Evaluasi belajar yang digunakan guru di Sekolah Dasar Inklusi Se-Kabupaten Sleman.

(1)

ABSTRAK

EVALUASI BELAJAR YANG DIGUNAKAN GURU DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE-KABUPATEN SLEMAN

Laurentius Beny Widya Ardika Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Sekolah inklusi adalah sekolah yang memfasilitasi siswa berkebutuhan khusus maupun siswa tidak berkebutuhan secara khusus untuk dapat belajar sehingga dapat mengembangkan potensi yang mereka miliki. Ada 33 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan memetakan evaluasi belajar yang diberikan guru pada siswa di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman. Evaluasi belajar adalah suatu proses untuk mengetahui perkembangan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik belajar siswa. Ada dua aspek evaluasi belajar yaitu tes dan non tes.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif. Data diperoleh dengan membagikan instrumen berupa kuesioner kepada 30 guru sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman. Kuesioner divalidasi oleh dua orang validator dengan nilai rata-rata: 4. Dengan demikia instrumen tersebut layak dibagikan kepada guru.

Kuesioner yang kembali berjumlah 30. Dari hasil olah data, peneliti mendapatkan data: (1) Evaluasi belajar dengan tes yang diberikan guru bentuknya adalah 12.37% melakukan asesmen awal dan akhir, 11.88% melakukan penilaian hasil belajar sesuai dengan kemampuan ABK,12.87% melakukan penilaian kognitif, 14.35% melakukan penilaian secara berkelanjutan. (2) Evaluasi belajar non tes yang dilakukan guru bentuknya adalah 13.36% melakukan asesmen awal, tengah, dan akhir, 9.90% melakukan penilaian afektif, 10.89% melakukan penilaian psikomotorik, dan 14.35% menyesuaikan instrumen penilaian hasil belajar. Jadi, evaluasi belajar tes maupun non tes cukup seimbang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.


(2)

ABSTRACT

LEARNING EVALUATION THAT IS USED BY THE TEACHERS IN INCLUSION ELEMENTARY SCHOOL IN SLEMAN REGENCY

Laurentius Beny Widya Ardika Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Inclusion school is a school that facilitate regular students and also students with special needs so they can learn to improve their potential. There are 33 inclusion schools in Sleman Regency. This research is aimed to describe and mapping learning evaluation that is given by the teacher to the students of inclusion school in Sleman Regency. Learning evaluation is process to recognize the development of cognitive, affective, and psychomotor ability, and study result. There are two aspects of learning evaluation, there are test and non-test.

This research is a descriptive quantitative research. The data was collected by delivered questioner to 30 inclusion elementary school teachers in Sleman Regency. The questioner were validated by two validator with average score: 4. By then that instrument appropriate to be delivered to teachers.

Questioner that came back were 30. From the data result, researcher get data: (1) learning evaluation with test that is given by teacher are 12.37% doing the early and final assessment, 11.88% doing study result assessment agree with student with special needs’ ability, 12.87% doing cognitive assessment, 14.35% adapt the study result assessment’s instrument. (2) Non test learning evaluation that is done by the teacher are 13.36% doing early, middle, and final assessment, 9.90% doing affective assessment, 10.89% doing psychomotor assessment, and 14.35% adapt the study result assessment’s instrument. So, the test or non-test learning evaluation balance enough to be used by the teachers in inclusion elementary school in Sleman regency.


(3)

EVALUASI BELAJAR YANG DIGUNAKAN GURU DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE-KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

LAURENTIUS BENY WIDYA ARDIKA 121134104

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

EVALUASI BELAJAR YANG DIGUNAKAN GURU DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE-KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Laurentius Beny Widya Ardika 121134104

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN Penelitian ini persembahkan kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertai, memberkati, serta memberi kekuatan.

2. Bapak dan Ibu yang tak pernah lelah bekerja dan berdoa untuk membiayaiku. Serta adikku yang selalu memberi penghiburan ketika lelah mengerjakan skripsi.

3. Kekasihku yang selalu memberiku semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Sahabat-sahabatku yang selalu menyemangati satu sama lain, membantuku dalam berbagai hal.


(8)

v

MOTTO

Bersukacilah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa.

(Roma 12:22)

Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.


(9)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya mcnyatakan dengan sesllnggllhnya bahwa skripsi yang saya ttllis ini tidak

memuat karya ataupun bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

ddaln kutipan dan da■ ar referensi,sebagaimana layaknya karya ihiah.

Yogyakarta,1l Agustts 2016

Pelleliti

Laurentius Beny Widya Ardika


(10)

lJEⅣIBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILⅣ IIAH

UNTUK KEGIATAN AKADEDIIS

Yang bertandatangan di bawah llll,saya lnahasiswa Unlversitas Sanata I)hanna: Nama :Laurentius Beny Widya Ardika

NIPI :121134104

Delni pengembangan pengetahuan, saya memberikan kepada pttustakaan

Universitas Sanata Dhamla karya ihiah saya yang bel」 udul: “

EVALUASI BELAJAR YANG DIGUNAKAN GURU DISEKOLAⅡ

DASARINKLUSI SE…

KABUPATEN SLEPIAN"

Dengan demikian saya membentahukan kepada Pclpustalcaan Unlversitas Sanata

Dhama hak untuk menympan,IIlengalihkan dalanl bentk media lalll,lnengclola

dalam bentuk pangkalall data mendistribusikan secara terbttas dan

l■lettublikasikan ke dalam mternet atau media lain und kepentingan akademis

tanpa mel■linta ttin dari Stta,atau membcrikan loyalti kepada saya selalna tct叩 mencantumkall nama saya sebagai penulis. Demikian perllyataan llll saya buat

dengan sebenarnya.

Yogyakarta,1l Agustus 2016

Yang lnenyatakan

Lurentius Beny`西

ridya Ardika


(11)

viii ABSTRAK

EVALUASI BELAJAR YANG DIGUNAKAN GURU DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE-KABUPATEN SLEMAN

Laurentius Beny Widya Ardika Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Sekolah inklusi adalah sekolah yang memfasilitasi siswa berkebutuhan khusus maupun siswa tidak berkebutuhan secara khusus untuk dapat belajar sehingga dapat mengembangkan potensi yang mereka miliki. Ada 33 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan memetakan evaluasi belajar yang diberikan guru pada siswa di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman. Evaluasi belajar adalah suatu proses untuk mengetahui perkembangan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik belajar siswa. Ada dua aspek evaluasi belajar yaitu tes dan non tes.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif. Data diperoleh dengan membagikan instrumen berupa kuesioner kepada 30 guru sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman. Kuesioner divalidasi oleh dua orang validator dengan nilai rata-rata: 4. Dengan demikia instrumen tersebut layak dibagikan kepada guru.

Kuesioner yang kembali berjumlah 30. Dari hasil olah data, peneliti mendapatkan data: (1) Evaluasi belajar dengan tes yang diberikan guru bentuknya adalah 12.37% melakukan asesmen awal dan akhir, 11.88% melakukan penilaian hasil belajar sesuai dengan kemampuan ABK,12.87% melakukan penilaian kognitif, 14.35% melakukan penilaian secara berkelanjutan. (2) Evaluasi belajar non tes yang dilakukan guru bentuknya adalah 13.36% melakukan asesmen awal, tengah, dan akhir, 9.90% melakukan penilaian afektif, 10.89% melakukan penilaian psikomotorik, dan 14.35% menyesuaikan instrumen penilaian hasil belajar. Jadi, evaluasi belajar tes maupun non tes cukup seimbang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.


(12)

ix ABSTRACT

LEARNING EVALUATION THAT IS USED BY THE TEACHERS IN INCLUSION ELEMENTARY SCHOOL IN SLEMAN REGENCY

Laurentius Beny Widya Ardika Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Inclusion school is a school that facilitate regular students and also students with special needs so they can learn to improve their potential. There are 33 inclusion schools in Sleman Regency. This research is aimed to describe and mapping learning evaluation that is given by the teacher to the students of inclusion school in Sleman Regency. Learning evaluation is process to recognize the development of cognitive, affective, and psychomotor ability, and study result. There are two aspects of learning evaluation, there are test and non-test.

This research is a descriptive quantitative research. The data was collected by delivered questioner to 30 inclusion elementary school teachers in Sleman Regency. The questioner were validated by two validator with average score: 4. By then that instrument appropriate to be delivered to teachers.

Questioner that came back were 30. From the data result, researcher get data: (1) learning evaluation with test that is given by teacher are 12.37% doing the early and final assessment, 11.88% doing study result assessment agree with student with special needs’ ability, 12.87% doing cognitive assessment, 14.35% adapt the study result assessment’s instrument. (2) Non test learning evaluation that is done by the teacher are 13.36% doing early, middle, and final assessment, 9.90% doing affective assessment, 10.89% doing psychomotor assessment, and 14.35% adapt the study result assessment’s instrument. So, the test or non-test learning evaluation balance enough to be used by the teachers in inclusion elementary school in Sleman regency.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul “Evaluasi Belajar Yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi Se-Kabupaten Sleman”. Penyusun skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk kelulusan dalam memperoleh gelar sarjana. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Karena itu, dengan segenap hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.P.d. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Apri Damai Sagita Krisandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Dra. Ign. Esti Sumarah, M.Hum. dan Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, M.Psi. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan dengan penuh kesabaran dalam pengerjaan skripsi ini hingga selesai.

5. Kepala Sekolah Dasar se-Kabupaten Sleman yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.


(14)

Guru Sekolah Dasar se-Kabupaten Sleman yang sudah membantu dan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Kedua orangtuaku, Bapak Albertus Suhadi dan Ibu Carolina Lina Tiyanti yang selalu memberiku dulc.rngan dan motivasi, baik berupa doa, kasih sayang maupun semangat sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Serta adikku Geovania Lindha Vrenatelia yarry selalu memberiku semangat untuk mengerjakan skripsi.

