16
C. Interaksi obat
1. Pengertian interaksi obat
Interaksi obat adalah kejadian dimana respon farmakologis atau klinis dari pemberian suatu kombinasi obat, tidak sama dengan efek yang diharapkan
timbul bila dua obat diberikan secara terpisah. Interaksi obat terjadi bila efek dari suatu obat berubah dengan adanya kehadiran obat lainnya, makanan, minuman
atau zat kimiawi lingkungan Kurnia, 2007.
2. Prevalensi interaksi obat
Prevalensi interaksi obat secara keseluruhan di dunia adalah 50-60 Wynn, 2009. Penggunaan polifarmasi obat dimana lebih dari 50 rata-rata
pasien mendapat 3-5 jenis obat atau lebih untuk setiap lembar resepnya Raut, 2013. Insidens efek samping obat akan meningkat dengan banyaknya obat yang
diberikan. Di mana pasien sebanyak 4009 yang mendapatkan obat dengan kisaran jumlah obatnya 0-5 jumlah efek sampingnya 142 4, sedangkan pada pasien
sebanyak 641 yang mendapatkan obat dengan kisaran jumlah obat 16-20 jumlah efek sampingnya 347 54. Beberapa penelitian juga menunjukkan terjadinya
interaksi obat sampai 88 pada populasi lansia yang berobat jalan Kurnia, 2007. Meningkatnya kompleksitas dan polifarmasi obat yang digunakan dalam
pengobatan memungkinkan terjadinya interaksi obat semakin besar Shekar and Bhagawan, 2014. Kurangnya dokumentasi dan pengamatan terkait kejadian
interaksi obat serta kurangnya pengetahuan para dokter mengenai interaksi obat dapat memperparah kejadian interaksi obat dalam pelayanan kesehatan Nidhi,
2012.
17
3. Jenis interaksi obat
Jenis-jenis interaksi obat meliputi interaksi farmakokinetik, farmakodinamik dan farmasetis.
a. Interaksi farmakokinetik. Interaksi farmakokinetik merupakan interaksi
antara dua obat atau lebih yang mempengaruhi proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi salah satu obat atau lebih di dalam tubuh
Hacker, Bachman, and Messer, 2009. Interaksi dapat diukur pada perubahan parameter farmakokinetik meliputi konsentrasi maksimal
Cmax, konsentrasi obat di dalam tubuh persatuan waktu AUC, waktu paruh eliminasi dan total obat yang diekskresikan lewat urin CI Tatro,
2007. 1
Interaksi pada proses absorpsi Interaksi pada proses absorpsi terjadi ketika adanya penggunaan
dua obat atau lebih pada waktu yang bersamaan sehingga laju absorpsi dari salah satu atau kedua obat mengalami perubahan. Interaksi pada
proses absorpsi dapat dipengaruhi oleh perubahan pada pH saluran pencernaan, kelarutan obat, metabolisme saluran pencernaan, flora
usus, mukosa usus, adsorpsi, khelasi, perubahan motilitas saluran pencernaan, induksi atau inhibisi dari protein transporter obat,
malabsorpsi yang disebabkan oleh obat dan mekanisme kompleks lainnya Tatro, 2007.
Salah satu
obat dapat
menghambat, menurunkan,
atau meningkatkan laju absorpsi obat yang lainnya. Hal ini dapat terjadi
18
dengan cara memperpendek atau memperpanjang waktu pengosongan lambung dengan menambah pH lambung dan dengan membentuk
kompleks dengan obat. Laksatif merupakan obat yang dapat meningkatkan kecepatan pengosongan dan usus halus sehingga
menurunkan absorpsi obat. Narkotik dan antikolinergik dapat meningkatkan motilitas lambung dan usus halus sehingga dapat
menyebabkan peningkatan laju absorpsi obat. Semakin banyak jumlah obat yang diabsorpsi pada usus halus, semakin banyak jumlah yang
memasuki sirkulasi sistemik Syamsudin, 2011. Interaksi obat pada proses absorpsi terjadi di dalam usus halus.
Usus merupakan lokasi utama untuk absorpsi obat karena mempunyai wilayah absorpsi yang sangat luas, daya serap obat yang lebih tinggi
dan jumlah aliran darah melalui kapiler usus lebih besar sehingga obat yang diserap dapat diangkut ke sirlukasi sistemik Syamsudin, 2011.
