Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian Bab I, peneliti membahas tentang latar belakang yang menjadi landasan diadakannya penelitian ini, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan inklusi adalah pendidikan khusus bagi siswa-siswa yang mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, danatau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Siswa- siswa tersebut disebut dengan anak berkebutuhan khusus ABK. Menurut Kirk dan Gallagher 2000, ABK adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak yang tidak berkebutuhan secara khusus. Perbedaan dari anak lainnya dalam perihal karakteristik mental, kemampuan sensori, kemampuan komunikasi, perilaku sosial, serta karakterisitik fisik. Itu sebabnya mereka memerlukan pendidikan khusus, karena anak tersebut memiliki perbedaan yang sangat mencolok dari anak pada umumnya. Pemerintah memfasilitasi pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus tersebut dengan mengadakan sekolah-sekolah inklusi. Sekolah inklusi adalah sekolah yang melayani siswa berkebutuhan khusus untuk dapat belajar bersama siswa yang tidak berkebutuhan secara khusus. Pemerintah Kota Yogyakarta juga memiliki sekolah inklusi. Ada 27 sekolah dasar yang dianggap mampu untuk menerapkan pendidikan inklusi bagi siswa 2 berkebutuhan khusus. Sekolah dasar inklusi tersebut, masing-masing tersebar di beberapa kecamatan di Kota Yogyakarta, antara lain di Kecamatan Gondokusuman, Wirobrajan, Umbulharjo, Mantrijeron, Kotagede, dan Mergangsan. Guru di sekolah inklusi perlu mengetahui metode pengajaran yang sesuai sehingga siswa berkebutuhan khusus mampu menerima ilmu pengetahuan sama halnya dengan siswa yang tidak berkebutuhan secara khusus. Sekolah inklusi melayani anak-anak berkebutuhan khusus dengan kategori slow learner, hiperaktif, disgrafia, dan disleksia. Guru perlu memiliki kemampuan menggunakan metode pengajaran agar dapat mengembangkan potensi siswanya. Siregar 2010 memaparkan bahwa metode pengajaran adalah cara yang digunakan guru untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Ada empat metode pengajaran yaitu metode pengajaran langsung, pengajaran tidak langsung, pengajaran scaffolding, dan pengajaran latihan mandiri. Metode pengajaran langsung adalah proses pengajaran yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa berkebutuhan khusus maupun siswa yang tidak berkebutuhan secara khusus; melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang guru dalam proses pembelajaran. Dalam metode pengajaran langsung, guru berperan sebagai penyampai materi, menyediakan latihan dengan bimbingan dan memberikan umpan balik. Berbeda dengan metode pengajaran langsung. Metode pengajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator. Menurut Jarolimek dalam Friend, 2015, metode pengajaran tidak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 langsung disebut juga sebagai pengajaran inkuiri atau pengajaran penemuan. Guru harus mampu mengajak siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran agar siswa dapat menggali ide-ide atau gagasan tentang kehidupannya, lingkungan sekolah, dan hubungannya dengan orang-orang lain. Metode scaffolding, menurut Rosenshine Meister dalam Friend, 2015 adalah suatu teknik pemberian dukunganbimbingan yang dilakukan oleh guru kepada siswa supaya dapat belajar secara terstruktur. Bimbingan dilakukan dengan memberikan dorongan bagi siswa agar dapat belajar secara mandiri. Pemberian dukungan belajar tersebut dapat berupa nasihat, peringatan, petunjuk, dan menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pembelajaran sehingga memungkinkan siswa untuk mampu mengembangkan potensinya. Guru perlu mengatur tingkat kesulitan pembelajaran untuk membantu siswa memperkembangkan kemampuannya. Guru perlu mendampingi siswa untuk dapat bertanggungjawab. Metode pengajaran yang selanjutnya adalah metode pengajaran latihan mandiri. Metode pengajaran latihan mandiri adalah metode yang digunakan guru untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa dalam belajar tanpa bergantung pada bantuan guru ataupun siswa lain Friend, 2015. Metode pengajaran latihan mandiri, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih sejumlah kecil keterampilan, sehingga siswa dapat memperkembangkan kemampuannya. Guru perlu memberikan tugas-tugas kepada siswa agar siswa dapat bekerja secara mandiri dengan melibatkan berbagai macam sumber belajar. 4 Peneliti tertarik untuk memperoleh data mengenai metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-kota Yogyakarta. Oleh karena itu peneliti menyusun instrumen berkaitan dengan metode pengajaran, aspek pertama adalah pengajaran langsung, indikatornya 1 memberikan latihan dengan bimbingan, 2 penyampaian materi, dan 3 memberikan umpan balik. Aspek kedua yaitu pengajaran tidak langsung, indikatornya 1 guru sebagai fasilitator, dan 2 berpusat pada siswa. Pengajaran scaffolding, indikatornya 1 mengatur tingkat kesulitan materi pelajaran, 2 memanfaatkan model pembelajaran yang beragam, dan 3 melatih tanggung jawab. Aspek keempat, pengajaran latihan mandiri, indikatornya 1 memfasilitasi siswa untuk dapat bekerja mandiri, 2 melatih siswa untuk berlatih sejumlah kecil keterampilan, dan 3 memberi latihan agar siswa dapat memperkembangkan kemampuan. Instrumen tersebut peneliti berikan kepada 42 guru di SD inklusi se-kota Yogyakarta agar peneliti memperoleh data untuk dapat memetakan metode pengajaran yang digunakan oleh guru-guru tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Metode Pengajaran yang digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se- kota Yogyakarta”. 5

1.2 Identifikasi Masalah