Kekasihku, Robertine Dhita Pertiwi yang memberiku semangat untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terima kasih untuk cinta dan kasih sayangnya.

Teman-teman payung yang banyak membantu dan memberikan masukan satu sama lain dalam menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam pen) Isunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Semoga skripsi ini berguna bagi pembaca sekaligus menjadi sumber belajar bagi peneliti lain yang memiliki tujuan memperkembangkan pendidikan inklusi.

Yogyakarla, 11 Agustus 2016 Pcneliti

7.

8.

9.

Xl


(15)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... .... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... .. ii

HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN ... . iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... .. iv

HALAMAN MOTTO ... . v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... .. vi

HALAMAN LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI . .. vii

ABSTRAK ... . viii

ABSTRACT ... .. ix

KATA PENGANTAR ... .. x

DAFTAR ISI ... ... xii

DAFTAR TABEL ... .. xiv

DAFTAR GAMBAR ... ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... .... 1

1.1 Latar Belakang ... ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... .. 4

1.3 Rumusan Masalah ... .. 4

1.4 Tujuan Penelitian ... .. 5

1.5 Manfaat Penelitian ... .. 5

1.6 Definisi Operasional ... .. 6

BAB II LANDASAN TEORI ... .. 7

2.1 Kajian Teori ... .. 7

2.1.1 Pendidikan Inklusi ... ... 7

2.1.1.1 Pengertian Pendidikan Inklusi... .. 7

2.1.1.2 Prinsip-prinsip Pendidikan Inklusi ... .. 8

2.1.1.3 Fungsi Pendidikan Inklusi ... ... 10

2.1.1.4 Tujuan Pendidikan Inklusi ... 11

2.1.2 Sekolah Dasar Inklusi ... 12

2.1.3 Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ... 14

2.1.3.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ... 14


(16)

xiii

2.1.4 Evaluasi Belajar ... 19

2.1.4.1 Pengertian Evaluasi Belajar ... 19

2.1.4.2 Bentuk Evaluasi Belajar ... 20

2.1.5 Kecerdasan Ganda ... 22

2.1.5.1 Siswa ABK Memiliki Kecerdasan Ganda: Mita ... 23

2.2 Penelitian Yang Relevan ... 26

2.3 Kerangka Berpikir ... 30

2.4 Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

3.3 Populasi dan Sampel ... 34

3.4 Variabel Penelitian ... 36

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 37

3.6 Instrumen Penelitian ... 38

3.7 Teknik Pengujian Instrumen ... 42

3.8 Teknik Analisis Data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1 Deskripsi Penelitian ... 52

4.2 Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 53

4.3 Hasil Penelitian ... 53

4.3.1 Deskripsi Hasil Penelitian ... 53

4.3.2 Pemetaan Evaluasi Belajar ... 60

4.2 Pembahasan ... 62

BAB V PENUTUP ... 66

5.1 Kesimpulan ... 66

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 67

5.3 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 71


(17)

xiv

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Daftar Sepuluh Sekolah Dasar Inklusi

di Kabupaten Sleman...13

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Lembar Kuesioner Evaluasi Belajar di Sekolah Inklusi se-Kabupaten Sleman ... 40

Tabel 3.2 Kuesione Evaluasi Belajar yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Sleman ... 42

Tabel 3.3 Hasil Validasi Konstruk ... 46

Tabel 3.4 Koefisien Reliabilitas ... 48

Tabel 3.5 Hasil Reliabilitas ... 49

Tabel 3.6 Contoh Coding Data ... 50

Tabel 4.1 Hasil Angket Bentuk Evaluasi Belajar yang Digunakan Guru di Sekolah Inklusi se-Kabupaten Sleman ... 54


(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penelitian yang Relevan ... 29 Gambar 4.1 Gambar Grafik Tingkat Penggunaan Bentuk Evaluasi Belajar

di Sekolah Inklusi Melalui Aspek Tes ... .60 Gambar 4.2 Gambar Grafik Tingkat Penggunaan Bentuk Evaluasi Belajar


(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ... 71

Lampiran 2 Validitas Isi ... 74

Lampiran 3 Kuesioner Evaluasi Belajar Untuk Guru di Sekolah Inklusi ... 77

Lampiran 4 Hasil Validasi dan Reliabilitas ... 78


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan meliputi latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. 1.1Latar Belakang

Pendidikan inklusi adalah pendidikan khusus yang memberikan kesempatan kepada semua siswa yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan dalam lingkungan belajar secara bersama-sama dengan siswa pada umumnya. Menurut Heward (2004: 11), anak-anak yang dengan berkebutuhan khusus seperti, tunanetra, tunarungu, dan yang lain serta anak-anak berkesulitan belajar juga memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik (Illahi, 2013: 23). Pemerintah memfasilitasi pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dengan mengadakan sekolah inklusi (Sokjorten, 2003: 30).

Sekolah dasar inklusi adalah sekolah yang menggabungkan layanan pendidikan khusus dan reguler dalam satu sistem persekolahan, dimana siswa berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan khusus sesuai dengan potensinya masing-masing dan siswa yang tidak mengalami kebutuhan secara khusus. Ada 33 sekolah dasar yang dianggap mampu untuk menerapkan


(21)

pendidikan inklusi bagi siswa berkebutuhan khusus. Sekolah dasar inklusi tersebut, masing-masing tersebar di beberapa kecamatan di Sleman, antara lain di kecamatan Moyudan, Godean, Seyegan, Gamping, Mlati, Tempel, Ngaglik, Depok, Ngemplak, Turi, Pakem, Cangkringan, Kalasan, dan Prambanan. Sekolah dasar inklusi melayani anak berkebutuhan khusus dengan kategori slow learner, autis, dan hiperaktif.

Pada sekolah dasar inklusi guru perlu menguasai metode pengajaran, kreatif menggunakan media pembelajaran dan memiliki kemampuan mengevaluasi hasil belajar siswa untuk mengetahui perkembangan potensi/kemampuan siswa. Penelitian ini memusatkan perhatian pada aspek evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman. Evaluasi belajar adalah proses menentukan hasil yang telah dicapai melalui beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Ada dua aspek evaluasi belajar yaitu tes dan non tes (Kustawan, 2006: 39).

Evaluasi belajar dengan tes adalah cara penilaian dan pengukuran yang berbentuk pemberian tugas. Pemberian tugas yang diberikan berupa pertanyaan atau soal untuk siswa. Pertanyaan tersebut diberikan sebelum pelajaran (pre-test) sebagai asesmen awal maupun diberikan sesudah pelajaran (post-test) sebagai asesmen akhir. Soal-soal yang disusun oleh guru disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Hasil dari tes dapat dijadikan acuan untuk melakukan penilaian kognitif sekaligus menjadi dasar untuk melakukan penilaian berkelanjutan.


(22)

Evaluasi belajar dengan non tes adalah penilaian untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik, sikap, atau kepribadian siswa. Bentuknya berupa rubrik pengamatan dengan pernyataan. Pengamatan dilakukan sebelum, saat, dan sesudah pelajaran sebagai asesmen awal, tengah, dan akhir. Hasil dari pengamatan dapat digunakan dalam rubrik penilaian afektif dan psikomotorik. Rubrik penilaian afektif misalnya ada pernyataan yang mengarah pada perilaku yang menunjukan adanya perkembangan siswa dalam hal ketekunan, kedisiplinan, kesabaran, kerja keras, minat dan sebagainya. Rubrik penilaian psikomotorik misalanya ada pernyataan yang memandu guru untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mendengarkan perintah guru, mempresentasikan tugas, kesediaan membantu teman dan sebagainya. Rubrik penilaian disesuaikan dengan instrumen penilaian hasil belajar.

Peneliti tertarik untuk mengetahui evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman. Oleh karena itu peneliti menyusun instrumen berkaitan dengan evaluasi belajar, aspek pertama adalah tes, indikatornya (1) melakukan asesmen awal dan akhir, (2) melakukan penilaian hasil belajar sesuai dengan kemampuan ABK, (3) melakukan penilaian kognitif, dan (4) melakukan penilaian secara berkelanjutan. Aspek kedua adalah non tes, indikatornya (1) melakukan asesmen awal, tengah, dan akhir, (2) melakukan penilaian afektif, (3) melakukan penilaian psikomotorik, dan (4) menyesuaikan instrumen penilaian hasil belajar.


(23)

Instrumen tersebut peneliti berikan kepada 30 guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman agar peneliti memperoleh data untuk mendeskripsikan dan memetakan evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Evaluasi Belajar yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Sleman”.

1.2Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini bertujuan untuk menemukan masalah yang akan diteliti. Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1.2.1 Menemukan sekolah dasar tempat penelitian sesuai dengan ciri-ciri sekolah inklusi.

1.2.2 Memetakan evaluasi belajar di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas maka rumusan masalah yang diperoleh sebagai berikut:

1.3.1 Evaluasi belajar apa yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman?

1.3.2 Bagaimanakah hasil pemetaan evaluasi belajar dari setiap sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman?


(24)

1.4 Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:

1.4.1 Mendeskripsikan bentuk-bentuk evaluasi belajar yang diberikan guru kepada anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

1.4.2 Pemetaan evaluasi belajar yang digunakan guru dari setiap sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1.5.1 Manfaat Teoritis

1.5.1.1Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi guru di sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman tentang evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

1.5.2 Manfaat Praktis

1.5.2.1 Bagi Sekolah Dasar Inklusi

Sekolah mendapatkan data tentang evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

1.5.2.2Bagi Guru

Guru mendapatkan informasi tentang evaluasi belajar yang diberikan siswa berkebutuhan khusus.


