9
100-150 1 juta penduduk, sedangkan prevalensinya mencapai 200-250 1 juta penduduk PERNEFTRI, 2012.
B. Manajemen Terapi Gagal Ginjal Kronik
1. Tujuan terapi dan sasaran terapi
Tujuan terapi dan sasaran terapi adalah untuk menunda perkembangan gagal ginjal kronik, sehingga meminimalkan pengembangan atau keparahan
komplikasi yang terkait termasuk penyakit jantung. Terapi non farmakologi dan farmakologi dilakukan untuk memperlambat laju perkembangan gagal ginjal
kronik dan dapat menurunkan insiden dan prevalensi end stage renal disease ESRD Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, and Posey, 2008.
Penyakit ginjal kronik tidak dapat disembuhkan, namun diperlukan upaya mempertahankan agar ginjal dapat berfungsi seoptimal mungkin. Caranya yaitu
dengan terapi melalui obat-obatan untuk mengatasi gejala-gejala dan komplikasi penyakit ginjal kronik serta membantu memperlambat proses kerusakan fungsi
ginjal, dialisis cuci darah, transplantasi cangkok ginjal, dan modifikasi gaya hidup Mahdiana, 2011.
Pengobatan pada gagal ginjal kronik dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama berupa tindakan konservatif untuk meredakan atau memperlambat
perburukan progresif gangguan fungsi ginjal. Prinsip dasar dalam penatalaksanaan konservatif didasarkan pada pemahaman tentang batas-batas ekskresi yang dapat
dicapai oleh ginjal yang terganggu. Bila hal tersebut sudah diketahui, maka diet zat terlarut dan cairan orang yang bersangkutan dapat diatur dan disesuaikan
dengan adanya batas-batas tersebut. Tahap kedua pengobatan dengan adanya
10
terapi pengganti ginjal. Keadaan ini terjadi pada penyakit ginjal stadium akhir atau ESRD dengan nilai GFR 2mlmenit. Tujuan dari terapi yaitu untuk
menggantikan ginjal yang tidak bisa bekerja sesuai fungsinya Price and Wilson, 2005.
2. Strategi terapi
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik meliputi 4 tahap yaitu : 1.
Memperlambat laju penurunan fungsi ginjal a.
Pengobatan hipertensi. Target penurunan tekanan darah yang dianjurkan adalah kurang dari 13080 mmHg.
b. Pembatasan asupan protein, bertujuan untuk mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus sehingga progresifitas akan diperlambat. c.
Retriksi fosfor dengan tujuan untuk mencegah hiperparatirodisme sekunder.
d. Mengurangi proteinuria. Terdapat korelasi antara proteinuria dan
penurunan fungsi ginjal terutama pada glomerulonefritis kronik dan diabetes. Dalam hal ini biasa digunakan ACE inhibitor. Jika terdapat
intoleransi terhadap ACE inhibitor maka dapat digunakan angiotensin receptor blocker
ARB Dipiro et al., 2008. e.
Mengendalikan hiperlipidemia. Telah terbukti bahwa hiperlipidemia yang tidak terkendali dapat mempercepat progresifitas gagal ginjal.
Pengobatan meliputi diet dan olahraga. Pada peningkatan yang berlebihan diberikan obat-obat penurun lemak darah. Pedoman dari
Asosiasi Diabetes Kanada menyarankan nilai hemoglobin A
1c
7,0
11
dan fasting plasma glucose 4 –7 mmolL Levin, Hemmelgarn,
Culleton, Tobe, McFarlane, Ruzicka et al, 2008. 2.
Mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut a.
Pencegahan kekurangan cairan Dehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat menyebabkan gangguan
prarenal yang masih dapat diperbaiki. Oleh sebab itu perlu ditanyakan mengenai keseimbangnan cairan muntah, keringat, diare, asupan
cairan sehari- hari, penggunaan obat diuretik, manitol, fenasetin, dan penyakit lain diabetes melitus, kelainan gastrointestinal, dan ginjal
polikistik Levin et al, 2008 b.
Sepsis Sepsis dapat disebabkan berbagai macam infeksi, terutama infeksi
saluran kemih. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengkoreksi kelainan urologi dan antibiotik yang telah terpilih untuk mengobati infeksi
Levin et al, 2008. c.
Hipertensi yang tidak terkendali Tekanan darah umumnya meningkat sesuai dengan perburukan fungsi
ginjal. Kenaikan tekanan darah ini akan menurunkan fungsi ginjal. Akan tetapi penurunan tekanan darah yang berlebihan juga akan
menyebabkan perfusi ginjal menurun. Obat yang dapat diberikan adalah furosemid, beta blocker, vasodilator, kalsium antagonis dan
alfa blocker . Obat golongan tiazid kurang bermanfaat, sedangkan
12
spironolakton tidak dapat digunakan karena dapat meningkatkan kadar kalium Dipiro et al., 2008.
d. Obat-obat nefrotoksik
Obat-obat aminoglikosida, OAINS obat antiinflamasi non steroid, kontras radiologi, dan obat-obat yang dapat menyebabkan nefritis
interstitialis harus dihindari Dharmeizar, 2012. e.
Kehamilan Kehamilan dapat memperburuk fungsi ginjal, hipertensi meningkatkan
terjadinya eklamsia dan menyebabkan retardasi pertumbuhan intrauterin Levin et al, 2008.
