43
Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 dapat dilihat pada Tabel III dibawah ini.
Tabel III. Distribusi cara pemberian obat pada peresepan pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta periode Desember 2013 No
Cara Pemberian Obat Jumlah Obat
N = 326 Persentase
1 Per oral
307 94,2
2 Sub Kutan
18 5,5
3 Topikal
1 0,3
Total obat 326
100
Berdasarkan Tabel III, cara pemberian obat pada peresepan pasien gagal ginjal kronik dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu secara per oral, sub kutan
dan topikal dengan persentase tertinggi adalah pemberian secara per oral sebesar 94,2 . Dalam peresepan ini, persentase pemberian secara per oral memiliki
persentase tertinggi karena penggunaan obat pada peresepan ini kebanyakan merupakan obat antihipertensi dan obat lain dengan rute pemberian secara per
oral. Terdapat juga cara pemberian secara sub kutan maupun topikal karena dalam peresepan ini pasien juga menerima insulin, eritropoietin, dan betametason untuk
mengobati penyakit penyerta. Beragamnya cara pemberian obat pada gagal ginjal kronik dikarenakan banyaknya penyakit penyerta Sudoyo, 2006.
2. Gambaran pola peresepan berdasarkan kelas terapi obat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sebagian besar pasien gagal ginjal kronik memperoleh pengobatan lebih dari 1 macam obat polifarmasi.
Polifarmasi merupakan pemakaian banyak obat sekaligus pada seorang pasien,
44
lebih dari yang dibutuhkan secara logis dan rasional yang dihubungkan dengan diagnosis yang diperkirakan Syamsudin, 2011.
Faktor inisiasi merupakan kondisi yang secara langsung menyebabkan terjadinya kerusakan ginjal. Diabetes melitus, hipertensi dan penyakit glomerulus
merupakan penyebab paling umum dari gagal ginjal kronik Dipiro et al., 2008. Dalam penelitian ini, obat-obatan yang paling banyak digunakan yaitu obat-
obatan pada sistem kardiovaskular, obat gizi dan darah, obat hormonal, obat penyakit otot skelet dan sendi, obat sistem saluran cerna, obat sistem saraf pusat,
obat infeksi, obat sistem saluran nafas, obat antihistamin dan antialergi dan obat antiinflamasi. Obat-obat yang diberikan pada pasien gagal ginjal kronik akan
disajikan dalam bentuk tabel maupun gambar. a.
Obat kardiovaskuler. Obat kardiovaskuler yang diberikan pada pasien gagal ginjal kronik meliputi kelas terapi antitrombotik, antihipertensi, antiangina,
glikosida jantung, dan obat penurun lipid. Obat yang bekerja pada sistem kardiovaskular merupakan obat yang paling banyak digunakan dalam peresepan
untuk pasien gagal ginjal kronik. Hal ini terlihat dari jumlah kasusnya yang paling banyak yaitu 133 kasus dengan penggunaan obat kelas terapi antihipertensi yang
paling tinggi. Kelas terapi dan golongan obat sistem kardiovaskuler yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 dapat dilihat pada Tabel IV.
45
Tabel IV. Kelas terapi dan golongan obat sistem kardiovaskuler yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013
No Kelas Terapi
Golongan Nama Obat
Jumlah Kasus Persentase
1 Antitrombotik
Thienopyridin Clopidogrel
1 0,8
2 Antihipertensi
Antagonis reseptor angiotensin II
Irbesartan Irtan
7 5,3
Candesartan 6
4,5 Valsartan
5 3,8
Micardis ®
telmisartan 2
1,5 CCB
Amlodipin Amdixal
® , Intervask
® 25
18,8 Nifedipin
10 7,5
Diltiazem 1
0,8 ACEI
Captopril 4
3,0 Antihipertensi
sentral Klonidin
12 9,0
β –blocker Bisoprolol
1 0,8
Diuretik Thiazid HCT
1 0,8
Diuretik Kuat Furosemid
40 30,1
3 Antiangina
Golongan Nitrat ISDN
6 4,5
4 Glikosida
Jantung Digitalis
Digoksin 1
0,8 5
Obat penurun Lipid
Hiperlipedemi dislipidemia
Statin Simvastatin
8 6,0
Klofibrat Gemfibrosil
3 2,3
Total 133
100
46
Obat antihipertensi yang paling banyak digunakan yaitu golongan obat diuretik diuretik thiazid dan diuretik kuat sebesar 30.9, diikuti oleh golongan
obat CCB sebesar 27,1, golongan obat antagonis reseptor angiotensin II sebesar 15,1, golongan obat antihipertensi sentral sebesar 9,0, ACEI sebesar 3,8,
dan β-blocker masing-masing sebesar 0,8. Besarnya obat antihipertensi yang diberikan karena pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta ini memiliki riwayat penyakit hipertensi yang merupakan salah satu penyebab gagal ginjal kronik.