(25)

1.5.2.3Bagi Peneliti

Peneliti dapat memetakan evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman dengan menggunakan penelitian kuantitatif.

1.6 Definisi Operasional a) Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan anak berkebutuhan khusus dengan anak berkebutuhan tetapi tidak secara khusus untuk belajar bersama dalam sekolah reguler.

b) Sekolah Dasar Inklusi

Sekolah dasar inklusi adalah sekolah yang menggabungkan layanan pendidikan khusus dan reguler dalam satu sistem persekolahan, dimana siswa berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan khusus sesuai dengan potensinya masing-masing dan siswa reguler mendapatkan layanan khusus untuk mengembangkan potensi mereka sehingga baik siswa berkebutuhan khusus ataupun siswa reguler dapat bersama-sama mengembangkan potensi masing-masing.

c) Evaluasi Belajar

Evaluasi belajar adalah proses menentukan hasil yang telah dicapai melalui beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Bentuk evaluasi belajar meliputi 2 aspek yaitu tes dan non tes.


(26)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini membahas kajian teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berfikir, dan hipotesis.

2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendidikan Inklusi

2.1.1.1 Pengertian Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan anak berkebutuhan khusus dengan anak berkebutuhan tetapi tidak secara khusus untuk belajar bersama dalam sekolah reguler. Ilahi (2013: 167) berpendapat pendidikan inklusi adalah sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, sekolah perlu ditekankan dengan adanya rekonstruksi sehingga sekolah menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak. Artinya dalam pendidikan inklusi tersedia sumber belajar yang kaya dan mendapat dukungan dari semua pihak, meliputi para siswa, guru, orangtua, dan masyarakat sekitarnya. Menurut Olsen (dalam Tarmansyah, 2007: 82), pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada umumnya, sedangkan Staub dan peck (dalam Tarmansyah, 2007: 83) menjelaskan


(27)

pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas. Menurut Kusnandar (2011: 13), pendidikan inklusi adalah pendidikan yang dilaksanakan di sekolah atau kelas reguler dengan melibatkan seluruh peserta didik tanpa kecuali meliputi anak yang memiliki perbedaan bahasa, beresiko putus sekolah karena sakit, kekurangan gizi, tidak berprestasi, anak yang berbeda agama, penyandang HIV/AIDS, anak berkebutuhan khusus dan anak yang berbakat. Dalam pelaksanaannya, pendidikan inklusi bertujuan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak berkebutuhan khusus dan mewujudkan penyelenggara pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif kepada siswa yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Berdasarkan pendapat ahli bahwa pendidikan inklusi adalah layanan pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar belakang individu dan memberikan kebutuhan sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu tanpa diskriminatif.

2.1.1.2 Prinsip-prinsip Penyelenggaraan pendidikan Inklusi

Prinsip pendidikan inklusi menurut Illahi (2013: 48-49) bahwa pendidikan inklusi menekankan pada keterbukaan dan penghargaan terhadap anak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi menjamin akses dan kualitas yang terintegrasi tanpa terkecuali, hal ini menunjukan bahwa


(28)

anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak normal lainnya belajar bersama dengan anak normal lainnya di kelas reguler. Prinsip yang mendasar dalam pelaksanaan pendidikan inklusi adalah semua anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk bersekolah tanpa memandang perbedaan latar belakang kehidupannya. Delphie (2009: 21) berpendapat prinsip-prinsip yang mendasari pendidikan inklusi adalah keyakinan masyarakat terhadap pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus merupakan refleksi dari ide-ide yang ada dalam hak-hak asasi manusia, persamaan hak dan keadilan sosial.

1. Prinsip Pemerataan dan Peningkatan Mutu

Pendidikan inklusi merupakan salah satu strategi upaya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan karena lembaga pendidikan inklusi bisa menampung semua anak yang belum terjangkau oleh lainnya. Pendidikan inklusi juga merupakan strategi peningkatan mutu karena model pembelajaran inklusi menggunakan metodologi pembelajaran bervariasi yang bisa memberikan akses bagi semua anak dan menghargai perbedaan.

2. Prinsip Kebutuhan Individual

Setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda karena itu pendidikan harus diusahakan untuk menyesuaikan dengan kondisi anak.


(29)

3. Prinsip Kebermaknaan

Pendidikan inklusi harus menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang ramah, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan. 4. Prinsip Keberlanjutan

Pendidikan inklusi diselenggarakan secara berkelanjutan pada semua jenjang pendidikan.

5. Prinsip keterlibatan

Penyelenggaraan pendidikan inklusi harus melibatkan seluruh komponen pendidikan terkait.

2.1.1.3 Fungsi Pendidikan Inklusi

Alimin (dalam Kustawan, 2013: 20-2) menjelakan bahwa sesuai disiplin ilmu fungsi pendidikan khusus dibagi menjadi 3 yaitu :

1) Fungsi Preventif

Melalui pendidikan inklusif guru melakukan upaya pencegahan agar tidak muncul hambatan-hambatan yang lainnya pada anak berkebutuhan khusus.

2) Fungsi Intervensi

Pendidikan inklusif menangani anak berkebutuhan khusus agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.

3) Fungsi Kompensasi

Pendidikan inklusif membantu anak berkebutuhan khusus untuk menangani kekurangan yang ada pada dirinya dengan menggantikan dengan fungsi lainnya.


(30)

Berdasarkan penjelasan di atas bahwa fungsi pendidikan inklusif adalah guru mencegah agar tidak terjadi hambatan pada anak berekbtuuhan khusus dengan melakukan penanganan bagi anak berkebutuhan khusus dengan mengembangkan potensi yang dimilikinya dan mengganti kekurangannya dengan fungsi lainnya.

2.1.1.4 Tujuan Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi adalah kebersamaan untuk memperoleh pelayanan pendidikan dalam satu kelompok secara utuh bagi seluruh anak berkebutuhan khusus usia sekolah, mulai dari tingkat TK, SD, SMP, hingga SMA/SMK sederajat (Subini, 2014: 50).

Adapun tujuan dari sekolah inklusi ini (Tarsidi, 2007: 36), yaitu:

1. Untuk mendidik anak berkebutuhan khusus dikelas reguler bersama-sama dengan anak-anak lain yang normal, beserta dukungan yang sesuai dengan kebutuhannya.

2. Untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus dan memberi kesempatan bersosialisasi.

Dengan demikian maka tujuan pendidikan inklusi ini berarti :

a. Menciptakan dan membangun pendidikan yang berkualitas, menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan, menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana kelas yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi


(31)

fisik, sosial ekonomi, suku, agama, dan sekaligus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, sosial, intelektual, bahasa dan kondisi lainnya.

b. Memberikan kesempatan agar memperoleh pendidikan yang sama, dan terbaik bagi semua anak dan orang dewasa yang memerlukan pendidikan bagi yang memiliki kecerdasan tinggi, bagi yang secara fisik dan psikologi memperoleh hambatan dan kesulitan baik yang permanen maupun yang sementara, dan bagi mereka yang terpisahkan dan termarjinalkan (Santoso, 2012: 25).

2.1.2 Sekolah Dasar Inklusi

Sekolah dasar inklusi adalah sekolah yang menggabungkan layanan pendidikan khusus dan reguler dalam satu sistem persekolahan, dimana siswa berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan khusus sesuai dengan potensinya masing-masing dan siswa reguler mendapatkan layanan khusus untuk mengembangkan potensi mereka sehingga baik siswa berkebutuhan khusus ataupun siswa reguler dapat bersama-sama mengembangkan potensi masing-masing. Sekolah dasar inklusi adalah sekolah reguler yang mengakomodasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program yang sama (Ilahi, 2013: 87). Sedangkan Sokjorten (2003: 35) berpendapat bahwa sekolah dasar inklusi merupakan sekolah yang memberikan kesempatan kepada siswa yang berkelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa


(32)

untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sekolah dasar inklusi adalah sekolah reguler yang memberikan kesempatan kepada siswa yang berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran secara bersama-sama dengan anak berkebutuhan tetapi tidak secara khusus sehingga dapat mengembangkan potensi kecerdasan yang mereka miliki. Berikut adalah sepuluh sekolah dasar inklusi yang ada di Kabupaten Sleman:

Tabel 2.1 Daftar sepuluh sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman No Sekolah Dasar

Inklusi

Kecamatan Jumlah Siswa ABK

Keterangan 1. SD Negeri Ngijon 2 Moyudan 4 siswa 3 siswa slow learner

1 siswa autis 2. SD Negeri

Semarangan 5

Godean 3 siswa 3 siswa slow learner 3. SD Negeri Demak

ijo 2

Gamping 5 siswa 3 siswa slow learner 2 siswa hiperaktif 4. SD Negeri

Sendangadi 2

Mlati 4 siswa 4 siswa hiperaktif 5. SD Negeri Plaosan 1 Mlati 3 siswa 3 siswa slow learner 6. SD Negeri Bedelan Mlati 5 siswa 5 siswa slow learner 7. SD Negeri gejayan Depok 7 siswa 2 siswa hiperaktif

4 siswa slow learner 1 siswa tunarungu 8. SD Negeri

Mustokorejo

Depok 4 siswa 3 siswa hiperaktif 1 siswa slow learner 9. SD Negeri Puren Depok 4 siswa 4 siswa slow learner 10. SD Negeri

Bendungan


(33)

Dari tabel 2.1 dapat diketahui di kecamatan Moyudan ada 1sekolah dasar inklusi yaitu SD Negeri Ngijon 2, di kecamatan Godean ada 1 sekolah dasar inklusi yaitu SD Negeri Semarangan 5, di kecamatan Gamping ada 1 sekolah dasar inklusi yaitu SD Negeri Demak Ijo 2, di kecamatan Mlati ada 3 sekolah dasar inklusi yaitu SD Negeri Sendangadi 2, SD Negeri Plaosan 1, dan SD Negeri Bedelan. Di Kecamatan Depok terdapat 3 sekolah dasar inklusi juga yaitu SD Negeri Gejayan, SD Negeri Puren, dan SD Negeri Mustokorejo. Pada Kecamatan Prambanan ada 1 sekolah dasar inklusi yaitu SD Negeri Bendungan.

