F. Gelling Agent
Gelling agent merupakan bahan utama yang digunakan dalam pembuatan gel. Gelling agent yang digunakan untuk sediaan farmasetika ataupun
kosmetik haruslah memiliki sifat inert, aman, dan tidak reaktif terhadap komponen lainnya. Gelling agent yang digunakan untuk formulasi sediaan cair
harus dapat memberikan bentuk matriks stabil selama penyimpanan, yang dapat pecah dengan mudah ketika diberikan shear forces pada saat penggojogan atau
ketika diaplikasikan secara topikal Zatz and Kushla, 1996. Syarat lain untuk suatu gelling agent yang ideal adalah harus tidak
berinteraksi dengan komponen lainnya saat proses formulasi, selain itu juga harus memiliki reologi yang stabil ketika terjadi perubahan suhu dan juga pH, bebas dari
kontaminasi mikroba, dan mudah ketika diaplikasikan Mahalingam, Li, and Jasti, 2008.
Gelling agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah Carbopol 940 Gambar 3.. Carbopol 940 merupakan serbuk berwarna putih yang memiliki sifat
higroskopis, asam, dan memiliki bau yang khas. Carbopol 940 dapat mengalami dekomposisi jika dipanaskan pada suhu 260º C selama 30 menit. Selain berfungsi
sebagai gelling agent, Carbopol 940 juga dapat digunakan sebagai agen penstabil, emulsifying sgent, agen pensuspensi, rheology modifier, serta controlled release
agent. Carbopol dapat digunakan sebagai gelling agent pada konsentrasi 0,5-3 Rowe, et al., 2009.
Gambar 3. Struktur Carbopol 940 Rowe et al., 2009.
G. Bahan-bahan yang Digunakan
Bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan emulgel sunscreen ekstrak lidah buaya selain Tween 80 sebagai emulsifying agent dan Carbopol 940
sebagai gelling agent antara lain:
1. Parafin
Parafin memiliki ciri-ciri tidak berbau dan tidak berasa, dapat tembus cahaya, biasanya tidak berwarna atau berwarna putih, selain itu jika disentuh
akan terasa sedikit berminyak. Parafin terutama digunakan dalam formulasi sediaan farmasi topikal sebagai komponen krim dan juga salep karena dapat
meningkatkan titik leleh dan pelapisan dengan parafin dapat mempengaruhi pelepasan obat Rowe, et al., 2009.
2. Propil Paraben
Gambar 4. Struktur Propilen Paraben Rowe, et al., 2009.
Propil paraben Gambar 4. memiliki bentuk berupa kristal dengan warna putih, tidak berbau, dan juga tidak berasa. Propil paraben banyak
digunakan sebagai pengawet antimikroba pada produk kosmetik, makanan, dan juga formulasi farmasi. Propil paraben dapat digunakan sendiri sebagai
pengawet dan juga dapat dikombinasikan dengan pengawet antimikroba lainnya, namun ini adalah pengawet yang paling sering digunakan dalam
kosmetik. Pengawet antimikroba ini memilliki rentang pH yang luas dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas, dan pengawet ini sangat
efektif dalam melawan pertumbuhan jamur. Propil paraben menunjukkan aktivitas antimikroba antara pH 4-8, namun khasiat pengawetnya akan
menurun dengan meningkatnya pH karena pembentukan anion fenolat Rowe, et al., 2009.
3. Metil Paraben
Gambar 5. Struktur Metil Paraben Rowe, et al., 2009.
Metil paraben Gambar 5. berbentuk bubuk kristal berwarna atau bubuk kristal putih, dan juga berbau atau bahkan tidak berbau. Metil paraben
banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba pada produk kosmetik, produk makanan, dan juga dalam formulasi farmasi. Sama seperti propil
paraben, metil paraben dapat digunakan sendiri sebagai pengawet antimikroba atau juga dapat digunakan bercampur dengan pengawet antimikroba yang lain.
Dalam produk kosmetik, metil paraben juga merupakan pengawet yang paling banyak digunakan. Sama halnya dengan propil paraben, pengawet ini juga
memiliki rentang pH yang luas dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas juga, dan paling efektif dalam menghambat pertumbuhan ragi
jamur. Metil paraben menghambat aktivitas mikroba pada pH 4-8 dan khasiat pengawet menuurun dengan adanya peningkatan pH karena pembentukan
anion fenolat Rowe, et al., 2009.
4. Propilen Glikol
Gambar 6. Struktur Propilen Glikol Rowe, et al., 2009.
Propilen glikol Gambar 6. merupakan cairan yang jernih, tidak berwarna, kental, praktis tidak berbau, dan hampir menyerupai gliserin.