Penyakit gagal ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi akibat adanya tekanan darah yang tinggi yaitu ≥ 13080 mmHg. Tekanan darah yang tinggi ini,
bila terjadi terus menerus maka dapat menganggu pembuluh darah kecil di dalam ginjal sehingga dapat mengganggu kemampuan ginjal untuk menyaring darah
Mahdiana, 2011. Kegunaan obat diuretik yaitu membantu pengeluaran kelebihan cairan
dan elektrolit dari dalam tubuh, serta membantu juga dalam menurunkan tekanan darah Mahdiana, 2011. Diuretik merupakan obat penurun tekanan darah
didasarkan pada mekanisme kerjanya dalam mengeluarkan natrium serta mengurangi volume darah. Natrium berperan dalam resistensi vaskuler dengan
meningkatkan kekakuan pembuluh darah dan reaktivitas saraf Katzung, 2013. Penurunan tekanan darah oleh adanya penggunaan diuretik berkisar antara 10
sampai 15 mm Hg pada sebagian besar pasien Black and Elliot, 2007.
47
Loop diuretics memiliki efek langsung pada aliran darah melalui
beberapa jaringan vaskular. Furosemid dapat meningkatkan aliran darah ginjal melalui efek prostaglandin pada pembuluh darah ginjal Katzung, 2013.
Pemakaian tiazid pada usia lanjut mempunyai keuntungan menurunkan risiko osteoporosis sekunder, akan tetapi diuretik tiazid mempunyai efek abnormalitas
pada proses metabolik. Efek ini bersifat sementara dan sering tidak berkesinambungan. Efek yang terjadi tergantung besar dosis yang digunakan
Ikawati, Djumiani dan Putu, 2008. Obat antihipertensi mempunyai jalur eliminasi melalui ginjal. Pada
kondisi gagal ginjal, obat antihipertensi dapat menyebabkan penumpukan pada ginjal sehingga dapat memperburuk fungsi ginjal. Oleh karena itu diperlukan
perhatian dan penanganan yang khusus terutama pemilihan obat antihipertensi yang aman bagi ginjal. Obat-obat golongan inhibitor ACE angiostensin-
converting enzyme dan ARB angiotensin II receptor blocker atau kombinasi
keduanya dapat menurunkan tekanan darah dan mengurangi tekanan intraglomerular Dipiro et al., 2008.
Angiotensin converting enzyme inhibitor ACEI paling efektif pada
kondisi-kondisi yang berkaitan dengan peningkatan aktivitas renin plasma. Akan tetapi tidak terdapat korelasi baik antara aktivitas renin plasma dengan respon
antihipertensif. Oleh karena itu, penentuan profil renin tidak diperlukan dalam konsumsi obat ini. ACE inhibitor berperan penting dalam mengobati pasien
dengan penyakit ginjal kronik karena obat ini dapat mengurangi protenuria dan menstabilkan fungsi ginjal Black and Elliot, 2007.
48
Pada pola peresepan, obat yang diberikan yaitu kaptopril. Dalam pemberian obat ACE inhibitor dosis tinggi terutama kaptopril dapat menyebabkan
proteinuria pada pasien dengan gagal ginjal Katzung, 2013. Obat-obat yang termasuk kedalam golongan ini bekerja dengan menghambat ACE Angiotensin
Converting Enzyme yang menghidrolisis angiotensin I menjadi angiotensin II.