2.1.3 Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

2.1.3.1Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Menurut Illahi (2013: 178), Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki kekurangan, yang tidak dialami oleh anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Sedangkan Howard (2004: 9) juga mendefinisikan anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidak mampuan mental, emosi, atau fisik.

Berdasarkan pendapat dari para ahli anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan-perbedaan baik perbedaan antar individu yaitu membandingkan individu dengan individu lain baik


(34)

perbedaan fisik, emosi maupun intelektual, dan perbedaan antar potensi yang ada pada individu itu sendiri yang signifikan dan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga untuk mengembangkan potensinya dibutuhkan pendidikan dan pengajaran. 2.1.3.2Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Jenis dan klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus dapat dikelompokkan sebagai berikut (Cahya, 2013: 11):

1. Anak lambat belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Karakteristik anak yang mengalami Slow learner:

a. Anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah anak normal.

b. Anak yang menyelesaikan tugas-tugas akademik terlambat dibandingkan teman-teman seusianya (memerlukan waktu lebih lama).

2. Tunagrahita (Retardasi Mental) adalah anak yang mempunyai terbelakang mental atau retardasi mental karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya untuk sukar mengikuti program pendidikan di sekolah biasa, oleh karena itu anak tunagrhita membutuhkan pendidikan yang memiliki layanan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut. Anak dapat dikatakan tunagrahita jika :


(35)

a. Secara sosial tidak cakap. b. Secara mental dibawah normal.

c. Kecerdasannya terlambat sejak lahir atau pada usia muda. d. Kematangannya terhambat.

3. Kesulitan Belajar Kesulitan belajar atau learning disabilities merupakan istilah yang merujuk pada keragaman kelompok yang mengalami gangguan dimana ganggguan tersebut diwujudkan dalam kesulitan-kesulitan yang signifikan yang dapat menimbulkan gangguan proses belajar. Tipe-tipe gangguan belajar adalah

a. Gangguan matematika (Diskalkulia)

Gangguan matematika mengggambarkan anak-anak dengan kekurangan kemampuan aritmetika. Mereka dapat memiliki masalah memahami istilah-istilah matematika dasar seperti operasi penjumlahan dan pengurangan, memahami simbol-simbol matematika, atau belajar tabel perkalian. Mungkin masalah ini tampak sejak anak duduk di kelas 1 SD tetapi umumnya tidak dikenali sampai anak duduk di kelas 2 atau 3 SD.

b. Gangguan menulis (Disgrafia)

Gangguan menulis mengacu pada anak-anak dengan keterbatasan pada kemampuan menulis, seperti kesalahan mengeja, tata bahasa, tanda baca, atau kesulitan dalam


(36)

bentuk kalimat dan paragraf. Kesulitan menulis yang parah umumnya tampak pada usia 7 tahun ,walaupun kasus-kasus yang lebih ringan mungkin tidak dikenali sampai usia 10 tahun atau setelahnya.

c. Gangguan membaca (Disleksia)

Gangguan membaca atau disleksia mengacu pada anak-anak yang memiliki perkembangan keterampilan yang buruk dalam mengenali kata-kata dan memahami bacaan. Anak-anak yang menderita disleksia membaca dengan lambat dan kesulitan. Mereka mengubah, menghilangkan atau mengganti kata-kata ketika membaca dengan keras. Mereka memiliki kesulitan menguraikan hurf-huruf dan kombinasinya serta mengalami kesulitan menerjemahkannya. Mereka mungkin juga salah mempersiapkan huruf-huruf seperti jungkir balik. Contohnya bingung antara huruf w dengan m. Disleksia biasanya tampak pada usia 7 tahun, bersamaan dengan kelas 2 SD, walaupun sudah dikenali pada usia 6 tahun. 4. Kelainan Pendengaran (Tunarungu) adalah seseorang atau anak

yang memilki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka disebut tunawicara. Meskipun


(37)

mereka telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar, tetapi mereka masih tetap memerlukan layanan pendidikan khusus. Adapun karakteristik anak tunarungu sebagai berikut: a. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar. b. Banyak perhatian terhadap getaran.

c. Terlambat dalam perkembangan bahasa. d. Tidak ada reaksi terhadap bunyi atau suara.

e. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi. f. Kurang atau tidak tanggap dalam diajak bicara. g. Ucapan kata tidak jelas, kualitas suara aneh/monoton 5. Kelainan Indera Pengelihatan (Tunanetra) adalah individu yang

memilki hambatan dalam pengelihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total dan low vision. Anak dengan gangguan penglihatan ini dapat dikenali dengan melihat karakteristik sebagai berikut:

a. Kurang melihat (kabur), tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter.

b. Kesulitan mengambil benda kecil didekatnya. c. Tidak dapat menulis mengikuti garis lurus.

d. Sering meraba-raba dan tersandung waktu berjalan.

e. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/bersisik kering.


(38)

g. Peradangan hebat pada kedua bola mata. h. Mata bergoyang terus.

2.1.4 Evaluasi Belajar

2.1.4.1Pengertian Evaluasi Belajar

Evaluasi belajar adalah proses menentukan hasil yang telah dicapai melalui beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Evaluasi belajar merupakan salah satu sarana penting dalam meraih tujuan belajar mengajar. Guru sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa, ketepatan metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan siswa dalam meraih tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan melalui kegiatan evaluasi (Widoyoko, 2011: 4).

Menurut Sudijono (1996: 16), evaluasi belajar adalah sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan pembelajaran yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sistematis, ini berarti bahwa evaluasi (dalam pengajaran) merupakan kegiatan yang terencana dan dilakukan secara berkesinambungan. Evaluasi bukan hanya merupakan kegiatan akhir atau penutup suatu pembelajaran, melainkan merupakan kegiatan yang dilakukan pada permulaan, selama proses pembelajaran berlangsung, dan pada akhir pembelajaran.

Menurut Arikunto (2008: 11), evaluasi belajar adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang semua pembelajaran yang


(39)

dilakukan siswa, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Dengan adanya evaluasi, siswa dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai selama mengikuti pendidikan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi belajar adalah proses pengumpulan informasi hasil kerja sama guru dan siswa dalam proses belajar sehingga diketahui kelemahan serta keputusan atau penyusunan program selanjutnya.

2.1.4.2Bentuk Evaluasi Belajar

Menurut Kustawan (2006: 39) cara melaksanakan penilaian evaluasi belajar ada dua yaitu, aspek tes dan non tes.

1. Evaluasi Belajar dengan Tes

Evaluasi belajar dengan tes adalah cara atau prosedur dalam pengukuran dan penilaian yang berbentuk pemberian tugas. Pemberian tugas diberikan dengan cara meberikan serangkaian pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan tersebut diberikan sebelum pelajaran (pre-test) sebagai asesmen awal maupun diberikan sesudah pelajaran (post-test) sebagai asesmen akhir. Soal-soal yang disusun oleh guru disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Hasil dari tes dapat dijadikan acuan untuk melakukan penilaian kognitif sekaligus menjadi dasar untuk melakukan penilian berkelanjutan.


(40)

2. Evaluasi Belajar dengan Non Tes

Evaluasi belajar dengan non tes adalah penilaian untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik, sikap, atau kepribadian siswa. Bentuknya berupa rubrik pengamatan dengan pernyataan. Pengamatan dilakukan sebelum, saat, dan sesudah pelajaran sebagai asesmen awal, tengah, dan akhir. Hasil dari pengamatan dapat digunakan dalam rubrik penilaian afektif dan psikomotorik. Rubrik penilaian afektif misalnya ada pernyataan yang mengarah pada perilaku yang menunjukan adanya perkembangan siswa dalam hal ketekunan, kedisiplinan, kesabaran, kerja keras, minat dan sebagainya. Rubrik penilaian psikomotorik misalanya ada pernyataan yang memandu guru untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mendengarkan perintah guru, mempresentasikan tugas, kesediaan membantu teman dan sebagainya. Rubrik penilaian disesuaikan dengan instrumen penilaian hasil belajar.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah proses pengambilan keputusan dari informasi melalui pengukuran hasil belajar baik menggunakan tes dan non tes. Penilaian hasil belajar dengan tes, guru dapat memberikan soal-soal ujian kepada siswa dan penilaian non tes, guru dapat membuat rubrik pengamatan untuk mengobservasi kemampuan siswa sehingga dapat mengembangkan potensi yang siswa miliki. Setelah guru mengetahui kemampuan atau potensi yang


(41)

siswa miliki, guru dapat mengelola atau mengarahkan kemampuan atau potensi siswa dengan kecerdasan ganda yang sesuai karena pada dasarnya siswa memiliki beberapa jenis kecerdasan yang menonjol.

