSK dalam lingkup kebijakan pemerintah sebagai substansi strukturasi sosial
masyarakat dan nilai budaya msyarakat setempat. Sebab dengan kebijakan yang di
Universitas Sumatera Utara
keluarkan pemerintah akan melahirkan fasilitas-fasilitas berupa tindakan penyediaan dan pembangunan infrastruktur yang dapat mengahambat terjadinya kebakaran serta
mempercepat pemadaman kebakaran yang sedang berlangsung; dan nilai budaya masyarakat setempat akan melahirkan tindakan yang cepat dalam menangani masalah
kebakaran.
4.5.1 Identifikasi serta penilaian tolok ukur dan variabel ketahanan terhadap
terjadinya kebakaran menurut badan sosial kemasyarakatan BSK Adapun fasilitas yang dapat menghambat terjadinya kebakaran dan
mempercepat pemadaman kebakaran yang sedang berlangsung akan melahirkan variabel-variabel sebagai berikut.
4.5.1.1 Armada kebakaran daerah
Menurut observasi lapangan yang dihasilkan, saat ini Kota Tanjung Balai memiliki tujuh unit mobil pompa yang dilengkapi dengan selang dan nozel. Walau
umur mobil pompa tersebut rata-rata sudah mencapai ±10-20 tahun, namun kondisi armada mobil tersebut siap operasi dan sudah banyak jasanya dalam meredam dan
memadamkan kebakaran di wilayah setempat termasuk terjadinya kebakaran di Kecamatan Tanjung Balai Utara seperti terlihat pada gambar 4.14.
Jumlah keseluruhan personil armada kebakaran yang siap bekerja di lapangan kejadian kebakaran berjumlah 18 personil, 2 personil bertugas piket di pos armada
kebakaran dan 16 personil siap siaga bekerja saat terjadi kebakaran. Sebagai upaya untuk mempertahankan kapasitas personil agar mampu siap siaga setiap waktu untuk
Universitas Sumatera Utara
mengantisipasi terjadi kebakaran, maka hari libur umum dan libur hari besar jumlah personil yang tetap siaga diupayakan berjumlah 12 personil dengan satuan tugas yang
standar. Semua personil telah mengikuti dan memiliki standar tata cara pemadaman kebakaran yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dalam jangka waktu setahun
sekali, sehingga dapat dipastikan bahwa personil armada kebakaran di wilayah studi telah memiliki kecakapan yang cukup untuk memadamkan proses terjadinya
kebakaran. Pada sisi lain, armada kebakaran di wilayah setempat tidak memiliki fasilitas
pemadaman jenis kebakaran bahan cairan yang mudah terbakar seperti minyak, jenis kebakaran listrik dan jenis kebakaran logam; melainkan hanya dapat memadamkan
jenis kebakaran biasa atau kebakaran yang disebabkan oleh bahan-bahan umum yang mudah terbakar seperti kayu, pakaian dan kertas. Seperti yang telah dibahas pada bab
sebelumnya bahwa ketiga jenis pemadaman ini memerlukan alat pemadaman CO2 dan bubuk kimia kering; dan armada kebakaran wilayah setempat tidak memeiliki
fasilitas ini. Walaupun begitu, dengan pengamatan yang dilakukan, lokasi penelitian
hampir tidak terdapat rumah produksi yang terkait dengan bahan-bahan kimia, melainkan kapasitas ruang yang ada hanya dipenuhi oleh lingkungan pemukiman
masyarakat berpenghasilan rendah yang hanya menganggap rumah sebagai tempat istirahat belaka seperti yang telah diungkap pada pembahasan sebelumnya.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dipaparkan, maka variabel dalam konteks ini dapat dirumuskan bahwa armada kebakaran yang ada di wilayah setempat
Universitas Sumatera Utara
Salah satu kondisi armada kebakaran yang sudah berumur ±29 tahun tahun pembuatan
1982 yang kondisinya masih baik dan siap operasional
salah satu fasilitas mobil armada kebakaran yang memiliki pompa air
yang mampu nenyemprotkan air dalam jarak 20-30 meter
salah satu fasilitas mobil armada kebakaran yang memiliki pengaturan tekanan air yang
dapat disesuaikan dengan tingkat kesulitan pemadaman kebakaran
berkondisi baik dan taat guna karena mampu memadamkan kejadian kebakaran dengan fasilitas dan keahlian yang cukup. Oleh karena itu variabel ini mendapat nilai
1.