Obat ini juga bekerja dengan mengaktifkan bradikinin, suatu vasodilator poten yang meransang pengeluaran nitrat oksida dan prostasiklin Izzo, Sica, and Black,
2008. Obat golongan CCB penghambat kanal kalsium biasanya juga
diberikan pada pasien hipertensi yang mengalami gagal ginjal kronik nonproteinuria dengan nilai klirens kreatininnya 30 mgmmol Levin et al,
2008. Obat ini bekerja secara langsung menurunkan caridiac output dan detak jantung. Pemilihan jenis obat penghambat kanal kalsium didasarkan pada
beberapa perbedaan hemodinamik yang dimiliki jenis obat tertentu Porth and Matfin, 2009.
Obat golongan antagonis reseptor anigotensin II juga banyak digunakan. Obat-obat ini juga berpotensi menghambat efek angiotensin secara total
dibandingkan dengan inhibitor ACE karena terdapat enzim-enzim diluar ACE yang mampu menghasilkan angiotensin II. Obat golongan ini tidak berefek pada
metabolisme bradikinin, sehingga merupakan penghambat efek angiotensin yang lebih selektif dibandingkan dengan inhibitor ACE. Jenis-jenis obat Angiotensin II
Receptor Blocker yang digunkan pada pola peresepan ini yaitu irbesartan,
candesartan, valsartan, dan telmisartan. Penghambat reseptor angiotensin
49
memberikan manfaat yang serupa dengan manfaat inhibitor ACE pada pasien dengan gagal jantung dan penyakit ginjal kronik. Efek-efek samping dari obat
penghambat reseptor angiotensin serupa dengan yang ditemukan untuk inhibitor ACE Huether and McCance, 2008.
Klonidin yang merupakan golongan obat antihipertensi sentral juga banyak digunakan. Klonidin bersifat larut lemak dan cepat masuk ke otak dari
sirkulasi. Penghentian klonidin setelah waktu pemakaian yang cukup lama, terutama dalam dosis tinggi lebih dari 1 mghari dapat menyebabkan krisis
hipertensi yang dapat mengancam nyawa yang diperantarai oleh aktivitas saraf simpatis. Dalam penghentian penggunaan obat ini dilakukan secara bertahap dan
diberikan obat antihipertensi lainnya sebagai pengganti Katzung, 2013. Obat golongan
β-blocker penghambat adrenoreseptor beta efektif pada 50-70 pasien dengan hipertensi ringan sampai sedang, namun pada lansia
efektvitas obat lebih rendah Mahdiana, 2011. Sebagian besar penghambat adrenoreseptor beta terbukti efektif untuk menurunkan tekanan darah.
Penghambat adrenoreseptor beta merupakan golongan obat yang bekerja pada reseptor β-adrenergik jantung dan mengakibatkan penurunan denyut jantung dan
kardiak output Porth and Matfin, 2009. Sifat farmakologik beberapa jenis obat
β-blocker berbeda dalam beberapa aspek dan memberi manfaat terapeutik dalam situasi klinis tertentu.
Salah satu obat β-blocker yang terdapat dalam pola peresepan yaitu bisoprolol.
Obat ini merupakan penghambat β1 selektif yang terutama dimetabolisme di hati
50
dengan waktu paruh panjang. Karena waktu paruh dari obat ini yang lama maka obat-obat ini dapat diberikan cukup sekali dalam satu hari Huether and McCance,
2008. Obat-obat lain yang digunakan adalah antitrombotik 0,8, antiangina 4,5, glikosida jantung 0,8 , dan obat penurun lipid 8,3 .