2.1.5 Kecerdasan Ganda

Kecerdasan (Intelegence) selama ini kita ketahui sebagai sebuah kemampuan didalam belajar, memahami suatu permasalahan yang ada serta mampu menyelesaikan permasalahan tersebut atau kemampuan berpendapat yang berasal dari fikiran seseorang tersebut. Kecerdasan sangat mempengaruhi perkembangan individu seseorang. Dalam kesehariaanya terlihat perbedaan kemampuan dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari dan dalam menyelesaikan masalah (Shaleh, 2008: 269). Sukmadinata (2007: 96) berpendapat kecerdasan adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk memecahkan masalah, mengembangkan masalah baru yang hadir untuk dipecahkan, kemudian mengambil hikmah atau pelajaran yang bermanfaat dari masalah-masalah yang dihadapi untuk kehidupannya. Sedangkan menurut Gardner (dalam Suparno, 2004: 14) kecerdasan merupakan potensi yang dimiiki seseorang yang dapat diaktifkan melalui proses belajar, interaksi dengan keluarga, guru, teman, dan nilai-nilai budaya yang berkembang. Kecerdasan mengandung dua aspek pokok yaitu kemampuan belajar dari pengalaman dan beradaptasi terhadap lingkungan.

Berdasarkan definisi para ahli di atas, maka dapat kita simpulkan kecerdasan adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir yang dapat


(42)

digunakan untuk memecahkan masalah dan mempunyai dua aspek penting yaitu kemampuan belajar dari pengalaman dan beradaptasi terhadap lingkungan. Kecerdasan pada hakikatnya merupakan suatu kemampuan dasar yang bersifat umum untuk memperoleh suatu kecakapan yang mengandung berbagai komponen. Ada 9 kecerdasan yang patut diperhitungkan secara sungguh-sungguh sebagai cara berpikir yang penting, 9 kecerdasan itu adalah Intelegensi Lingustik, Intelegensi Matematis-Logis, Intelegensi Ruang-Visual, Kinestetis-Badani, Intelegensi Musikal, Intelegensi Interpersonal, Intelegensi Intrapersonal, Intelegensi Lingkungan, Intelegensi Ekstensial (Sukardi, 2009: 15).

Berdasarkan pengertian di atas, setiap orang atau siswa memiliki kecerdasan yang harus dikembangkan sebab setiap orang atau siswa tidak hanya memiliki satu kecerdasan saja tetapi memiliki beberapa jenis kecerdasan yang lain.

2.1.5.1Siswa ABK Memiliki Kecerdasan Ganda: Mita

Mita adalah seorang anak yang mengalami kekurangan pada pendengaran (tunarungu) tetapi memiliki kelebihan pada berbagai bidang. Seorang anak tunarungu yang mencapai sukses dalam kehidupannya. Mita lahir tanggal 3 Maret 1988 di Padang Sidempuan Sumatra Barat. Anak keempat dari enam bersaudara pasangan Ali Panangaran Harahap dan Masniari Siregar. Mita adalah salah satu dari empat anak yang tunarungu sejak lahir. Dua saudara Mita yang lain normal.


(43)

Kendati Mita mengalami tunarungu ia juga memiliki kecerdasan ganda diantaranya ruang-visual, kinestik badani, interpersonal, dan musikal. Sejak lahir Mita sudah menyandang tunarungu, tidak menghalangi Mita untuk berprestasi di sekolah normal. Mita berhasil lulus di SDN Kertajaya 10 dan SMPN 6 Surabaya yang saat itu termasuk sekolah favorit dengan nilai memuaskan. Ia melanjutkan di SMU 1 Serang dengan nilai yang tak kalah bagusnya dengan saat duduk di SMP dan SD.

Waktu Mita di SMA, Mita mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti tenis dan marching band. Bahkan, ketika itu Mita terpilih sebagai mayoret terbaik di Kota Serang. Mita saat SMA memiliki intelegensi kinestetik-badani dan musikal. Kemampuan intelegensi kinestik-badani Mita miliki saat mengikuti ekstrakurikuler tenis, jadi Mita menjadi aktif bergerak, mengkaitkan pikiran dan tubuh saat akan memukul bola. Mita yang mengalami tunarungu dapat menjadi mayoret terbaik, ini karena Mita memiliki kemampuan intelegensi musikal. Biarpun Mita mengalami tunarungu, ia mampu menjadi dirigen saat marching band. Ini karena Mita memiliki kepekaan terhadap suara dan musik, tahu struktur musik dengan baik, dan peka dengan intonasi. Lulus SMA Mita ikut ujian UMPTN dengan target UI atau ITB. Namun, karena usahanya belum berhasil, akhirnya ia memutuskan untuk kuliah di Universitas Mercubuana. Mita mengambil jurusan teknik arsitektur.

Mita berhasil lulus dari Universitas Mercubuana dalam waktu 4,5 tahun dengan predikat memuaskan. Sungguh prestasi yang membanggakan


(44)

mengingat Mita adalah penyandang tunarungu, prestasi yang dimiliki Mita ini karena memiliki kemampuan intelegensi ruang-visual. Biarpun Mita tunarungu ia dapat mengenal relasi benda-benda dalam ruang dengan tepat, punya persepsi yang tepat dari berbagai sudut, menggambar, dan peka terhadap warna, garis dan bentuk

Setelah meraih S2, Mita kembali ke Universitas Mercubuana. Pada tahun 2000 Mita mendirikan sebuah yayasan dan kemudian ia sendiri menjadi Ketua Yayasan Sehat Jiwa dan Raga atau disingkat SEHJIRA. Yayasan SEHJIRA yang didirikan Mita menunjukkan ia juga mempunyai kemampuan intelegensi interpersonal sehingga ia mampu mudah kerja sama dengan teman, mudah mengenal dan membedakan perasaan dan pribadi teman, berkomunikasi verbal dan non verbal, serta memiiki rasa empati.

Dari cerita Mita dapat kita simpulkan bahwa kemampuan atau kecerdasan ganda yang Mita miliki yaitu ruang-visual, kinestik badani, interpersonal, dan musikal tidak jauh dari pengaruh ibunya yang selalu mendampingi dan mengamati perkembangan Mita dari sejak kecil dan guru Mita di sekolah. Ibu Mita selalu memberi dorongan dan semangat kepada Mita untuk tidak putus asa pada keadaaan. Ibu Mita selalu membantu dan mengamati perkembangan Mita di rumah. Jika Mita merasa kesulitan dalam suatu hal di rumah, ibu selalu membantu Mita. Waktu di sekolah gurulah yang mengamati perkembangan Mita agar Mita dapat


(45)

belajar dengan normal seperti siswa lainnya walaupun Mita mengalami tunarungu.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang pertama dilakukan oleh Gusti Nono Haryono pada tahun 2010. Judul penelitiannya adalah Studi Evaluasi Program Pendidikan Inklusif bagi ABK di Sekolah Dasar Kabupaten Pontianak. Dipenelitian yang ditulis oleh peneliti mengatakan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif mengenai efektifitas program pendidikan inklusif. Data yang diperoleh menggunakan wawancara, observasi, dokumentasi, dan angket. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil temuan komponen proses menunjukan kegiatan perencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran untuk setiap aspek dinilai masuk dalam kategori baik dan cukup baik.

Penelitian yang relevan kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Paramita Isabella, Emosda, dan Suratno pada tahun 2014. Judul penelitiannya adalah Evaluasi Penyelanggaraan Pendidikan Inklusi Bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di SDN 13/IV Kota Jambi. Dipenelitian ini yang ditulis oleh peneliti mengatakan bahwa teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti menggunakan in-depth interview, yaitu wawancara mendalam yang tidak terstruktur ketat. Observasi dilakukan secara terus terang dan tersamar. Selain itu peneliti juga melakukan pengumpulan data melalui studi dokumentasi yaitu dokumen mengenai profil sekolah, data peserta didik, foto-foto, dan


(46)

sebagainya. Hasil penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah penyelenggaraan pendidikan inklusi di sekolah dan apakah pelaksanaannya sudah sesuai dengan standar yang diperuntukan bagi kegiatan tersebut, maka dalam hal ini fokus penelitian dititikberatkan pada evaluasi penyelenggaraan pendidikan inklusi bagi peserta didik berkebutuhan khusus di SD Negeri 13/IV Kota Jambi.

Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Lilik Maftuhatin pada tahun 2014. Judul penelitiannya adalah Evaluasi Pembelajaran Anak

Berkebutuhan Khusus (ABK) di kelas Inklusif Di SD Plus Darul’ulum

Jombang. Dipenelitian yang ditulis oleh peneliti mengatakan bahwa penelitian ini bertujuan mencari solusi pemecahan masalah bagaimana sistem perencanaan evaluasi pembelajaran, bentuk evaluasi, bentuk pelaporan yang telah dilakukan di kelas inklusif. Data yang diperoleh menggunakan metode interview, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa evaluasi pembelajaran sudah cukup bagus karena guru sudah menerapkan dua metode dalam evaluasi yaitu dengan soal yang disamakan dengan reguler dan yang kedua dengan soal sesuai dengan kebutuhan mereka, disertai dengan portofolio yang mencatat perkembangan mereka selama pembelajaran.

