d. Kualitas Pelayanan Karyawan
Tabel 5.11 Kualitas Pelayanan Karyawan
Nama Universitas UII
UMY Total
Skor f
fr f
fr f
fr Kriteria
71-88 11
21,57 16
29,09 27
25,47 Sangat baik
58-70 37
72,55 34
61,82 71
66,98 Baik
49-57 3
5,88 5
9,09 8
7,55 Sedang
40-48 Buruk
40 Sangat buruk
Jumlah 51
100 55
100 106
100
Tabel 5.11 menunjukkan bahwa kualitas karyawan yang terkategorikan sangat baik sebanyak 27 karyawan atau 25,47, terkategorikan baik
sebanyak 71 karyawan atau 66,98, terkategorikan sedang sebanyak 8 karyawan atau 7,55, dan tidak ada karyawan atau 0 terkategorikan
mempunyai kualitas pelayanan yang buruk dan sangat buruk. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar karyawan memiliki
kualitas pelayanan yang baik. Hal ini didukung hasil perhitungan mean = 66,57; median = 66,50; modus = 67; standar deviasi = 6,932 Lampiran V
hal 166
B. Analisis Data
1. Pengujian Prasyarat Analisis Data a. Pengujian Normalitas
Pengujian normalitas dimaksudkan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi variabel kultur lingkungan kerja, locus of
control , kecerdasan emosional, dan kualitas pelayanan karyawan.
Berikut ini disajikan hasil pengujian normalitas berdasarkan uji satu sampel dari Kolmogorov Smirnov.
Tabel 5.12 Hasil Pengujian Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
klk loc
ke kpk
N 106
106 106
106 Normal
Parametersa,b Mean
82.75 44.80
75.73 66.57
Std. Deviation 10.323
3.109 7.210
6.932 Most Extreme
Differences Absolute
.075 .110
.091 .079
Positive .075
.080 .091
.079 Negative
-.058 -.110
-.066 -.062
Kolmogorov-Smirnov Z .777
1.136 .934
.811 Asymp. Sig. 2-tailed
.583 .152
.347 .526
a Test distribution is Normal. b Calculated from data
.
Dari tabel 5.12 di atas, dapat diketahui nilai asymptotic significance asymp. sig untuk distribusi data variabel kultur lingkungan kerja
0,583; locus of control 0,152; kecerdasan emosional 0,347; dan kualitas pelayanan karyawan 0,526 yang berarti lebih besar dari alpha
α = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan distribusi data variabel kultur lingkungan kerja, locus of control, kecerdasan emosional, dan
kualitas pelayanan karyawan adalah normal Lampiran VI hal 168. b. Pengujian Linieritas
Uji linieritas
digunakan untuk
mengetahui apakah
ada hubungan yang linier antara variabel kecerdasan emosional dengan
kualitas pelayanan karyawan. Berikut ini disajikan tabel hasil pengujian linieritas.
Tabel 5.13 Hasil Pengujian Linieritas
ANOVA
Sum of Squares
df Mean
Square F
Sig. Between
Groups Combined
3814.706 30
127.157 7.745
.000 Linear
Term Weighted 3158.517
1 3158.517 192.384 .000
Deviation 656.189 29
22.627 1.378
.136 Within Groups
1231.332 75
16.418 Kecerdasan
Emosional X1
Kualitas Pelayanan
Karyawan Y
Total 5046.038
105
Tabel 5.12 menunjukkan bahwa hubungan antara variabel kecerdasan emosional X
1
dengan kualitas pelayanan karyawan Y
i
pada taraf signifikansi 5 dan derajat kebebasan db pembilang 29 dan derajat
kebebasan penyebut 75 adalah linier F
hitung
= 1,378 F
tabel
= 1,6186. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel
kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan adalah linier Lampiran VI hal 168.
2. Pengujian Hipotesis a. Pengaruh kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan
emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. 1 Rumusan Hipotesis I
H : Tidak ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada
hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.
H
1
: Ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara
kecerdasan emosional
dengan kualitas
pelayanan karyawan.
2 Pengujian Hipotesis I Variabel kultur lingkungan kerja terdiri dari 4 dimensi. Berikut ini
akan disajikan hasil pengujian masing-masing dimensi tersebut. a
Dimensi power distance Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan
regresi dapat disajikan sebagai berikut: Lampiran VII hal 171.