b. Obat gizi dan darah. Obat gizi dan darah merupakan peringkat kedua dalam
pola peresepan obat pada pasien gagal ginjal kronik. Obat kelas terapi antianemia paling banyak digunakan yaitu sebesar 42,2, mineral sebesar 40, vitamin
sebesar 12,2, cairan dan elektrolit sebesar 5,5. Kelas terapi dan golongan obat gizi dan darah yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi rawat
jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 dapat dilihat pada Tabel V
Tabel V. Kelas terapi dan golongan obat gizi dan darah yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan
Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013
No Kelas Terapi
Golongan Nama Obat
Jumlah kasus
Persentase
1 Antianemia
Anemia defisiensi asam folat
Asam Folat Anemolat
®
31 34,4
Anemia defisiensi besi
Hemafort
®
Sulfasferrosus 6
6,7 Eritropoetin beta
Recormon
®
1 1,1
2 Mineral
Seng CaCO
3
Osteocal
®
30 33,3
Kalsium Asetat Lenal ace
®
6 6,7
3 Vitamin
Vitamin Sohobion
®
11 12,2
4 Cairan dan
Elektrolit Calcium Polystirene
Sulfonat Kalitake
®
1 1,1
Kalium Klorida KClKSR
4 4,4
Total 90
100
51
Anemia biasanya terjadi pada pasien dengan nilai GFR kurang dari 60 mlmenit1,73 m
2
. Pada pasein dengan gagal ginjal kronik sangat sering terjadi anemia. Penyebab anemia karena terjadinya defisiensi eritropoetin dan juga
defisiensi besi Levin et al, 2008. Pemberian zat besi ferrous sulphate dapat mengatasi anemia yang diakibatkan karena kekurangan zat besi pada pasien gagal
ginjal kronik. Suplemen zat besi bisa diberikan dalam bentuk tablet ditelan maupun injeksi disuntik Mahdiana, 2011. Dalam pola peresepan ini diberikan
secara oral dalam bentuk tablet. Salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormon eritropoietin.
Hormon ini bekerja untuk merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah. Penyakit ginjal kronik menyebabkan produksi hormon eritropoetin
mengalami penurunan sehingga menimbulkan anemia. Oleh karena itu, hormon eritropoietin juga perlu digunakan untuk mengatasi anemia yang ditimbulkan
karena penyakit ginjal kronik Mahdiana, 2011. Osteocal CaCO
3
pada pasien gagal ginjal kronik biasanya digunakan sebagai buffer dalam penanganan kondisi asidosis metabolik yang terjadi hampir
pada seluruh pasien gagal ginjal karena adanya kesulitan pada proses eliminasi buangan asam hasil dari metabolisme tubuh Sjamsiah, 2005. Osteocal CaCO
3
juga bisa digunakan dalam penanganan kondisi hiperfosfatemia. Hiperfosfatemia pada pasien gagal ginjal terjadi akibat adanya pelepasan fosfat dari dalam sel
karena kondisi asidosis dan uremik yang sering terjadi. Osteocal CaCO
3
ini bekerja dengan mengikat fosfat pada saluran pencernaan sehingga mengurangi
absorpsi fosfat Mahdiana, 2011.
52
Defisiensi folat relatif sering terjadi sehingga biasanya diberikan asam folat. Defisiensi folat sering disebabkan oleh asupan folat dalam diet yang kurang
memadai. Pasien yang memerlukan dialisis ginjal berisiko mengalami defisiensi asam folat karena selam prosedur dialisis folat dikeluarkan dari plasma Katzung,
2013. Pada pasien dengan penyakit ginjal, kadar eritropoietin biasanya rendah
karena ginjal tidak dapat menghasilkan faktor pertumbuhan. Ketersediaan obat perangsang eritropoesis memiliki dampak positif yang signifikan bagi pasien
anemia. Obat perangsang eritropoesis ini digunakan secara rutin pada pasien anemia dengan penyakit ginjal kronik Katzung, 2013. Pada gagal ginjal kronik,
kadar kalsium dalam darah biasanya menjadi rendah, sebaliknya kadar fosfat dalam darahnya tinggi, untuk mengatasi adanya ketidakseimbangan mineral ini,
maka diberikan kalsium, vitamin dan juga elektrolit Mahdiana, 2011. c.
Obat hormonal. Berdasarakan penelitian yang dilakukan, obat hormonal yang paling banyak diberikan merupakan obat dengan kelas terapi antidiabetik
parenteral sebesar 51,5 dan antidiabetik oral sebesar 48,5. Kelas terapi dan golongan obat hormonal yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di
Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Desember 2013 dapat dilihat pada Tabel VI.