Ketiga penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Pada penelitian pertama menyatakan bagaimana proses kegiatan perencanaan dan evaluasi pembelajaran. Penelitian kedua menyatakan kesesuaian penyelenggaraan pendidikan


(47)

inklusi yang berfokus fokus pada evaluasi penyelenggaraan pendidikan inklusi, sedangan yang ketiga menggambarkan bagaimana sistem perencanaan evaluasi pembelajaran, bentuk evaluasi, bentuk pelaporan yang telah dilakukan di kelas inklusi dan memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti terkati dengan evaluasi pembelajaran di sekolah Inklusi. Ketiga penelitian tersebut memberi relevansi kepada peneliti yang akan melakukan penelitian mengenai Evaluasi belajar di sekolah dasar inklusi. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi. Literatur map penelitian yang relevan dapat dilihat pada berikut:


(48)

Gambar 2.1 Penelitian yang Relavan Gusti Nono Haryono

“Studi Evaluasi Program

Pendidikan Inklusif bagi ABK di Sekolah Dasar

Kabupaten Pontianak”

Lilik Maftuhatin

“Evaluasi Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di kelas

Inklusif” Paramita Isabella,

Emosda, Suratno

“Evaluasi

Penyelanggaraan Pendidikan Inklusi Bagi

Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di

SDN 13/IV Kota Jambi”

Perlunya efektifitas program evaluasi belajar pada pendidikan inklusi.

Pentingnya sistem perencanaan evaluasi pembelajaran, bentuk

evaluasi, bentuk pelaporan yang telah

dilakukan di kelas inklusif. Pentingnya evaluasi dalam pendidikan inklusi

di sekolah bagi siswa berkebutuhan khusus di

sekolah dasar.

Laurentius Beny Widya Ardika

“Evaluasi Belajar

Yang Digunakan Guru Di Sekolah Dasar Inklusi

se-Kabupaten


(49)

2.3 Kerangka Berpikir

Pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan anak berkebutuhan tetapi tidak secara khusus. Dalam pendidikan inklusi, guru memiliki tanggung jawab terhadap anak berkebutuhan khusus dalam mengembangkan kemampuan atau potensi yang mereka miliki. Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki seseorang dapat dikembangkan salah satunya melalui proses belajar.

Selain guru memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan kemampuan atau potensi, guru juga bertanggung jawab terhadap proses pelaksanaan pembelajaran di kelas. Dengan demikian guru harus memiliki kemampuan dalam menghadapi banyaknya perbedaan peserta didik dan mengetahui evaluasi belajar yang digunakan.Guru dalam melakukan evaluasi belajar harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan anak berkebutuhan khusus dengan anak tidak berkebutuhan khusus, karena anak berkebutuhan khusus memiliki tingkat kemampuan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak tidak berkebutuhan khusus pada umumnya.

Evaluasi belajar dalam pendidikan inklusi terdapat dua aspek yaitu aspek tes dan non tes. Aspek tes memiliki beberapa indikator yang diantaranya melakukan asesmen awal dan akhir, melakukan penilaian hasil belajar sesuai dengan kemampuan anak berkebutuhan khusus, melakukan


(50)

penilaian kognitif, dan melakukan penilaian secara berkelanjutan. Aspek non tes yaitu melakukan asesmen awal, tengah dan akhir, melakukan penilaian afektif, melakukan penilaian psikomotorik, menyesuaikan instrumen penilaian hasil belajar. Guru dalam melakukan evaluasi belajar masih terdapat banyak kekurangan atau masih kurang memperhatikan beberapa indikator pada penilaian di Sekolah Dasar inklusi. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan survey kepada guru di sekolah dasar inklusi untuk mengetahui kesesuaian dalam evaluasi belajar. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti

mengambil judul “Evaluasi Belajar Yang Digunakan Guru Di Sekolah Dasar

Inklusi Se-Kabupaten Sleman. 2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman meliputi tes yaitu melakukan asesmen awal dan akhir, melakukan penilaian hasil belajar sesuai dengan kemampuan ABK, melakukan penilaian kognitif, melakukan penilaian secara berkelanjutan, dan non tes yaitu melakukan asesmen awal, tengah, dan akhir, melakukan penilaian afektif, melakukan penilaian psikomotorik, serta menyesuaikan instrumen penilaian hasil belajar.


(51)

32 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan membahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian. Pembahasan dalam metode ini meliputi jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik pengujian instrumen, dan teknik analisis data.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif dengan metode survey. Mahdi (2014:104) mengungkapkan bahwa penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang berorientasi pada data-data empiris berupa angka atau suatu fakta yang bisa dihitung. Senada dengan Mahdi, Suharsaputra (2014:49) menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan angka-angka yang dijumlahkan sebagai data yang kemudian dianalisis.

Penelitian survei adalah metode penelitian yang memperoleh informasi dari sekumpulan orang yang diperoleh melalui beberapa pertanyaan (Kountour, 2003). Sukmadinata (2010:82) mengemukakan survei digunakan untuk memperoleh gambaran umum tentang karakteristik polulasi. Penelitian survei dapat digunakan untuk mengumpulkan data berkenaan dengan sikap, nilai, kepercayaan, pendapat, perilaku, kebiasaan, dan lain-lain. Sedangkan penelitian dekriptif adalah suatu bentuk penelitian untuk mendekripsikan


(52)

fenomena-fenomena kegiatan pendidikan, pembelajaran, evaluasi pembelajaran, implementasi kurikulum pada berbagai jenis, jenjang dan satuan pendidikan (Sukmadinata, 2011: 72). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bentuk evaluasi yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

3.2 Tempat dan Waktu 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di beberapa SD inklusi se-Kabupaten Sleman. Pemilihan tempat di SD Inklusi se-Kabupaten Sleman berdasarkan wawancara pra-survei dengan beberapa guru di SD Inklusi di Kabupaten Sleman yang mengatakan bahwa ada perbedaan penilaian pada evaluasi belajar untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus dengan siswa normal. Berdasarkan hasil wawancara pra-survei yang dilakukan oleh peneliti, peneliti memutuskan untuk memilih Kabupaten Sleman sebagai sampel penelitian. Penelitian dilakukan di seluruh Sekola Inklusi se-Kabupaten Sleman dengan jumlah 10 Sekolah Dasar. Pemilihan sekolah dasar ini juga khusus sekolah inklusi yang menerapkan mendapatkan SK inklusi dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman.

3.2.2 Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 sampai dengan bulan Agustus 2016. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah peneliti menentukan judul skripsi yang dilakukan awal bulan Agustus 2015, kemudian penyusunan proposal pada bulan September


(53)

2016, selanjutnya peneliti mencari dan konsul SD pada bulan Oktober 2015. Pada bulan Februari 2016 peneliti konsul tentang surat pengantar validasi angket dan membuat angket, selanjutnya pengujian angket untuk uji validitas dilakukan pada April 2016. Kemudian pada bulan mei 2016 melakukan perizinan kepada pemerintah melalui pengajuan surat izin ke Kantor Kesatuan Bangsa, selanjutnya ke Kantor Bappeda Kabupaten Sleman, dilanjutkan permohonan izin dengan UPT, kecamatan, dan pihak Sekolah Dasar Inklusi se Kabupaten Sleman serta diakhiri dengan pengujian sampel akhir Mei 2016. Pengolahan data dan penyusunan skripsi dilakukan pada bulan Juni 2016. Pada bulan Juli 2016 melakukan revisi dan bulan Agustus 2016 mengikuti ujian skripsi.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011:215). Sedangkan Arikunto (dalam Taniredja, 2012:33) mengungkapkan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Dengan demikian, populasi adalah keseluruhan subjek/objek penelitian yang mempunyai kualitas dan karakteristik yang sudah ditetapkan peneliti yang selanjutnya dapat ditarik menjadi sebuah kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru kelas di sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman yang berjumlah 198 guru dari 33


(54)

sekolah dasar inklusi yang terdiri dari guru kelas 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Penelitian ini dilakukan di seluruh SD Negeri karena terdapat beberapa pertimbangan dari peneliti.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti yang dianggap mewakili terhadap seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu (Arikunto dalam Taniredja, 2012: 34). Sedangkan Sugiyono (2011: 215) menjelaskan bahwa sampel penelitian adalah sebagian dari populasi itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari populasi yang diteliti. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 guru pengampu kelas di sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan purposive sampling. Sugiyono (2010: 120) mengemukakan bahwa purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Menurut Martono (2012: 75) simple random sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut. Peneliti memilih teknik purposive sampling dengan beberapa kriteria yaitu di suatu kelas terdapat anak berkebutuhan khusus dan sekolah dasar inklusi tersebut memiliki surat keputusan dari dinas. Cara dalam penerapan purposive sampling meliputi


(55)

peneliti menentukan sekolah dasar yang akan digunakan, sekolah dasar tersebut memiliki surat keputusan dari dinas bahwa sekolah dasar inklusi. Setelah menentukan sekolah dasar inklusi, peneliti menunjuk beberapa kelas yang terdapat anak berkebutuhan khsus lalu memberikan kuesioner kepada guru yang mengajar di kelas tersebut.

3.4Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah karakteristik objek kajian (konsep) yang mempunyai variasi nilai, baik itu kejadian, situasi, perilaku, maupun karakteristik individu (Cozby dalam Suharsaputra, 2014: 75). Selanjutnya Sugiyono (2011: 38) mengatakan bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian adalah suatu objek kajian yang mempunyai nilai yang dapat ditetapkan oleh peneliti untuk selanjutnya ditarik menjadi sebuah kesimpulan.

Menurut Martono (2010: 22-23) Variabel terdiri dari 2 macam yaitu: 1. Variabel Bebas (Indepedent variable)

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain atau menghasilkan akibat pada variabel yang lain, yang pada umumnya berada dalam urutan tata waktu yang terjadi lebih dulu. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah evaluasi belajar yang digunakan guru.


(56)

2. Variabel Terikat (Dependent variable)

Variabel terkait merupakan variabel yang diakibatkan atau dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel tergantung adalah varibel yang variabelnya diamati dan diukur untuk menentukan untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas (Sarwono, 2006:54). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sekolah dasar inklusi yang ada di Kabupaten Sleman.