Gambar 4.14 Fasilitas Armada Kebakaran di Kota Tanjung Balai Sumber: Observasi, Mei 2011
pos armada kebakaran yang siap operasional kapanpun dan dimanapun
siap ke lokasi kejadian kebakaran untuk memadamkan kebakaran
Universitas Sumatera Utara
4.5.1.2 Rumah sakit daerah
Rumah sakit daerah Kota Tanjung Balai merupakan rumah sakit klasifikasi C yaitu rumah sakit yang memiliki daya tampung dibawah 500 orang dengan fasilitas
yang mampu menangani permasalahan kesehatan umum. Analisis keberadaan rumah sakit setempat merupakan salah satu faktor fasilitas yang dapat member harapan
keberlanjutan kehidupan masyarakat termasuk korban bencana kebakaran. Adapun fasilitas tenaga medis dan non-medis yang terdapat di rumah sakit
daerah wilayah penelitian yaitu dokter umum 23 orang, dokter spesialis 14 orang, perawat medis 135 orang termasuk bidan dan tenaga non-medis 35 orang.
Sedangkan jumlah kesiapan tenaga medis seperti jumlah dokter jaga 14 orang, jumlah dokter praktek 14 orang, jumlah dokter terbang 5 orang yang berpendidikan spesialis.
Daya tampung ruang unit gawat darurat UGD 6 orang dan daya tamping rawat inap sebanyak 115 orang. Fasilitas rumah sakit yang mampu menangani masalah
kesehatan meliputi UGD 24 jam, ambulan, incenerator, IPAL, laboratorium, rontgen, farmasi, instalasi jenazah, instalasi gizi, kamar bedah, kamar bersalin, pojok TBC,
askes centre, mobile x-ray, USG 4D dan racun api portable yang tersebar di beberapa titik ruang rumahsakit daerah sebagai alat tindakan pertama bila terjadinya kebakaran.
Sedangkan fasilitas obat-obatan yang dimiliki rumah sakit daerah setempat meliputi obat-obatan emergensi, obat-obatan esensial, obat-obatan generic, bahan abis
pakai dan bahan anestesi. Dan unit ambulan yang dimiliki sebagai percepatan penanganan masalah kesehatan, rumah sakit daerah memiliki 5 unit ambulan; 3 unit
ambulan layak operasional dan 2 unit ambulan tidak layak pakai.
Universitas Sumatera Utara
Lokasi rumah sakit daerah dari lingkungan pemukiman kota Kelurahan Tanjung Balai Kota III dan Kelurahan Tanjung Balai Kota IV sekitar ±2,5 km. Jarak
antara rumah sakit daerah dan lingkungan pemukiman sebagai wilayah studi mudah untuk dijangkau dan mudah dicapai oleh korban bencana kebakaran. Menurut
keterangan yang didapat, pihak rumah sakit sangat berapresiasi untuk menangani korban-korban missal termasuk korban bencana kebakaran sehingga dengan adanya
keberadaan rumah sakit daerah tersebut akan memberikan nilai ketahanan yang baik terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat yang menjadi korban bencana
kebakaran. Berdasarkan hasil analisis yang sudah dilakukakan, keberadaan rumah sakit
daerah cukup baik untuk beroperasi dalam menangani korban bencana kebakaran baik ditinjau dari segi fasilitas peralatan dan fasilitas tenaga medis dan non-medis.
Oleh karena itu, variabel ini mendapat nilai 1 karena mampu memberikan ketahanan
dalam menghadapi bencana kebakaran yang terjadi. 4.5.1.3
Sarana komunikasi Sarana komunikasi adalah salah satu tolok ukur sebagai alat mempercepat
pemadaman kejadian kebakaran, sebab dengan adanya alat telekomunikasi peristiwa kebakaran dapat dilaporkan dengan cepat kepada Dinas Kebakaran Daerah setempat.
Menurut observasi yang telah dilakukan di wilayah setempat, tidak terdapat sarana telekomunikasi seperti telepon umum yang disediakan oleh PT. Telkom di
lingkungan pemukiman padat penduduk di Kelurahan Tanjung Balai Kota III dan
Universitas Sumatera Utara
Kelurahan Tanjung Balai Kota IV Kecamatan Tanjung Balai Utara. Kantung-kantung alat telekomunikasi hanya ada di beberapa titik perkantoran pemerintah yang letaknya
jauh dari lingkungan pemukiman wilayah studi. Alat komunikasi yang lain yang dapat melaporkan informasi peristiwa
kebakaran seperti handphone atau telepon selular pada umumnya dimiliki oleh masyarakat setempat. Walau populasi masyarakat setempat yang memiliki alat
komunikasi dibawah 35, namun informasi kejadian kebakaran tetap cepat sampai pada Dinas Kebakaran Daerah setempat seperti kejadian-kejadian kebakaran
sebelumnya menurut wawancara yang telah dilakukan dengan warga setempat. Kepemilikan alat komunikasi bagi mereka hanya bersifat kebutuhan bukan
amenitas, sehingga pemakaiannya hanya sebatas dipergunakan bila sangat diperlukan.