Propilen glikol terutama digunakan sebagai pelarut atau solven dan juga pengawet dalam suatu formulasi farmasetika baik sediaan parenteral maupun
non-parenteral. Walaupun hampir menyerupai gliserin namun propilen glikol merupakan pelarut yang lebih baik jika dibandingkan gliserin karena dapat
melarutkan fenol, obat sulfat, barbiturat, vitamin A dan D. Pada produk kosmetik, biasanya propilen glikol digunakan sebagai emulsifier Rowe, et al.,
2009. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Trietanolamin TEA
Gambar 7. Struktur Trietanolamin Rowe, et al., 2009.
Trietanolamin TEA Gambar 7. merupakan cairan jernih, kadang tidak berwarna sampai berwarna kuning pucat, kental, dan memiliki bau
amonia. Triethanolamine banyak digunakan dalam formulasi sediaan farmasi topikal terutama dalam pembentukan emulsi Rowe, et al., 2009.
H. Desain Faktorial
Desain faktorial adalah metode yang rasional untuk menyimpulkan dan juga mengevaluasi suatu efek secara objektif pada suatu besaran yang dapat
mempengaruhi kualitas produk. Dengan menggunakan metode ini dapat dilihat faktor-faktor yang berpengaruh secara dominan terhadap sifat fisik dan stabilitas
sediaan Voight, 1994. Desain faktorial dengan dua faktor dan dua level yaitu A dan B dan masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level
rendah dan level tinggi sehingga dapat diketahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon.
Tabel I. Rancangan Desain Faktorial
Formula Faktor
A B
1 -
- a
+ -
b -
+ ab
+ +
Keterangan: +
: level tinggi -
: level rendah F1
: Formula dengan faktor A level rendah dan faktor B level rendah. Fa
: Formula dengan faktor A level tinggi dan faktor B level rendah. Fb
: Formula dengan faktor A level rendah dan faktor B level tinggi. Fab
: Formula dengan faktor A level tinggi dan faktor B level tinggi. Jika pada desain faktorial menggunakan dua faktor dan dua level maka
didapatkan rumus sebagai berikut: Y = b
+ b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
12
X
1
X
2
Keterangan: Y
: respon hasil atau sifat yang diamati X
1
, X
2
: faktor A, faktor B b
: rata-rata hasil semua percobaan b
1
, b
2
, b
12
: koefisien faktor yang dapat dihitung dari hasil percobaan Bolton, 1997.
I. Uji Sifat Fisik
1. Daya Sebar
Daya sebar merupakan salah satu karakteristik yang bertanggung jawab dalam menentukan keefektifan pelepasan suatu zat aktif dari sediaan
semisolid dan juga bertanggung jawab terhadap penerimaan konsumen dalam menggunakan suatu sediaan semisolid. Daya sebar sendiri merupakan
kemampuan suatu sediaan untuk dapat menyebar pada tempat sediaan tersebut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diaplikasikan. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap daya sebar suatu sediaan antara lain viskositas sediaan, lama dan beratnya sediaan
diberikan tekanan, serta suhu di mana dilakukan pengukuran daya sebar. Salah satu metode yang biasa digunakan untuk mengukur daya sebar adalah
menggunakan metode plat sejajar, di mana metode ini memiliki keuntungan yaitu sederhana karena mudah digunakan serta relatif murah. Namun juga ada
kekurangan dari metode ini yaitu kurang akurat dan juga kurang sensitif karena mudah berubah jika ada sedikit pergeseran Garg, Aggarwal, Garg, and
Singla, 2002.
2. Viskositas
Viskositas merupakan suatu tahanan di mana suatu cairan dapat mengalir. Semakin tinggi viskositas suatu sediaan maka semakin besar pula
tahanannya sehingga gaya yang dibutuhkan untuk membuat sediaan tersebut mengalir juga semakin besar, begitu juga sebaliknya Sinko, 2005. Jika
terjadi peningkatan viskositas maka waktu retensi juga akan meningkat namun daya sebar sediaan tersebut justru semakin menurun, jadi antara
viskositas dan juga daya sebar mempunyai sifat berkebalikan. Perubahan viskositas selama penyimpanan dapat dijadikan parameter dari stabilitas fisik
suatu sediaan. Untuk mengukur viskositas suatu sediaan dapat digunakan alat yaitu viscometer Garg et al., 2002.
J. Uji Stabilitas Freeze-thaw Cycle
Freeze-thaw cycle merupakan suatu siklus di mana dilakukan pembekuan dan juga pemanasan secara berulang dalam beberapa siklus, biasanya
dilakukan pembekuan dengan suhu yang cukup rendah bahkan bisa kurang dari 0º C lalu dilakukan pemanasan kembali. Uji ini dapat dilakukan pada sediaan yang
memiliki bentuk semi solid maupun cair untuk melihat ada atau tidaknya perubahan dari sediaan seperti creaming karena ada perbedaan suhu yang
mencolok. Selain adanya creaming juga untuk melihat kestabilan pH, viskositas, ada atau tidaknya pemisahan pada sediaan, dan mungkin juga perubahan warna
serta bau Basera, Bhatt, Kothiyal, and, Gupta, 2015.
K. Landasan Teori