3.5Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuisioner. Teknik pengumpulan data dengan kuesioner akan digunakan oleh peneliti dalam proses penelitian untuk memperoleh data guru. Sukmadinata (2010:218) mengungkapkan bahwa “kuesioner merupakan salah satu teknik dalam pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertemu atau bertanya jawab dengan responden)”. Senada dengan pendapat sebelumnya Sugiyonno (2010:199) berpendapat bahwa kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan dengan kuesioner. Kuesioner masuk ke dalam teknik pengumpulan data non tes. Kuesioner disebarkan kepada guru yang ada di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman yang menjadi sampel dalam penelitian. Kuesioner berisi


(57)

mengenai indikator-indikator bentuk evaluasi belajar di sekolah dasar inklusi yang diturunkan dari aspek-aspek dalam bentuk evaluasi belajar di sekolah dasar inklusi. Dari 10 sekolah inklusi yang menjadi sampel, seluruh guru yang di dalam kelasnya terdapat siswa anak berkebutuhan khusus diminta untuk mengisi kuesioner yang peneliti bagikan. Jangka waktu pengisian kuesioner yaitu sesuai dengan perjanjian antara peneliti dengan kepala sekolah yang menjadi sampel dalam penelitian, yakni selama dua sampai tiga hari.

3.6Instrumen Penelitian

Alat ukur penelitian ini menggunakan kuesioner untuk mengetahui evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah inklusi se-Kabupaten Sleman. Instrumen penelitian merupakan alat yang dipakai untuk menjembatani antara subjek dan objek (secara substansial antara hal-hal teoritis dengan empiris, antara konsep dengan data), sejauh mana data mencerminkan konsep yang ingin diukur tergantung pada instrumen (yang substansinya disusun berdasarkan penjabaran konsep/penentuan indikator) yang dipergunakan untuk mengumpulkan data (Suharsaputra, 2014: 94).

Karakteristik pernyataan tertutup adalah semua pilihan jawaban dari pertanyaan telah ditentukan oleh peneliti (Tukiran, 2012: 184) sedangkan Darmadi (2014: 79) mengungkapkan bahwa kuesioner tertutup disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden tinggal memberikan tanda centang (√) pada kolom atau tempat yang sudah disediakan. Kuesioner dibagikan kepada guru-guru sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman. Lembar kuesioner tersebut tersusun atas 2 aspek. Aspek pertama berisi


(58)

tentang evaluasi belajar dengan tes. Kedua berisi tentang evaluasi belajar dengan non tes. Lembar kuesioner berisi 15 item pertanyaan yang terdiri dari 8 pernyataan tentang evaluasi belajar dengan tes dan 7 pernyataan tentang evaluasi belajar dengan non tes. Lembar kuesioner evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman dalam penelitian ini terdapat 8 indikator.

Evaluasi belajar menurut Erman (2003: 2) merupakan suatu penentuan kesesuaian dari kedua sisi, yaitu tampilan siswa dan tujuan pembelajaran itu sendiri dan yang dievaluasi adalah ciri khas atau karakteristik seorang siswa dengan memakai suatu tolak ukur. Ciri khas atau karakteristik tersebut meliputi beberapa kegiatan pembelajaran, segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Semua karakteristik tersebut dapat dievaluasi dengan baik, secara lisan maupun tertulis dan perilaku keseharian siswa. Kustawan (2006: 39) mengemukakan cara melaksanakan penilaian evaluasi belajar dalam setting pendidikan inklusi terdapat bentuk-bentuk evaluasi belajar yaitu, aspek tes memiliki beberapa indikator diantaranya melakukan asesmen awal dan akhir, melakukan penilaian hasil belajar sesuai dengan kemampuan ABK, melakukan penilaian kognitif, dan melakukan penilaian secara berkelanjutan. Aspek non tes meliputi melakukan asesmen awal, tengah, dan akhir, melakukan penilaian afektif, melakukan penilaian psikomotorik dan menyesuaikan instrumen penilaian hasil belajar. Berikut tabel 3.1 kisi-kisi yang mencakup 8 indikator dan 15 item pernyataan dengan jawaban tertutup.


(59)

Tabel 3.1. Kisi-kisi Lembar Kuesioner Evaluasi Belajar di Sekolah Inklusi se-Kabupaten Sleman

No. Aspek Indikator No.item

1 Tes Melakukan asesmen awal dan akhir.

1-3 Melakukan penilaian hasil

belajar sesuai dengan kemampuan ABK.

4-6

Melakukan penilaian kognitif.

7 Melakukan penilaian secara

berkelanjutan.

8 2 Non Tes Melakukan asesmen awal,

tengah, dan akhir.

9-11 Melakukan penilaian afektif. 12 Melakukan penilaian psikomotorik. 13 Menyesuaikan instrumen

penilaian hasil belajar.

14-15

Tabel 3.1 menunjukkan kisi-kisi lembar kuesioner bentuk evaluasi belajar yang digunakan oleh guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman. Bentuk evaluasi belajar terdiri dari 2 aspek, dimana dari masing-masing aspek terdiri dari beberapa indikator. Aspek pertama yaitu tes meliputi 4 indikator. Indikator pertama yaitu melakukan asesmen awal dan akhir lalu dijabarkan dengan pernyataan item nomor 1, 2, dan 3. Indikator kedua yaitu melakukan penilaian hasil belajar sesuai dengan kemampuan ABK lalu dijabarkan dengan pernyataan pada item nomor 4, 5, dan 6. Indikator ketiga yaitu melakukan penilaian kognitif lalu dijabarkan dengan pernyataan pada item nomor 7. Indikator keempat yaitu melakukan penilaian secara berkelanjutan lalu dijabarkan dengan pernyataan pada item nomor 8. Aspek kedua yaitu non tes meliputi 4 indikator. Indikator


(60)

pertama yaitu melakukan asesmen awal, tengah, dan akhir lalu dijabarkan dengan pernyataan item nomor 9, 10, dan 11. Indikator kedua yaitu melakukan penilaian afektif lalu dijabarkan dengan pernyataan item nomor 12. Indikator ketiga yaitu melakukan penilaian psikomotorik lalu dijabarkan dengan pernyataan item nomor 13. Indikator keempat yaitu menyesuaikan instrumen penilaian hasil belajar lalu dijabarkan dengan pernyataan item nomor 14 dan 15. Berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat maka selanjutnya peneliti membuat lembar kuesioner evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman. Berikut tabel 3.2 menunjukkan lembar kuesioner evaluasi belajar yang digunakan guru di sekolah dasar telah disusun.

Tabel 3.2 Kuesioner Evaluasi Belajar Yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Sleman

No Aspek Indikator Pernyataan

1 Tes Melakukan asesmen awal dan akhir.

1. Saya memberikan latihan ulangan bagi siswa untuk terbiasa dengan format ujian.

2. Saya memberikan les atau tutor sebelum ujian sesuai jam

pembelajaran sekolah berakhir pada siswa yang berkebutuhan khusus. 3. Saya dapat membuat alternatif

bentuk pertanyaan saat ujian berlangsung bagi siswa berkebutuhan khusus. Melakukan penilaian

hasil belajar sesuai dengan kemampuan ABK.

4. Saya menentukan standar

kompetensi kelulusan pada setiap mata pelajaran sesuai kemampuan siswa.

5. Saya membuat indikator yang sesuai kemampuan siswa dan menjadi acuan terhadap hasil belajar. 6. Saya menggunakan instrumen


(61)

kemampuan untuk menilai hasil belajar.

Melakukan penilaian kognitif.

7. Saya memberikan tes tertulis atau lisan untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa tentang materi. Melakukan penilaian

secara berkelanjutan.

8. Saya melakukan penilaian

berdasarkan hasil kemajuan yang dicapai siswa.

2 Non Tes

Melakukan asesmen awal, tengah, dan akhir.

9. Saya melakukan penilaian secara berkala pada seluruh siswa. 10.Saya mengobservasi kondisi

kemampuan siswa pada saat proses pembelajaran.

11.Saya mengobservasi kemampuan siswa diakhir proses pembelajaran. Melakukan penilaian

afektif.

12.Saya membuat indikator tentang aspek sikap/afektif.

Melakukan penilaian psikomotorik.

13.Saya membuat instrumen observasi untuk meninjau sikap setiap siswa. 14.Saya membuat indikator tentang

aspek psikomotor. Menyesuaikan

instrumen penilaian hasil belajar.

15.Saya membuat instrumen observasi untuk meninjau ketrampilan siswa.

Tabel 3.2 menunjukkan terdapat 2 aspek yaitu tes dan non tes. Aspek tes memiliki 4 indikator dengan jumlah 8 item, item tersebut antara lain item 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8. Aspek non tes memiliki 4 indikator dengan jumlah 7 item, item tersebut antara lain item 9, 10, 11, 12, 13, 14, dan 15.

3.7Teknik Pengujian Instrumen

Instrumen penelitian yang akan digunakan harus melalui pengujian validitas dan reliabilitas. Uji validitas meliputi tiga hal yaitu validitas isi, validitas muka, dan validitas konstruk. Ketiga validitas ini dan reliabilitas akan dikenakan pada instrumen non tes. Sementara instrumen daftar cek tidak melalui uji validasi dan reliabilitas.