Oleh karena itu, variabel ini bernilai -1 sebab fasilitas alat komunikasi umum tidak
terdapat di wilayah pemukiman padat dan hanya mengandalkan alat komunikasi yang dimiliki oleh masyarakat setempat.
4.5.1.4 Sarana perhubungan dan infrastruktur
Sarana perhubungan darat seperti angkutan kota mini bus lokal terdapat di pusat aktivitas ekonomi Kota Tanjung Balai yang berjarak ±0,5-2 km dari lingkungan
pemukiman Kelurahan Tanjung Balai Kota III dan ±0,1-0,5 km dari lingkungan pemukiman Kelurahan Tanjung Balai Kota IV. Sarana perhubungan darat yang lain
pada umumnya menyebar berdekatan dengan lingkungan pemukiman wilayah studi seperti ojek dan becak motor. Dengan adanya sarana perhubungan khususnya
Universitas Sumatera Utara
perhubungan darat akan memudahkan masyarakat untuk melakukan pertolongan pertama kepada korban bencana kebakaran yang akan di rujuk ke rumah sakit
terdekat. Sedangkan sarana infrastruktur seperti kondisi jalan yang baik dan mudah
dilalui pada umumnya berkondisi baik. Dengan adanya sarana jalan yang baik akan memudahkan masyarakat untuk mobilisasi segala keperluan dan menyelesaikan
masalah dalam menangani pemadaman kebakaran. Berdasarkan analisis, variabel dalam konteks ini sangat mendukung
ketahanan dalam proses pemadaman kebakaran karena sarana perhubungan khusunya perhubungan darat dan sarana jalan berkondisi baik dan mampu menjawab
permasalahan yang dihadapi saat terjadinya proses kebakaran. Oleh karena itu,
variabel ini mendapat nilai 1.
4.5.1.5 Sumber air bukan hidran
Selain hidran, pasokan air untuk keperluan pemadaman kebakaran diperoleh dari dua sumber yaitu sumber alam dan sumber buatan. Sumber alam seperti kolam
air, danau, sungai, jeram, sumur dalam, dan irigasi. Sedangakan sumber air buatan seperti tangki air, tangki gravitasi, kolam renang, air mancur, reservoir dan mobil
tangki air Kepmen PU No.11 Tahun 2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan.
Sumber air bersih yang diperoleh oleh Kecamatan Tanjung Balai Utara berasal dari PDAM. Kualitas sumber air yang ada kurang baik dan memiliki debit air
Universitas Sumatera Utara
sumur ini disediakan untuk membersihkan penggerak lokomotif kereta api yang letaknya di lokasi rel putar kereta api yang sudah tidak digunakan lagi.
yang normal menurut informasi yang didapat dari warga setempat. Sehingga sumber air buatan yang dimiliki oleh masyarakat Kecamatan Tanjung Balai Utara tidak dapat
diandalakan sebagai alat untuk memadamkan kebakaran. Sedangkan sumber air alam berdekatan dengan lokasi pemukiman
Kelurahan Tanjung Balai Kota III karena lokasi pemukiman mereka terletak di sepanjang pinggiran muara, sehingga air muara tersebut dapat dipergunakan untuk
memadamkan api bila terjadi kebakaran. Selain itu, sumber air alam seperti sumur dalam terdapat di beberapa titik Kelurahan Tanjung Balai Kota IV, namun kondisinya
tidak dapat dipastikan apakah mencukupi untuk memenuhi pasokan air saat menghadapi volume kebakaran yang ada. Oleh karena itu, terdapat kesulitan bagi
masyarakat Kelurahan Tanjung Balai Kota IV untuk mendapatkan kapasitas air yang siap digunakan untuk memadamkan kebakaran yang terjadi di wilayah ini, karena
persediaan air yang ada hanya sumber air buatan yang hanya dapat dipakai untuk kebutuhan hidup sehari-hari seperti terlihat pada gambar 4.15.