53
Tabel VI. Kelas terapi dan golongan obat hormonal yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan
Senopati Bantul periode Desember 2013 No
Kelas terapi Golongan
Obat Nama Obat
Jumlah Kasus
Persentase
1 Antidiabetik parenteral
Analog insulin
Novomix
®
Insulin Aspart 17
51,5 2
Antidiabetik Oral Sulfonil urea
Glikuidon Glidiab
®
10 30,3
Glimepirid 5
15,2 Inhibitor alfa
glukosida Akarbose Eclid
®
1 3,0
Total 33
100
Tujuan penggunaan obat antidiabetik ini yaitu untuk mengobati penyakit diabetes melitus yang diderita oleh pasien gagal ginjal kronik. Penyakit ginjal
adalah penyebab utama kematian dan ketidakmampuan pada diabetes, sehingga jika tidak diperhatikan maka gagal ginjal akan berkembang lebih cepat Pearle et
al , 2007.
Diabetes melitus juga merupakan penyebab dari gagal ginjal kronik. Dalam terapi diabetes melitus, penggunaan obat hipoglikemik oral maupun insulin
bertujuan untuk mengontrol kadar glukosa darah pasien. Adanya penggunaan terapi kombinasi yaitu obat hipoglikemik oral dan obat hipoglikemik oral atau
obat hipoglikemik oral dan insulin disertai dengan terapi nonfarmakologi selain dapat menurunkan kadar glukosa darah, dapat juga memperbaiki fungsi dari sel
54
beta pankreas dan tidak merusak ginjal Triplitt, 2008 dan Inzucchi, Bergenstal,
Buse, Diamant, Ferrannini, Nauck et al., 2012.
Dalam pola peresepan ini obat yang paling banyak diberikan yaitu kelas terapi antidiabetik parenteral yaitu insulin aspart. Insulin jenis ini bekerja secara
cepat dan memiliki onset yang cepat pula. Lama kerja insulin ini berkisar 3 hingga 5 jam sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya efek hipoglikemia setelah
makan Sheeja, Reddy, Joseph, 2010. Kelas terapi antidiabetik oral juga diberikan dalam pola peresepan ini
yang meliputi golongan obat sulfonilurea dan inhibitor alfa glukosida. Sulfonilurea yang digunakan dalam pola peresepan ini adalah sulfonilurea
generasi kedua yaitu glimepirid dan glikuidon. Penggunaan sulfonilurea generasi kedua lebih banyak digunakan dibandingkan generasi pertama karena memiliki
efek samping yang lebih jarang terjadi dan kurang berinteraksi dengan obat lain Katzung, 2013.
Glimepirid memiliki efek utama yaitu peningkatan pelepasan insulin pada sel beta pankreas sebagai respon terhadap glukosa serum Mittal and Juyal,
2012. Glimepirid biasanya diberikan sebagai monoterapi pada pasien diabetes melitus tipe II yang tidak dapat dikontrol dengan diet dan modifikasi gaya hidup.
Penggunaan glimepirid pada pada lansia, penyakit ginjal dan hati harus diperhatikan Basit, Riaz, and Fawwad, 2012.
Eclid akarbose merupakan obat golongan inhibitor alfa glukosida. Kerja utama obat golongan ini yaitu di usus halus. Obat ini mempengaruhi metabolisme
55
karbohidrat, absorbsi karbohidrat, memodulasi peningkatan kadar plasma glukosa dan insulin postprandial Fujita, Tamada, Kozawa, Kobayashi, Sasaki, Kitamura
et al., 2012.
d. Obat penyakit otot skelet dan sendi. Obat yang digunakan yaitu obat pada kelas
terapi reumatik. Obat golongan ini seperti alopurinol efektif untuk menormalkan kadar asam urat dalam darah Mahdiana, 2011. Kelas terapi dan golongan obat
penyakit otot skelet dan sendi yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode
Desember 2013 dapat dilihat pada Tabel VII. Pada pola peresepan ini hanya digunakan alopurinol dengan persentase 100.