Pada perubahan motilitas saluran pencernaan, respon suatu obat dapat berubah karena terdapat obat lain yang mengubah motilitas saluran
pencernaan. Apabila waktu transit obat ke dalam saluran pencernaan mengalami peningkatan atau terjadi penurunan maka obat akan
terabsorpsi cepat atau lambat. Metokloporamid, eritromisin dan obat pencahar merupakan obat-obatan yag dapat menurunkan waktu transit
di saluran pencernaan Albert, 2008.
19
2 Interaksi pada proses distribusi
Setelah obat mengalami proses absorpsi ke dalam darah maka obat tersebut akan bersirkulasi secara cepat ke seluruh jaringan tubuh. Pada
saat darah mengalami sirkulasi, obat akan bergerak dari aliran darah kemudian masuk ke jaringan tubuh. Distribusi obat adalah perjalanan
obat dari darah dan ke darah serta beberapa jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jaringan otak. Obat yang masuk ke dalam jaringan yang
berbeda memiliki kecepatan yang berbeda, di mana tergantung pada kecepatan obat menembus membran Tatro, 2007.
Dalam fase distribusi, akan terjadi interaksi jika dua obat yang berikatan tinggi dengan protein atau albumin bersaing untuk
mendapatkan tempat pada protein atau albumin di dalam plasma. Akibatnya terjadi penurunan dalam pengikatan dengan protein pada
salah satu atau kedua obat itu sehingga lebih banyak obat bebas yang bersirkulasi dalam plasma dan meningkatkan kerja obat, efek ini dapat
menimbulkan toksisitas obat Syamsudin, 2011. Apabila terdapat dua obat yang berikatan kuat dengan protein yang harus digunakan secara
bersamaan, maka perlu adanya pengurangan dosis salah satu atau kedua obat tersebut untuk menghindari terjadinya toksisitas obat Aronson,
2009 dan Triplitt, 2006. 3
Interaksi pada proses metabolisme atau biotransformasi Dalam proses metabolisme, obat yang akan masuk ke dalam tubuh
akan diubah menjadi lebih polar agar dapat dieksresikan oleh ginjal dan
20
menghasilkan metabolit inaktif. Terdapat dua fase pada proses metabolisme obat yaitu fase pertama yang meliputi reaksi oksidasi,
reduksi dan hidrolisis. Fase kedua meliputi reaksi konjugasi metabolit atau obat dari reaksi fase pertama dengan substrat endogen seperti asam
glukuronat. Tujuan dari reaksi fase pertama yaitu mengubah obat menjadi senyawa yang lebih polar dan reaksi fase kedua bertujuan
membuat senyawa menjadi inaktif Tatro, 2007. Suatu obat dapat menigkatkan metabolisme obat lain dengan cara
menginduksi enzim-enzim di hati. Fenobarbital merupakan contoh obat yang dapat meningkatkan induksi enzim yang disebut sebagai
penginduksi enzim Triplitt, 2006. Penurunan efek obat disebabkan karena adanya proses metabolisme obat yang dapat meningkatkan dan
mempercepat proses eliminasi obat dan menurunkan konsentrasi obat di dalam plasma Syamsudin, 2011.
Inhibitor enzim merupakan cara menginhibisi enzim-enzim dengan menurunkan metabolisme obat lain. Proses metabolisme obat akan
menurun dan memperlambat proses eliminasi obat sehingga dapat meningkatkan konsentrasi dan efek obat di dalam plasma Syamsudin,
2011. 4
Interaksi pada proses ekskresi Ekskresi obat sebagian besar terjadi lewat ginjal melalui urin dan
juga melalui empedu. Interaksi obat pada proses ekskresi dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perubahan pH urin,
21
perubahan ekskresi empedu dalam bentuk siklus enterohepatik, perubahan ekskresi aktif pada tubulus ginjal dan perubahan aliran darah
ginjal Baxter, 2010. a
Perubahan ekskresi aktif pada tubular ginjal. Penurunan ekskresi obat satu sama lain melalui kompetisi dalam berikatan
disebabkan oleh banyaknya obat yang memiliki mekanisme transport yang sama dalam tubulus ginjal Syamsudin, 2011.