Gambar 4.15 Kondisi Sumur Dalam di Kelurahan Tanjung Balai Kota IV Sumber: Observasi, Mei 2011
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan analisis, maka variabel ini untuk Kelurahan Tanjung Balai Kota III mendapat nilai 1 sebab tolok ukur persediaan air untuk pemadaman kebakaran
dapat dilakukan dengan sumber air alam yang terdapat di muara dan variabel untuk wilayah padat pemukiman seperti di Kelurahan Tanjung Balai Kota IV mendapat
nilai -1 sebab tidak terdapat persediaan yang memadai, dan hanya mengandalkan persediaan sumber air buatan PDAM yang kapasitasnya sebatas untuk kebutuhan
kehidupan sehari-hari. Sehingga secara keseluruhan, variabel ini mendapat nilai 0
sebagai hasil penjumlahan dari ke-dua kelurahan Tanjung Balai Kota III dan Tanjung Balai Kota IV nilai variabel ketahanan kebakaran dalam lingkup sumber air
bukan hidran di Kecamatan Tanjung Balai Utara.
4.5.1.6 Sumber air hidran
Sumber air yang berasal dari hidran merupakan salah satu peralatan yang sangat penting untuk digunakan saat terjadinya kebakaran di suatu wilayah. Sebagai
tolok ukur atas pembuktian ketahanan kebakaran, sumber air hidran akan dianalisis melalui dua faktor yaitu berdasarkan keberadannya dan kondisinya di wilayah studi.
Menurut informasi dari Dinas Kebakaran Daerah setempat, hidran tersedia di seluruh wilayah Kota Tanjung Balai sebanyak 6 unit yang tersebar disetiap kecamatan.
Sedangkan hidran yang terdapat di Kecamatan Tanjung Balai Utara terletak wilayah Kelurahan Tanjung Balai Utara IV yang berlokasi di pusat aktivitas ekonomi
kota atau berdekatan dengan stasiun kereta api Kota Tanjung Balai. Atas kondisi ini, satu unit hidran yang berada di Kecamatan Tanjung Balai Utara tidak mampu
Universitas Sumatera Utara
melayani kebakaran yang terjadi di wilayah tersebut karena unit yang terbatas akan membutuhkan waktu penyerapan air yang sangat lama. Oleh karena itu, dalam sisi
keberadaan hidran yang terdapat di Kecamatan Tanjung Balai Utara mendapatkan nilai -1 karena memiliki jumlah unit titik yang tidak dapat melayani kejadian
kebakaran yang ada. Berikut tentang kondisi hidran ada, menurut keterangan dengan sumber yang
sama bahwa kondisi hidran baik secara kualitas material namun tidak dapat digunakan karena tidak memiliki cadangan air. Kapasitas air yang ada apa hidran
merupakan pasokan air yang disediakan oleh PDAM. Kondisi ini disebabkan karena penyediaan air bersih lebih diutamakan dibanding penyediaan air hidran karena
persediaan air bersih yang terbatas. Atas kondisi hidran yang ada, variabel ini mendapat nilai -1 sebab tidak memiliki kapasitas air yang siap digunakan saat
terjadinya kebakaran di wilayah Kecamatan Tanjung Balai Utara.
Berdasarkan analisis, variabel mendapatkan nilai -2 sebagai hasil
penjumlahan faktor tolok ukur keberadaan dan kondisi hidran yang berada di wilayah padat pemukiman di Kecamatan Tanjung Balai Utara. Maka dapat diambil
kesimpulan bahwa ketahanan kebakaran sangat rendah bila ditinjau dari sumber air hidran yang ada di wilayah studi.
4.5.1.7 Peringatan dini
Pada setiap rumah yang ada di pemukiman Kecamatan Tanjung Balai Utara tidak disediakan sistem peringatan dini berupa alarm kebakaran. Alat peringatan dini
Universitas Sumatera Utara
terbagi menjadi dua bagian, yaitu alat peringatan dini elektronik dan konvensional. Biasanya alat peringatan dini elektronik terdapat pada bangunan bertingkat salah
satunya seperti alarm lonceng otomatis. Alarm ini akan berbunyi ketika dengan menekan tombol fungsinya oleh petugas atau pemakai gedung. Sedangkan alarm
konvensional seperti lonceng atau kentongan yang dipukul-pukul dengan irama tertentu menandakan adanya bahaya yang terjadi di lingkungan mereka.
Lonceng atau kentongan terdapat di setiap keantor kelurahan, kantor kecamatan dan tempat ibadah. Peringatan dini juga dapat mereka lakukan dengan
menggunakan pengeras suara yang ada di rumah ibadah sebagai informasi cepat sampai dalam skala lokal.
Berdasarkan analisis tersebut, maka ketahanan kebakaran dalam lingkup
peringatan dini di Kecamatan Tanjung Balai Utara mendapat nilai 1 sebab peringatan
dini konvensional telah melahirkan pola komunikasi yang baik untuk bertindak cepat dalam mengatasi kondisi kebakaran yang terjadi di lingkungan pemukiman mereka.