Y
i
= 67,563 – 0,347 X
1
– 1,553 X
2a
+ 0,036 X
1
X
2a
Keterangan: Y
i
= Kualitas pelayanan karyawan
X
1
= Variabel kecerdasan emosional
X
2a
= Variabel power distance
X
1
X
2a
= Nilai interaksi antara variabel kecerdasan
emosional dengan variabel power distance
Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisian regresi
3
dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kualitas pelayanan karyawan
adalah 0,036. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan kecerdasan
emosional dengan variabel kualitas pelayanan karyawan. Nilai signifikansi koefisien regresi
3
dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur lingkungan
kerja power distance terhadap kualitas pelayanan karyawan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini
= 0,015 = 0,050. Dengan demikian
dapat disimpulkan
bahwa pengaruh
kultur lingkungan kerja power distance pada hubungan antara
kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan adalah signifikan. Artinya, semakin kecil jarak kekuasaan
power distance atasan dengan bawahan semakin kuat derajat hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas
pelayanan karyawan. Hasil penelitian ini juga didukung hasil perhitungan
koefisien korelasi antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan sebesar 0,791. Sementara,
koefisien korelasi dari interaksi kecerdasan emosional dengan kultur lingkungan kerja dimensi power distance dengan
kualitas pelayanan karyawan menunjukkan nilai sebesar 0,833 Lampiran VII hal 169.
b Dimensi collectivism vs individualism
Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut: Lampiran VII hal
172. Y
i
= 66,030 + 0,065 X
1
– 2,517 X
2b
+ 0,031 X
1
X
2b
Keterangan: Y
i
= Kualitas pelayanan karyawan
X
1
= Variabel kecerdasan emosional
X
2b
= Variabel collectivism vs individualism
X
1
X
2b
= Nilai interaksi antara variabel kecerdasan
emosional dengan variabel collectivism vs individualism
Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi
3
dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kualitas pelayanan karyawan
adalah 0,031. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan kecerdasan
emosional dengan variabel kualitas pelayanan karyawan. Nilai signifikansi koefisien regresi
3
dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur lingkungan
kerja collectivism
vs individualism
terhadap kualitas
pelayanan karyawan menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini
= 0,009 = 0,050. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh
kultur lingkungan kerja collectivism vs individualism pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas
pelayanan karyawan adalah signifikan. Artinya, semakin kultur lingkungan kerja
yang berorientasi collectivism
semakin kuat derajat hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.
Hasil penelitian ini juga didukung hasil perhitungan koefisien korelasi antara kecerdasan emosional dengan
kualitas pelayanan karyawan sebesar 0,791. Sementara, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
koefisien korelasi dari interaksi kecerdasan emosional dengan kultur lingkungan kerja dimensi collectivism vs individualism
dengan kualitas pelayanan karyawan menunjukkan nilai sebesar 0,810 Lampiran VII hal 171.
c Dimensi femininity vs masculinity
Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut: Lampiran VII hal
173. Y
i
= 78,862 – 0,197 X
1
– 3,678 X
2c
+ 0,050 X
1
X
2c
Keterangan: Y
i
= Kualitas pelayanan karyawan
X
1
= Variabel kecerdasan emosional
X
2c
= Variabel femininity vs masculinity
X
1
X
2c
= Nilai interaksi antara variabel kecerdasan
emosional dengan variabel femininity vs masculinity
Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisian regresi
3
dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kualitas pelayanan karyawan
adalah 0,050. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan kecerdasan
emosional dengan variabel kualitas pelayanan karyawan. Nilai signifikansi koefisien regresi
3
dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur lingkungan
kerja dimensi femininity vs masculinity terhadap kualitas pelayanan karyawan menunjukkan lebih rendah dari nilai
alpha yang digunakan dalam penelitian ini = 0,009 =
0,050. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur lingkungan kerja dimensi femininity vs masculinity
pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan adalah signifikan. Artinya, semakin
kultur lingkungan kerja yang berorientasi femininity semakin kuat derajat hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas
pelayanan karyawan. Hasil penelitian ini juga didukung hasil perhitungan
koefisien korelasi antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan sebesar 0,791. Sementara,
koefisien korelasi dari interaksi kecerdasan emosional dengan kultur lingkungan kerja dimensi femininity vs masculinity
dengan kualitas pelayanan karyawan menunjukkan nilai sebesar 0,808 Lampiran VII hal 173.