b Perubahan pH urin. Obat adalah suatu asam lemah atau basa
lemah, ketika urin bersifat basa maka obat-obatan basa lemah akan direabsorpsi kedalam tubulus distal. pH urin dapat
bervariasi sesuai dengan makanan yang dikonsumsi, variasi pH urin berkisar antara 4,5
– 8,0. Ketika pH urin asam maka obat- obat yang bersifat basa akan lebih mudah diekskresikan. Pada
suasana basa atau nilai pH tinggi, obat asam lemah yang memiliki pKa 3-7 sebagian besar berada dalam bentuk terion
dan tidak larut dalam lemak, sehingga obat tidak dapat berdifusi ke dalam sel tubulus ginjal dan akan tetap berada dalam urin dan
dikeluarkan dari tubuh Syamsudin, 2011. Obat yang bersifat basa lemah dengan nilai pKa 7,5-10,5
dalam suasana basa akan berada dalam bentuk tidak terionisasi dan terlarut dalam lemak. Hal tersebut mengakibatkan obat
dapat berdifusi ke dalam sel tubulus ginjal dan terjadi peningkatan konsentrasi obat. Sebaliknya pada saat suasana urin
22
asam maka obat yang bersifat basa tersebut akan lebih mudah diekskresikan Syamsudin, 2011.
b. Interaksi farmakodinamik. Interaksi farmakodinamik merupakan interaksi
antara dua obat atau lebih yang dapat menyebabkan efek dari suatu obat mengalami perubahan oleh adanya kehadiran obat lain di tempat kerja atau
aksi obat Baxer, 2010. Interaksi farmakodinamik menimbulkan efek-efek obat yang aditif, sinergis potensiasi, atau antagonis jika dua obat atau
lebih yang mempunyai kerja yang serupa atau tidak serupa diberikan Tatro, 2007.
1. Efek obat aditif Interaksi yang terjadi apabila adanya pemberian dua atau lebih obat
yang memiliki efek terapeutik yang sama saat diberikan secara bersamaan. Efek yang dihasilkan dari pemberian obat-obat tersebut
secara bersamaan merupakan jumlah dari efek kedua obat yang digabungkan secara tersendiri sesuai dengan dosis yang digunakan.
Efek yang terjadi tersebut dapat merupakan efek yang diinginkan atau tidak diinginkan. Contoh interaksi aditif yang diinginkan adalah obat
analgesik yaitu aspirin dan kodein yang dapat diberikan bersamaan untuk meredakan nyeri Baxter, 2010. Contoh interaksi aditif yang
tidak diinginkan yaitu interaksi aspirin dan alkohol yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan lambung Syamsudin, 2011.
23
2. Efek obat sinergisme Interaksi yang terjadi apabila dua obat atau lebih yang tidak
memiliki ataupun memiliki efek farmakologi yang sama diberikan secara bersamaan akan memperkuat efek obat lain dan dapat
menimbulkan peningkatan efek yang signifikan. Efek yang dihasilkan dapat merupakan efek yang diinginkan ataupun yang tidak diinginkan
dan berbahaya bagi pasien yang mengkonsumsi obat tersebut Tatro, 2007.
3. Efek obat antagonisme Efek yang dihasilkan dari interaksi obat yang terjadi antara dua
atau lebih obat yang memiliki efek antagonis atau efek farmakologi yang berlawanan. Efek dari obat-obat yang berinteraksi tersebut akan
saling meniadakan efek obat satu sama lain jika diberikan secara bersamaan Syamsudin, 2011. Contoh dari efek antagonis adalah bila
perangsang adrenergik beta isoproteronol dan propanolol diberikan bersamaan, maka akan terjadi interaksi obat saling meniadakan dan
tidak satupun dari obat tersebut menimbulkan efek terapeutik Baxter, 2010.
c. Interaksi farmasetik. Interaksi farmasetik merupakan interaksi yang terjadi
karena pencampuran obat secara langsung baik fisik atau kimiawi. Hasil dari interaksi tersebut adalah terjadi pembentukan endapan, perubahan
24
warna dan mungkin dapat tidak terlihat. Interaksi farmasetik terjadi di luar tubuh sebelum obat diberikan Nah, 2007.
4. Interaksi obat pada gagal ginjal kronik