3. Pengelolaan uremia dan komplikasinya
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pasien dengan penyakit ginjal kronik sering mengalami peningkatan jumlah cairan ekstrasel karenan retensi cairan dan natrium.
Peningkatan cairan intravaskular menyebabkan hipertensi, sementara ekspansi cairan ke interstitial menyebabkan edema. Hiponatremia
sering juga dijumpai. Penatalaksanaan yang tepat meliputi retriksi asupan cairan dan natrium, dan pemberian terapi diuretik. Asupan
cairan natrium dibatasi 1 literhari, pada keadaan berat 500mlhari. Natrium diberikan 2-4 ghari, tergantung dari beratnya edema. Jenis
diuretik yang menjadi pilihan adalah furosemid karena efek furosemid tergantung dari sekresi aktifnya di tubulus proksimal. Pasien dengan
penyakit ginjal kronik umumnya membutuhkan dosis yang tinggi 300-
13
500 mg, namun perlu diperhatikan efek samping obat. Apabila tindakan ini tidak membantu maka harus dilakukan dialisis Levin et
al ., 2008.
b. Asidosis metabolik
Penurunan kemampuan sekresi acid load pada penyakit ginjal kronik menyebabkan terjadinya asidosis metabolik. Hal ini umumnya terjadi
apabila nilai GFR 25 mlmnt. Diet rendah protein 0.6 ghari dapat membantu mengurangi asidosis. Bila kadar bikarbonat turun sampai
15-17 mEqL harus diberikan subtitusi alkali Dipiro et al., 2008. c.
Hiperkalemia Hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia kordis yang fatal. Untuk
mengatasi ini, dapat diberikan: kalsium glukonas 10 10 ml dalam 10 menit secara iv, bikarbonas natrikus 50-150 secara iv dalam 15-30
menit, insulin dan glukosa 6 unit, insulin dan glukosa 50 g dalam waktu 1 jam, kayexalate resin pengikat kalium 25-50 g secara p.o
atau rektal. Bila hiperkalemia tidak dapat diatasi, maka dilakukan dialisis Levin et al, 2008.
d. Diet rendah protein
Diet rendah protein dianggap akan mengurangi akumulasi hasil akhir metabolisme protein yaitu ureum dan toksik uremik lainya. Selain itu,
telah terbukti bahwa diet tinggi protein akan mempercepat timbulnya glomerulosklerosis sebagai akibat meningkatnya beban kerja
glomerulus dan fibrosis interstitial. Kebutuhan kalori harus dipenuhi
14
supaya tidak terjadi pemecahan protein dan merangsang pengeluaran insulin. Kalori yang diberikan adalah sekitar 35 kalkgBB, protein 0,6
g kgBB hari dengan nilai biologis tinggi 40 asam amino esensial Mahdiana, 2011.
e. Anemia
Penyebab utama anemia pada penyakit ginjal kronik adalah terjadinya defisiensi eritropoietin. Penyebab lainnya adalah perdarahan
gastrointestinal, umur eritrosit yang pendek, serta adanya faktor yang menghambat eritropoesis toksin uremia, malnutrisi dan defisiensi
besi. Transfusi darah hanya diberikan bila perlu dan apabila pemberian transfusi dapat memperbaiki keadaan klinis secara nyata. Terapi
apabila nilai Hb 8 g yaitu dengan pemberian eritropoietin, tetapi pengobatan ini masih terbatas karena mahal. Target pemberian
eritropoietin adalah dengan nilai Hb 11 g . Jika tidak diberikan terapi dengan eritropoietin maka bisa diberikan terapi besi Levin et
al ., 2008.
f. Kalsium dan fosfor
Terdapat 3 mekanisme yang saling berhubungan yaitu hipokalsemia dengan hipoparatiroid sekunder, retensi fosfor oleh ginjal, dan
gangguan pembentukan 1,25 dihidroksikalsiferol metabolit aktif vitamin D. Pada keadaan ini dengan nilai GFR 30 mLmnt
diperlukan pemberian fosfor seperti kalsium bikarbonat atau kalsium asetat yang diberikan pada saat makan. Pemberian vitamin D juga
15
perlu diberikan untuk meningkatkan absorbsi kalsium di usus. Diet rendah fosfat dilakukan untuk menjaga hiperfosfatemia. Jika diet
rendah fosfat gagal, dapat diberikan calcium-containing phosphate binders
. Namun jika terdapat hiperkalemia maka dosis calcium- containing phosphate binders
atau vitamin D harus dikurangi. Hipokalesemia harus dikoreksi jika pasien menunjukkan gejala atau
tanda peningkatan level parat hormon Dipiro et al., 2008. g.
Hiperurisemia Alopurinol sebaiknya diberikan 100-300 mg, apabila kadar asam urat
10 mgdl atau apabila terdapat riwayat gout Mahdiana, 2011. 4.
Inisiasi dialisis Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan
dialisis tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya nilai GFR sekitar 5-10 mlmnt. Dialisis juga diiperlukan bila:
a. Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
b. Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
c. Overload cairan edema paru
d. Ensefalopati uremik dan penurunan kesadaran
e. Efusi perikardial
f. Sindrom uremia mual,muntah, anoreksia, dan neuropati yang
memburuk Levin et al., 2008.
16
C. Interaksi obat