Berdasarkan pola peresepan, penggunakan alopurinol merupakan terapi baku pada gout selama periode di antara serangan akut. Alopurinol mengurangi
asam urat total di dalam tubuh dengan menghambat xantin oksidase Katzung, 2013.
Tabel VII. Kelas terapi dan golongan obat penyakit otot skelet dan sendi yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Jalan
RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013
No Kelas Terapi Golongan
Nama Obat Jumlah
Kasus Persentase
1 Reumatik
Gout Alopurinol
25 100
Total 25
100
Alopurinol diserap sekitar 80 setelah pemberian oral dan memiliki waktu paruh serum terminal 1-2 jam. Seperti asam urat, alopurinol dimetabolisme
56
oleh xantin oksidase dan memiliki masa kerja yang cukup lama sehingga alopurinol dapat diberikan sekali sehari Katzung, 2013.
e. Obat sistem saluran cerna. Obat pada sistem saluran cerna yang diresepkan
pada pasien gagal ginjal kronik dapat dilihat pada Tabel VIII. Obat sistem saluran cerna yang diberikan pada pasien gagal ginjal kronik meliputi antiemetik,
antitukak, dan antiulkus. Obat yang paling banyak digunakan yaitu antiulkus sebesar 58,8, antitukak 23,5 dan antiemetik 17,6.
Tabel VIII. Kelas terapi dan golongan obat sistem saluran cerna yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 No
Kelas Terapi Golongan
Nama Obat Jumlah
Kasus Persentase
1 Antiemetik
Antagonis dopamin
Metoklopramid 3
17,6 2
Antitukak Antagonis
reseptor H2 Ranitidin
4 23,5
3 Antiulkus
Penghambat pompa
proton Lansoprazol
6 35,3
Sukralfat Mucogard
®
4 23,5
Total 17
100
Antagonis H
2
memiliki waktu paruh serum obat berkisar 1,1 sampai dengan 4 jam namun lama kerja obat bergantung pada dosis yang diberikan.
Antagonis H
2
dibersihkan oleh kombinnasi metabolisme hati, filtrasi glomerulus,
57
dan sekresi tubulus ginjal. Diperlukan pengurangan dosis pada pasien dengan insufisiensi ginjal sedang sampai parah Katzung, 2013.
Inhibitor pompa proton proton pump inhibitor merupakan salah satu obat penghambat asam yang efektif dan banyak diresepkan di seluruh dunia
karena tingkat efikasi dan keamanannya yang tinggi. Dalam pola peresepan, obat inhibitor pompa proton yang digunakan yaitu lansoprazol. Berbeda dari antagonis
H
2,
obat ini menghambat sekresi baik saat puasa maupun setelah makan. Obat ini menghambat jalur umum akhir sekresi asam, pompa proton Katzung, 2013.
Sukralfat juga merupakan salah satu golongan obat yang digunakan dalam pola peresepan pada pasien gagal ginjal kronik. Sukralfat merupakan suatu
garam sukrosa yang berikatan dengan alumunium hidroksida bersulfat. Adanya sukrosa sulfat yang bermuatan negatif yang akan berikatan dengan protein-protein
bermuatan positif di dasar ulkus yang akan membentuk suatu sawar fisik sehingga mencegah kerusakan kaustik lebih lanjut serta merangsang sekresi bikarbonat dan
prostaglandin mukosa. Pada pengguaan obat ini, sejumlah kecil garam aluminum terserap, sehingga penggunaannya untuk jangka waktu yang lama tidak
diperbolehkan untuk pasien dengan insufisiensi ginjal Katzung, 2013. Metokloporamid merupakan antagonis resepetor dopamin D
2.
Di saluran cerna, adanya pengaktifan reseptor dopamin akan menghambat stimulasi otot
polos kolinergik. Obat ini dapat meningkatkan amplitudo peristaltik esofagus, meningkatkan tekanan sfingter esofagus bawah, dan meningkatkan pengosongan
lambung tetapi tidak berefek pada motilitas usus halus atau kolon. Obat ini juga
58
menghambat reseptor dopamin D
2
di chemoreceptor trigger zone medula area postrema sehingga menghasilkan efek anti mual dan anti muntah Katzung,
2013. f.