d Dimensi uncertainty avoidance
Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut: Lampiran VII hal
175. Y
i
= 69,556 - 0,028 X
1
– 3,310 X
2d
+ 0,043 X
1
X
2d
Keterangan: Y
i
= Kualitas pelayanan karyawan
X
1
= Variabel kecerdasan emosional
X
2c
= Variabel uncertainty avoidance
X
1
X
2c
= Nilai interaksi antara variabel kecerdasan
emosional dengan variabel uncertainty avoidance
Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisian regresi
3
dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kualitas pelayanan karyawan
adalah 0,043. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan kecerdasan
emosional dengan variabel kualitas pelayanan karyawan. Nilai signifikansi koefisien regresi
3
dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur lingkungan
kerja dimensi uncertainty avoidance terhadap kualitas pelayanan karyawan menunjukkan lebih rendah dari nilai
alpha yang digunakan dalam penelitian ini = 0,017 =
0,050. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur lingkungan kerja dimensi uncertainty avoidance pada
hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan adalah signifikan. Artinya, semakin
kultur lingkungan
kerja yang
berorientasi uncertainty
avoidance lemah semakin kuat derajat hubungan kecerdasan
emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. Hasil penelitian ini juga didukung hasil perhitungan
koefisien korelasi antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan sebesar 0,791. Sementara,
koefisien korelasi dari interaksi kecerdasan emosional dengan kultur lingkungan kerja dimensi uncertainty avoidance
dengan kualitas pelayanan karyawan menunjukkan nilai sebesar 0,804 Lampiran VII hal 174.
Hasil pengujian hipotesis I yaitu ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja power distance, collectivism vs individualism,
femininity vs masculinity, dan uncertainty avoidance pada
hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan, maka berikut ini disajikan model persamaan regresinya
adalah sebagai berikut Lampiran VII hal 177: Y
i
= 64.306 – 0.010 X
1
– 0.638 X
2
+ 0,009 X
1
X
2
Keterangan: Y
i
= Kualitas pelayanan karyawan
X
1
= Variabel kecerdasan emosional
X
2
= Variabel kultur lingkungan kerja
X
1
X
2
= Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional
dengan variabel kultur lingkungan kerja
Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisian regresi
3
dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kualitas pelayanan karyawan adalah 0,009. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan kecerdasan emosional dengan variabel kualitas
pelayanan karyawan. Nilai signifikansi koefisien regresi
3
dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur
lingkungan kerja dimensi uncertainty avoidance terhadap kualitas pelayanan karyawan menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha
yang digunakan dalam penelitian ini = 0,039 = 0,050.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur lingkungan kerja dimensi uncertainty avoidance pada hubungan
antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan adalah signifikan. Artinya, semakin kultur lingkungan kerja yang
berorientasi uncertainty avoidance lemah semakin kuat derajat hubungan
kecerdasan emosional
dengan kualitas
pelayanan karyawan.
Hasil penelitian ini juga didukung hasil perhitungan koefisien korelasi antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan
karyawan sebesar 0,791. Sementara, koefisien korelasi dari interaksi kecerdasan emosional dengan kultur lingkungan kerja
dengan kualitas pelayanan karyawan menunjukkan nilai sebesar 0,802 Lampiran VII hal 176.
b. Pengaruh locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.
1 Rumusan Hipotesis II H
: Tidak ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan
karyawan. H
1
: Ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.
2 Pengujian Hipotesis II PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut: Lampiran VII hal 178.
Y
i
= 21,502 + 0,577 X
1
– 17,367 X
2
+ 0,252 X
1
X
2
Keterangan: Y
i
= Kualitas pelayanan karyawan
X
1
= Variabel kecerdasan emosional
X
2
= Variabel locus of control
X
1
X
2
= Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional
dengan variabel locus of control Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisian
regresi
3
dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kualitas pelayanan karyawan adalah 0,252. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan
kecerdasan emosional
dengan variabel
kualitas pelayanan karyawan. Nilai signifikansi koefisien regresi
3
dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel locus of
control terhadap kualitas pelayanan karyawan menunjukkan lebih
rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini =
0,045 = 0,050. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pengaruh locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan adalah signifikan.
Artinya, semakin internal locus of control semakin kuat derajat hubungan
kecerdasan emosional
dengan kualitas
pelayanan karyawan. Hasil ini sejalan dengan dugaan awal penelitian ini
bahwa ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.
Hasil penelitian ini juga didukung hasil perhitungan koefisien korelasi antara kecerdasan emosional dengan kualitas
pelayanan karyawan sebesar 0,791. Sementara, koefisien korelasi dari interaksi kecerdasan emosional dengan locus of control
dengan kualitas pelayanan karyawan menunjukkan nilai sebesar 0,806 Lampiran VII hal 178.
C. Pembahasan Hasil Penelitian