(62)

3.7.1 Validitas Isi

Menurut Arikunto (1998: 160), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesasihan suatu instrumen. Validitas isi diberikan oleh para ahli yang bidang keahliannya berhubungan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini, instrumen yang divalidasi adalah angket yang akan diberikan kepada guru. Peneliti memilih 2 ahli untuk melakukan validasi, yakni dua dosen. Ahli memberikan penilaian pada lembar penilaian yang diberikan. Kuesioner penelitian ini mengukur bentuk evaluasi belajar yang digunakan oleh guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman. Skala skor yang digunakan dalam lembar penilaian instrumen ini menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono,2011: 93). Penelitian ini menggunakan skala Likert dengan skala 4 (sudah baik),3 (sudah baik, perlu perbaikan), 2 (tidak layak), dan 1 (sangat tidak layak). Dalam penelitian ini lembar penilaian dibuat berdasarkan indikator-indikator dan hasil akhirnya akan diakumulasikan kemudian dikategorikan menggunakan kriteria yang telah ditentukan.

Validasi pertama dilakukan oleh dosen PGSD yang ahli dalam anak berkebutuhan khusus. Hasil validasi dari beliau menunjukkan bahwa pada aspek pertama mengenai pengunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah EYD dan mudah dipahami oleh guru diberi nilai 5 tanpa komentar. Pada aspek kedua yaitu mengenai isi yang menyebutkan bahwa pertanyaan


(63)

berkaitan dengan masalah yang akan diteliti diberi nilai 5 tanpa komentar. Artinya, pertanyaan yang disusun sudah baik. Pada aspek pertanyaan bertujuan menggali pemahaman guru sekolah dasar inklusi tentang evaluasi belajar diberi nilai 5. Pada aspek pertanyaan yang disusun berkaitan dengan aspek evaluasi belajar dengan bentuk tes dan non tes diberi nilai 4 tanpa komentar, pemberian nilai 4 artinya pertanyaan yang disusun sudah baik, perlu perbaikan. Sedangkan pada aspek terakhir mengenai pertanyaan yang disusun sesuai dengan kekhasan evaluasi hasil belajar di sekolah dasar inklusi diberi nilai 5 tanpa komentar.

Validasi kedua, dilakukan oleh dosen PGSD yang ahli dalam evaluasi belajar dan anak berkebutuhan khusus. Hasil validasi dari beliau menunjukkan bahwa pada aspek pertama mengenai pengunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah EYD dan mudah dipahami oleh guru diberi nilai 4 tanpa komentar. Pada aspek kedua yaitu mengenai isi yang menyebutkan bahwa pertanyaan berkaitan dengan masalah yang akan diteliti diberi nilai 4 tanpa komentar. Artinya, pertanyaan yang disusun sudah baik namun perlu perbaikan. Pada aspek pertanyaan bertujuan menggali pemahaman guru sekolah dasar inklusi tentang evaluasi belajar diberi nilai 4 dan disusun berkaitan dengan aspek evaluasi belajar dengan bentuk tes diberi nilai 4 dengan komentar indikator dan pernyataan perlu diperbaiki. Pada aspek pertanyaan yang disusun berkaitan dengan aspek evaluasi belajar dengan bentuk non tes dan pernyataan disusun sesuai


(64)

dengan kekhasan evaluasi hasil belajar di SD inklusi diberi nilai 4 tanpa komentar.

3.7.2 Validitas Konstruk

Validitas konstruk adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana tes mengungkap suatu trait atau konstruk yang hendak diukurnya (Allen&Yen 1979 dalam Azwar, 2009: 48). Instrumen kuesioner mengenai bentuk evaluasi belajar yang digunakan oleh guru di sekolah inklusi dalam penelitian ini sebanyak 15 item dengan jumlah sampel sebanyak 10 sekolah inklusi 30 responden. Hasil uji validitas konstruk akan direkap menggunakan Microsoft Excel dan dihitung menggunakan SPSS versi 21.0 for windows. Proses analisis menggunakan product moment dengan bantuan SPSS versi 21.0 for windows mengingat keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti. Hasil uji validitas yang dihitung menggunakan SPSS menunjukkan bahwa kuesioner ada 15 pernyataan akan ada pernyataan yang mendapat bintang satu (*) artinya memiliki taraf kepercayaan sebesar 95%. Sedangkan aitem yang memiliki tanda (**) memiliki taraf kepercayaan sebesar 99%. Pernyataan yang tidak mendapat bintang satu(*) maupun bintang (**) berarti pernyataan tersebut tidak valid. Dari 15 pernyataan yang sudah divalidasi, sebanyak 4 pernyataan tidak valid, ada 4 pernyataan yang mendapat bintang satu (*) artinya 4 pernyataan tersebut valid. Sedangkan yang mendapat bintang dua (**) ada 7 pernyataan artinya pernyataan tersebut sangat valid. Pernyataan


(65)

yang tidak mendapat bintang (*) (**) berarti pernyataan tersebut tidak valid. Tabel 3.3 menunjukkan hasil validasi konstruk

Tabel 3.3 Hasil Validasi Konstruk

Indikator No. Butir Soal r tabel r hitung Pearson Correlation

Sig.(2-tailed) Keputusan Melakukan

asesmen awal dan akhir.

1 0,361 .434* .017 Valid 2 0,361 .776** .000 Valid 3 0,361 .611** .000 Valid Melakukan penilaian hasil belajar sesuai dengan kemampuan ABK.

4 0,361 .524** .003 Valid 5 0,361 437* .016 Valid 6 0,361 .253 .177 Tidak Valid

Melakukan penilaian kognitif.

7 0,361 .138 .466 Tidak Valid

Melakukan penilaian secara berkelanjutan.

8 0,361 .141 .458 Tidak Valid

Melakukan asesmen awal, tengah, dan akhir.

9 0,361 .216 .251 Tidak Valid 10 0,361 .849** .000 Valid 11 0,361 .475** .008 Valid Melakukan

penilaian afektif.

12 0,361 .767** .000 Valid Melakukan

penilaian psikomotorik.

13 0,361 .611** .000 Valid

Menyesuaikan instrumen penilaian hasil belajar.

14 0,361 .367* .046 Valid 15 0,361 .424* .019 Valid

Tabel 3.3 menunjukkan validitas konstruk dari kuesioner yang sudah dibagikan kepada guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman. Berdasarkan hasil tabel diatas, dengan menggunakan program IBM SPSS Statistic 21 untuk uji validitas instrumen diperoleh 11 item


(1)

4. Bentuk “Melakukan penilaian secara berkelanjutan.” Jumlah item 8 (X8) = 29

( )

( )

5. Bentuk “Melakukan asesmen awal, tengah, dan akhir.” Jumlah item 9 (X9) = 29

Jumlah item 10 (X10) = 25

Jumlah item 11 (X11) = 28

( )

( )


(2)

6. Bentuk “Melakukan penilaian afektif.” Jumlah item 12 (X12) = 20

( )

( )

7. Bentuk “Melakukan penilaian psikomotorik” Jumlah item 13 (X13) = 22

( )


(3)

8. Bentuk “Melakukan asesmen awal, tengah, dan akhir.” Jumlah item 14 (X14) = 29

Jumlah item 15 (X15) = 29

( )

( )

Hasil Analisis Data Mean Evaluasi Belajar

No Indikator Presentase

1 Melakukan asesmen awal dan akhir. 86.20% 2 Melakukan penilaian hasil belajar sesuai dengan

kemampuan ABK.

82.75% 3 Melakukan penilaian kognitif. 89.65% 4 Melakukan penilaian secara berkelanjutan. 100% 5 Melakukan asesmen awal, tengah, dan akhir. 93.10%

6 Melakukan penilaian afektif. 68.96%

7 Melakukan penilaian psikomotorik. 75.86% 8 Menyesuaikan instrumen penilaian hasil belajar. 100%

Jumlah 696.52%

Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh jumlah seluruh presentase bentuk evaluasi belajar sebesar 696.52%. hasil tersebut kemudian digunakan untuk menghitung tingkat penggunaan bentuk


(4)

evaluasi belajar kemudian akan digambarkan dalam bentuk diagram, dengan rumus sebagai berikut :

a. Perhitungan Dalam Presentase

1. Melakukan asesmen awal dan akhir

2. Melakukan penilaian hasil belajar

sesuai dengan kemampuan ABK

3. Melakukan penilaian kognitif

4. Melakukan penilaian

secara berkelanjutan

5. Melakukan asesmen

awal, tengah, dan akhir.

6. Melakukan penilaian afektif

7. Melakukan penilaian psikomotor

8. Menyesuaikan instrumen

penilaian hasil belajar.


(5)

Tingkat Penggunaan Bentuk Evaluasi Belajar

No Bentuk Evaluasi Belajar Presentase

1 Melakukan asesmen awal dan akhir 12,37% 2 Melakukan penilaian hasil belajar sesuai

dengan kemampuan ABK

11,88%

3 Melakukan penilaian kognitif 12,87%

4 Melakukan penilaian secara berkelanjutan 14,35% 5 Melakukan asesmen awal, tengah, dan akhir 13,36%

6 Melakukan penilaian afektif 9,90%

7 Melakukan penilaian psikomotorik 10,89% 8 Menyesuaikan instrumen penilaian hasil belajar 14,35%


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Laurentius Beny Widya Ardika anak pertama dari dua bersaudara, lahir di Sleman pada tanggal 9 Agustus 1994 dari pasangan Albertus Suhadi dan Carolina Lina Tiyanti. Taman kanak-kanak dan sekolah dasar diselesaikan di TK dan SD Kanisius Ngapak II (2005/2006), sekolah menengah pertama diselesaikan di SMP Pangudi Luhur Moyudan (2008/2009), dan sekolah menengah atas diselesaikan di SMA N 2 Yogyakarta (2011/2012).

Tahun 2012, Ia menempuh S1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjadi mahasiswa, Ia aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan yang diselenggarakan program studi. Selain itu, Ia juga aktif dalam bidang olahraga di komunitas Orang Muda Katholik (OMK) paroki klepu dan menjuarai beberapa kompetisi dalam lingkup paroki.