Persepsi tehadap Pola Asuh Demokratis a Definisi persepsi

b Pengertian Pola Asuh Orang Tua Keluarga merupakan tempat untuk pertama kalinya seorang anak memperoleh pendidikan dan mengenal nilai-nilai maupun aturan-aturan yang harus diikuti yang mendasari anak untuk melakukan hubungan sosial dengan lingkungan yang lebih luas. Namun dengan adanya latar belakang, pengalaman, pendidikan, dan kepentingan dari orang tua maka terjadilah perbedaan dalam mengasuh dan mendidik anak. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia 1984 pola asuh dapat diartikan tiap-tiap kata. Pola diartikan sebagai bentuk yang dipraktikkan secara berulang-ulang atau struktur yang tetap, sedangkan pengasuhan menunjukkan perbuatan menjaga, merawat, melatih, membimbing dan mengajar supaya orang anak dapat berdiri sendiri. Menurut Hurlock 1997, pola asuh orangtua adalah suatu metode disiplin yang diterapkan orang tua terhadap anaknya. Metode disiplin ini meliputi dua konsep, yaitu negatif dan positif. Menurut konsep positif, disiplin berarti pendidikan dan bimbingan yang lebih menekankan pada disiplin dan pengendalian diri. Sedangkan menurut konsep negatif, disiplin berarti pengendalian dengan kekuasaan, ini merupakan suatu bentuk pengekangan melalui suatu cara yang tidak disukai dan menyakitkan. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh orang tua adalah metode disiplin yang dilakukan secara berulang-ulang oleh orang tua terhadap anaknya dengan tujuan untuk menjaga, merawat, melatih, membimbing dan mengajar supaya anak dapat berdiri sendiri. c Bentuk Pola Pengasuhan Orang Tua Setiap orang tua memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengasuh anak-anak mereka Atkinson,2002. Hoffman Berk,1994, membagi pola asuh orangtua ke dalam tiga kelompok, yaitu sebagai berikut : a. Pola asuh bersifat Power Assertive Pola asuh Power assertive memiliki ciri-ciri menanamkan disiplin dengan ancaman fisik, orang tua tidak percaya pada anak, banyak menggunakan kekerasan-kekerasan dalam pengasuhan dan orangtua menunjukkan kekuasaannya yang mutlak pada anak. b. Pola asuh bersifat Inductive Pola asuh Inductive ini menerapkan unsur keterbukaan antara anak dengan orang tua, orang tua banyak memberi informasi dan penjelasan yang dibutuhkan oleh anak, mengembangkan penalaran, dan memberikan kebebasan pada anak untuk belajar mengembangkan kontrol internalnya. c. Pola asuh Love Withdrawl Pola asuh love withdrawl ini memiliki ciri-ciri ketidakpedulian orang tua terhadap anak, orangtua memberi jarak atau menjauhi anak dan mengekspresikan ketidaksenangannya pada anak secara emosional. Baumrind Dariyo,2004 ahli psikologi perkembangan membagi pola asuh orangtua menjadi tiga, yaitu : a. Pola asuh otoriter parent oriented Ciri-ciri dari pola asuh ini menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah apa yang diperintahkan oleh orang tua, sehingga ia kurang inisiatif, merasa takut, tidak percaya diri, pencemas, rendah diri, minder dalam pergaulan, tetapi di sisi lain anak bisa memberontak, nakal, atau melarikan diri dari kenyataan. Segi positif pola asuh otoriter ini adalah anak cenderung akan menjadi disiplin yakni menaati peraturan. b. Pola asuh permisif Sifat pola asuh ini children centered yakni segala aturan dan ketetapan keluarga berada di tangan anak. Orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung bertindak semena-mena, tanpa pengawasan orang tua. Sisi negatif yang lain, anak kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Sedangkan apabila anak mampu menggunakan kebebasan tersebut secara bertanggung jawab maka anak akan menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu mewujudkan aktualisasinya. c. Pola asuh demokratis Kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan pertimbangan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih untuk mempertanggungjawabkan segala tindakannya. Akibat positif dari pola asuh ini anak menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain, jujur, bertanggung jawab terhadap tindakannya dan tidak munafik.

D. Pola Asuh Demokratis 1. Pengertian Pola Asuh Demokratis

Menurut Baumrind Elia, 2005 pola asuh demokratis adalah orang tua yang memperlakukan anak dengan memberikan kebebasan namun masih tetap diikuti dengan kontrol dari orang tua. Orang tua yang demokratis tidak bersikap mengekang dan membatasi, melainkan bersikap hangat dan penuh pengertian terhadap kebutuhan-kebutuhan anak, di sisi lain ada proses memberi dan menerima, yaitu komunikasi dua arah antara anak dan orang tua. Gerungan 1991, merumuskan didikan yang demokratis merupakan didikan dimana orangtua sering berembuk mengenai tindakan-tindakan yang harus diambil, menerangkan alasan-alasan dari peraturan, menjawab pertanyaan-pertanyaan anak dan bersikap toleran. Sikap-sikap demokratis dari orangtua ini akan menimbulkan cirri-ciri berinisiatif, tidak takut-takut, lebih giat, lebih bertujuan tetapi juga memberikan kemungkinan berkembangnya sifat-sifat tidak taat dan tidak mau menyesuaikan diri. Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh demokratis merupakan metode disiplin dimana orangtua sering berdiskusi dengan anak mengenai masalah-masalah dan tindakan- tindakan yang harus diambil, menerangkan alasan-alasan dari peraturan, menjawab pertanyaan-pertanyaan anak dan memberi kebebasan yang diikuti kontrol orangtua.

2. Persepsi Remaja terhadap Pola Asuh Demokratis Orang Tua

Perubahan lingkungan sosial yang dialami oleh remaja menuntut remaja untuk lebih mandiri dan matang dalam penyesuaian diri. Namun tuntutan dan harapan lingkungan baru terhadap remaja memerlukan bimbingan dari orang tua. Dukungan dan pengertian dari orang tua ditunjukkan dalam pola asuh yang diterapkan sejak masa anak-anak. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua dalam pola asuh yang diterapkan sejak masa anak-anak akan dilihat, dinilai, dan ditiru oleh remaja. Hal demikian disebabkan karena remaja mengidentifikasikan diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain Bonner,1953. Ketika remaja mempersepsikan pola asuh dengan disiplin yang tegas namun penuh kehangatan dan pengertian, tidak pernah