pelayanan mencakup: a peralatan modern; b fasilitas yang berdaya tarik visual; c karyawan yang berpenampilan rapi dan profesional; dan
d materi-materi berkaitan dengan jasa yang berdaya tarik visual.
E. Hubungan Antar Variabel Penelitian
1. Pengaruh kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan
emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. Derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas
pelayanan karyawan diduga kuat berbeda pada kultur lingkungan kerja yang berbeda. Kultur lingkungan kerja adalah pola nilai, norma, sikap
hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan kerja, sekaligus cara memandang persoalan dan pemecahannya. Dengan demikian kultur
lingkungan kerja merupakan faktor esensial dalam membentuk karyawan menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif,
kecakapan personal dan akademik. Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan power distance kecil, derajat hubungan kecerdasan emosional
karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan akan lebih tinggi dibandingkan pada power distance besar. Hal ini disebabkan pada power
distance kecil terdapat sistem desentralisasi, adanya ketergantungan
antara karyawan yang lemah dan yang kuat, karyawan tingkat bawah ikut serta dalam mengambil keputusan, dan kepala karyawan yang ideal
adalah yang demokratis dan banyak ide. Kondisi demikian akan berdampak adanya rasa saling menghargai dan saling membutuhkan
antar karyawan, bawahan akan merasa dihargai karena diikutkan dalam pengambilan keputusan, dan karyawan dipimpin oleh pemimpin yang
ideal dan demokratis, sehingga para karyawan akan merasa segan kepada pemimpinnya dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan pembagian
kerja. Pada power distance besar akan berdampak adanya manajer supervisi yang banyak, struktur organisasi yang merepotkan banyak
orang, sistem penggajian yang sangat berbeda pada karyawan atasan dan bawahan, karyawan relative tidak berpendidikan dan bekerja secara
manual, dan terjadi persaingan antar karyawan. Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan collectivism derajat
hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan diduga akan lebih tinggi dibandingkan pada individualism. Hal
ini dikarenakan pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan collectivism terdapat komunikasi yang lancar, adanya hubungan kekeluargaan antar
karyawan yang erat seperti hubungan dengan saudara, keharmonisan selalu dipertahankan, dan konfrontasi langsung dihindarkan. Pada kultur
demikian suasana dalam bekerja menjadi lebih nyaman dan kondusif, jauh dari perselisihan antar karyawan karena karyawan akan menyadari
bahwa karyawan lain adalah rekan kerjanya bukan pesaing kerjanya, serta terjadinya rasa saling menghargai dan saling membantu antar
karyawan. Sementara pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan individualism
akan berdampak adanya komunikasi rendah, hubungan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
antara karyawan hanya berdasarkan keuntungan pribadi, dan manajemen yang berlaku adalah invidualistis.
Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan femininity derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan
karyawan diduga akan lebih tinggi dibandingkan pada masculinity. Hal ini disebabkan pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan femininity
terdapat hubungan yang hangat, cara menyelesaikan masalah dengan berunding, dan manajer menggunakan perasaan serta kesepakatan
bersama. Pada kultur demikian terdapat kesempatan untuk saling
menolong dan bekerja sama sebab keputusan diambil bukan didasarkan pada manajer saja tetapi berdasarkan keputusan bersama. Pada kultur
lingkungan kerja yang bercirikan masculinity akan berdampak adanya pengambilan keputusan hanya terletak pada manajer, cara mengatasi
konflik dengan mengeluarkan karyawan, dan terjadinya persaingan antar karyawan.
Pada kultur
lingkungan kerja
yang bercirikan
uncertainty avoidance
yang lemah derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan
kualitas pelayanan
karyawan diduga
akan lebih
tinggi dibandingkan pada uncertainty avoidance yang kuat. Pada kultur
lingkungan kerja yang bercirikan uncertainty avoidance yang lemah terdapat orientasi dalam bekerja, adanya motivasi terhadap hasil dan
penghargaan dan ketelitian merupakan hal yang perlu dipelajari. Pada kultur demikian semangat kerja karyawan meningkat dan ketika bekerja
karyawan merasa tidak ada waktu untuk menganggur sebab semua waktunya didedikasikan untuk bekerja, dan adanya semangat belajar
untuk mencapai hasil yang sempurna. Pada kultur lingkungan kerja bercirikan uncertainty avoidance yang kuat akan berdampak adanya
penyerangan yang sering terjadi diantara karyawan tidak membuang- buang waktu dan terburu-buru dalam bekerja, dan tidak ada kemauan
untuk belajar karena merasa sudah ahli dibidangnya. 2.
Pengaruh locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.
Derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan diduga kuat berbeda pada locus of control yang
berbeda. Pada locus of control internal derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan lebih tinggi
dibandingkan karyawan yang mempunyai keyakinan locus of control eksternal. Locus of control ialah keyakinan seseorang tentang faktor-
faktor yang mengatur kejadian-kejadian dalam hidupnya, yang dapat dikontrol locus of control internal dan yang di luar kontrol dirinya
locus of control eksternal, serta sejauh mana orang tersebut merasakan adanya hubungan antara usaha-usaha yang telah dilakukan dengan
akibat-akibatnya. Seorang karyawan yang mempunyai kecenderungan locus of control
internal tidak mudah terpengaruh, aktif, mempunyai rasa percaya diri, dan mempunyai motif berprestasi yang tinggi sehingga
kualitas pelayanan yang diberikan juga baik. Pada locus of control PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
demikian semangat karyawan dan rasa percaya diri untuk bekerja sehingga berdampak pada kemudahan dan kecepatan karyawan dalam
bekerja. Pada locus of control eksternal, karyawan berkeyakinan bahwa kegagalan dan keberhasilan dipengaruhi oleh faktor di luar dirinya,
sehingga berdampak pada sikap mudah menyerah, kecemasan tinggi, merasa tidak berdaya, rasa percaya diri yang rendah, dan penyesuaian
diri yang kurang baik.
F. Kerangka Berpikir