4.5.1.8 Keberadaan nilai budaya masyarakat
Penilaian terhadap kerentanan wilayah terhadap bahaya kebakaran dapat dilihat melalui budaya masyarakat. Budaya masyarakat yang baik dapat menjadi
suatu ketahanan terhadap bahaya kebakaran. Tolok ukur yang digunakan dalam menilai ketahanan kawasan pemukiman padat bahaya kebakaran adalah kepedulian
antar penduduk.
Universitas Sumatera Utara
Budaya gotong royong di sebagian besar lingkungan Kecamatan Tanjung Balai Utara berkondisi sangat baik. Kesimpulan ini dihasilkan dari kegiatan pengajian
bersama wirit yang penyelenggaraannya digilir setiap malam jumat di masing- masing rumah penduduk. Kemudian juga terdapat kegiatan jumat atau minggu bersih
yang di kordinasikan oleh kepala lingkungan kepada seluruh warganya. Selain itu di wilayah studi terdapat kumpulan masyarakat STM serikat tolong menolong yang
beroperasi saat terjadinya musibah seperti meninggal dan musibah lainnya langsung memberikan bantuan. Dengan adanya penyelenggaraan-penyelenggaraan yang
bersifat kebersamaan inilah menimbulkan rasa kekeluargaan antar sesama. Berdasarkan keterangan yang ada diwilayah studi bahwa kejadian kebakaran
yang ada dimulainya tindakan pemadaman dilakukan oleh warga setempat. Seluruh masyarakat yang ada bersama-sama berupaya untuk memadamkan kebakaran
semampunya seperti yang telah di kemukakan pada sub bab sebelumnya. Oleh karena
itu, variabel ini mendapat nilai 1 karena kondisi keberadaan budaya masyarakat
setempat bernilai baik dan dapat diandalkan kebersamaannya dalam memadamkan kebakaran yang terjadi.
4.5.2 Rekapitulasi penilaian tolok ukur dan variabel ketahanan bahaya kebakaran di
kecamatan Tanjung Balai Utara Berdasarkan penjelasan berupa pengidentifikasian tolok ukur dan variabel
ketahanan kebakaran C di Kecamatan Tanjung Balai Utara, maka dibuat tabel 4.14 untuk penilaian ketahanan bahaya kebakaran di kawasan pemukiman padat
Kecamatan Tanjung Balai Utara.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.14 Penilaian Terhadap Variabel Ketahanan Kebakaran di Kecamatan Tanjung Balai Utara
VARIABEL TOLOK UKUR
PENILAIAN
BSK Operasional armada kebakaran daerah yang
layak 1
Jumlah personil damkar yang memadai dan cakap dibidangnya
1 Kapasitas rumah sakit yang mampu
melayani jumlah korban bencana kebakaran 1
Jumlah tenaga medis dan non-medis yang mampu menjawab permasalahan kesehatan
korban bencana kebakaran 1
Fasilitas peralatan rumah sakit yang lengkap 1
Persediaan obat-obatan yang cukup 1
Sarana komunikasi yang tidak memadai Sarana perhubungan dan infarastruktur yang
tergolong baik 1
BSK Sumber air bukan hidran
Sumber air hidran yang tidak berfungsi Peringatan dini konvensional yang dapat
dimanfaatkan dengan baik 1
Keberadaan nilai sosial budaya masyarakat yang baik
1
Jumlah Nilai Variabel Ketahanan Bahaya Kebakaran C 9
Berdasarkan rekapitulasi variabel kerentan bahaya kebakaran V di Kecamatan Tanjung Balai Utara berjumlah 0. Hal ini menjelaskan bahwa ketahanan bahaya
kebakaran di Kecamatan Tanjung Balai Utara tertinggi bernilai 12 terdiri dari 12 variabel; sedangkan nilai terendah ketahanan bahaya kebakaran bernilai 0 tidak
memiliki nilai ketahanan bahaya kebakaran. Jumlah ketahanan bahaya kebakaran di Kecamatan Tanjung Balai Utara adalah
9. Nilai ketahanan bahaya kebakaran C ini akan dikombinasikan dengan nilai sumber bahaya kebakaran H dan nilai kerentanan bahaya kebakaran V. kemudian
dilakukan penjumlahan sesuai dengan tata rumusan model Crunch R=H+V-C.
Universitas Sumatera Utara
4.6 Tingkat Resiko Bencana Kebakaran Kawasan Padat Pemukiman Kecamatan Tanjung Balai Utara