Obat sistem saraf pusat. Obat sistem saraf pusat yang digunakan yaitu meliputi kelas terapi antivertigo, antidepresan dan analgesik. Persentase penggunaan obat
paling besar yaitu pada kelas terapi analgesik non opioid sebesar 69,2, antivertigo 23,1, dan antidepresan 7,7. Kelas terapi dan golongan obat sistem
saraf pusat yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013
dapat dilihat pada Tabel IX .
Tabel IX. Kelas terapi dan golongan obat sistem saraf pusat yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan
Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 No
Kelas Terapi Golongan
Nama Obat Jumlah
Kasus Persentase
1 Antivertigo
Betahistin Mesilat
Vastigo
®
Versilon
®
3 23,1
2 Antidepresan
Trisiklik Amitriptylin
1 7,7
3 Analgesik
Non opioid Paracetamol
9 69,2
Total 13
100
g. Obat infeksi. Obat infeksi yang digunakan dalam pola persepan ini terdiri dari
antibiotik dan antifungi. Persentase terbesar yaitu pada penggunaan antibiotik sebesar 87,5 dan diikuti oleh penggunaan antifungi sebesar 12,5. Kelas terapi
dan golongan obat infeksi yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di
59
Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 dapat dilihat pada Tabel X.
Tabel X. Kelas terapi dan golongan obat infeksi yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati
Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 No
Kelas Terapi
Golongan Nama Obat
Jumlah Kasus
Persentase
1 Antibiotik
Sefalosporin Cefixim
®
5 62,5
Kuinolon Ciprofloxacin
1 12,5
Levofloxacin 1
12,5 2
Antifungi Imidazol
Ketoconazole 1
12.5 Total
8 100
Penggunaan obat infeksi pada pasein gagal ginjal kronik untuk mencegah penyakit komplikasi. Pada penderita gagal ginjal kronik memiliki kerentanan yang
tinggi terhadap serangan infeksi terutama infeksi saluran kemih. Semua jenis infeksi dapat memperkuat proses katabolisme dan mengganggu nutrisi serta
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga harus segera diobati untuk mencegah gangguan fungsi ginjal lebih lanjut Price and Wilson, 2006.
h. Obat sistem saluran nafas. Obat sistem saluran nafas yang digunakan dalam
pola persepan ini terdiri dari golongan mukolitik dan ekspektoran. Persentase terbesar yaitu pada golongan obat mukolitik sebesar 75 dan ekspektoran
sebesar 25. Kelas terapi dan golongan obat sistem saluran nafas yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan
Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 dapat dilihat pada Tabel XI.
60
Tabel XI. Kelas terapi dan golongan obat sistem saluran nafas yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 No
Kelas Terapi Golongan
Nama Obat Jumlah
Kasus Persentase
1 Batuk dan Ekspetoran
Mukolitik Ambroxol
3 75
Ekspektoran OBH
1 25
Total 4
100
i. Obat antihistamin dan antialergi. Obat antihistamin dan antialergi yang
digunakan dalam pola persepan ini yaitu golongan antagonis reseptor H
1
sebesar 100. Kelas terapi dan golongan obat antihistamin dan atialergi yang digunakan
pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 dapat dilihat pada Tabel XII.
Tabel XII. Kelas terapi dan golongan obat antihistamin dan atialergi yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 No
Kelas Terapi Golongan
Nama Obat Jumlah
Kasus Persentase
1 Antialergi
Antagonis reseptor H
1
Cetirizin 2
100
Total 2
100
j. Obat antiinflamasi. Obat antiinflamasi yang digunakan dalam pola peresepan ini
adalah obat golongan steroid yaitu betametason sebesar 100. Kelas terapi dan golongan obat antiinflamasi yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di
61
Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 dapat dilihat pada Tabel XIII.
Tabel XIII. Kelas terapi dan golongan obat antiinflamasi yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan
Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013
No Kelas Terapi
Golongan Nama Obat
Jumlah Kasus
Persentase 1
Antiinflamasi Steroid
Betametason 1
100 Total
1 100
C. Studi Literatur Interaksi Obat Pada Peresepan